Anda di halaman 1dari 12

PERIODONSIA

SEMINAR JURNAL REVIEW


Perbandingan Asupan Nutrisi Antara Pasien Penderita Periodontitis dan
Subjek yang Sehat
Comparison of nutrient intake between patients with periodontitis and
healthy subjects
Henrike Staudie, Andrea Volpel, Bernd W. Sigusch
Dipublikasikan oleh: Quintessence International 2012; 43:907-916

Disusun oleh:
Rine Dianegianty
Durotun Nafisah
M. Lukman N. H.

160112120079
160112120087
160112120081

Pembimbing:
drg. Amaliya, Sp. Perio, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2013

Perbandingan Asupan Nutrisi antara Pasien Penderita Periodontitis dan Subyek yang
Sehat
Objektif: Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa penyakit-penyakit inflamasi dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor nutrisi. Karena itu, penelitian ini dirancang untuk
mengevaluasi asupan makanan para pasien penderita penyakit periodontal dalam
perbandingannya dengan para subyek sehat dengan menggunakan 7-DFR (7-Day Food
Record, Catatan Asupan Pangan 7 Hari).
Metode dan Bahan: Populasi penelitian terdiri dari 42 pasien dengan periodontitis kronis
dan 38 subyek sehat (kontrol). Periodontitis didiagnosis dengan menggunakan Indeks Plak,
Indeks Perdarahan Sulkus, dan pengukuran kedalaman probing. Semua partisipan
menyelesaikan 7-DFR yang dianalisis dengan DGE-Professional 2.7. Untuk mengkonfirmasi
analisis nutrisi, level plasma vitamin C setiap partisipan diukur. Selain itu, ketidaknyamanan
pada mulut pasien dengan penyakit periodontitis dipastikan dengan menggunakan kuesioner
tambahan.
Hasil: Analisis 7-DFR memperlihatkan bahwa pasien penderita periodontitis memiliki
tingkat asupan vitamin C, asam folat, magnesium, dan serat yang lebih rendah daripada
tingkat asupan kontrol sehat. Rata-rata level plasma vitamin C pada pasien periodontitis (0,63
mg/dL) lebih rendah daripada subyek kontrol sehat (1,13 mg/dL, P < 0,05). Evaluasi terhadap
kuesioner tersebut menunjukkan bahwa sekitar 50% pasien mengalami rasa tidak nyaman
saat makan.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien penderita periodontitis memiliki
asupan vitamin C, asam folat, dan magnesium, dan serat yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan subyek yang sehat. Ini mungkin disebabkan oleh rasa tidak nyaman pada mulut
selama mengunyah. Untuk menghindari asupan nutrisi yang tidak memadai pada pasien
penderita penyakit periodontal, pilihan makanan pasien harus dimonitor ketat. (Quintessense
Int 2012; 43:907-916).
Kata kunci: diet, asam folat, nutrisi, ketidaknyamanan oral, periodontitis, vitamin C

PENDAHULUAN
Periodontitis adalah penyakit rongga mulut umum yang mempengaruhi banyak pasien
di seluruh dunia. Faktor etiologis penyakit ini kompleks dan melibatkan bakteri
periodontopatogenik, respon imunologis, dan sifat-sifat genetik. Terapi periodontitis
konvensional meliputi penghilangan biofilm secara mekanis dengan scaling and root planing
dan dapat didukung dengan terapi antibiotik yang memadai. Sebagai metode perawatan
ajuvan yang baru, terapi fotodinamik antimikrobial menunjukkan hasil-hasil yang bagus.
Walau begitu, beberapa pasien responnya buruk terhadap tipe terapi ini dan mengalami
periodontitis kronis. Karena itu, faktor lebih lanjut harus dilibatkan dalam pendekatan
perawatan. Misalnya, prevalensi periodontitis berbeda-beda tergantung pada karakteristik
sosiodemografis. Ini berarti, gaya hidup juga memiliki peran etiologis yang penting. Indikator
gaya hidup yang penting adalah diet. Beberapa laporan menunjukkan bahwa diet yang kurang
sehat berkaitan dengan risiko periodontitis yang lebih tinggi. Dengan demikian, peran,
beberapa nutrisi mikro dalam etiologi dan terapi periodontitis telah dibahas. Nutrisi mikro
adalah senyawa diet (vitamin dan mineral) yang diperlukan dalam jumlah kecil tapi penting
sekali untuk metabolisme, respon kekebalan, regenerasi jaringan, dan pertumbuhan. Secara
khusus, jaringan lunak mulut dengan tingkat pergantian fisiologis yang tinggi bergantung
pada asupan makanan yang memadai. Contoh yang bagus mengenai hal ini teramati pada
kasus defisiensi vitamin C. Vitamin C adalah koenzim dalam sintesis kolagen yang
mempengaruhi pembentukan jaringan konektif. Karena alasan ini, kekurangan vitamin C
termanifestasi antara lain sindrom dalam restrukturisasi jaringan lunak yang tidak memadai
dalam mulut. Selain itu, vitamin C memodulasi respon kekebalan terhadap bakteri. Hasil
penelitian oleh peneliti penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa vitamin C mengubah
respon fibroblast gingival terhadap infeksi Porfiromonas gingivalis dengan apoptosis yang
lebih rendah dan tingkat viabilitas yang lebih tinggi. Beberapa penelitian mendemonstrasikan
bahwa level plasma vitamin C yang rendah berkaitan dengan pengembangan periodontitis.
Namun, belum diketahui, apakah level plasma vitamin C yang lebih rendah adalah sebab atau
akibat periodontitis. Juga ada kemungkinan bahwa asupan vitamin C yang kurang memadai
berkontribusi pada periodontitis. Meskipun konsentrasi plasma vitamin C telah diukur,
namun baru sedikit penelitian saja yang mencatat asupan vitamin C aktual pada pasien
penderita periodontitis.
Selaku zat reduktif yang kuat, vitamin C juga memainkan peran penting dalam
sistem antioksidan eksogen dalam tubuh manusia. Antioksidan melindungi struktur seluler
dari oksidasi dan merupakan lawan biologis terhadap ROS (Reactive Oxygen Species, Spesies

Reaktif Oksigen). Kedua kelompok zat ini secara normal berada dalam kesetimbangan
homeostasis redoks. Penelitian yang belum lama ini dilakukan menunjukkan bahwa
perubahan dalam keadaan redoks mengaktifkan proses-proses inflamasi dan memainkan
peran dalam periodontitis. Para penulis menunjukkan bahwa pasien penderita periodontitis,
khususnya perokok, menunjukkan tingkat penanda stress oksidatif yang tinggi dalam saliva
mereka dan juga menunjukkan penurunan kapasitas antioksidan bila dibandingkan dengan
subyek-subyek sehat.

Dalam penelitian ini, 7-DFR digunakan untuk mengevaluasi asupan vitamin C dan
nutrisi tambahan. Tujuan dari analisis diet ini adalah membandingkan asupan nutrisi pada
pasien periodontitis dengan asupan nutrisi pada subyek yang sehat. Selain itu, rasa tidak
nyaman di mulut saat makan direkam dengan kuesioner swa-lapor bagi mereka yang berada
dalam kelompok periodontitis.
BAHAN DAN METODE
Empat puluh dua pasien periodontitis (rata-rata berusia 43,7 tahun; terdiri dari 19
pria dan 23 wanita) secara berurutan dipilih dari populasi klinik dental. Tiga puluh delapan
subyek (rata-rata berusia 40,5 tahun; terdiri dari 15 pria dan 23 wanita) dialokasikan ke dalam
kelompok kontrol sehat. Individu-individu ini mengunjungi klinik untuk pemeriksaan gigi
rutin dan dinilai periodontalnya sehat. Semua partisipan menyelesaikan kuesioner dan
menyediakan persetujuan terinformasi yang tertulis, dan dokumen-dokumen ini telah
diajukan ke komite etika (B1881 10/06). Berdasarkan kuesioner tersebut, semua partisipan
dinilai sehat secara sistematis, dan tak seorang pun partisipan menerima antibiotik atau
suplemen diet selama 6 bulan sebelumnya.

Pemeriksaan periodontal
Evaluasi-evaluasi

klinis

dilakukan

untuk

menggambarkan

kondisi-kondisi

periodontal semua partisipan. Tindakan-tindakan klinisi meliputi Indeks Plak (PI, Plaque
Index), Indeks Perdarahan Sulkus (SBI, Sulcus Bleeding Index), dan kedalaman probing (PD,
Probing Depth) (Tabel 1). Semua gigi dievaluasi pada enam lokasi per gigi: mesiobukal,
midbukal, distobukal, distolingual, midlingual, dan mesiolingual. PD dinilai dengan probe
periodontal (PCP-UNC 15, Hu Friedy). Semua data yang mendeskripsikan karakteristik klinis
dikumpulkan oleh pemeriksa yang sama.
Definisi periodontitis kronis adalah mempunyai 5 gigi dengan poket periodontal
yang menunjukkan PD 3,5 mm. Kelompok yang sehat menunjukkan ketiadaan bukti
penyakit periodontal, seperti yang ditunjukkan dari ketiadaan peningkatan PD (PD 2 mm)
dan perdarahan minimal (SBI 0,3).
Pemeriksaan nutrisi
Asupan nutrisi dinilai dengan memeriksa 7-DFR. Rekam harian adalah metode yang
dapat digunakan kembali untuk menilai asupan nutrisi untuk penelitian selanjutnya.
Misalnya, beberapa penulis menggunakan prosedur ini untuk memperkirakan asupan vitamin
C yang terkait dengan macam-macam penyakit.
Buklet 7-DFR menunjukkan daftar yang terdiri dari 277 makanan. Jumlah makanan
disajikan dalam unit rumah tangga yang telah didefinisikan dulu sebelumnya (misal, sendok
makan, sendok teh). Partisipan mengindikasikan aktivitas makan dengan mencatat setiap unit
jenis makanan yang dikonsumsinya. Daftar makanan dilampirkan dengan pilihan tak terbatas
untuk menambahkan jenis makanan yang tidak ada pada daftar makanan tersebut. Semua
partisipan dilatih bagaimana menyelesaikan 7-DFR dan diberi instruksi untuk merekam
semua makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam 7 hari berikutnya. Setelah itu, 7-DFR
dianalisis menggunakan perangkat lunak DGE-PC Professional 2.7. Data dimasukkan
manual. Nutrisi yang diinklusikan dalam analisis ini adalah energi pangan, lemak total,
kolesterol, serat (polisakarida non pati), vitamin A, vitamin E, vitamin B1, vitamin B2,
vitamin B6, vitamin B12, asam folat, vitamin C, kalsium, magnesium, besi, dan seng. Selain
itu, setiap orang mendokumentasikan jenis buah dan sayuran yang dikonsumsi agar asupan
buah dan sayuran dapat dianalisis.

Ketidaknyamanan mulut swa-lapor


Wawancara semi terstruktur dilakukan untuk menilai rasa tidak nyaman pada mulut
pasien penderita periodontitis. Penggunaan pertanyaan tertutup dengan jawaban-jawaban
standar memungkinkan karakterisasi singkat ketidaknyaman oral yang berkaitan dengan
tindakan makan. Pertanyaan terbuka digunakan untuk menilai makanan khusus yang
menyebabkan ketidaknyamanan selama mengunyah. Pewawancara diizinkan untuk
menjelaskan pertanyaan dan memberi contoh. Pertanyaan terbuka berguna sebagai stimulus
dan memungkinkan tanggapan komprehensif. Rasa tidak nyaman pada mulut subyek yang
sehat tidak diteliti.
Level plasma vitamin C
Sampel darah vena dikumpulkan dari setiap subyek antara pukul 8 pagi hingga 12
siang. Darah tersebut dikumpulkan dalam tabung yang berisi EDTA (Ethylene Diamine
Tetracetic Acid, Asam Etilenediamintetraasetat). Dalam 1 jam, plasma dipisahkan dengan
sentrifugasi (4.000 rpm/ menit selama 10 menit). Sampel disimpan pada suhu -80C selama
maksimal 2 minggu. Metode fotometrik yang dideskripsikan oleh Terada et al. digunakan
untuk menentukan level vitamin C. metode ini didasarkan pada oksidasi asam askorbat jadi
asam dehidroaskorbat dalam reaksi yang dikatalisasi dengan tembaga. Penambahan 2,4dinitrofenilhidrazin itu diperlukan untuk pengukuran fotometrik. Tingkat plasma di bawah
0,65 mg/ dL mengindikasikan defisiensi marjinal.
Analisis statistik
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk tingkat plak rata-rata, BoP (Bleeding on
Probing, Perdarahan Saat Probing), dan PD. Analisis 7-DFR dilakukan menggunakan
perangkat lunak. Perbedaan yang signifikan dalam rata-rata nilai asupan nutrisi antara pasien
periodontitis dan kelompok kontrol yang sehat dievaluasi menggunakan uji U MannWhitney. Nilai P < 0,05 dianggap signifikan untuk semua analisis data. Data nutrisi disajikan
sebagai median QD (Deviasi Kuartil). Semua evaluasi statistik dilakukan menggunakan
SPSS 16.0 (IBM). Data mengenai ketidaknyamanan oral ditampilkan langsung tanpa analisis
statistik.
HASIL
Karakteristik demografis dan data klinis pilihan diringkas dalam Tabel 1. Pasien
periodontitis menunjukkan nilai kedalaman probing yang secara signifikan lebih tinggi

(5,40,6 mm) dalam perbandingannya dengan subyek sehat (1,80,4 mm, P<0,05). SBI juga
berbeda signifikan. Kelompok kontrol yang sehat menunjukkan perdarahan gusi minimal
setelah pemeriksaan yang cermat dengan probe periodontal, sedangkan rata-rata SBI pasien
periodontitis lebih tinggi secara signifikan (Tabel 1).

Asupan nutrisi pangan semua partisipan penelitian dianalisis. Data dalam Gambar 1
hingga Gambar 4 menunjukkan bahwa asupan empat nutrisi berbeda signifikan antara subyek
yang sehat (kontrol) dan pasien periodontitis: Vitamin C (pasien periodontitis, 150 mg/ hari;
kontrol, 226 mg/ hari; P<0,05; Gambar 1), magnesium (pasien periodontitis, 313 mg/ hari;
kontrol, 362 mg/ hari; p<0,05; Gambar 2), asam folat (pasien periodontitis, 214 g/ hari;
kontrol, 254 g/ hari; P<0,05, Gambar 3), dan serat (pasien periodontitis, 22 g/ hari; kontrol,
25.3 g/ hari; P<0,05, Gambar 3). Tidak tercatat adanya signifikansi statistik untuk asupan
nutrisi lainnya (Tabel 2). Selain itu, konsumsi buah dan sayur yang direkam menunjukkan
bahwa pasien periodontitis punya asupan yang lebih rendah untuk jenis-jenis makanan ini

apabila dibandingkan dengan subyek yang sehat, tapi hanya perbedaan antar asupan buah saja
yang signifikan (Gambar 5). Sementara pasien periodontitis mengkonsumsi rata-rata 189,3
gram buah per hari, subyek sehat mengkonsumsi 283,1 gram buah per hari (P<0,05). Pilihan
buah antar kelompok tersebut berbeda-beda.

Apel (28%) dan pisang (24%) lebih sering dikonsumsi pada kelompok periodontitis
dibandingkan pada kelompok sehat (apel (20%) dan pisang (13%)). Sebaliknya, subyek yang
sehat lebih sering dan lebih suka mengkonsumsi jeruk (18%) dan kiwi (14%) dibandingkan
pasien periodontitis (jeruk (10%) dan kiwi (10%)).
Sebagai tanggapan untuk pertanyaan-pertanyaan terbuka, sebagian besar pasien
periodontitis (66%) melaporkan ketidaknyamanan saat makan sekurang-sekurangnya salah
satu jenis makanan. Dalam sebagian besar kejadian, rasa tidak nyaman saat makan itu
disebabkan oleh tereksposnya area serviks, kesulitan mengunyah akibat gigi goyang, dan rasa
sakit seperti terbakar pada gusi yang bengkak (Gambar 6). Rasa tidak nyaman itu tergantung
pada sifat-sifat fisika dan kimia makanan tersebut. Makanan dan minuman yang dingin atau
panas, makanan asam, dan makanan dengan konsistensi padat atau berbulir sering dinilai sulit
ditelan (Gambar 7). Saat diminta untuk menyebutkan nama makanan yang khususnya sulit
untuk dikonsumsi, pasien sering menyebut apel, sayuran mentah (misal, wortel), kacang,
daging, nanas, kerak, dan keripik. Beberapa pasien memilih apel kupas atau buah-buahan
kaleng atau sayuran kaleng atau mengunyah makanan keras pelan-pelan untuk mencegah rasa

1 2 .7 4 .4

1 4 .0 5 .4

.0 9 4

1 1 .2 4 .3

1 1 .6 3 .4

.5 9 8

1 7 2 .7 1 5 8 .6

2 1 4 .3 2 5 8 .1

.2 5 3

nyeri yang berlebihan. Dua pasien menyatakan bahwa mereka tidak makan buah sama sekali
kecuali pisang.
g r o u p , a p p le s ( 2 8 % ) a n d

w e r e c o n s u m e d m o r e o f te n

1,000

h y g r o u p ( a p p le s [ 2 0 % ] a n d

800

th a n

th e

p a tie n ts

(o ra n g e s

[1 0 % ] a n d

k iw i

to

q u e s tio n s ,

th e

open

n ts w ith p e r io d o n titis ( 6 6 % )

m f o r t w h i le
d . In

e a t in g

c h e w in g

and

fr o m

exp osed

d iffi c u lt i e s d u e t o

s e a r in g

p a in

on

th e

( F i g 6 ) . T h e i n c id e n c e o f

d e p e n d e n t o n th e p h y s ic a l

r o p e r ti e s o f t h e d i e t . H o t o r
f o o d s Level
, and

d r in k s , a c id ic

nse

o r g r a in y

47

600
400
200

a t le a s t

m o s t in s t a n c e s , th e

r t r e s u lte d

g/day

e d o r a n g e s ( 1 8 % ) a n d k iw i
q u e n tly

24

Periodontitis
group

Control
group

Fig 5 Fruit intake (g/day). The di erence between periodontitis patients and controls (healthy subjects) was statistically signi cant (P <.05).

vitamin C diukur dengan menentukan konsentrasi askorbat dalam plasma

c o n s is te n c y

setiap pasien. Rata-rata level plasma vitamin C pasien periodontitis (0,63 0,28 mg/ dL)

a s d i ffi c u l t t o e a t ( F ig 7 ) .

secara signifikan lebih rendah dibandingkan subyek sehat (1.13 0,26 mg/ dL; P<0,05).

, p a t ie n ts
ra w
e a t,

d e te r m in a tio n o f th e a s c o r b a te c o n c e n t r a enAnalisis myang


canggih
terhadap asupan vitamin C dalam kelompok periodontitis

f r e q u e n tly

v e g e t a b le s

(s u c h

as

t i o n i n th e p la s m a o f e a c h p a r tic ip a n t . T h e

p i n e a p p l emenunjukkan
, c r u s ts , a n d bahwa 59,8% pasien kekurangan vitamin C. Hanya 23,9% memiliki level

ti e n ts c h o s e pplasma
e e l e d avitamin
p p le s
a n d v e g e ta b l e s o r s im p l y

o d s l o w ly t o

C yang optimal (>0,8 mg/dL), di mana semua subyek yang periodontalnya


s ig n i fi c a n tl y l o w e r t h a n t h a t o f t h e h e a lt h y

sehat dinilai dalam kisaran yang optimal.


p re v e n t e x c e s -

<

.0 5 ).

a t ie n t s s ta te d th a t th e y a te
cept bananas.

1 0

s u p p l y in t h e p e r io d o n ti t is g r o u p s h o w e d t h a t

2 0 1 2

9 1 1

DISKUSI
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, di dalam diet sehari-hari, pasien dengan
periodontitis mengkonsumsi vitamin C, magnesium, asam folat, dan makanan berserat lebih
sedikit dibanding subyek yang sehat. Asupan makanan dievaluasi dengan 7-DFR. Untuk
mencegah terdapatnya daftar makanan yang tidak dilaporkan (asupan yang tidak terhitung),
partisipan diinstruksikan secara tegas oleh penasehat diet untuk menggunakan 7-DFR dengan
tepat. Di dalam penelitian ini, tingkatan plasma vitamin C dipertimbangkan dengan baik
untuk memperkuat hasil dari vitamin C yang masuk melalui 7-DFR. Analisis makanan
menunjukkan sedikitnya vitamin C yang masuk pada pasien dengan periodontitis jika
dibandingkan dengan subjek sehat. Oleh karena itu, kedua kelompok direkomendasikan
diberikan dosis harian vitamin C (RDA, 775 sampai 100 mg/d), 29 plasma vitamin C yang
kurang ditunjukkan pada sebagian besar pasien dengan periodontitis. Hal tersebut mungkin
dapat dikarenakan alasan yang berbeda. Pada pasien dengan periodontitis, pergantian vitamin
C lebih cepat jika dibandingkan dengan subjek sehat karena vitamin C termasuk ke dalam
sistem biologi yang aktif selama proses inflamasi jaringan periodontal. Hal tersebut
ditunjukkan vitamin C tidak hanya bermain dalam peranan penting didalam system kolagen,
tetapi juga mempengaruhi fagositosis pada morphonuclear leukocytes

dan mendukung

mekanisme pertahanan tubuh manusia.30-32 Kolagen dibutuhkan dalam proses penyembuhan


luka, maupun regenerasi jaringan periodontal dan memelihara integritas sistem peredaran
darah di gusi.14 Sumber utama vitamin C terdapat pada buah segar dan beberapa sayuran
mentah. Hasilnya disini memperlihatkan pasien yang menderita periodontitis mengkonsumsi
lebih sedikit dibandingkan dengan subjek sehat (lihat gambar. 5). Pada penelitian sebelumnya
yang berhubungan, menjelaskan bahwa hubungan kesehatan mulut dengan konsumsi buah
segar memiliki efek positif terhadap inflamasi gusi.33-36 Blignaut dan Grobler34 meneliti petani
yang bekerja pada perkebunan apel memperlihatkan status kesehatan periodontal yang lebih
baik dari yang lainnya. Penelitian ini mendemonstrasikan resiko yang rendah pada lesi
premalignant rongga mulut pada laki-laki dengan mengkonsumsi buah dan sayur yang
tinggi.35 Dilley, dkk36 mencatat anak-anak dengan suplemen jeruk segar sehari-hari memiliki
kesehatan mulut lebih baik. Walaupun sebagian besar buah tersedia sepanjang tahun, kami
memperhatikan survey bersama dengan semua partisipan untuk mengesampingkan perbdeaan
buah musiman dalam barisan buah-buahan. Analisis kami memperlihatkan pasien dengan
periodontitis lebih menyukai apel, pisang, dan anggur, menggingat subjek sehat lebih sering
mengkonsumsi jeruk dan kiwi. Salah satu penelitian mendemonstrasikan kesehatan gigi yang
buruk berhubungan dengan kurangnya konsumsi buah dan sayur.37 Laporan sebelumnya,

tidak mengetahui apakah ketidak nyamanan mulut mempengaruhi pengunyahan makanan


pada pasien periodontitis. Beberapa sumber menyatakan subjek dengan penyakit jaringan
periodontal memperlihatkan ketidakcukupan kemampuan menggigit dan mencerna. 38-40 Pada
penelitian ini, ketidak nyamanan mulut dicatat dengan menggunakan pertanyaan tambahan
untuk pasien dengan periodontitis. Hubungan klinis terhadap cara memiliki kekurangan
fungsi pengunyahan atau kemampuan menggigit tidak diteliti dengan metode mekanis.
Namun, wawancara merupakan cara yang cocok untuk menilai ketidaknyamanan secara lisan.
Evaluasinya memperlihatkan mayoritas pasien melaporkan ketidaknyaman ketika makan
makanan kasar dan padat, termasuk apel dan sayuran mentah. Statmen ini ditegaskan oleh
analisis nutrisi, yang menunjukkan bahwa pasien dengan periodontitis mencerna lebih sedikit
makanan berserat dibandingkan dengan subjek sehat (lihat Gambar. 4). Sebaliknya, penelitian
lain menyimpulkan bahwa peningkatan masukan pada jumlah makanan kasar dan makanan
berserat dapat meningkatkan kesehatan mulut dan mengurangi resiko periodontitis.41,42
Walaupun mekanisme dari efek ini masih belum diketahui. Ada kemungkinan bahwa intensif
mengunyah dan tekstur makanan kaya serat dapat meningkatkan sirkulasi darah dalam
jaringan lunak mulut dan bertindak seperti sikat gigi alami. Sebagai tambahan, lebih banyak
makanan kasar dan serat dalam makanan dapat menyebabkan pencernaan yang lambat dan
lebih banyak absorpsi yang cukup dari karbohidrat dari saluran pencernaan, hasilnya sedikit
konsentrasi serum glukosa menjaga periode waktu yang lebih lama. Tingginya rata-rata
glukosa darah berhubungan dengan inflamasi dan periodontitis.44,45
Asam folat merupakan vitamin yang dapat larut di air terdapat pada sayuran hijau,
telor, kacang-kacangan, polong, toge dan hati sapi. Umumnya, suplai asam folat pada orang
di masyarakat umum rata-rata kritis dikarenakan RDA 400 g/hari sering tidak tercapai.

46

dalam penelitian ini, masukan asam folat dibawah RDA dalam kedua kelompok, tetapi pasien
dengan periodontitis memperlihatkan nilai asupan signifikan lebih rendah dibandingkan
dengan subjek sehat (lihat gambar 3). Dua penelitian mendemonstrasikan hubungan timbal
balik antara asupan asam folat dengan periodontitis.

47,48

orang tua dengan nilai serum folat

yang rendah menderita penyakit periodontal lebih sering dari orang tua dengan nilai folat
normal.47 Esaki dkk48 mengamati korelasi hubungan yang signifikan antara makanan yang
mengandung folat dan BoP. Dari kedua penelitian tersebut diidentifikasikan asam folat
sebagai indikator penting dari perdarahan pada gusi dan penyakit periodontal. Hasil dari
penelitian ini mendukung pernyataan tersebut. Dalam penelitian sebelumnya, kekurangan
asam folat dapat berhubungan dengan gingivitis pada wanita hamil. Hal tersebut diobservasi
bahwa perawatan dengan asam folat yang dicampurkan dengan obat kumur memperbaiki

gejala inflamasi pada gusi.49,50 Selanjutnya, aplikasi lokal larutan folat mengurangi gingival
hyperplasia karena phenytoin.51 asam folat adalah kofaktor penting dalam sintesis dan
perbaikan DNA. Hal tersebut membantu devisi seluler dan pembentukan sel baru. Untuk
alasan ini, asam folat penting untuk jaringan dengan rata-rata pergantian tinggi, seperti
jaringan periodontal. Erdemer dan Bergstrom52 membandingkan konsentrasi serum asam folat
pada pasien perokok dan nonperokok dengan periodontitis. Peneliti mengukur jumlah sedikit
pada perokok, menunjukkan status lebih buruk dari pasien nonperokok. Penelitian klinis lebih
lanjut mendemonstrasikan bahwa suplemen Vitamin B kompleks, termasuk asam folat,
membantu penyembuhan luka setelah bedah periodontal. 53
Asupan mineral dinilai dalam penelitian ini, dan hal tersebut diperlihatkan pada
pasien periodontitis mencerna sedikit magnesium dalam makanan sehari-harinya (lihat
gambar 2). Di dalam tubuh manusia, magnesium bekerja disebagian besar sebagai koenzim
dan katalisator untuk reaksi yang berbeda (misalnya, reaksi pada sistem imun). Sekarang ini,
hal tersebut didemonstrasikan oleh Meisel dkk54 bahwa hubungan antara asupan magnesium
dan resiko periodontitis. Magnesium mempengaruhi fungsi immunologi; sebagai contoh,
magnesium membantu sintesis immunoglubin dan regulasi respon sitokin. 55 Weglicki dkk56
observasinya memperkuat pelepasan dari proinflamatory citokin dalam magnesium terbatas
pada hewan. Selama kekurangan magnesium, sebagian besar peneliti mengukur lebih prooxidative ion logam dan pengurangan kapasitas antioksidatif dalam plasma. 57,58 RDA dari
magnesium adalah 350 sampai 400 mg/hari. Di dalam penelitian ini asupan magnesium pada
pasien dengan periodontitis kurang dari 350 mg/hari, sedangkan subjeksehat mencukupi
RDA.
KESIMPULAN
Penelitian ini mendemonstrasikan bahwa perbedaan antara diet pada pasien dengan
periodontitis dan subjek sehat, dan perbedaan ini menjadi dasar dalam ketidaknyamanan
rongga mulut. Hasil ini mengindikasikan penutupan akan fokus pada diet pasien. 7-DFR
memberikan kemudahan dan metode yang dapat dipercaya untuk menilai asupan nutrisi pada
pasien dengan periodontitis. Untuk menilai kegunaan rekomendasi diet, selanjutnya
penelitian harus fokus pada fungsi biologis pada nutrisi dalam hubungannya dengan
periodontitis.

Anda mungkin juga menyukai