Disusun oleh:
Rine Dianegianty
Durotun Nafisah
M. Lukman N. H.
160112120079
160112120087
160112120081
Pembimbing:
drg. Amaliya, Sp. Perio, M.Kes
Perbandingan Asupan Nutrisi antara Pasien Penderita Periodontitis dan Subyek yang
Sehat
Objektif: Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa penyakit-penyakit inflamasi dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor nutrisi. Karena itu, penelitian ini dirancang untuk
mengevaluasi asupan makanan para pasien penderita penyakit periodontal dalam
perbandingannya dengan para subyek sehat dengan menggunakan 7-DFR (7-Day Food
Record, Catatan Asupan Pangan 7 Hari).
Metode dan Bahan: Populasi penelitian terdiri dari 42 pasien dengan periodontitis kronis
dan 38 subyek sehat (kontrol). Periodontitis didiagnosis dengan menggunakan Indeks Plak,
Indeks Perdarahan Sulkus, dan pengukuran kedalaman probing. Semua partisipan
menyelesaikan 7-DFR yang dianalisis dengan DGE-Professional 2.7. Untuk mengkonfirmasi
analisis nutrisi, level plasma vitamin C setiap partisipan diukur. Selain itu, ketidaknyamanan
pada mulut pasien dengan penyakit periodontitis dipastikan dengan menggunakan kuesioner
tambahan.
Hasil: Analisis 7-DFR memperlihatkan bahwa pasien penderita periodontitis memiliki
tingkat asupan vitamin C, asam folat, magnesium, dan serat yang lebih rendah daripada
tingkat asupan kontrol sehat. Rata-rata level plasma vitamin C pada pasien periodontitis (0,63
mg/dL) lebih rendah daripada subyek kontrol sehat (1,13 mg/dL, P < 0,05). Evaluasi terhadap
kuesioner tersebut menunjukkan bahwa sekitar 50% pasien mengalami rasa tidak nyaman
saat makan.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien penderita periodontitis memiliki
asupan vitamin C, asam folat, dan magnesium, dan serat yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan subyek yang sehat. Ini mungkin disebabkan oleh rasa tidak nyaman pada mulut
selama mengunyah. Untuk menghindari asupan nutrisi yang tidak memadai pada pasien
penderita penyakit periodontal, pilihan makanan pasien harus dimonitor ketat. (Quintessense
Int 2012; 43:907-916).
Kata kunci: diet, asam folat, nutrisi, ketidaknyamanan oral, periodontitis, vitamin C
PENDAHULUAN
Periodontitis adalah penyakit rongga mulut umum yang mempengaruhi banyak pasien
di seluruh dunia. Faktor etiologis penyakit ini kompleks dan melibatkan bakteri
periodontopatogenik, respon imunologis, dan sifat-sifat genetik. Terapi periodontitis
konvensional meliputi penghilangan biofilm secara mekanis dengan scaling and root planing
dan dapat didukung dengan terapi antibiotik yang memadai. Sebagai metode perawatan
ajuvan yang baru, terapi fotodinamik antimikrobial menunjukkan hasil-hasil yang bagus.
Walau begitu, beberapa pasien responnya buruk terhadap tipe terapi ini dan mengalami
periodontitis kronis. Karena itu, faktor lebih lanjut harus dilibatkan dalam pendekatan
perawatan. Misalnya, prevalensi periodontitis berbeda-beda tergantung pada karakteristik
sosiodemografis. Ini berarti, gaya hidup juga memiliki peran etiologis yang penting. Indikator
gaya hidup yang penting adalah diet. Beberapa laporan menunjukkan bahwa diet yang kurang
sehat berkaitan dengan risiko periodontitis yang lebih tinggi. Dengan demikian, peran,
beberapa nutrisi mikro dalam etiologi dan terapi periodontitis telah dibahas. Nutrisi mikro
adalah senyawa diet (vitamin dan mineral) yang diperlukan dalam jumlah kecil tapi penting
sekali untuk metabolisme, respon kekebalan, regenerasi jaringan, dan pertumbuhan. Secara
khusus, jaringan lunak mulut dengan tingkat pergantian fisiologis yang tinggi bergantung
pada asupan makanan yang memadai. Contoh yang bagus mengenai hal ini teramati pada
kasus defisiensi vitamin C. Vitamin C adalah koenzim dalam sintesis kolagen yang
mempengaruhi pembentukan jaringan konektif. Karena alasan ini, kekurangan vitamin C
termanifestasi antara lain sindrom dalam restrukturisasi jaringan lunak yang tidak memadai
dalam mulut. Selain itu, vitamin C memodulasi respon kekebalan terhadap bakteri. Hasil
penelitian oleh peneliti penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa vitamin C mengubah
respon fibroblast gingival terhadap infeksi Porfiromonas gingivalis dengan apoptosis yang
lebih rendah dan tingkat viabilitas yang lebih tinggi. Beberapa penelitian mendemonstrasikan
bahwa level plasma vitamin C yang rendah berkaitan dengan pengembangan periodontitis.
Namun, belum diketahui, apakah level plasma vitamin C yang lebih rendah adalah sebab atau
akibat periodontitis. Juga ada kemungkinan bahwa asupan vitamin C yang kurang memadai
berkontribusi pada periodontitis. Meskipun konsentrasi plasma vitamin C telah diukur,
namun baru sedikit penelitian saja yang mencatat asupan vitamin C aktual pada pasien
penderita periodontitis.
Selaku zat reduktif yang kuat, vitamin C juga memainkan peran penting dalam
sistem antioksidan eksogen dalam tubuh manusia. Antioksidan melindungi struktur seluler
dari oksidasi dan merupakan lawan biologis terhadap ROS (Reactive Oxygen Species, Spesies
Reaktif Oksigen). Kedua kelompok zat ini secara normal berada dalam kesetimbangan
homeostasis redoks. Penelitian yang belum lama ini dilakukan menunjukkan bahwa
perubahan dalam keadaan redoks mengaktifkan proses-proses inflamasi dan memainkan
peran dalam periodontitis. Para penulis menunjukkan bahwa pasien penderita periodontitis,
khususnya perokok, menunjukkan tingkat penanda stress oksidatif yang tinggi dalam saliva
mereka dan juga menunjukkan penurunan kapasitas antioksidan bila dibandingkan dengan
subyek-subyek sehat.
Dalam penelitian ini, 7-DFR digunakan untuk mengevaluasi asupan vitamin C dan
nutrisi tambahan. Tujuan dari analisis diet ini adalah membandingkan asupan nutrisi pada
pasien periodontitis dengan asupan nutrisi pada subyek yang sehat. Selain itu, rasa tidak
nyaman di mulut saat makan direkam dengan kuesioner swa-lapor bagi mereka yang berada
dalam kelompok periodontitis.
BAHAN DAN METODE
Empat puluh dua pasien periodontitis (rata-rata berusia 43,7 tahun; terdiri dari 19
pria dan 23 wanita) secara berurutan dipilih dari populasi klinik dental. Tiga puluh delapan
subyek (rata-rata berusia 40,5 tahun; terdiri dari 15 pria dan 23 wanita) dialokasikan ke dalam
kelompok kontrol sehat. Individu-individu ini mengunjungi klinik untuk pemeriksaan gigi
rutin dan dinilai periodontalnya sehat. Semua partisipan menyelesaikan kuesioner dan
menyediakan persetujuan terinformasi yang tertulis, dan dokumen-dokumen ini telah
diajukan ke komite etika (B1881 10/06). Berdasarkan kuesioner tersebut, semua partisipan
dinilai sehat secara sistematis, dan tak seorang pun partisipan menerima antibiotik atau
suplemen diet selama 6 bulan sebelumnya.
Pemeriksaan periodontal
Evaluasi-evaluasi
klinis
dilakukan
untuk
menggambarkan
kondisi-kondisi
periodontal semua partisipan. Tindakan-tindakan klinisi meliputi Indeks Plak (PI, Plaque
Index), Indeks Perdarahan Sulkus (SBI, Sulcus Bleeding Index), dan kedalaman probing (PD,
Probing Depth) (Tabel 1). Semua gigi dievaluasi pada enam lokasi per gigi: mesiobukal,
midbukal, distobukal, distolingual, midlingual, dan mesiolingual. PD dinilai dengan probe
periodontal (PCP-UNC 15, Hu Friedy). Semua data yang mendeskripsikan karakteristik klinis
dikumpulkan oleh pemeriksa yang sama.
Definisi periodontitis kronis adalah mempunyai 5 gigi dengan poket periodontal
yang menunjukkan PD 3,5 mm. Kelompok yang sehat menunjukkan ketiadaan bukti
penyakit periodontal, seperti yang ditunjukkan dari ketiadaan peningkatan PD (PD 2 mm)
dan perdarahan minimal (SBI 0,3).
Pemeriksaan nutrisi
Asupan nutrisi dinilai dengan memeriksa 7-DFR. Rekam harian adalah metode yang
dapat digunakan kembali untuk menilai asupan nutrisi untuk penelitian selanjutnya.
Misalnya, beberapa penulis menggunakan prosedur ini untuk memperkirakan asupan vitamin
C yang terkait dengan macam-macam penyakit.
Buklet 7-DFR menunjukkan daftar yang terdiri dari 277 makanan. Jumlah makanan
disajikan dalam unit rumah tangga yang telah didefinisikan dulu sebelumnya (misal, sendok
makan, sendok teh). Partisipan mengindikasikan aktivitas makan dengan mencatat setiap unit
jenis makanan yang dikonsumsinya. Daftar makanan dilampirkan dengan pilihan tak terbatas
untuk menambahkan jenis makanan yang tidak ada pada daftar makanan tersebut. Semua
partisipan dilatih bagaimana menyelesaikan 7-DFR dan diberi instruksi untuk merekam
semua makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam 7 hari berikutnya. Setelah itu, 7-DFR
dianalisis menggunakan perangkat lunak DGE-PC Professional 2.7. Data dimasukkan
manual. Nutrisi yang diinklusikan dalam analisis ini adalah energi pangan, lemak total,
kolesterol, serat (polisakarida non pati), vitamin A, vitamin E, vitamin B1, vitamin B2,
vitamin B6, vitamin B12, asam folat, vitamin C, kalsium, magnesium, besi, dan seng. Selain
itu, setiap orang mendokumentasikan jenis buah dan sayuran yang dikonsumsi agar asupan
buah dan sayuran dapat dianalisis.
(5,40,6 mm) dalam perbandingannya dengan subyek sehat (1,80,4 mm, P<0,05). SBI juga
berbeda signifikan. Kelompok kontrol yang sehat menunjukkan perdarahan gusi minimal
setelah pemeriksaan yang cermat dengan probe periodontal, sedangkan rata-rata SBI pasien
periodontitis lebih tinggi secara signifikan (Tabel 1).
Asupan nutrisi pangan semua partisipan penelitian dianalisis. Data dalam Gambar 1
hingga Gambar 4 menunjukkan bahwa asupan empat nutrisi berbeda signifikan antara subyek
yang sehat (kontrol) dan pasien periodontitis: Vitamin C (pasien periodontitis, 150 mg/ hari;
kontrol, 226 mg/ hari; P<0,05; Gambar 1), magnesium (pasien periodontitis, 313 mg/ hari;
kontrol, 362 mg/ hari; p<0,05; Gambar 2), asam folat (pasien periodontitis, 214 g/ hari;
kontrol, 254 g/ hari; P<0,05, Gambar 3), dan serat (pasien periodontitis, 22 g/ hari; kontrol,
25.3 g/ hari; P<0,05, Gambar 3). Tidak tercatat adanya signifikansi statistik untuk asupan
nutrisi lainnya (Tabel 2). Selain itu, konsumsi buah dan sayur yang direkam menunjukkan
bahwa pasien periodontitis punya asupan yang lebih rendah untuk jenis-jenis makanan ini
apabila dibandingkan dengan subyek yang sehat, tapi hanya perbedaan antar asupan buah saja
yang signifikan (Gambar 5). Sementara pasien periodontitis mengkonsumsi rata-rata 189,3
gram buah per hari, subyek sehat mengkonsumsi 283,1 gram buah per hari (P<0,05). Pilihan
buah antar kelompok tersebut berbeda-beda.
Apel (28%) dan pisang (24%) lebih sering dikonsumsi pada kelompok periodontitis
dibandingkan pada kelompok sehat (apel (20%) dan pisang (13%)). Sebaliknya, subyek yang
sehat lebih sering dan lebih suka mengkonsumsi jeruk (18%) dan kiwi (14%) dibandingkan
pasien periodontitis (jeruk (10%) dan kiwi (10%)).
Sebagai tanggapan untuk pertanyaan-pertanyaan terbuka, sebagian besar pasien
periodontitis (66%) melaporkan ketidaknyamanan saat makan sekurang-sekurangnya salah
satu jenis makanan. Dalam sebagian besar kejadian, rasa tidak nyaman saat makan itu
disebabkan oleh tereksposnya area serviks, kesulitan mengunyah akibat gigi goyang, dan rasa
sakit seperti terbakar pada gusi yang bengkak (Gambar 6). Rasa tidak nyaman itu tergantung
pada sifat-sifat fisika dan kimia makanan tersebut. Makanan dan minuman yang dingin atau
panas, makanan asam, dan makanan dengan konsistensi padat atau berbulir sering dinilai sulit
ditelan (Gambar 7). Saat diminta untuk menyebutkan nama makanan yang khususnya sulit
untuk dikonsumsi, pasien sering menyebut apel, sayuran mentah (misal, wortel), kacang,
daging, nanas, kerak, dan keripik. Beberapa pasien memilih apel kupas atau buah-buahan
kaleng atau sayuran kaleng atau mengunyah makanan keras pelan-pelan untuk mencegah rasa
1 2 .7 4 .4
1 4 .0 5 .4
.0 9 4
1 1 .2 4 .3
1 1 .6 3 .4
.5 9 8
1 7 2 .7 1 5 8 .6
2 1 4 .3 2 5 8 .1
.2 5 3
nyeri yang berlebihan. Dua pasien menyatakan bahwa mereka tidak makan buah sama sekali
kecuali pisang.
g r o u p , a p p le s ( 2 8 % ) a n d
w e r e c o n s u m e d m o r e o f te n
1,000
h y g r o u p ( a p p le s [ 2 0 % ] a n d
800
th a n
th e
p a tie n ts
(o ra n g e s
[1 0 % ] a n d
k iw i
to
q u e s tio n s ,
th e
open
n ts w ith p e r io d o n titis ( 6 6 % )
m f o r t w h i le
d . In
e a t in g
c h e w in g
and
fr o m
exp osed
d iffi c u lt i e s d u e t o
s e a r in g
p a in
on
th e
( F i g 6 ) . T h e i n c id e n c e o f
d e p e n d e n t o n th e p h y s ic a l
r o p e r ti e s o f t h e d i e t . H o t o r
f o o d s Level
, and
d r in k s , a c id ic
nse
o r g r a in y
47
600
400
200
a t le a s t
m o s t in s t a n c e s , th e
r t r e s u lte d
g/day
e d o r a n g e s ( 1 8 % ) a n d k iw i
q u e n tly
24
Periodontitis
group
Control
group
Fig 5 Fruit intake (g/day). The di erence between periodontitis patients and controls (healthy subjects) was statistically signi cant (P <.05).
c o n s is te n c y
setiap pasien. Rata-rata level plasma vitamin C pasien periodontitis (0,63 0,28 mg/ dL)
a s d i ffi c u l t t o e a t ( F ig 7 ) .
secara signifikan lebih rendah dibandingkan subyek sehat (1.13 0,26 mg/ dL; P<0,05).
, p a t ie n ts
ra w
e a t,
f r e q u e n tly
v e g e t a b le s
(s u c h
as
t i o n i n th e p la s m a o f e a c h p a r tic ip a n t . T h e
p i n e a p p l emenunjukkan
, c r u s ts , a n d bahwa 59,8% pasien kekurangan vitamin C. Hanya 23,9% memiliki level
ti e n ts c h o s e pplasma
e e l e d avitamin
p p le s
a n d v e g e ta b l e s o r s im p l y
o d s l o w ly t o
<
.0 5 ).
a t ie n t s s ta te d th a t th e y a te
cept bananas.
1 0
s u p p l y in t h e p e r io d o n ti t is g r o u p s h o w e d t h a t
2 0 1 2
9 1 1
DISKUSI
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, di dalam diet sehari-hari, pasien dengan
periodontitis mengkonsumsi vitamin C, magnesium, asam folat, dan makanan berserat lebih
sedikit dibanding subyek yang sehat. Asupan makanan dievaluasi dengan 7-DFR. Untuk
mencegah terdapatnya daftar makanan yang tidak dilaporkan (asupan yang tidak terhitung),
partisipan diinstruksikan secara tegas oleh penasehat diet untuk menggunakan 7-DFR dengan
tepat. Di dalam penelitian ini, tingkatan plasma vitamin C dipertimbangkan dengan baik
untuk memperkuat hasil dari vitamin C yang masuk melalui 7-DFR. Analisis makanan
menunjukkan sedikitnya vitamin C yang masuk pada pasien dengan periodontitis jika
dibandingkan dengan subjek sehat. Oleh karena itu, kedua kelompok direkomendasikan
diberikan dosis harian vitamin C (RDA, 775 sampai 100 mg/d), 29 plasma vitamin C yang
kurang ditunjukkan pada sebagian besar pasien dengan periodontitis. Hal tersebut mungkin
dapat dikarenakan alasan yang berbeda. Pada pasien dengan periodontitis, pergantian vitamin
C lebih cepat jika dibandingkan dengan subjek sehat karena vitamin C termasuk ke dalam
sistem biologi yang aktif selama proses inflamasi jaringan periodontal. Hal tersebut
ditunjukkan vitamin C tidak hanya bermain dalam peranan penting didalam system kolagen,
tetapi juga mempengaruhi fagositosis pada morphonuclear leukocytes
dan mendukung
46
dalam penelitian ini, masukan asam folat dibawah RDA dalam kedua kelompok, tetapi pasien
dengan periodontitis memperlihatkan nilai asupan signifikan lebih rendah dibandingkan
dengan subjek sehat (lihat gambar 3). Dua penelitian mendemonstrasikan hubungan timbal
balik antara asupan asam folat dengan periodontitis.
47,48
yang rendah menderita penyakit periodontal lebih sering dari orang tua dengan nilai folat
normal.47 Esaki dkk48 mengamati korelasi hubungan yang signifikan antara makanan yang
mengandung folat dan BoP. Dari kedua penelitian tersebut diidentifikasikan asam folat
sebagai indikator penting dari perdarahan pada gusi dan penyakit periodontal. Hasil dari
penelitian ini mendukung pernyataan tersebut. Dalam penelitian sebelumnya, kekurangan
asam folat dapat berhubungan dengan gingivitis pada wanita hamil. Hal tersebut diobservasi
bahwa perawatan dengan asam folat yang dicampurkan dengan obat kumur memperbaiki
gejala inflamasi pada gusi.49,50 Selanjutnya, aplikasi lokal larutan folat mengurangi gingival
hyperplasia karena phenytoin.51 asam folat adalah kofaktor penting dalam sintesis dan
perbaikan DNA. Hal tersebut membantu devisi seluler dan pembentukan sel baru. Untuk
alasan ini, asam folat penting untuk jaringan dengan rata-rata pergantian tinggi, seperti
jaringan periodontal. Erdemer dan Bergstrom52 membandingkan konsentrasi serum asam folat
pada pasien perokok dan nonperokok dengan periodontitis. Peneliti mengukur jumlah sedikit
pada perokok, menunjukkan status lebih buruk dari pasien nonperokok. Penelitian klinis lebih
lanjut mendemonstrasikan bahwa suplemen Vitamin B kompleks, termasuk asam folat,
membantu penyembuhan luka setelah bedah periodontal. 53
Asupan mineral dinilai dalam penelitian ini, dan hal tersebut diperlihatkan pada
pasien periodontitis mencerna sedikit magnesium dalam makanan sehari-harinya (lihat
gambar 2). Di dalam tubuh manusia, magnesium bekerja disebagian besar sebagai koenzim
dan katalisator untuk reaksi yang berbeda (misalnya, reaksi pada sistem imun). Sekarang ini,
hal tersebut didemonstrasikan oleh Meisel dkk54 bahwa hubungan antara asupan magnesium
dan resiko periodontitis. Magnesium mempengaruhi fungsi immunologi; sebagai contoh,
magnesium membantu sintesis immunoglubin dan regulasi respon sitokin. 55 Weglicki dkk56
observasinya memperkuat pelepasan dari proinflamatory citokin dalam magnesium terbatas
pada hewan. Selama kekurangan magnesium, sebagian besar peneliti mengukur lebih prooxidative ion logam dan pengurangan kapasitas antioksidatif dalam plasma. 57,58 RDA dari
magnesium adalah 350 sampai 400 mg/hari. Di dalam penelitian ini asupan magnesium pada
pasien dengan periodontitis kurang dari 350 mg/hari, sedangkan subjeksehat mencukupi
RDA.
KESIMPULAN
Penelitian ini mendemonstrasikan bahwa perbedaan antara diet pada pasien dengan
periodontitis dan subjek sehat, dan perbedaan ini menjadi dasar dalam ketidaknyamanan
rongga mulut. Hasil ini mengindikasikan penutupan akan fokus pada diet pasien. 7-DFR
memberikan kemudahan dan metode yang dapat dipercaya untuk menilai asupan nutrisi pada
pasien dengan periodontitis. Untuk menilai kegunaan rekomendasi diet, selanjutnya
penelitian harus fokus pada fungsi biologis pada nutrisi dalam hubungannya dengan
periodontitis.