Anda di halaman 1dari 86

A.

LEARNING PROGRESS
Hari / tanggal : senin / 27april 2012
Topik

: katarak, glaukoma, OM

Blok

:sistem persepsi sensori

Terminologi

1. Katarak
2. Glaukoma
3. Otitis
media

Problem

Hipotesis

1. Apa

anfis

mata

dan

telingga ?
2. Apa definisi
dari katarak,
glaukoma
dan OM ?
3. Apa
penyebab
dari katarak,
glaukoma
dan OM ?
4. Apa patoflow
dari katarak,
glaukoma
dan OM ?
5. Apa
tanda

Mek

1. Katarak

sensori

kristalin

2.Pemberia

mata atau

n tetes mata

kelompok
penyakit
mata yang
di

tandai

oleh
peningkat
an
raokuler

katarak,

yang

glaukoma

mengakib

dari katarak,

1.Pemeriksa

pada lensa

gejaladari

penunjang

issue

sistem

tekananint

pemeriksaan

me

kekeruhan

adalah

atkan

Lear
ning

anfisik

kapsulnya
2. Glaukoma

I dont know

anis

adalah

dan

dan OM ?
6. Apa

More info

mata dan
telingga ?
2. Apa

atau

salep

mata

dan

pemberian
obat

1. Apa anfis

tetes

telingga

definisi
dari
katarak,
glaukoma
dan OM ?
3. Apa
penyebab
dari
katarak,
glaukoma
dan OM ?
4. Apa
patoflow
dari
katarak,
glaukoma
dan OM ?
5. Apa tanda

perubahan

dan

patologis

gejaladari

dalam

katarak,

diskus

glaukoma
1

glaukoma

optik dan

dan OM ?
7. Apa
komplikasi
dari katarak,
glaukoma
dan OM ?
8. Apa
penatalaksaa
n

dari

katarak,
glaukomadan
OM ?
9. Apa
asuhankepera
watan

cacat
medan
penglihata
n

yang

khas
3. OM

dan OM ?
6. Apa
pemeriksa
an
penunjang
dari
katarak,

adalah

glaukoma

radang

dan OM ?
7. Apa

telingga
tanggah

komplikas
i

dari

katarak,
glaukoma
dan OM ?
8. Apa

katarak,

penatalaks

glaukoma

aan

dan OM?

katarak,

dari

glaukoma
dan OM ?
9. Apa
asuhankep
erawatan
katarak,
glaukoma
dan OM ?

MEKANISME
A. KATARAK

B. GLAUKOMA
Riwayat keluarga positif
Usia
Dm
Kortikosteroid jangka panjang

Miopia

Obstruksi jaringan trabekuler

peningkatan tekanan viterus

Hambatan pengaliran cairan aqueous humor

pergerakan iris ke depan

TIO

Nye
ri

glaukoma

Ganggua
n
Gangguan saraf optik
persepsi
sensori
perubahan penglihatan perifer visual

TIO

tindakan operasi

tanda dan gejala

Gangguan
persepsi
sensori
pengliahata

Resiko
infeksi

Anxieta
s

Kebutaan

Kurang
pengetahuan

C. OTITIS MEDIA

LEARNING ISUUE

PENYAKIT KATARAK
A. ANATOMI FISIOLOGI MATA
4

Mata adalah cerminan jiwa, demikian kata pepatah. Sehingga tidak ada salah jika kita
membahas secara tuntas anatomi dan fisiologi mata. Anatomi dan fisiologi mata perlu
diketahui lebih dalam, untuk mempelajari lebih lanjut kelainan-kelanainan yang biasa
diderita yang berkaitan dengan kelainan pada mata.
Secara struktral anatomis, bola mata berdiameter 2,5 cm dimana 5/6 bagiannya
terbenam dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian
luar. Perhatikan gambar dibawah ini:

Gambar diatas adalah gambar anatomi mata. Bagian-bagian mata mempunyai fungsi-fungsi
tertentu. Fungsi-fungsi dari anatomi mata adalah sebagai berikut:

Sklera: Melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat melekatnya
bola mata.

Otot-otot mata, adalah Otot-otot yang melekat pada mata, terdiri dari: muskulus
rektus superior (menggerakan mata ke atas) dan muskulus rektus inferior
(mengerakan mata ke bawah).

Kornea: memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksikan cahaya.

Badan Siliaris: Menyokong lensa dan mengandung otot yang memungkinkan lensa
untuk beroakomodasi, kemudian berfungsi juga untuk mengsekresikan aqueus humor.
5

Iris: Mengendalikan cahaya yang masuk ke mata melalui pupil, mengandung pigmen.

Lensa: Memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa.

Bintik kuning (Fovea): Bagian retina yang mengandung sel kerucut.

Bintik buta: Daerah syaraf optic meninggalkan bagian dalam bola mata

Vitreous humor: Menyokong lensa dan menjaga bentuk bola mata

Aquous humor: Menjaga bentuk kantong bola mata

Otot, Saraf dan Pembuluh darah Pada Mata


Otot yang menggerakan bola mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan mata
tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Otot penggerak bola mata
terdiri enam otot yaitu:

Muskulus oblik inferior memiliki aksi primer eksotorsi dalam abduksi, dan memiliki
aksi sekunder elevasi dalam adduksi, abduksi dalam elevasi.

Muskulus oblik superior memiliki aksi primer intorsi dalam aduksi, dan aksi sekunder
berupa depresi dalam aduksi, dan abduksi dalam depresi.

Muskulus rektus inferior memiliki aksi primer berupa gerakan depresi pada abduksi,
dan memiliki aksi sekunder berupa gerakan ekstorsi pada abduksi, dan aduksi dalam
depresi.
6

Muskulus rektus lateral memiliki aksi gerakan abduksi.

Muskulus rektus medius memiliki aksi gerakan aduksi

Muskulus rektus superior memiliki aksi primer yaitu elevasi dalam abduksi dan aksi
sekunder berupa intorsi dalam aduksi serta aduksi dalam elevasi.

Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial
tertentu. Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya.

Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak

Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata

Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot
pada tulang orbita.

Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,
sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah
ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.
Struktur pelindung
Struktur di sekitar mata melindungi dan memungkinkan mata bergerak secara bebas ke
segala arah. Struktur tersebut melindungi mata terhadap debu, angin, bakteri, virus, jamur dan

bahan-bahan berbahaya lainnya, tetapi juga memungkinkan mata tetap terbuka sehingga
cahaya masih bisa masuk.

Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung bola mata, otot-otot, saraf,
pembuluh darah, lemak dan struktur yang menghasilkan dan mengalirkan air mata.

Kelopak mata merupakan lipatan


kulit tipis yang melindungi mata. Kelopak mata secara refleks segera menutup untuk
melindungi mata dari benda asing, angin, debu dan cahaya yang sangat terang.

Ketika berkedip, kelopak mata membantu menyebarkan cairan ke seluruh permukaan


mata dan ketika tertutup, kelopak mata mempertahankan kelembaban permukaan mata. Tanpa
kelembaban tersebut, kornea bisa menjadi kering, terluka dan tidak tembus cahaya. Bagian

dalam kelopak mata adalah selaput tipis (konjungtiva) yang juga membungkus permukaan
mata.

Bulu mata merupakan rambut pendek yang tumbuh di ujung kelopak mata dan
berfungsi membantu melindungi mata dengan bertindak sebagai barrier (penghalang).

Kelenjar kecil di ujung kelopak mata menghasilkan bahan berminyak yang mencegah
penguapan air mata.

Kelenjar lakrimalis terletak di puncak tepi luar dari mata kiri dan kanan dan

menghasilkan air mata yang

encer.

Air mata mengalir dari mata ke dalam hidung melalui 2 duktus lakrimalis; setiap
duktus memiliki lubang di ujung kelopak mata atas dan bawah, di dekat hidung. Air mata
berfungsi menjaga kelembaban dan kesehatan mata, juga menjerat dan membuang partikelpartikel kecil yang masuk ke mata. Selain itu, air mata kaya akan antibodi yang membantu
mencegah terjadinya infeksi.
Bola mata mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga bola mata. Ketiga
lapis dinding ini dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:

Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat dengan serat yang kuat; berwarna putih buram (tidak
tembus cahaya), kecuali di bagian depan bersifat transparan, disebut kornea. Konjungtiva
adalah lapisan transparan yang melapisi kornea dan kelopak mata. Lapisan ini berfungsi
melindungi bola mata dari gangguan.

10

Koroid
Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam merupakan lapisan yang berisi
banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi dan oksigen terutama untuk retina. Warna
gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi (pemantulan sinar). Di bagian depan,
koroid membentuk badan siliaris yang berlanjut ke depan membentuk iris yang berwarna. Di
bagian depan iris bercelah membentuk pupil (anak mata). Melalui pupil sinar masuk. Iris
berfungsi sebagai diafragma, yaitu pengontrol ukuran pupil untuk mengatur sinar yang
masuk. Badan siliaris membentuk ligamentum yang berfungsi mengikat lensa mata.
Kontraksi dan relaksasi dari otot badan siliaris akan mengatur cembung pipihnya lensa.
Retina
Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan
badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke
otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini disebut
bintik buta.

Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola mata terbagi
dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan
bagian belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan tersebut
berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar. Kotak mata pada tengkorak
berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput transparan yang melapisi kornea dan
bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi.

11

Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut
konjungtivitis.
Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari
kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata mengandung
lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi sebagai alat pelumas dan
pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata.
Normalnya, sinar sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata akan dibiaskan oleh
sistem optis bolamata dan terfokus dalam satu titik yang jatuh tepat pada retina. Kondisi ini
disebut emmetropia. Dari proses jatuhnya titik cahaya diretina inilah, yang biasanya
menyebabkan kelainan pada mata, baik itu kelainan dengan mata minus, ataupun mata
dengan positif, atau biasa disebut dengan rabun.
Lensa Mata
Lensa terdiri atas 3 lapisan yaitu kapsul lensa, epitel subkapsul dan serat-serat lensa.
Kapsul lensa merupakan lamina basal yang umumnya disusun oleh serat-serat kolagen tipe IV
dan glikoprotein. Kapsul ini elastik, jernih dan kompak. Epitel subkapsul hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa tepat di bawah kapsul lensa. Epitelnya terdiri atas selapis sel kuboid.
Di sebelah dalam dari epitel subkapsul terdapat serat-serat lensa yang di bentuk dari sel-sel
yang kehilangan inti dan organel sel lainnya. Serat-serat ini kemudian diisi dengan protein
lensa kristalin (crystallins). Adanya kristalin ini akan meningkatkan index refraksi lensa.
Lensa sama sekali tidak mengandung pembuluh darah. Nutrisi untuk lensa diperoleh dari
humor akweus dan korpus vitreus. Lensa bersifat impermeabel, tetapi dapat ditembus cahaya
dengan mudah.
Pada orang tua sering dijumpai kekeruhan pada lensa yang menyebabkan menurunnya
kemampuan untuk melihat. Keadaan ini dikenal sebagai katarak. Kondisi mungkin
disebabkan oleh bertumpuknya pigmen atau substansi lain dan keterpaparan sinar ultra violet
secara berlebihan. Di samping itu pada orang tua terjadi suatu keadaan yang dikenal sebagai
presbiopia yaitu ketidakmampuan mata untuk melihat benda-benda dalam jarak dekat yang
disebabkan karena menurunnya elastisitas lensa akibat proses penuaan. Sebagai akibatnya
lensa tidak dapat mencembung guna memfokuskan bayangan benda secara tepat pada retina.
Keadaan ini dapat diatasi dengan pemakaian kaca mata.
Lensa digantung ke korpus siliaris oleh penggantung lensa yang dikenal sebagai zonula
Zinii.
12

Anatomi Tambahan pada Mata


Anatomi tambahan pada mata terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata dan
aparatus lakrimalis.

Alis mata: terdiri dari rambut kasar yang terletak melintang di atas mata, fungsinya
untuk melindungi mata dari cahaya dan keringat juga untuk kecantikan.

Kelopak mata: ada 2, yaitu atas dan bawah. Kelopak mata atas lebih banyak bergerak
dari kelopak yang bawah dan mengandung musculus levator pepebrae untuk menarik
kelopak mata ke atas (membuka mata). Untuk menutup mata dilakukan oleh otot otot
yang lain yang melingkari kelopak mata atas dan bawah yaitu musculus orbicularis
oculi. Ruang antara ke-2 kelopak disebut celah mata (fissura pelpebrae), celah ini
menentukan melotot atau sipit nya seseorang. Pada sudut dalam mata terdapat
tonjolan disebut caruncula lakrimalis yang mengandung kelenjar sebacea (minyak)
dan sudorifera (keringat).

Bulu mata: ialah barisan bulu-bulu terletak di sebelah anterior dari kelenjar Meibow.
Kelenjar sroacea yang terletak pada akar bulu-bulu mata disebut kelenjar Zeis. Infeksi
kelenjar ini disebut Lordholum (bintit).

Apparatus lacrimalis: terdiri dari kelenjar lacrimal, ductus lacrimalis, canalis


lacrimalis, dan ductus nassolacrimalis.

B. DEFINISI
13

1. Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (Katarak Kongenital).
Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, pengguanaan
kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus atau
hipoparatiroidisme, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari (sinar ultraviolet)
yang lama, atau kelainan mata lain seperti uveitis anteriorKatarak setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa atau akibat dari kedua-duanya biasanya mengenai kedua mata
dan berjalan progresif.
C. ETIOLOGI
usia lanjut (senil) tapi dapat terjadi secara konginental akibat infeksi virus dimana
pertumbuhan

janin,

genetik,

dan

gangguan

perkembangan,

kelainan

sistemik/metabolik seperti ; DM,galaktosemi, dan distorfi miotonik, traumatik, terapi


kortikosteroid sistemik
Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan menjadi :

Berdasarkan penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat :


1. Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar
2. Sekunder, akibat tindakan Pembedahan lensa. katarak yang disebabkan oleh
konsumsi obat seperti prednisone dan kortikosteroid, serta penderita diabetes.
Katarak diderita 10 kali lebih umum oleh penderita diabetes daripada oleh
populasi secara umum.
3. Komplikasi penyakit lokal ataupun umum

Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam :


1. Katarak congenital, katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah
40 tahun.
14

3. Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun


4. Katarak senile, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun

Berdasarkan lokasinya, terdapat 3 jenis katarak ini, yakni nuclear sclerosis,


cortical, dan posterior subcapsular. Nuclear sclerosis merupakan perubahan lensa
secara perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan
jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan
pandangan baca dapat menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan
membedakan warna, terutama warna birru. Katarak jenis cortical terjadi bila seratserat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau terutama bila menyetir pada
malam hari. Posterior subcapsular merupakan terjadinya kekeruhan di sisi
belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi
cahaya terang, serta pandangan baca menurun.

D. PATOFISIOLOGI
Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis : nucleus, korteks & kapsul.
Nukleus

mengalami

perubahan

warna

coklat

kekuningan

seiring

dengan

bertambahnya usia. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior &
posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna. Perubahan fisik & kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi.salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
disertai infulks air kedalam lensa proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang &
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peranan dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita katarak.
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleuas, di perifer ada korteks,
dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di
sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus.

15

Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna
nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi,
perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami
distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi.
Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks
air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun
sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan
katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki decade ke
tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila
tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

16

17

E. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang timbul adalah penurunan tajam penglihatan secara progresif dan
penglihatan seperti berasap. Sejak awal, katarak dapat terlihat melalui pupil yang
telah berdilatasi dengan oftalmoskop, slit lamp atau shadow test. Setelah katarak
bertambah matang maka retina menjadi semakin sulit dilihat sampai akhirnya reflex
fundus tidak ada dan pupil berwarna putih.
Pada katarak senile dikenal 4 stadium, yaitu insipient, imatur, matur dan
hipermatur. Pada stadium insipient dapat terjadi perbaikan penglihatan dekat akibat
peningkatan indeks refraksi lensa.
Stadium pada katarak senile

Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Cairan lensa

Normal

Bertambah

Noral

Berkurang

Iris

Normal

Terdorong

Normal

Tremulans (Hanya
bila zonula putus)

Bilik

mata Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Bilik Normal

Sempit

Normal

Terbuka

depan
Sudut
mata

18

Shadow test

Negatif

Positif

Negatif

Pseudopositif

Penyulit

Glaukoma

Uveitis, Glaukoma

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.

Kartu mata Snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral


penglihatan).

2. Lapang penglihatan: penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada


hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3. Pengukuran tonografi: mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25mmHg).
4.

Pengukuran gonioskopi: membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup


glaukoma.

5.

Tes provokatif: digunakan dalam menentukan adanya/tipe glaucoma bila TIO normal
atau hanya meningkat ringan.

6.

Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi


lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme. Dilatasi dan
pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnose katarak.

7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemia sistemik/infeksi.


8. Tes toleransi glukosa/FBS: menentukan adanya/kontrol diabetes.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
1. Fakolitik
Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensaakan keluar yang
akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa. Dengan
keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula
serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut.
Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehinggatimbul glaukoma.
2. Fakotopik
19

a
b

Berdasarkan posisi lensa


Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudutkamera okuli anterior

menjadi sempit sehingga aliran humor


aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnyatekanan
intraokuler akan meningkat dan timbul glaucoma
3. Fakotoksik
Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagimata
sendiri (auto toksik). Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis,
yangkemudian akan menjadi glaucoma

H. PENATALAKSANAAN
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperi glaukoma dan uveitis.
Tekhnik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular,
dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior
sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut.
Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik
ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karena seluruh lensa
bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah
rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak
imatur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula dilakukan tekhnik
ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan
gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi
pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
Solusi untuk menyembuhkan penyakit katarak secara medis umumnya dengan
jalan operasi. Lapisan di mata diangkat dan diganti lensa buatan (lensa intraokuler).
Operasi ini cukup riskan dan tidak menjanjikan kesembuhan 100%. Baru-baru ini
ditemukan teknologi canggih, yakni operasi dengan sinar laser.
20

Operasi katarak mempunyai tingkat keberhasilan yang lumayan tinggi.


Menurut laporan, 9 dari 10 orang yang menjalani operasi katarak, pulih
penglihatannya seperti sedia kala. Walaupun, beberapa diantaranya masih
memerlukan kacamata.
Saat ini, setidaknya ada tiga macam teknik operasi katarak, yaitu:
1. Fakoemulsifikasi. Teknik operasi ini paling banyak digunakan. Keuntungannya
adalah lama operasi lebih singkat, yaitu kurang dari 30 menit. Selain itu,
membutuhkan obat pemati rasa lebih sedikit dan tidak perlu penjahitan. Pada
fakoemulsifikasi, dengan menggunakan mikroskop operasi, ahli bedah mata akan
melakukan sayatan yang sangat kecil pada permukaan mata, dekat dengan kornea.
Kemudian, melalui sayatan tersebut dimasukkan bilah ultrasonik. Bilah tersebut akan
bergetar dan menghancurkan lensa mata yang telah mengeruh. Lensa yang telah
hancur berkeping-keping kemudian diisap keluar, juga melalui bilah ultrasonik
tersebut. Setelah semua sisa lensa dikeluarkan, dipasang sebuah lensa buatan pada
posisi yang sama dengan posisi lensa mata sebelumnya.
2. Pembedahan ekstrakapsuler. Cara ini umumnya dilakukan pada katarak yang
sudah parah, dimana lensa mata sangat keruh sehingga sulit dihancurkan dengan
teknik fakoemulsifikasi. Selain itu, juga dilakukan pada tempat-tempat dimana
teknologi fakoemulsifikasi tidak tersedia. Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebih
lebar, karena lensa harus dikeluarkan dalam keadaan utuh. Setelah lensa dikeluarkan,
lensa buatan dipasang untuk menggantikan lensa asli, tepat di posisi semula. Teknik
ini membutuhkan penjahitan untuk menutup luka. Selain itu perlu penyuntikan obat
pemati rasa di sekitar mata.
3. Pembedahan intrakapsuler. Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebih besar
lagi dibandingkan dengan teknik ekstrakapsuler. Pada teknik ini, ahli bedah akan
mengeluarkan lensa mata besarta selubungnya. Berbeda dengan kedua teknik
sebelumnya, pemasangan lensa mata buatan pada teknik pembedahan intrakapsuler
bukan pada tempat lensa mata sebelumnya, tapi ditempat lain yaitu di depan iris.
Teknik ini sudah jarang digunakan. Walaupun demikian, masih dilakukan pada kasus
trauma mata yang berat.

21

ASUHAN KEPERAWATAN
PERIOPERATIF MATA (KATARAK,RETINA,GLAUKOMA,KORNEA)
DIAGNOSA KEPERAWATAN (I): Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan
kerusakan sensori dari kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian
obat.
SASARAN : Menurunkan stres emosional, ketakutan dan depresi; penerimaan pembedahan
dan pemahaman instruksi.
4. INTERVENSI

Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk

mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkaT pemahaman. jawab pertanyaan,


memberi dukungan, membantu pasien melengkapi dengan metode koping.
RASIONAL : Informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tak diketahui, mekanisme
koping dapat membantu pasien berkompromi dengan kegusaran,ketakutan,depresi,
keputusasaan,kemarahan,dan penolakan.
5. INTERVENSI Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
RASIONAL : Pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi ansietas dan
meningkatkan keamanan.
6. INTERVENSI jelaskan retunitas preoperatif. preoperatif : Tingkat aktivitas,pembatasan
diet,obat-obatan. intra operatif : Pentingnya berbaring diam selama pembedahan atau
memberi peringatan kepada ahli bedah ketika terasa akan batuk atau akan berganti posis.
Muka ditutup dengan kain dan diberikan O2.suara bising dari peralatan yang tak biasa.
Pemantauan, termasuk pengukuran tekanan darah yang sering. Pasca Operasi : pemberian
posisi,pembalutan,tingkat aktivitas,pentingnya bantuan

untuk ambulasi sampai stabil dan

adekuat secara visual.


RASIONAL. : Pasien yang tel;ah mendapat banyak informasi lebih mudah menerima
penanganan

dan mematuhi instruksi.

7. INTERVENSI Jelaskan intervensi sedetil-detilnya:perkenalkan diri anda pada setiap


interaksi terjemahan setiap suara asing ; pergunakan sentuhan untuk membantu komunikasi
verbal.
22

RASIONAL. : Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada masukan indera
yang lain untuk mendapatkan informasi.
8. INTERRVENSI Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu. Pesan
makanan yang bisa dimakan dengan tangan bagi mereka yang tak dapat melihat dengan baik
atau tak mempunyai keterampilan koping untuk mempergunakan peralatan makan.
RASIONAL. : Perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa sehat.
9. INTERVENSI Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
RASIONAL : Pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas sehubungan dengan
penanganan dan perawatan diri.
10. INTERVENSI dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan
(pengunjung ,radio,rekaman audio,TV,kerajinan tangan permainan)
RASIONAL : Isolasi sosial dan waktu luang yang terlalu lama dapat menimbulkan perasaan
negatif
HASIL YANG DIHARAPKAN.
a.

Mengucapkan pemahaman mengenai informasi yang diterima.

b.

Memakai metoda koping dan mampu untuk bersantai.

c.

Mampu mencapai lonceng panggilan,makanan pada nampan saji,peralatan pada


meja kursi,kamar mandi.

d.

Mengucapkan pemahaman mengenai kejadian preoperatif dan mematuhi pertunjuk


dan program terapi.

e.

Tidak kaku atau kertakutan berinteraksi dengan lingkungan.

f.

Berpartisipasi dalam kagiatan hidup sehari-hari yang mampu dilakukan.

g.

Mengenali adanya keterbatasan.

h.

Keluarag atau orang yang berarti membantu pasien dalam perawatan yang
dibutuhkan.

i.

Berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan yang menarik kemampuan

23

DIAGNOSA KEPERAWATAN (II) : resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan


kerusakan penglihatan atau kurang pengetahuan.
SASARAN : pencegahan cedera
1. INTERVENSI Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pascaoperasi sampai stabil
dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang memadai (ingat bahwa balutan
bilateral menjadikan pasien tak dapat melihat), menggunakan teknik bimbingan
penglihatan.
RASIONAL : Menurunkan resiko jatuh atau cedera katika lankah sampoyongan atau tidak
mempunyai keterampilan koping untuk kerusakan penglihatan.
2. INTERVENSI Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataan meja-kursi
tanpa pasien orientasi dahulu.
RASIONAL : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan reiko cedera.
3. INTERVENSI Orientasikan pasien pada ruangan
RASIONAL : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
4. INTERVENSI Bahas perlunya penggunaan perisal metal atau kaca mata bila diperintahkan.
RASIONAL : Tameng logam atau kaca mata melindungi mata terhadap cedera.
5. INTERVENSI : Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma.
RASIONAL : Tekanan pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan serius lebih lanjut.
6. INTERVENSI Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.
RASIONAL : Cedera dapat terjadi bila wadah obat menyantuh mata.
HASIL YANG DIHRAPKAN
a.

meminta bantuan untuk ambulasi bila ada indikasi.

b.

Mampu melakukan menuver dengan aman dilingkungan

c.

Mengenakan alat perlindungan selama waktu yang ditentukan.

d.

Manipilasi kelopak mata hanya dilakukan dengan meletakan jari pada tulang orbita
(lihat bagian trauma mata).

24

e.

tidak terjadi cedera pada mata.

MASALAH KOLABORASI : infeksi luka operasi atau struktur okuler lain, ablasio, retina,
peninggian TIO,perforasi luka operasi.
SASARAN : komplikasi dapat dihindari atau segera dilaporkan kepada dokter.
1. INTERVENSI Jaga teknik aseptik ketat, lakukan cuci tangan sesering mungkin.
RASIONAL : Akan meminimalkan infeksi.
2. INTERVENSI Awasi dan laporkan segera adanya tanda dan gejala komplikasi, misalnya
perdarahan

paningkatan TIO (nyeri dahi mendadak) Infeksi(merah,edema,cairan purulen);

nyeri berkurang dengan obat yang diresepkan : kilatan cahaya, perubahan tau penurunan
fungsi visual, perubahan struktur mata (prolap iris,pupil berbentuk pir,dehisensi luka); reaksi
samping obat
RASIONAL : Penemuan awal komplikasi dapat mengurangi rasiko kahilangan penglihatan
permanen.
3. INTERVENSI : Jelaskan posisi yang dianjurkan
RASIONAL : Peninggian kepala dan menghindari berbaring berbaring pada sisi yang
dioperasi dapat mengurangi edema. Mempertahankan posisi yang diresepkan bila gelembung
udara telah diletakan dalam badan vitreus dapat memperbaiki perlengketan kembali retina
dan mengurangi risiko pembentukan katarak atau kerusakan endotel kornea.
4. INTERVENSI Instruksikan pasien mengenai pembatasan aktivitas tirah baring dengan
keleluasaan

ke kamar mandi ; peningkatan aktivitas bertahap sesuai toleransi.

RASIONAL : pembatasan aktivitas diresepkan untuk mempercepat penyembuhan dan


menghindari kerusakan lebih lanjut pada mata yang cedera
5. INTERVENSI Jelaskan tindakan yang harus dihindari, seperti yang diresepkan batuk,
bersin, muntah,membungkuk,mengejan berlebihan saat BAB, mengangkat benda berat
(>9kg), menutup mata dengan keras, menggosok mata,menggerakan kepala dengan cepat dan
kasar.
RASIONAL : Dapat mengakibatkan komplikasi seperti prolaps vitreus atau dehisiensi luka
akibat peningkatan tegangan luka pada jahitan yang sangat halus.

25

6. INTERVENSI

Berikan

obat

sesuai

resep,sesuai

teknik

yang

diresepkan.

RASIONAL : Obat yang diberikan dengan cara yang tidak sesuai dengan resep dapat
menganggu penyembuhan atau menyebabkan komplikasi. Bila wadah sampai mengenai mata
akan terjadi paningkatan resiko infeksi dari obat yang terkontaminasi.
HASIL YANG DIHARAPKAN
a.

tak tampak tanda infeksi.

b.

Tanda dan gejala komplikasi diketahui awal dan segera diolaporkan

c.

Posisis yang ditemukan dapat dipertahankan.

d.

pembatasan aktivitas terlihat.

e.

Menghindari aktivitas yang terbatas

f.

Memperlihatkan teknik yang benar saat pembarian obat mata.

DIAGNOSA KEPERAWATAN (III) : nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan


TIO, inflamasi intervensi bedah atau pembarian tetes mata dilator.
SASARAN : pengurangan nyeri dan TIO.
1. INTERVENSI

Berikan

obat

untuk

mengontrol

nyeri

dan

TIO

sesui

resep.

RASIONAL : pemakain obat sesuai resep akan mengurangi nyeri dan TIO dan
meningkatkan rasa nyaman.
2. INTERVENSI Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul.
RASIONAL : Mengurangi edema akan mengurangi nyeri.
3. INTERVENSI Kurangi tingkat pencahayaan ; cahaya diredupkan,diberi tirai/kain.
RASIONAL : Tingkat pencahayaan yang lebih rendah lebih nyaman setelah pembedahan.
4. INTERVENSI Dorong pengunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat.
RASIONAL : Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah pengunaan tetes
mata diletor.
HASIL YANG DIHARAPKAN.
a.

mengucapkan bahwa nyeri dan TIO telah berkurang.


26

b.

Edema berkurang.

c.

Mengucapkan peningkatan rasa nyaman.

d.

mengenakan kaca mata hitam setelah meneteskan mata dilator.

DIAGNOSA KEPERAWATAN (IV) : potensial terhadap kurang perawatan diri yang


berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
SASARAN : mampu memenuhi kebutuhan diri.
1. INTERVENSI Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenai tanda gejala
komplikasi

yang harus dilaporkan segera kepada dokter.

RASIONAL :

Penemuan dan penagnganan awal komplikasi dapat mengurangi risiko

kerusakan lebih lanjut.


2. INTERVENSI Beri instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai
teknik yang benar memberikan obat, diskusikan indikasi penggunaan obat begitu pula
respons

normal

dan

abnormalnya.

Sarankan

metode

indentifikasi

wadah.

RASIONAL : Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dfan cedera
mata. Pengetahuan mengenai respons abnormal dapat membantu dalam memutuskan
mengenai perubahan yang perlu dilaporkan , instruksi tertulis dipakai untuk memperkuat
setelah pemulangan.
3. INTERVENSI Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan. Yakinkan tersedianya
bantuan dari orang terdekat atau merancang untuk rujukan yang perlu.
RASIONAL : Sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan,pendampingan dan
teman di rumah.
4. INTERVENSI Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan
RASIONAL : Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan.
HASIL YANG DIHARAPKAN
a.

mengucapkan tanda gejala yang harus dilaporkan

27

b.

Pasien dan orang yang berarti mengucapkan atau memperlihatkan pemahaman yang
benar mengenai teknik pemberian obat dan respons obat nrmal dan abnormal

c.

Mengidentifikasi perlunya bantuan

d.

rujukan yang diperlukan telah disusun.

pasien dan pemberi asuhan menunjukan tindakan yang aman menggunakan teknik p
panduan penglihatan.

PENYAKIT GLAUKOMA
A. DEFINISI
a. Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa
peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
b. Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)
c. Gaukoma adalah sejumlah kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan
tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau
pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan
lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan (Martinelli, 1991).
d. Glaukoma adalah nama yang diberikan kepada sekelompok penyakit mata di mana
terjadi kerusakan saraf optik di bagian belakang mata menyebabkan penurunan perifer
(samping) visi dan akhirnya kebutaan. Pada kebanyakan orang, kerusakan ini
disebabkan oleh peningkatan tekanan di dalam mata sebagai akibat dari penyumbatan
sirkulasi atau drainase air (cairan jernih yang membawa oksigen, gula, dan nutrisi
penting lainnya ke struktur mata dan membantu untuk mempertahankan bentuk mata).
Pada sebagian pasien kerusakan dapat disebabkan oleh suplai darah yang kurang ke
serabut saraf optik penting, adanya kelemahan struktur dari syaraf, atau masalah
dalam kesehatan serabut saraf.

28

e. Glaukoma adalah salah satu penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan
pada orang di seluruh bagian dunia. The 2 jenis yang paling umum adalah glaukoma
primer sudut terbuka glaukoma (POAG) dan akut atau kronis glaukoma sudut
tertutup. Jenis lain dari glaukoma meliputi ketegangan glaukoma normal, glaukoma
kongenital, glaukoma pigmen, dan sekunder glaukoma.

B. KLASIFIKASI
a. Jenis dan Tipe Glaukoma

Bila merujuk South East Asia Glaucoma Interest Group, ada berbagai jenis glaukoma yang
paling sering menyerang manusia seperti Primary Open Angle Glaucoma (glaukoma sudut
terbuka), Acute/chronic closed angle glaucoma (glaukoma sudut tertutup), Normal Tension
29

Glaucoma, congenital glaucoma, pigmentary glaucoma dan secondary glaucoma. Antara


orang Asia-Afrika dengan orang Eropa berbeda jenis penyakit galukoma yang sering
menyerangnya.

Tipe pertama, Primary open angle glaucoma (Glaukoma sudut terbuka). Tipe ini merupakan
yang paling umum/sering pada glaukoma dan terutama terjadi pada orang lanjut usia (di atas
50 tahun). Penyebabnya adalah peningkatan tekanan di dalam bola mata yang terjadi secara
perlahan-lahan. Rata-rata tekanan normal bola mata adalah 14 sampai 16 milimeter air raksa
(mmHg). Tekanan sampai 20 mmHg masih dalam batas normal. Tekanan di atas atau sama
dengan 22 mmHg diperkirakan patut dicurigai menderita glaukoma dan memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Tekanan bola mata yang meningkat dapat membahayakan dan menghancurkan sel-sel
daripada syaraf/nervus opticus di mata. Begitu terjadinya kehancuran sejumlah sel-sel
tersebut, suatu keadaan bintik buta (blind spot) mulai terbentuk dalam suatu lapang
pandangan. Bintik buta ini biasanya dimulai dari daerah samping/tepi (perifer) atau daerah
yang lebih luar dari satu lapang pandangan. Pada tahap lebih lanjut, daerah yang lebih
tengah/pusat akan juga terpengaruh. Sekali kehilangan penglihatan terjadi, keadaan ini tidak
dapat kembali normal lagi (ireversibel).
Tidak ada gejala-gejala yang nyata/berhubungan dengan glaukoma sudut terbuka, karenanya
sering tidak terdiagnosis. Para penderita tidak merasakan adanya nyeri dan sering tidak
menyadari bahwa penglihatannya berangsur-angsur makin memburuk sampai tahap/stadium
lanjut dari penyakitnya. Terapi sangat dibutuhkan untuk mencegah berkembangnya penyakit
glaukoma ini dan untuk mencegah pengrusakan lebih lanjut dari penglihatan.

Tipe kedua, Normal tension glaucoma (Glaukoma bertekanan normal). Glaukoma bertekanan
normal adalah suatu keadaan dimana terjadi kerusakan yang progresif terhadap syaraf/nervus
opticus dan terjadi kehilangan lapang pandangan meski tekanan di dalam bola matanya tetap
normal. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada hubungannya, meski kecil, dengan kurangnya
sirkulasi darah di syaraf/nervus opticus, yang mana mengakibatkan kematian dari sel-sel yang
bertugas membawa impuls/rangsang tersebut dari retina menuju ke otak. Sebagai tambahan,
kerusakan yang terjadi karena hubungannya dengan tekanan dalam bola mata juga bisa terjadi
pada yang masih dalam batas normal tinggi (high normal), jadi tekanan yang lebih rendah
dari normal juga seringkali dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penglihatan yang lebih

30

lanjut. Glaukoma bertekanan normal ini paling sering terjadi pada orang-orang yang memiliki
riwayat penyakit pembuluh darah, orang Jepang atau pada wanita.

Tipe ketiga, Angle closure glaucoma (Glaukoma sudut tertutup). Glaukoma sudut tertutup
paling sering terjadi pada orang keturunan Asia dan orang-orang yang penglihatan jauhnya
buruk, juga ada kecenderungan untuk penyakit ini diturunkan di dalam keluarga, jadi bisa
saja di dalam satu keluarga anggotanya menderita penyakit ini. Pada orang dengan
kecenderungan untuk menderita glaukoma sudut tertutup ini, sudutnya lebih dangkal dari
rata-rata biasanya. Karena letak dari jaringan trabekular meshwork itu terletak di sudut yang
terbentuk dimana kornea dan iris bertemu, makin dangkal sudut maka makin dekat pula iris
terhadap

jaringan

trabecular

meshwork.

Kemampuan

dari

cairan

mata

untuk

mengalir/melewati ruang antara iris dan lensa menjadi berkurang, menyebabkan tekanan
karena cairan ini terbentuk di belakang iris, selanjutnya menjadikan sudut semakin dangkal.
Jika tekanan menjadi lebih tinggi membuat iris menghalangi jaringan trabecular meshwork,
maka akan memblok aliran. Keadaan ini bisa terjadi akut atau kronis. Pada yang akut, terjadi
peningkatan yang tiba-tiba tekanan dalam bola mata dan ini dapat terjadi dalam beberapa jam
serta disertai nyeri yang sangat pada mata. Mata menjadi merah, kornea membengkak dan
kusam, pandangan kabur, dsb. Keadaan ini merupakan suatu keadaan yang perlu penanganan
segera karena kerusakan terhadap syaraf opticus dapat terjadi dengan cepat dan menyebabkan
kerusakan penglihatan yang menetap.
Tidak semua penderita dengan glaukoma sudut tertutup akan mengalami gejala serangan
akut. Bahkan, sebagian dapat berkembang menjadi bentuk yang kronis. Pada keadaan ini, iris
secara bertahap akan menutup aliran, sehingga tidak ada gejala yang nyata. Jika ini terjadi,
maka akan terbentuk jaringan parut diantara iris dan aliran, dan tekan dalam bola mata tidak
meningkat sampai terdapat jumlah jaringan parut yang banyak. Serangan akut bisa dicegah
dengan memberikan pengobatan. Berdasarkan hasil survey epidemiologi, glaukoma sudut
tertutup lebih sering terjadi di Asia Timur, khususnya keturunan Cina.

Tipe keempat, Pigmentary glaucoma. Pigmentary glaucoma adalah suatu bentuk yang
diturunkan dari bentuk glaukoma sudut terbuka yang mana kejadiannya lebih banyak terjadi
pada pria daripada wanita. Orang yang dengan miop (berkaca mata minus) biasanya yang
lebih sering terkena. Bentuk anatomi dari mata merupakan faktor kunci untuk
berkembangnya bentuk ini.

31

Tipe kelima, Congenital glaucoma. Bentuk ini adalah bentuk yang jarang terjadi, yang
disebabkan oleh system pengaliran cairan mata yang abnormal. Ini bisa terjadi pada waktu
lahir atau berkembang di kemudian hari. Para orang tua bisa mengetahui jika anaknya
menderita kelainan ini dengan cara memperhatikan apakah anaknya sensitif terhadap cahaya,
mata yang besar dan berawan/kusam atau mata berair berlebihan. Biasanya diperlukan

tindakan bedah untuk menanganinya.


Tipe keenam, Secondary glaucoma. Bentuk ini adalah sebagai hasil dari kelainan mata
lainnya seperti trauma, katarak, atau radang mata. Penggunaan obat-obat golongan steroid
(kortison) juga mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan tekanan di dalam bola mata.

C. ETIOLOGI
Glaukoma bisa menyerang siapa saja. Deteksi dan penanganan dini adalah jalan satusatunya untuk menghindari kerusakan penglihatan serius akibat glaukoma. Bagi Anda yang
berisiko tinggi disarankan untuk memeriksakan mata Anda secara teratur sejak usia 35 tahun.
Faktor risiko:
1

Riwayat glaukoma di dalam keluarga.

Tekanan bola mata tinggi

Miopia (rabun jauh)

Diabetes (kencing manis)

Hipertensi (tekanan darah tinggi)

Migrain atau penyempitan pembuluh darah otak (sirkulasi buruk)

Kecelakaan/operasi pada mata sebelumnya

Menggunakan steroid (cortisone) dalam jangka waktu lama

Lebih dari 45 tahun

D. PATOFLOW
32

Riwayat keluarga positif


Usia
Dm
kortikosteroid jangka panjang
miopia
trauma mata

obstruksi jaringan trabekuler

peningkatan tekanan viterus

hambatan pengaliran cairan aqueous humor

Nyeri

TIO

pergerakan iris ke depan

glaukoma

Ganguan saraf optik

Ganguan presefsi
sensori visual

Tanda dan gejala

Ganguan presepsi
sensori penglihatan

Perubahan penglihatan

TIO

tindakan oprasi

Resiko infeksi

anxietas

perifer
33

Kurang pengetahuan

kebutaan

E. MANIFESTASI KLINIS
1.Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka
Kerusakan visus yang serius
Lapang pandang mengecil dengan macam macam skotoma yang khas
Perjalanan penyakit progresif lambat
b. Glaukoma sudut tertutup
Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
Timbulnya halo disekitar cahaya
Pandangan kabur
Sakit kepala
Mual, muntah
Kedinginan
Demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang dapat sedemikian
kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan penglihatan, fotofobia dan lakrimasi)
tidak begitu dirasakan oleh klien.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mata teratur adalah cara terbaik untuk mendeteksi glaukoma awal. Sebuah tes
glaukoma biasanya meliputi tes berikut :
1. saraf optik cek dengan ophthalmoscope
2. mata tekanan cek (tonometri)
3. bidang penilaian visual (visual field assessment ) jika diperlukan - ini tes visi sisi,
yang pertama terkena glaukoma
G. KOMPLIKASI
komplikasi glaukoma pada umunya adalah kebutaan total akibat tekanan bola mata
memberikan ganguan fungsi lanjut fungsi mata pada kebutaan yaitu :
1. korne terlihat keru
2. bilik mata terlihat dangkal
3. papil atrofi dengan eksakavasi(pengganguan) glaukomatosa
34

4. mata keras seperti batu dengan rasa sakit


5. mata dengan kebutaan mengakibatkan penyumbatan pembulu darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris yang dapat menyebabkan
rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat dilakukan dengan memberikan
sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar
atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi
dan memberikan rasa sakit.
6. Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glaukoma.
7. glaukoma dapat memiliki efek sistemik yang mrugikan terutama pada lansia efek
ini dapat berupa pemburukan kondisi jantung,pernafasan,neurologis.
H. PENATALAKSANAAN
1 Obat tetes mata - ini adalah bentuk paling umum dari pengobatan dan harus
digunakan secara teratur. Beberapa pasien mungkin merespon dengan cepat terhadap
suatu obat sementara yang lain mungkin tidak merespon juga, tetapi tetesan dapat
bervariasi terbaik sesuai dengan pasien dan jenis glaukoma.
2

Laser (laser trabeculoplasty) - ini dilakukan ketika tetes mata tidak menghentikan
kerusakan dalam bidang visi. Dalam banyak kasus tetes mata perlu dilanjutkan setelah
laser. Laser tidak memerlukan tinggal di rumah sakit.

Pembedahan (trabeculectomy) - ini biasanya dilakukan jika tetes mata dan perawatan
laser telah gagal untuk mengontrol tekanan mata. Saluran baru yang memungkinkan
cairan untuk meninggalkan mata dibuat. Pengobatan dapat menyimpan sisa
penglihatan tetapi tidak memperbaiki penglihatan mata.

I. ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA


A.Pengkajian
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi data demografi, yang meliputi :
a. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
b.

Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari
kulit putih (dewit, 1998).

35

c. Pekerjaan,

terutama

yang

beresiko

besar

mengalami

trauma

mata.

Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu,
riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya
dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang
mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia
tinggi) Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan
bicara cepat, mudah berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka
karena kehilangan penglihatan. (Indriana N. Istiqomah, 2004)

2. Pemeriksaan Fisik
a. Neurosensori
Gangguan penglihatan (kabur/ tidak jelas), sinar terang dapat menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/ merasa diruang gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer, fotfobia (galukoma akut) bahan kaca mata/
pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berwarna, peningkatan
air mata.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmaskop untuk mengetahui
adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan
dalampada glaukoma akut primer, karena anterior dangkal, Aqueus humor keruh dan
pembuluh darah menjalar keluar dari iris.
Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat
menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera
kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap
cahaya (Indriana N. Istiqomah,2004)
b. Nyeri/ kenyamanan
36

Ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis


Nyeri tiba- tiba / berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala
(glaukoma akut)
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu snellen / mesin telebinoklear Digunakan untuk mengetahui ketajaman mata
dan sentral penglihatan.
b. Lapang penglihatanTerjadi penurunan disebabkan oleh CSV, masa tumor pada
hipofisis / otak, karotis / patofisiologis, arteri serebral atau glaukoma.
c. Pengukuran tonografi Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12 25 mmHg)
d. Pengukuran gonoskopi Membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup
e. Tes provokatif Digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal /
hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan aftalmoskop Menguji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina dan mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED Menunjukkan anemia sistemik / infeksi
h. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid, Memastikan arterosklerosis, PAK
i. Tes toleransi glukosa Menentukan adanya DM.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya pandangan perifer
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan kebutaan

C. Intervensi Keperawatan
37

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler


Tujuan : nyeri terkontrol / tulang
Kriteria hasil :

Pasien mengatakan nyeri berkurang / hilang Ekspresi wajah rileks

Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.

Intervensi

a. Observasi derajat nyeri mata


Rasional : mengidentifikasi kemajuan / penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
b. Anjurkan istirahat di tempat tidur dalam ruangan yang tenang
Rasional : stress mental / emosi menyebabkan peningkatan TIO
c. Ajarkan pasien teknik distraksi
Rasional : membantu dalam penurunan persepsi / respon nyeri
d.Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi nyeri

2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya pandangan perifer


Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria hasil :

Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan

Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan lebih lanjut.

38

Intervensi

a.Kaji derajat / tipe kehilangan penglihatan


Rasional : mengetahui harapan masa depan klien dan pilihan intervensi.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan
kehilangan penglihatan.
Rasional : intervensi dini untuk mencegah kebutaan, klien menghadapi kemungkinan /
mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total.
c. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah
dosis.
Rasional : Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misalnya agen osmotik sistemik.
Rasional : untuk mengurangi TIO

3. Resiko cedera berhubungan dengan kebutaan


Tujuan : peningkatan lapang pandang optimal
Kriteria hasil :

Tidak terjadi cedera.

Intervensi :
a. Bersihkan sekret mata dengan cara benar.
Rasional : sekret mata akan membuat pandangan kabur.
b. Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata yang terlibat.
Rasional : terjadi penurunan tajam penglihatan akibat sekret mata.
c. Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap.
39

Rasional : mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.


d. Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes
mata dan salep mata.
Rasional : membersihkan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas
berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata

PENYAKIT OTITIS MEDIA


A. ANATOMI FISIOLOGI TELINGA
Telinga merupakan bagian
pancaindra untuk mendengar dan
keseimbangan, terletak di sisi
kepala. Telinga terdiri dari 3
daerah, yaitu telinga luar (auris
externa),

telinga

tengah

(aurismedia), dan telinga dalam


(auris

interna).

Telinga luar (auris externa) terdiri dari daun telinga (auricula), liang telinga (meatus
acusticus externus), dan dipisahkan oleh gendang telinga atau membrana tympani.
Auricula merupakan tulang rawan elastin yang melekat erat dengan kulit, tanpa
disertai lapisan subcutis. Auricula berbentuk seperti cekungan dengan bagian terdalam
disebut concha dan pinggiran bebasnya disebut helix. Pada concha ada lubang masuk
liang telinga (meatus acusticus externus). Liang telinga ini berbentuk melengkung ke
depan sehingga untuk dapat mengamati gendang telinga, daun telinga perlu ditarik ke
belakang (untuk meluruskan liang ini).
40

Liang telinga (panjangnya sekitar 2-3 cm) mempunyai lapisan epitel dengan bulu halus
disertai kelenjar keringat dan lemak (sebum) yang memproduksi cerumen (wax). Bagian luar
liang telinga dibuat oleh tulang rawan sehingga bersifat mobile, sedangkan bagian dalam
dibuat oleh tulang tengkorak.
Membrana tympani memiliki posisi miring menghadap ke bawah. Bentuknya tidak rata,
tetapi mirip kerucut dengan berukuran diameter sekitar 10 nun. Wilayah tengahnya
dinamakan umbo merupakan kedudukan tulang pendengaran (os maleus). Membrana terdiri
atas bagian keras (pars tensa) yang merupakan bagian terbesar dan bagian lunak (pars
flaccida) di bagian atas. Dalam kondisi normal, penyinaran pada membrana ini akan
menghaislkan pantulan berupa gambaran segitiga di bagian depan bawah dengan bagian atas
pada tonjolan umbo.
Ruangan telinga tengah (auris media) terdapat di sebelah dalam membrana tympani yang
berukuran sekitar 3-6 mm. Dindingnya dibatasi dengan gendang telinga (membrana tympani)
beserta tulang di sebelah atas dan dibawahnya. Ke bagian depan rongga ini mempunyai
saluran yang berhubungan dengan kerongkongan (nasophagnx), yaitu melalui tuba auditiva
atau tuba eustachii Saluran ini diperlukan untuk menyesuaikan tekanan di dalam ruangan itu
dengan bagian tekanan udara luar. Penyesuaian tekanan harus dilakukan melalui gerakan
menelan ludah jika seseorang merasa telinganya tidak enak. Orang yang pilek, terutama pada
anak-anak, saluran ini sering tersumbat sehingga pada penderita sering didapat keluhan
telinga terasa penuh. Telinga yang penuh itu jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi dan
penyakit otitis media. Akibat telinga yang terinfeksi dan menghasilkan nanah, gendang
telinga

akan

pecah

bila

nanah

sudah

terlalu

banyak

terkumpul.

Bagian belakang rongga ini berhubungan dengan rongga dalam tulang yang disebut cellulae
mastoidea, yaitu rongga berisi udara. Nanah yang banyak pada penderita otitis media dapat
mengalir ke sini sehingga ditemukan infeksi pada tulang yang disebut mastoiditis.
Dinding bagian dalam auris media berbatasan dengan tulang pembatas telinga bagian
dalam. Pada tulang ini terlihat ada penonjolan akibat keberadaan bangunan untuk penerina
rangsang keseimbangan bernama canalis semicircularis. Disamping itu, terdapat tempat lekat
tulang pendengaran, yaitu tulang sanggurdi (os stapes). Di bagian bawahnya terdapat lubang
bulat (foramen rotundum) yang tertutup membrana mucosa yang penting dan berfungsi untuk
memelihara keseimbangan tekanan di ruang telinga bagian dalam. Selain itu, ditemukan juga
penonjolan akibat rumah siput (cochlea) penerima rangsang pendengaran di telinga bagian
dalam. Getaran suara yang akan diterima membrana tympani diteruskan melalui tulang
pendengaran di telinga bagian tengah, yaitu os maleus (tukul), incus (landasan), dan stapes
41

(sanggurdi). Kemudian, tulang ini meneruskan getaran suara pada cairan endolymph dan
setelah melewati reseptor pendengaran getaran dinetralkan kembali oleh getaran membran
pada foramen rotundum.
Rongga telinga dibagian dalam dibatasi sekelilingnya oleh tulang tengkorak. Di dalamnya
ada sistem keseimbangan (vestibular) yang terdiri dari 3 buah saluran setengah lingkaran
(canalis semicircularis) bersama bagian yang bernama sacculus dan utriculus. Disamping itu,
ada pula organ pendengaran yang terdiri atas cochlea. Cochlea ini seperti rumah siput dengan
permukaan dalam yang bentuknya spiral. Tuba auditiva (tuba eustachit) terdiri atas bagian
tulang dan bagian tulang rawan (dua pertiga depan), dengan terdapat penyempitan pada
tempat peralihannya. Bayi dan anak kecil, saluran ini pendek (10 mm) dan lurus, untuk orang
dewasa panjangnya sekitar 30-40 mm dan melengkung. Pada keadaan berbaring, tuba ini
pada bayi dan anak kecil posisinya tegak lurus sehingga memudahkan masuknya lendir (dan
infeksi) dari sekitar hidung sampai ke tuba ini. Kondisi ini memudahkan terjadinya infeksi
rongga telinga tengah pada bayi atau anak kecil (otitis media acuta).
B. DEFINISI OTITIS MEDIA
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
atrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahili membuat pembagaian dan klasifikasi otitis
media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media superatif dan otitis media non
superatif ( otititis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media
efusi/OME). Pembagian tersebut dapat terlihat pada gambar 2.

Otitis Media

Otitis Media Akut Otitis Media Sub Akut Otitis Media Kronik

Gambar 2. Skema Pembagian Otitis Media


Resiko rendah,
resiko
tinggi
Tipe
aman,
Tipe
bahaya.
Masing-masing
golongan
mempunyai
bentuk akut dan
kronik,
yaitu
otitis
media supuratif

akut (otitis media akut = OMA ) dan otitis media superatif (OMSK/OMP).begitu pula otitis
media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (baratrauma = aerotitis ) dan otitis

42

media serosa kronik. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media
tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain ialah otitis media adhesiva.

C. KLASIFIKASI
1. Otitis Media Akut
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama otitis media akut
adalah masuknya bakteri patogenik kedalam telinga tengah yang normalnya steril. Paling
sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh
infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (mis, sinusitis, hipertropi
adenoid) atau reaksi alergi (mis,rinitis alergika) bakteria yang umum ditemukan sebagai
organisma penyebab adalah Sterptococcus pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui
tuba eustachii akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga
tengah bila ada perforasi membrana timpani. Eksudat purulen biasanya ad dalam telinga
tengah dengan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Otitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau
gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnay tergantung berat ringannya penyakit, antara
lain : demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana
tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen.
1. Otitis media kronik
Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patoligi jaringan ireversibel
dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut.
Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode
berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah Proses peradangan di
telinga tengah dan mastoid yang menetap > 12 minggu.

43

Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrana timpani. Infeksi kronik telinga
tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrana timpani tetapi juga dapat
menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan
antibiotika, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa sekarang, penggunaan
antibiotika yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens
akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien
tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak
ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa ahli infeksi kronik ini dapat
mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit kedalam
(epitel squamosa) dari lapisan luar membrana timpasi ketelinga tengah. Kulit dari membrana
timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dah bahan
sebaseus. Kantong dapat melekat ke stuktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani,
kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nervus facialis, kehilangan
pendengaran sensorineural dan / atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telingan dalam)
dan abses otak.
OMK dibagi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang
bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas
pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang
rendah, campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta
migrasi sekunder dari epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel
goblet, metaplasi dari mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu

OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara

aktif .
OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
44

2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)


Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan
kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe
ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak
teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi,
teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi
akan memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan
mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ
disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam
dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya
komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.
Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis
(1965) adalah :
1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus
fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.1,2
b. Kolesteatom akuisital atau didapat
45

Primary acquired cholesteatoma.


Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.
Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida
akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori
invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2

Secondary acquired cholesteatoma.


Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat
masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani
ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori metaplasi).

D. ETIOLOGI
OTITIS MEDIA AKUT
Beberapa bakteri tersering penyebab otitis media akut adalah bakteri-bakteri saluran
pernafasan bagian atas seperti streptokokus, stafilokokus dan hemofilus influenza.
Beberapa perubahan yang terjadi dalam proses terjadinya Otitis media akut
1.

Stadium penyumbatan tuba eustachius, tanda yang khas pada stadium ini adalah
penarikan membran timpani pada telinga ke arah dalam akibat tekanan negatif yang
ditimbulkan oleh sumbatan

2.

Stadium Hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timbani atau
seluruh membran timpani.

3.

Stadium Supurasi, bengkak yang hebat pada selaput permukaan telinga tengah dan
hancurnya sel-sel di dalam telinga tengah menyebabkan cairan yang kental tertimbun di
telinga tengah

4.

Stadium Perforasi, pecahnya membrane timpani, dan keluar cairan putih

5.

Stadium Resolusi, perlahan-lahan membrane timpani akan menyembuh jika robekan


tidak terlalu lebar, tetapi jika robekan lebar, stadium perforasi dapat menetap dan berubah
menjadi Otitis Media Supuratif Kronik.
46

OTITIS MEDIA KRONIK


Sebagian besar ototis media kronik merupakan kelanjutan OMA yang prosesnya

sudah berjalan lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebabnya adalah terapi yang terlambat,
terapi tidak adekuat,dya tahan tubuh rendah atau kebersihan buruk. Bila kurang dari 2 bulan
disebut sub akut. Sebagian kecil perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga
tengah. Kuman penyebab biasanya gram positif aerob, sedangkan pada infeksi yang telah
berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan anaeron.

E. PATOFLOW

47

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Otitis media akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa banyak
ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang
dewasa, dan mungkin terdapat otalgia. Nyeri akan hilang secara spontan bila terjadi
perforasi spontan membrana timpani atau setelah dilakukan miringotomi ( insisi
membrana timpani ). Gejala lain dapat berupa keluarna cairan dari telinga, demam,
kehilangan pendengaran, dan pinitus. Pada pemeeriksaan otoscopis, kanalis auditorius
eksternus sering tampak normal, dan tak terjadi nyeri aurikula digerakan. Membrana
timpani tampak merah dan sering menggelembung. Tabel 57-2 membedakan otitis
eksterna akuta dari otitis media akut.
a. Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium :
1. Stadium oklusi tuba eustachius
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif didalam telinga tengah, akibat absorpsi udara.
Kadang-kadang membran timpani tempak normal (tidak ada kelainan ) atau berwarna
keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini
sukar dibedakkan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (stadium pre-supranasi )
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperremis serta edem. Sekret yang
telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan
membran timpani menonjol ( bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini
pasien tempak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri ditelinga
48

bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani berkurang, maka terjadi
iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada venavena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrtosis ini pada membran timpani
terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Ditempat ini
akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada
stadium ini maka kemungkionan besar membran timpani akan ruptur dan nanah
keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan

miringotomi, luka insisi akan

menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka liubang tempat ruptur
(perforasi) tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau
virulensi kuman yang tertinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan
nananh keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telingan luar. Anak yang tadinya
gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.
Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan0lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan
berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virlensi kuman
renadah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah
menjadi MOSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau
hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media
serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

2. Otitis Media kronik


Gejala dapt minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan
terdapat otoriaintermiten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri
kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post-aurikuler menjadi nyeri tekan
dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya menyebabkan nyeri.
Evaluasi otoskopik membrana timpani memperlihatkan adanya perforasi dan poles
teatoma dapat terlihat sebagai masaputih dibelakang membrana timpani atau keluar
49

kekanalis eksternus melalui ruang perforasi. Koesteatoma dapat juga tidak terlihat pda
pemeriksaan oleh ahlin otoscopi. Hasil audiometri pada kasusu polesteatoma
memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campura.
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
1. OMK tipe benigna:
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika
pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan
penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat
konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat
ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama
infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu
meninggalkan sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani
terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan
tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan
tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada
meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai polip
tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba
eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali pengobatan local abu busuk
berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe
sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani
merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
2. OMK tipe maligna dengan kolesteatoma:
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau
dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil,
berwarna putih mengkilat.

50

Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom


bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans
akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea
yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik
kolesteatom. Gejalanya bervariasi, berdasarkan pada lokasi perforasi gendang telinga:
1. Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga).
Otitis media kronis bisa kambuh setelah infeksi tenggorokan dan hidung
(misalnya pilek) atau karena telinga kemasukan air ketika mandi atau berenang.
Penyebabnya biasanya adalah bakteri. Dari telinga keluar nanah berbau busuk tanpa
disertai rasa nyeri. Bila terus menerus kambuh, akan terbentuk pertumbuhan menonjol
yang disebut polip, yang berasal dari telinga tengah dan melalui lubang pada gendang
telinga akan menonjol ke dalam saluran telinga luar. Infeksi yang menetap juga bisa
menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang pendengaran (tulang-tulang kecil di
telinga tengah yang mengantarkan suara dari telinga luar ke telinga dalam) sehingga
terjadi tuli konduktif.
2. Perforasi marginal (lubang terdapat di pinggiran gendang telinga).
Bisa terjadi tuli konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Otitis media inteksiosa (akut) akan tampak sebagai penonjolan gendang
telinga yang merah pada pemeriksaan autoskop. Gambaran tulang dan reflek
cahaya mungkin kabur.
2. Otitis media seroti akan tampak sebagai gendang telinnga yang berwarna abu3.
4.
5.
6.

abu dan menonjol atau cekung kedalam.


Pemeriksaan audiologi mungkin memperlihatkan penurunan pendengaran.
Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membrane timpani.
Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi

jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).


7. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat
gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon
Gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.
H. KOMPLIKASI
Otitis media akut
1. Abses subperiosteal
51

2.

Abses otak dapat timbul di serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus
temporal di fossa kranii media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan
langsung infeksi telinga atau tromboflebitis. Suatu abses epidural biasanya terbentuk
mendahului abses otak. Serebritis lokal (ensefalitis), menyebabkan timbulnya nekrosis
dan liquefaksi, dimana pada dindingnya terbentuk fibrosis dan jaringan granulasi.
Abses dapat mengalami ruptur ke daerah ventrikel dan rongga subarachnoid,
akibatnya terjadi meningitis dan berakhir dengan kematian. Pada umurnnya
organisme penyebab abses sangat beragam, diantaranya yaitu dari spesies
streptokokus dan stapilokokus, bakteri gram negatif seperti pseudomonas, proteus dan

Escherichia coli serta bakteri -bakteri anaerob


3. Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi infeksi telinga.
Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui penyebaran langsung, jarang
melalui tromboflebitis. Pada waktu kuman menyerang biasanya streptokokkus,
pneumokokkus, atau stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza,
koliform, atau piokokus, menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid bereaksi
dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang menyebabkan peningkatan ringan
tekanan cairan spinal
4. OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik)
Otitis media kronis
1. Membran timpani pecah. Salah satu kemungkinan komplikasi infeksi telinga adalah
pecahnya gendang telinga atau membran timpani. Membran timpani dapat pecah
ketika cairan menekannya yang mengurangi aliran darah dan menyebabkan
jaringannya melemah. Pecahnya membran ini tidak sakit dan banyak orang bahkan
merasa lebih baik karena tekanan dilepaskan. Untungnya, membran timpani biasanya
pulih dengan cepat setelah pecah dalam beberapa jam atau hari.
2. Penumpukan cairan. Cairan yang mengumpul di belakang gendang telinga (efusi)
dapat bertahan selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan setelah rasa sakit
dan infeksi menghilang. Efusi menyebabkan gangguan pendengaran sementara,
namun biasanya hilang sendiri tanpa pengobatan. Efusi ini perlu dipantau dari waktu
ke waktu, yang mencakup pengujian telinga dan pendengaran oleh dokter setiap tiga
sampai enam bulan sampai menghilang. Jika efusi tetap ada sampai waktu lama, anak
Anda mungkin perlu perawatan. Keputusan perawatan didasarkan pada seberapa
banyak efusi memengaruhi pendengaran dan menimbulkan masalah berbicara.
I. PENATALAKSAAN
52

Otitis Media Akut

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal


ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
a

Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan
negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk
anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12
tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila
penyebabnya kuman.

b. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani
sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian
antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan
kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi
mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
c. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
d. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci
telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
e. Stadium Resolusi

53

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila
tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis.
a Pemberian Antibiotik
1. OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.
2. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak
mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.
3. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik
dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat
diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

Usia

Diagnosis pasti

Diagnosis meragukan

< 6 bln

Antibiotik

Antibiotik

6 bln 2 th

Antibiotik

Antibiotik jika gejala


berat, observasi jika
gejala ringan

2 thn

Antibiotik jika gejala

Observasi

berat, observasi jika


gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39C
dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang berat atau
demam 39C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan
dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di
atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana.
Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.
54

British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan
observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa
gejala umum seperti demam dan muntah. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik,
pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoxicillin.

Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan


pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80
mg/kg berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.

Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat
sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan
terakhir.

WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500


mg.

AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait dengan
meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di
Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan
hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari.
Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari
hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.

Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.

Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi
perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit
lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini
dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:

Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian
dipilih adalah amoxicillin-clavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian
amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau
kembali muncul dalam 14 hari.
55

Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin


seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.

Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin

Pilihan

lainnya

adalah

erythromycin-sulfisoxazole

atau

sulfamethoxazole-

trimethoprim.

Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan
amoxicillin.

Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang


diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.

Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya


merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian
juga azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas,
walaupun dapat membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih
besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di
tubuh terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap
antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasuskasus dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.

Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak
berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.

Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris,
anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.

Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka


waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari.
Dan karena itu pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis
media. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko
efek samping dan resistensi bakteri.
56

b.

Pemberian Analgesia/pereda nyeri

Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).

Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti


paracetamol atau ibuprofen.

Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus


dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah
atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.

c. Obat lain

Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan


tidak memberikan manfaat bagi anak.

Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.

Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan


cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasuskasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.

Cairan yang keluar harus dikultur.

Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA


tidak memiliki bukti yang cukup.

2 .Otitis Media Kronis


Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktorfaktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu
pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi
kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat
digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung
57

dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas :
Konservatif dan Operasi.
1. OMK BENIGNA
a. OMSK Benigna Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
b. OMSK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme ( Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
Toilet telinga secara kering ( dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap
hari sampai telinga kering.
Toilet telinga secara basah ( syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini
sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan

58

penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian serbuk
antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit.
Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan
Iodine.
Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan
mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan.
Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang
koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anakanak diperlukan anastesi.
Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan
displacement methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotik topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal
untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang
banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan
merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya,
bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan
Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan
hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada
telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan
agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik
misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu.Cara pemilihan antibiotik
yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai
setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti :
59

a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine


b. Terramycin.
c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK aktif
yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.
Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif
melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan
Pseudomonas

karena

meningkatnya

resistensi.

Polimiksin

efektif

melawan

Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan
organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Seperti aminoglokosida yang lain,
Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif dan gentamisin
kerjanya sedang dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun aminoglikosida
yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes
mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit
bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative
kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob,
khususnya B. fragilis ( Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes
telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang
akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada ot itis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E.
Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis
Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.

60

2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus
aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap
ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap :

Stafilokokus, koagulase positif, 99%


Stafilokokus, koagulase positif, 95%
Stafilokokus group A, 100%
E. Koli, 96%
Proteus sp, 60%
Proteus mirabilis, 90%
Klebsiella, 92%
Enterobakter, 93%
Pseudomonas, 5%
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga

dengan ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada
perbaikan 4,53%
3. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur
kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya
terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap
masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan
tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya . dengan melihat konsentrasi obat
dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan.
Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat,
makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon.
61

Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya
paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,
misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah Kuman
aerob Antibiotik sistemik yaitu :

Pseudomonas Aminoglikosida atau karbenisilin


P. Mirabilis Ampisilin atau sefalosforin
P. Morganii Aminoglikosida atau Karbenisilin
P. Vulgaris
Klebsiella Sefalosforin atau aminoglikosida
E. Koli Ampisilin atau sefalosforin
S. Aureus Anti-stafilikokus penisilin, Sefalosforin,
eritromosin, aminoglikosida
Streptokokus Penisilin, sefalosforin, eritromisin
Aminoglikosida
B. fragilis Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat

derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat
diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun.
Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga
aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat
baik untuk OMA sedangkan untuk OMK belum pasti cukup, meskipun dapat
mengatasi OMK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut
Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin
dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau
200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu1.
2. OMK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis
62

pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMK dengan mastoiditis
kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain (Soepardi, 2001):

Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan
konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah
meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua
jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan
rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu
ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial.
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior
liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Miringoplasti
Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan
yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis
timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1.
Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk
mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe benigna dengan
perforasi yang menetap.
Timpanoplasti
63

Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMSK tipe benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada
operasi ini selain rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang
dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.

Timpanoplasti

dengan

pendekatan

ganda

(Combined

Approach

Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan
jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined approach
di sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani
melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi
posterior. Namun teknik operasi ini pada OMK tipe maligna belum disepakati oleh para
ahli karena sering timbul kembali kolesteatoma.
J. PENCEGAHAN
Radang telinga bisa dihindari dengan cara menjaga pola hidup sehat dan rajin
berolahraga. Usahakan supaya jangan sampai terjadi Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA). Karena itu diajurkan rajin rajin mencuci tangan karena ISPA mudah menyebar
melalui tangan. Jangan membersihkan telinga dengan benda yang ujungnya keras. "Di
samping itu, kurangi tingkat polusi udara terutama di dalam rumah dengan tidak
merokok, perbaiki sarana sanitasi, gunakan air bersih, serta kecukupan ventilasi ruangan,
memperbaiki daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan yang bergizi,
meningkatkan kebersihan diri dan jangan terlalu lama berada dalam air ketika berenang
kalau tidak menggunakan pelindung telinga.

64

K. ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA


A. Pengkajian
1.

Pengumpulan Data

Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,


alamat

Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga,


penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat alergi,
riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin,
gentamisin ), riwayat operasi

Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit


telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik

2. Pengkajian Persistem
Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 ( Blood )

: Nadi meningkat

B3 (Brain)

: Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing,

refleks kejut
B5 (Bowel)

: Nausea vomiting

B6 (Bone)

: Malaise, alergi

3. Pengkajian Psikososial
1. Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
65

2. Aktivitas terbatas
3. Takut menghadapi tindakan pembedahan
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Tes audiometri : pendengaran menurun
b. Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
5. Pemeriksaan pendengaran
- Tes suara bisikan, tes garputala.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.
2.
3.
4.
5.

Risiko cedera (perdarahan) yang berhubungan dengan pembedahan.


Ansietas berhubungan dengan prosedur bedah dan peristiwa perioperasi.
Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah.
Risiko infeksi yang berhubungan dengan kelainan (prabedah).
Risiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan stress akibat

hospitalisasi (prabedah).
6. Nyeri yang berhubungan dengan pembedahan.
C. INTERVENSI

DIAGNOSA KEPERAWATAN

INTERVENSI

1. Risiko cedera (perdarahan) yang


berhubungan

dengan

pembedahan.
Dengan kriteria hasil :
- Anak tidak memperlihatkan

RASIONAL

1. Pantau jumlah drainase

1. Sedikit

drainase

telinga selama periode

berwarna

pascaoperasi.

adalah

Segera

yang

kemerahan

normal

selama

laporkan kepada ahli

beberapa hari pertama

bedah

setelah

bila

ada

pembedahan.

tanda perdarahan akibat dari

perdarahan yang berat

Perdarahan yang berat

pembedahan

ditandai

atau perdarahan yang

atau

oleh tidak ada perdarahan,

terjadi lebih dari 3 hari

terjadi selama lebih dari

nilai

setelah pembedahan.

yang

hemoglobin

dan

perdarahan
hari

yang
setelah

hematokrit sesuai usia, serta

pembedahan merupakan

membran mukosa berwarna

fonomena

merah muda.

normal.

yang

66

tidak

2. Beri obat antihistamin


dan dekongestan sesuai

2. Obat-obatan

ini

dapat

mengkonstriksi

indikasi.

pembuluh

darah

sehingga

mengurangi

jumlah perdarahan.
3. Pantau

nilai

hemoglobin

dan

hematokrit.

3. Nilai-nilai

ini

bila

ditemukan

rendah

abnormal,

dapat

mengindikasikan
perdarahan.

2. Ansietas
prosedur

berhubungan

dengan

bedah dan peristiwa

perioperasi.
Dengan kriteria hasil :
- Anak
dan
orang
mengalami
cemas

yang

1. Jelaskan

prosedur

1. Informasi yang demikian

bedah kepada anak dan

dapat mengurangi rasa

orang

takut

tua

dengan

menggunakan
tua

yang

istilah

sederhana.

penurunan

rasa

Apabila

ditandai

oleh

menjalani

anak
anestesia

dengan
anak
untuk

dan

kecemasan

mempersiapkan
dan

orang

mengatisipasi

peristiwa apa yang akan

ungkapan pemahaman tentang

lokal, jelaskan bahwa

terjadi

prosedur

ia

pembedahan.

pembedahan

lingkungan pembedahan.

dari

akan

terbangun

selama
sehingga

tua,

selama

prosedur
ahli

dapat

bedah
menguji

pendengarannya.
Jawab

setiap

pertanyaannya dengan
sederhana dan jujur.
2. Jelaskan
tergantung
pembedahan,

2. Anak mungkin menjadi


takut

jika

ia

memperoleh

tidak

makanan

bahwa

atau minuman sepanjang

waktu

malam, atau pada pagi

anak

mungkin tidak diberi

hari

sebelum

pembedahan.

67

makan atau min um

Menjelaskan

setelah tengah malam

kepada anak sebelumnya

pada hari pembedahan

dapat mengurangi rasa

dilakukan

cemas dan takut.

untuk

mencegah anak muntah


dan

aspirasi

selama

pembedahan.

ini

3. Pembedahan tidak dapat


dilakukan dalam kondisi
ini, sehubungan dengan

3. Jelaskan kepada orang


tua bahwa pembedahan
mungkin

risiko septikemia atau


infeksi yang meluas.

tidak

dilakukan

jika

anak

memiliki

tanda

dan

gejala

hal

infeksi

akut,

termasuk peningkatan
suhu, hidung terdapat
sekret, dan nyeri pada
telinga,

pada

hari

4. Tidak mengetahui berapa


lama

pembedahan

berlangsung
membuat

dapat
orang

cemas

pembedahan.

tua

selama

pembedahan.
4. Beri tahu orang tua
tentang

kemungkinan

lama pembedahan dan


tempat mereka dapat
menunggu

selama

prosedur dan priode


pemulihan.
mereka
orang

Pastikan
mengetahui

yang

Mengetahui berapa lama


pembedahan

akan

berlangsung, dan siapa


orang

yang

berbicara

akan

dengannya

setelah prosedur, dapat


mengurangi rasa takut
dan khwatiran mereka.

akan

menghubungi mereka,
ketika prosedur selesai
dilakukan.

5. Memahami
akan

apa

terjadi

prosedur,

yang
setelah
dapat

mengurangi rasa cemas.


5. Jelaskan kepada anak
68

dan orang tua tentang


kemungkinan

kondisi

pascaoperasi, termasuk
drainase

telinga,

kehilangan
pendengaran,

dan

nyeri.
3. Defisit

pengetahuan

yang

1. Anjurkan

orang

tua

1. Tanda-tanda

ini

dapat

berhubungan dengan perawatan di

untuk

segera

mengindikasikan infeksi

rumah.
Dengan kriteria hasil :
- Orang tua mengungkapkan

mela[porkan

kepada

atau perdarahan.

pemahaman tentang instruksi


perawatan di rumah.

dokter setiap kejadian


demam,

peningkatan

drainase

yang

bercampur darah, atau


peningkatan rasa nyeri.
2. Jelaskan kepada orang
tua

untuk

telinga

slang

memungkinkan

air

menjaga

masuk ke dalam telinga

tidak

tengah dengan mudah

anak

basah.

2. Pemasangan

Anjurkan

mereka

untuk

sehingga

meningkatkan

risiko infeksi.

meletakkan boal kapas


atau penyumbat telinga
didalam telinga anak
selama anak mandi dan
keramas sampai slang
keluar

atau

dokter

menasihatkan hal yang


sebaliknya. Hal yang
sebaliknya

juga

anjurkan mereka untuk


tidak
anaknya

membiarkan
berenang

3. Udara

dingin

menimbulkan
telinga.

selama masa ini.


69

dapat
nyeri

3. Instruksikan orang tua


untuk menutup telinga
anak

ketika

ia

bepergian keluar dalam


cuaca

dingin,

dan

berangin.

4. Anak dapat mengalami


kehilangan pendengaran
selama beberapa minggu
pertama

setelah

pembedahan.

4. Sampaikan
orang

kepada

tua

untuk

bertatap muka dengan


anak ketika berbicara
dengannya

dan

berbicara dengan lebih


jelas dan sedikit lebih
keras.

5. Anak

mungkin

membutuhkan
antibiotik

untuk

mengurangi

risiko

infeksi pascaoperasi, dan


analgesik

5. Anjurkan

orang

obat

untuk

tua

membantu mengedalikan

tujuan dan penggunaan

rasa nyeri. Aspirin dapat

obat

menyebabkan

analgesik

antibiotik.

dan

Jelaskan

perdarahan.

juga cara pemberian,


dosis,

dan

samping.
mereka
memberi

efek

Peringatkan
untuk

tidak

anak

obat

dari golongan aspirin


.
4. Risiko infeksi yang berhubungan
dengan kelainan (prabedah).
Dengan kriteria hasil :
- Anak tidak menunjukkan
tanda-tanda
ditandai

oleh

infeksi

yang

suhu

tubuh

1. Beri

minum

bayi

1. Air dapat membersihkan

sebanyak 5-10 ml air,

pasase nasal dan palatum,

setelah

serta

setiap

pemberian makan.

tanda-tanda

mengumpul
eutasia,

susu

di saluran
yang

gilirannya

kurang dari 37,80 C dan tidak


ada

mencegah

pada
dapat

mengarah pada terjadinya

drainase
2. Buang formula atau

infeksi.
70

telinga, batuk, mengi, ronki

susu yang mengering

kasar di lapangan paru atau

dengan menggunakan

iritabilitas.

aplikator

yang

berujung kapas basah.

2. Merontokkan

dan

melepaskan materi yang


berkerak

dalam

botol,

dapat menjaga agar celah


3. Setelah

setiap

pemberian

makan,

letakkan

bayi

ayunan

di

bayi

baringkan

atau

bayi

tempat

di

tersebut bersih dan bebas


dari bekteri

sehingga

mengurangi

risiko

infeksi.
3. Mengatur

posisi

bayi

tidurnya

dengan cara ini dapat

dengan posisi miring

mencegah aspirasi yang

kanan dengan kepala

dapat

tempat

pneumonia.

tidur

menimbulkan

ditinggikan 300.
4. Kaji

bayi

untuk

menentukan bila ada


tanda

infeksi,

termasuk

drainsane

telinga yang berbau


dan demam. Beri obat
antibiotik

sesuai

1.

Beri kesempatan pada

tua yang berhubungan dengan

orang

stress

menggendong

akibat

hospitalisasi

(prabedah).
Dengan kriteria hasil :
Orang
tua
mengajukan
pertanyaan yang tepat tentang
kondisi anak, dapat melibatkan
perawatan anak kedalam gaya
hidup normal mereka, serta

tua

memeluk

untuk
serta

anak,

dan

dapat

mempraktikkan

tugas

pemberian

perawatan

terjadi

saluran
tidak

akibat

eustasia
normal

yang
dapat

dikaitkan dengan celah

1. Kesempatan

ini

meningkatkan ikatan dan


mempersiapkan
tua

dalam

orang

perawatan

anak dirumah.

sebelum

pemulangan.
2. Anjurkan

yang

bibir dan palatum.

program.
5. Risiko perubahan peran orang

4. Kekambuhan otitis media

orang

2. Mempersiapkan anggota
tua

keluarga

untuk

71

mengekspresikan

perasaan

untuk mempersiapkan

kedatangan

mereka tentang penampilan

anggota

memungkinkan

mereka

baik.

termasuk

beradaptasi

dengan

keluarga,
saudara

anak

kandung dan kerabat

penampilan anaknya, dan

lain, untuk menyambut

memungkinkan orang tua

kehadiran

berfokus pada kebutuhan

anak

dirumah.

Nasihatkan

mereka

anak yang mendesak.

untuk

menjekaskan

kepada

seluruh

anggota

keluarga,

tentang

penampilan

anak

dengan menggunakan
istilah

sederhana,

memperlihatkan
kepada

3. Orang tua perlu memiliki


mereka

pemikiran bahwa anak

gambar, dan meminta

mereka

mereka

individu yang normal,

mengunjungi

anak di rumah sakit.


3. Anjurkan

orang

memperlakukan
layaknya

tua
anak

anggota

keluarga yang normal,


dan

menjadwalkan

kegiatan
mereka

perawatan
kedalam

rutinitas sehari-hari.

4. Anjurkan

orang

merupakan

yang

menderita

media

bukan

sebagai

yang

sedang

individu
sakit

sehingga

memberi

otitis

dapat

perawatan

dirumah yang adekuat,


dan menjaga keutuhan
keluarga.
4. Meminta bantuan orang

tua

untuk meminta bantuan


dari anggota keluarga
yang lain atau dari

lain

dalam

perawatan

anak

dan

pemberian

makan dapat memberi


orang

tua

kesempatan

istirahat, serta berfokus


pada kebutuhan mereka
72

teman saat memberi


makan dan perawatan
anak.

sendiri.
5. Kelompok

pendukung

memberi

kesempatan

pada orang tua untuk


5. Rujuk orang tua ke
kelompok

pendukung

yang tepat serta pusat


kraniofasial, jika ada.

berbagi

perasaan

pengalaman

dan

dengan

orang tua lain, yang juga


memiliki

situasi

yang

sama, dapat mengurangi


kecemasan

dan

meningkatkan
keterampilan
serta

koping

keterampilan

penyelesaian

masalah.

Serta pusat kraniofasial


memiliki

pengalaman

dalam

memberi

perawatan

bagi

anak-

anak dengan otitis media.

6. Nyeri yang berhubungan dengan


pembedahan.
Dengan kriteria hasil :
- Anak dapat mempertahankan
tingkat

kenyamanan

yang

ditandai oleh tangisan dan


iritabilitas yang berkurang.

1. Kaji

anak

untuk

1. Anak mungkin terlalu

mengetahui iritabilita,

muda

kehilanganselera

mengekspresikan

makan,

dan

tidak

usianya

kata-kata,

jam

perilaku

pembedahan.
2. Beri

obat

melalui
petunjuk

adalah

satu-

satunya indikasi nyeri.


analgesik

sesuai indikasi.
3. Lakukan

rasa

nyaman

kegelisahan setiap 2
setelah

untuk

2. Obat

analgesik

dapat

mengurangi nyeri.

aktivitas

pengalihan,

misalnya

permainan,

kartu,

3. Aktivitas

pengalihan

memfokuskan
perhatian

kembali
anak,

73

videotape,

dan

membaca buku untuk

mengurangi persepsinya
terhadap nyeri.

anak yang lebih besar.

B. PENGKAJIAN SISTEM SENSORI

1 MATA
Tujuan pengkajian mata adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata. Dalam
setiap pengkajian selalu bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri. Teknik yang
digunakan adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi merupakan teknik yang paling penting
dilakukan sebelum palpasi.

Inspeksi
Dalam inspeksi yang dikaji adalah bagian-bagian mata (bola mata, kelopak mata,
konjungtiva, sklera, dan pupil), ketajaman penglihatan (visus) dengan bantuan kartu Snellen,
dan pemeriksaan lapangan pandangan.
1. Secara umum untuk pemeriksaan fisik mata dilihat kelopak mata, konjungtiva (pucat
atau tidak), sklera kuning atau tidak. Mata oedem/hiperemia/sekret mata berlebihan
dapat terjadi karena adanya reaksi alergi, benda asing, perlukaan, dll.
Pada inspeksi mata juga dilihat adanya mata cekung seperti pada klien dehidrasi.
Dapat diamati pula ada tidaknya infeksi pada mata (konjungtivitis atau keratitis dll).
Katarak pada mata dapat diamati pada lansia.
2. Pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan).
Alat yang digunakan adalah Optotip dari Snellen yang diletakkan sejarak 5 atau 6
meter dari klien. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut pada kedua mata. Visus
normal= 5/5 atau 6/6. Bila mata klien hanya sanggup membaca jelas hingga pada
baris tertentu misalnya baris 4 meter, maka pencatatan visusnya OD=4/5 atau 4/6
untuk mata kanan, sedanga untuk mata kiri dicatat OS=4/5 atau 4/6.
3. Funduskopi

74

Funduskopi merupakan pengkajian mata tingkat mahir.funduskopi dlakukan untuk


mengetahui susunan retina dengan menggunakan opthalmoscope. Untuk dapat
melakukan funduskopi, maka diuperlukan pengetahuan anatomi dan fisiologi mata
yang memadai, serta ketrampilan khusus.

Palpasi
Pemeriksaan palpasi pada bola mata untuk memeriksa secara kasar adanya peninggian
tekanan intraokuler misalnya pada penderita glaukoma. Kadang-kadang perlu membalik
kelopak mata dengan teknik tertentu.
Inspeksi kelopak mata
1.

Amati edema palpebra pada kelopak mata. Edema palpebra mudah tampak, cairan
edema mudah terkumpul di palpebra karena jaringan palpebra sangat longgar dan
akan lebih terlihat saat klien bangun tidur. Secara normal, edema palpebra akan
hilang/berkurang setelah beraktivitas dengan posisi tegak karena kemudian cairan

akan terkummpul di ekstremitas bawah (sesuai hukum gravitasi).


2. Amati kelopak mata yang selalu tertutup/tidak mampu membuka, disebut ptiosis
(contoh pada kasus Myastheniagravis) dan kelopak mata yang tidak mampu menutup
rapat (terus terbuka), yang disebut Lagopthalmus.
Inspeksi konjungtiva dan sklera
1. Amati konjungtiva dan sklera dengan cara sebagai berikut.
a. Anjurkan klien untuk melihat ke depan\
b. Amati konjungtiva untuk mengetahui ada tidaknya kemerah-merahan.
c. Pemeriksaan konjungtiva dilakukan dengan cara menarik kelopak mata bagian
bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari
d. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila
didapatkan warna yang tidak normal, misalnya anemik atau adanya pus (infeksi)
e. Saat memeriksa konjungtiva, amati pula warna sklera, catat adanya perubahan
warna menjadi ikterik.
2. Amati warna iris, serta ukuran dan bentuk pupil.
Evaluasi reaksi pupil terhadap cahaya dengan menggunakan senter. Normalnya pupil
adalah sama besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut miosis, sangat kecil disebut
pin point, sedangkan pupil yang mengalami dilatasi (melebar) disebut midriasis.
75

Langkah-langkah dalam melakukan inspeksi gerakan mata dan medan penglihatan.


1. Dalam menilai gerakan mata, anjurkan klien melihat kedepan.
2. Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu deviasi.
Amati pula apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan
(nistagmus), seperti gerakan bola mata mula-mula lambat bergerak ke satu arah,
kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula.
3. Luruskan jari telunjuk perawat dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm.
4. Beritahu klien untuk mengikuti gerakan jari perawat dan anjurkan klien untuk
tetap mempertahankan posisi kepala. Gerakan jari perawat ke-8 arah untuk
mengetahui fungsi 6 otot mata.
5. Selanjutnya untuk menilai medan penglihatan, kaji mata klien secara terpisah,
dengan cara menutup mata kyang tidak diperiksa.
6. Anjurkan klien untuk memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung
perawat.
7. Gerakan jari perawat secara vertikal dari samping dan dekatkan ke mata klien
secara perlahan-lahan.
8. Anjurkan klien untuk memberitahu sewaktu mulai melihat jari perawat.
9. Selanjutnya kaji mata sebelahnya.
Cara pemeriksaan visus dan hasilnya
Teknis
1. Menggunakan kartu Snellen dan penerangan cukup.
2. Pasien didudukkan dengan jarak 6 meter,paling sedikit jarak 5 meter dari kartu
Snellen.
3. Kartu Snellen digantungkan sejajar setinggi/lebih dari mata pasien.
4. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan terlebih dahulu, sedangkan mata kiri ditutup.
Pasien diminta membaca huruf Snellen dari baris paling atas ke bawah. Hasil
pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk mata sebelahnya.
Hasil yang mungkin didapatkan adalah sebagai berikut
1. VOD 6/6
2. VOS 6/6
3. Nilai ini berarti :
6/6 pasien dapat membaca seluruh huruf dideretan 6/6 pada kartu Snellen.
6/12 pasien bisa membaca sampai baris 6/12 pada kartu Snellen.
6/30 pasien bisa membaca sampai 6/30 pada kartu Snellen.
6/60 pasien bisa membaca barisan 6/30, biasanya huruf yang paling atas. Virus yang
tidak 5/5 atau 6/6 dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan memakai try lens.
4. Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta menghitung jari pemeriksa.
76

a. 5/60 pasien tidak bisa hitung jari pada jarak 5 meter.


b. 1/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter.
5. Apabila pasien tidak bisa juga menghitung jari , maka dilakukan pemeriksaan
selanjutnya dengan menilai gerakan tangan didepan pasien dengan latar belakang
terang. Jika pasien dapat menentukkan arah gerakan tangan pada jarak 1 m, maka
tajam pengelihatan dicatat.
a. Visus 1/300 ( Hand Movement / HM) kadang sudah perlu menentukan arah
proyeksinya.
6. Jika tidak bisa melihat gerakan tangan, dilakukan penyinaran dengan penlight kea rah
mata pasien. Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari dari
segala posisi (nasal , temporal , atas , bawah) , maka tajam pengelihatan V=1/~
proyeksi baik (Light Preception / LP)
a. Jika tidak bisa menentukkan arah sinar, maka penilaian V=1/~ (LP , proyeksi
salah)
b. Jika sinar tidak bisa kenali, maka tajam penglihatan dinilai V=0 (NLP).

TELINGA

Prosedur pemeriksaan fisik telinga


Alat-alat yang perlu disiapkan adlah spekulum telinga/othoscope(otosko), garpuu tala, dan
arloji.
Inspeksi dan palpasi telinga
1. Pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak dapat duduk di pangkuan
orangtuanya
2. Atur posisi duduk perawat menghadap pada sisi telinga yang akan dikaji.
3. Diawali dengan mengamati telinga luar, perhatikan adanya perubahan bentuk, warna,
lesi, maupun massa.
4. Pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu jari dan jari telunjuk.
Palpasi kartilago telinga luar dan catat bila ada nyeri.
5. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di bagian bawah daun
telinga. Bila ada peradangan, klien akan merasa nyeri.
6. Selanjutnya pegang bagian pinggir daun telinga dan secara perlahan-lahan tarik daun
telinga ke atas atau ke belakang sehingga lubang telinga mudah utnuk diamati.
7. Lihat lubang telinga, perhatikan terhadap ada tidaknya peradangan, perdararahan,
maupun kotoran.
77

8. Masukkan spekulum telinga secara hati-hati. Bila sudah tepat letakkan mata di atas
eye-piece.
9. Amati membran timpani, perhatikan bentuk, warna, transparansi, kilau, perforasi, atau
adanya darah/cairan.
Langkah-langkah pengkajian pendengaran dengan menggunakan arloji sbb:
1. Pegang sebuah arloji disamping telinga klien
2. Tanyakan apakah klien mendengar detak arloji
3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta klien untuk
menyatakan bila sudah tidak lagi mendenga suara detak arloji. Normalnya detak arloji
masih dapat didengar sampai jarak sekitar 30 cm.
4. Bandingkan telinga kanan dn kiri.

Pengkajian pendengaran dengan menggunakan garpu tala terdiri atas pmeriksaan Rinne dan
Weber, yaitu sbb:
Pemeriksaan Rinne. Tujuan melakukan pemeriksaan Rinne adalah untuk membandingkan
antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada dua macam
pemeriksaan Rinne, yaitu sbb:
1. Garpu tala 512 Hz dibunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus
pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien
tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus
akustikus eksternus pasien. Pemeriksaan Rinne positif jika pasien masih dapat
mendengarnya, sebaliknya dikatakan negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
2. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan
meatus akustikus eksternus. Tanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di
depan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus akustikus
eksternus (planum mastoid). Pemeriksaan Rinne positif jika pasien mendengar di
depan meatus akustikus eksternus lebih keras, sebaliknya diakatakan negatif jika
pasien mendengar di depan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras di
belakang.
Ada tiga interpretasi dari hasil pemeriksaan Rinne, yaitu sbb:
1. Normal : pemeriksaan Rinne +
78

2. Tuli konduksi: pemeriksaan Rinne (getaran dapat didengar melalui tulang lebih
lama)
3. Tuli persepsi, terdapat tiga kemungkinan.
a. Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala
b. Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (pemeriksaan Rinne : +/-)
c. Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I
yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Pemeriksaan Weber. Tujuan melakukan Pemeriksaan Weber adalah untuk membandingkan
hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara melakukan Pemeriksaan Weber yaitu:
1. Bunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan lurus pada garis horizontal.
2. Tanyakan pasien. Telinga mana yang mendengar atau dapat mendengar lebih keras.
Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras hanya pada satu telinga,
maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut.
Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar,
maka berarti tidak ada lateralisasi.
Interpretasi
1. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisasi
ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya
2. Pada lateralisasi ke kanan terdapat kemungkinannya:
a. Tuli konduksi sebelah kanan, misalnya adanya otitis media di sebelah kanan
b. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih
hebat
c. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka lebih
dapat didengar pada sebelah kanan
d. Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat daripada sebelah
kanan
e. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.

Pemeriksaan Swabach. Tujuan Pemeriksaan Swabach adalah membandingkan daya transpor


melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Dasarnya adalah
gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui udara.
Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale.
1. Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus. Probandus akan mendengar suara garpu tala tersebut makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garpu tala lagi.
79

2. Pada saat garpu tala tidak terdengar lagi, pindahkan garpu tala itu ke puncak kepala
orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi
pembanding dua kemungkinan akan terjadi, yaitu akan mendengar suara atau tidak
mendengar suara.
HIDUNG
Hidung dikaji untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung. Dimulai dari
bagian luar hidung, bagian dalam, lalu sinus-sinus. Bila memungkinkan, selama
pemeriksaan klien dalam posisi duduk.
Prosedur pemeriksaan fisik hidung
Alat alat yang digunakan : ostoskop, spekulum hidung, dan lampu (penlight)
Langkah-langkah inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus sbb:
1. Perawat duduk menghadap klien
2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar. Perhatikan bentuk tulang hidung
klien dari tiga sisi yaitu sisi depan, samping, dan atas.
3. Perhatikan perubahan warna kulit hidung dan adanya pembengkakan.
4. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar, catat bila ditemukan
ketidaknormalan tulang hidung.
5. Palpasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis. Perhatikan terhadap adanya
nyeri tekan.

Langkah-langkah inspeksi hidung bagian dalam:


1. Duduk menghadap ke arah klien
2. Atur penerangan sehingga dapat menerangi lubang hidung
3. Elevasikan ujung hidung dengan cara menekan hidung secara ringan dengan ibu
jari, kemudian amati bagian anterior lubang hidung.
4. Pasang spekulum hidung secara perlahan-lahan untuk mengamati rongga hidung
5. Atur posisi kepala klien dengan sedikit menengadah untuk memudahkan
pengamatan rongga hidung
6. Amati bentuk dan posisi septum hidung, kartilago, dan dinding rongga hidung
serta selaput lendir pada rongga hidung. Catat bila ditemukan adanya perubahan
warna, sekresi dan bengkak
7. Setelah selesai angkat spekulum secara perlahan-lahan.

2. Pemberian obat pada mata


80

Pemberian obat pada mata dengan obat tetes mata atau salep digunakan untuk persiapan
pemeriksaan struktur internal mata dengan mendilatasi

pupil,pengukuran refraksi lensa

dengan melemahkan otot lensa serta penghilangan iritasi mata


Persiapan alat dan bahan
1. Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa salep
2. Pipet
3. Pinset anatomi dalam tempatnya
4. Korentang dalam tempatnya
5. Plester
6. Kain kassa
7. Kertas tisu
8. Balultan
9. Sarung tangan
10. Air hangat / kapas pelembap

Prosedur kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi pasien dengan kepala menengadah dengan posisi perawat di samping
kanan
4. Gunakan sarung tangan
5. Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembap dari sudut mata ke
arah hidung. Apabila sangat kotor, basuh dengan air hangat
6. Buka mata dengan menekan perlahan lahan bagian bawah dengan ibu jari,jari
telunjuk di atas tulang orbita
7. Teteskan obat mata di atas konjungtiva. Setelah tetesan selesai sesuai denbgan dosis,
anjurkan pasien untuk menutup mata dengan perlahan lahan, apabila menggunakan
obat tetes mata
8. Apabila obat mata jenis salep pegang aplikator salep di atas pinggir kelopak mata
kemudian pencet tube sehingga obat keluar dan berikan pada kelopak mata bawah.
Setelah selesai, anjurkan pasien untuk melihat ke bawah, secra bergantian dan berikan
obat pada kelopak mata bagian atas. Biarkan pasien untuk memejamkan mata dan
menggerakkan kelopak mata
9. Tutup mata dengan kassa bila perlu
10. Cuci tangan
11. Catat obat, jumlah, waktu, dan tempat pemberian

81

3. Pemberian tetes telingga


URAIAN UMUM
Suatu kegiatan pelayanan keperawatan dalam memberikan obat tetes yang diberikan lewat
telinga
PERSIAPAN
Persiapan Klien

Cek perencanaan Keperawatan klien


Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan

Persiapan Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perlak / pengalas
Kapas bulat
Obat tetes yang sudah ditentukan
Lidi kapas seteril
Korentang seteril
Bengkok

PELAKSANAAN

82

1. Perawat cuci tangan


2. Membantu klien alam posisi tidur miring, telinga yang sakit mengarah keatas
3. Meletakan pengalas dibawah bahu klien
4. Membersihkan liang telinga dengan lidi kapas
5. Mengisi pipet dengan obat yang sudah disediakan
6. Menarik daun telinga klien dan diangkat keatas dengan hati- hati
7. Menetesi obat melalui sisi atau liang telinga sesuai dosisi yang ditentukan
8. Membersihkan bekas catatan obat dengan kapas bulat
9. Merapihkan klien dan alat-alat
10. Membersihkan / membereskan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya
11. Perawat cuci tangan
12. Catat hasil tindakan
EVALUASI

Perhatikan respon klien dan hasil tindakan

DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, respon klien, hasil
tindakan,nama obat dan dosis, perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan

PENUTUP
A. KESIMPULAN

83

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (Katarak Kongenital).
Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, pengguanaan
kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus atau
hipoparatiroidisme, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari (sinar ultraviolet)
yang lama, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior. (Keperawatan Medikal
Bedah, Brunner and Suddart, Edisi 8 Jilid 3, 2001)

Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa


peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, atrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahili membuat pembagaian
dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media
superatif dan otitis media non superatif ( otitis media serosa, otitis media sekretoria,
otitis media musinosa, otitis media efusi/OME)

C. SARAN
Makalah ini kami telah selesaikan,apabila ada kekurangan dalam isi makalah ini kami mohon
untuk saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
84

(Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Edisi Ketiga Jilid 1, 2001, Media Aesculapius)
(kapita selekta kedokteran : FK UI edisi III jilid I)
http://asuhan-keperawatan.com/asuhan-keperawatan-pada-katarak.html
(Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddart, Edisi 8 Jilid 3, 2001)
Junadi p. Ddk.kapita selekta kedokteran media acuslapius FK-UI
Sidarta Iiyas.ilmu penyakit mata,FK-UI 200
Long C barbara,medical surgical nursing,1992
Elizabeth, J Corwin. 2009. Buku saku patofisiolofi elizabeth edisi 3. Jakarta : EGC
http://www.seagig.org (Asosias Glaukoma Asia)
Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC)
(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)
Carpenito, lynda juall. 2006. Buku saku diagnosa keperawatan edisi 10. Jakarta : EGC
George I,adams. 1997. Buku ajar penyakit THT edisi 6. Jakarta :EGC

85

Anda mungkin juga menyukai