Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di
negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan Rumah Tangga diare
menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia.
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi
seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta
kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi.
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi dehidrasi
serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi,
mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta
mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan
efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif
dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan
oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya masukan
oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik
telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi
Menurut WHO, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
Dalam referensi lain juga disebutkan bahwa definisi diare untuk bayi dan anak-anak adalah
pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal pada bayi
sebesar 5-10 g/kg/24 jam.1
Diare umumnya dibagi menjadi diare akut dan diare kronis. Diare akut adalah buang air
besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja
menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi BAB lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini
tidak dapat disebut diare tetapi masih bersifat fisiologis atau normal selama berat badan bayi
meningkat normal. Hal demikian merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum
sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif,
definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau
konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya tidak seperti biasanya. Kadang-kadang
pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari
2 minggu sedangkan kondisi serupa yang disertai berat badan menurun atau sukar naik oleh
Walker-Smith et al. didefinisikan sebagai diare persisten.3
Di lingkungan masyarakat gastrohepatologi anak di Indonesia digunakan pengertian
bahwa ada dua jenis diare yang berlangsung 14 hari, yaitu diare persisten yang mempunyai
dasar etiologi infeksi, serta diare kronis yang mempunyai dasar etiologi non-infeksi.3

B.

Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta
kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang
berkisar 3,5 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 5
episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes.
diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini
2

meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare
masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat
proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan
peringkat 2. 4
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per
tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei demografi kesehatan indonesia tahun 2002-2003,
prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di indonesia adalah laki-laki
10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11
bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8%) dan 24-35 bulan (12%).7
C.

Cara Penularan dan Faktor Risiko


Mekanisme penularan utama untuk patogen diare adalah fecal-oral, melalui minuman dan
makanan yangtercemar oleh enteropatogen, kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui
4F = finger, flies, fluid, field).7,8,9 Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan
enteropatogen antara lain: Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama
kehidupan bayi, Tidak memadainya penyediaan air bersih ,Pencemaran air oleh tinja ,
Kurangnya sarana kebersihan (MCK) , Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis, Gizi buruk,Imunodefisiensi,
Berkurangnya asam lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4
minggu terakhir, Faktor genetic, dan Faktor lainnya antara lain: 6,8,10

Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi

terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola
ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu, kurangnya kekebalan
aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak
langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. 11

Infeksi asimtomatik
Meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Orang dngan
infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran enteropatogen terutama bila
mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah
tempat. 23
3

Factor musiman
Di daerah subtropik, diare karena bakteri lebih sering terjasi pada musim panas
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di
daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena
bakteri cenderung meningkat pada musim hujan. 12

Epidemi dan pandemic


Vivrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi
yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua umur. 23

D.

Etiologi
Diare secara garis besar dibagi atas infeksi dan non infeksi. Diare infeksi dibagi lagi atas
inflammatory dan non inflammatory. Enteroptogen menimbulkan non inflammatory diare
melalui produksi enterotokin oleh bakteri, desktruksi sel permukaan villi oleh virus,
perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin. Sedangkan penyebab diare non infeksi antara lain seperti defek
anatomis, malabsorbsi, keracunan makanan, alergi susu sapi, dll.12

Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah:12
Golongan bakteri
1. Aeromonas
2. Bacillus cereus
8. Salmonella
3. Campylobacter jejuni
9. Shigella
4. Clostridium perfringens
10. Staphylococcus aureus
5. Clostridium defficile
11. Vibrio cholera
6. Escherichia coli
12. Vibrio parahaemolyticus
7. plesiomonas shigeloides
13. Yersinia enterocolitica
Golongan virus
1. Astrovirus
5. Rotavirus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
6. Norwalk virus
3. Enteric adenovirus
7. Herpes simplex virus
4. Coronavirus
8. Cytomegalovirus
Golongan parasit
1. Balantidium coli
2. Blastocystis homonis
5. Giardia lamblia
3. Cryptosporidium parvum
6. Isopora belli
4. Entamoeba histolytica
7. Strongyloides stercoralis
8. Trichuris trichiura
Penyebab diare non infeksi pada anak :
1.
Malabsorbsi13
Karbohidrat
Disakarida (laktosa, maltosa, sukrosa)
Monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa)
Lemak
Terutama Long Chain Triglyceride
Biasanya malabsorbsi karbohidrat disebabkan oleh defisiensi enzim laktase
sehingga terjadi intoleransi laktosa. Malabsorbsi tersebut menyebabkan diare
osmotik karena terjadi peningkatan tekanan osmotik lumen usus sehingga cairan
tertarik dari intraseluler ke lumen usus. Jarang sekali diare akut disebabkan oleh
malabsorbsi lemak atau protein. Malabsorbsi lemak bisa disebabkan karena
lipolisis yang tidak memadai misalnya akibat insufisiensi pankreas, dan juga
disebabkan penurunan garam-garam empedu terkonjugasi.
2.

Alergi 13
Diantaranya yaitu :
Alergi susu
Alergi makanan
CMPSE (cows milk protein enteropathy).
5

3.

Keracunan 13
Makanan yang mengandung zat kimia beracun
Makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, misalnya :
Clostridium spp, Staphylococcus spp.

4.

Imunodefisiensi 13
Diare sering terjadi pada penderita AIDS.

5.

Sebab Lain 13
Pemberian antibiotik, defek anatomis seperti malrotasi, Hisrchrsprungs disease dan
Shor Bowel Syndrome.
.

E.

Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus.

Diare osmotik/gangguan absorbs 1


Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usu
dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam lumen
usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg, Glukose,
sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon
sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.

Diare sekretorik 1
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase.
6

Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga


mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa
obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabropsi seperti reseksi ileum,
penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan
peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umumnya disebabkan
enterotoksin E.Coli atau Cholera. Berbdeda dengan negara berkembang di negara
maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat
atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon
seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma
pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas, hormon
sekretorik lainnya. Diare yang disebabkan tumor ini sangat jarang.

Diare karena gangguan motilitas usus 8,9


Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit
obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas usus yang
berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu
dan malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare
dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi.
Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada tirotoksikosis,
malabsopsi asam empedu dan penyakit lain.

F.

Manifestasi Klinis
Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit.
Pada keadaan minimal atau tanpa dehidrasi kehilangan BB < 3%, dehidrasi ringan-sedang
terjadi kehilangan BB 3-9%, dan pada dehidrasi berat terjadi kehilangan BB >9%. 14
7

Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab 13


Gejala
Masa tunas
Panas
Mual

Rotavirus
17-72 jam
+
Sering

Shigella
24-48 jam
++
Jarang

Salmonella
6-72 jam
++
Sering

ETEC
6-72 jam
+

EIEC
6-72 jam
++
-

Kolera
48-72 jam
sering

muntah
Nyeri perut Tenesmus

Tenesmus

Tenesmus

Tenesmus

kramp

Nyeri

kramp
+

kolik
+

kramp
-

kepala
Lamanya

5-7 hari

>7 hari

3-7 hari

2-3 hari

Variasi

3 hari

sakit
Sifat tinja
Volume
Frekuensi

Sedang
5-10x/hari

Sedikit
>10x/hari

Sedikit
Sering

Banyak
Sering

Sedikit
Sering

Banyak
Terus

Konsistensi
Darah
Bau
Warna

Cair
Langu
Kuning

Lembek

Lembek
Kadang
Busuk
Kehijauan

Cair
+
Tak

Lembek
+
Tidak
Merah-

menerus
Cair
Amis khas
Seperti air

hijau

hijau

berwarna

hijau

cucian

Leukosit
Lain- lain

Anorexia

Merah

+
Kejang

+
Sepsis

Meteorismus Infeksi

beras

sistemik

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO. 14


Penilaian

Tanpa Dehidrasi

Dehidrasi

ringan Dehidrasi Berat

Keadaan Umum

Baik, Sadar

sedang
*Gelisah, Rewel

Mata
Air Mata
Mulut dan Lidah
Rasa Haus

Tidak Sadar
Normal
Cekung
Sangat Cekung
Ada
Tidak Ada
Kering
Basah
Kering
Sangat Kering
Minum biasa tidak *Haus ingin minum *Malas minum/ tidak

Periksa Turgor Kulit

haus
Kembali Cepat

banyak
*Kembali Lambat

Hasil Pemriksaan

Tanpa dehidrasi

Dehidrasi

*Lesu,

bisa minum
*Kembali

Lunglai/

sangat

lambat
ringan Dehidrasi Berat

sedang/

Bila ada 1 tanda*

Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih


ditambah 1 atau lebih tanda lain.
Terapi
G.

Rencana terapi A

tanda lain
Rencana terapi B

Rencana terapi C

Pemeriksaan Penunjang
9

1.

Pemeriksaan tinja
Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau
busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides. 13
Mikroskopik
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin
seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit
yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear. 7

2.

Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama
Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kultur dan tes kepekaan
terhadap antibiotik.13

H.

Tata laksana
Depatemen kesehatan menetapkan 5 pilar penatalksanaan diare bagi semua kasus diare yang
di derita anak balita baik dirawat di rumah maupun sedang dirawat dirumah sakit, yaitu :
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Rencana Terapi A
(Pengobatan diare tanpa dehidrasi)
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)

10

Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk mencegah
dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran, dan sebagainya.
Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan
adalah 10ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun adalah 100200ml, 5-12 tahun adalah 200-300ml dan dewasa adalah 300-400ml setiap BAB. Untuk anak
di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 12 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum
langsung dari cangkir atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan
dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah
tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan
sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buah-buahan
diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlalu banyak lemak)
jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah hebat dan keadaan anak
bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara
pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari :
< 2 tahun : 50-100 ml tiapkali BAB
>2 tahun : 100-200ml tiap BAB
Beri tablet Zink
Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis

Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari

Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari. 14


Rencana Terapi B
(Dehidrasi Ringan Sedang)
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena
sebanyak : 75 ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat
minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2
jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan
sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah.
Beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis yang sama seperti pada rencana terapi A.
11

Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit
misalnya karena anak muntah, dapat diberikan infus dengan intravena secepatnya. Berikan
70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang
dibagi sebagai berikut :

Bayi (dibawah 12 bulan) : 70 ml/kgBB/5 jam


Anak (12 bulan sampai 5 tahun) : 70 ml/kgBB/2,5 jam.14

Rencana Terapi C
Untuk dehidrasi berat, lakukan rehidrasi parenteral cairan Ringer Laktat dengan dosis
100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 5 jam
berikutnya 70cc/kgBB. Di atas 1 tahun jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2 jam
berikutnya 70cc/kgBB. Apabila terjadi kegagalan sirkulas berikan cairan 10
tts/kbBB/menit. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih
pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang
atau pengobatan diare tanpa dehidrasi. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya
sedikit harus diberi oralit sampai cairan infuse terpasang. Di samping itu, semua anak harus
diberi oralit 5ml/kgBB/jam selama pemberian cairan intravena. Walaupun pada diare terapi
cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah
menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita
telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala kekurangan tubuh akan
karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada
pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan
makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak
memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan. 14
Pemilihan jenis cairan
Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa syok,
sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta memperbaiki renjatan
12

hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan dimetabolisme
menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan tidak mengandung
glukosa untuk mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat
dipakai, tetapi tidak mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis
cairan parenteral yang saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai cairan
pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN 3B. Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan
osmolaliti 210 268 mmol/1 dengan Na berkisar 50 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi
pada diare anak dengan kolera atau tanpa kolera. 15
Komposisi cairan Parenteral dan Oral :

Osmolalitas
(mOsm/L)

CIGlukosa(g/L)

K+

Na+(mEq/L) (mEq/L (mEq/


L)
-

Basa(mE
q/L)

NaCl 0,9 % 308


NaCl 0,45 %
428
+D5
NaCl
253
0,225%+D5
Riger
273
Laktat
Ka-En 3B
290
Ka-En 4B
264
Standard
311
WHO-ORS
Reduced

154

)
154

50

77

77

50

38,5

38,5

130

109

Laktat 28

27
38

50
30

50
28

20
8

Laktat 20
Laktat 10

111

90

80

20

Citrat 10

osmalarity

245

70

75

65

20

Citrat 10

recommenda 213

60

60

70

20

Citrat 3

WHO-ORS
EPSGAN
tion

13

Antibiotik dan Antidiare


Tidak ada bukti klinis dari anti diare dan anti motilitis dari beberapa uji klinis. Obat anti
diare hanya simtomatis bukan spesifik untuk mengobati kausa, tidak memperbaiki kehilangan air
dan elektrolit serta menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Antibiotik yang tidak
diserap usus seperti streptomisin, neomisin, hidroksikuinolon dan sulfonamid dapat memperberat
yang resisten dan menyebabkan malabsorpsi. Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting).
Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya cholera, shigella,
karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi
berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis
gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang
jelas atau segala sepsis. Anti motilitis seperti difenosilat dan loperamid dapat menimbulkan
paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi. 14
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain (WHO, 2006)16

Kolera :
Tetrasiklin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)
Eritromisin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)

Shigella :
Ciprofloxasin 15 mg/ kgBB (2 x sehari selama 3 hari)

Amebiasis:
Metronidasol 10mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari / 10 hari pada kasus berat)
Giardiasis :
Metronidasol 5mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari)
14

Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian infeksi yang
serius. Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang
penting untuk sintesis DNA. Pada sistematik review dari 10 RCT, seng dapat menurunkan
insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%. Sejak tahun 2004, WHO
dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan diare dengan dosis
20 mg/hari selama 10-14 hari dan pada bayi< 6 bulan dengan dosis 10 mg perhari selama
10-14 hari. 17,18,19
Probiotik
Probiotik merupakan bakteri non patogen. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui : perubahan
lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa pathogen usus,
kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, dll.20
Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya
kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinak
yang menguntungkan kesehatan.
Oligosakarida yang ada dalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena
dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di dalamkolon bayi yang minum
ASI. Data menunjukkan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI.
Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi-bayi dikomunitas yang diberi cereal
yang disuplementasi dengan fruktooligosakabrida (FOS) tidak menunjukkan penurunan angka
kejadian diare. 21
I.

Komplikasi 1,9,12
15

Gangguan elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahanlahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastik meenggunakan
oralitadalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline 55 dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila
normallanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjtukan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline
5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap
500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet
normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap

BAB, sampai diare berhenti.


Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130 mol/L).
hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir
semua anak dengan hiponatremia. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.

Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan
monitor detak jantung.

Hipokalemia
16

Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K :
jika kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari dibagi 3
dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan
dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB x
0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB)
Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium
dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebutdapat disebabkan oleh
karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia.
J.

Pencegahan
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak, kebanyakan

meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan
perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan
imunisasi. Ada 8 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu :
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.
5. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis
6. Pembuangan tinja yang aman
7. Imunisasi campak
8. Imunisasi Rotavirus
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enteric,
termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas panjang
bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan yang terinfeksi.
Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan enteropatogen dan caracara mengurangi penularan. 22
17

DAFTAR PUSTAKA
1. Ghishan RE, Chronic Diarrhea. Nelson Textbook of Pediatrics 18th Edition. WB
Saunders, Philadelphia. 2007.
2. Walker-Smith J, Barnard J, Bhutta Z et al. Cronic Diarrhea and Malabsorption(including
short gut syndrome) : Working Group Report of the Firs World Congress of Pediatrics

18

Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition. Journal of PediatricGAstroenterology and


Nutrition. 2001 ;33.
3. Bhutta ZA. Perrsistent Diarrhea in Developing Countries. Ann Nestle. 2006;64:39-47.
4. Kandun, IN. Situasi dan Kebijakan Pemerintah Dalam Pengendalian Penyakit Diare di
Indonesia Tahun 2008. Annual Scientific Meeting Dies Natalis FK UGM ke-62 dan HUT
RSUP dr.Sarjito ke-26, Simposium Diare Rotavirus di Indonesia: Tantangan dan
Harapan. 6 Maret 2008. Yogyakarta : 2008.
5. Soeparto P, Djupri LS, Sudarmo SM, Ranuh IGM RG. Gangguan Absorbsi-Sekresi;
Sindroma Diare. Seri Gramik ; Gastroenterologi Anak Ed.2.1999.
6. Sunoto, Sutoto, Soeprapto P, Soenarto Y, Ismail R. Pedoman Proses Belajar Mengajar
Diare, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular. 1990.
7. Suparto P. Sumbangan dan Peran Kaum Profesional dalam Mendukung Program Penyakit
Saluran Cerna di Era Otonomi. Kumpulan Makalah Kongres Nasional II BKGAI
Bandung. 2003; 17-27.
8. Tolia V. Acut Infection Diarrhea in Children. Current Treatmen Option in Infections
Diseases. 2002;4:183-94
9. Vanderhoof JA. Diarrhea. Dalam: Wyllie R, Hyams JS eds. Pediatric Gastrointestinal
Disease pathophysiology, diagnosis and management. WB Saunders Co. 1993:187-95
10. Pickering LK, Cleary TG. Approach to Patients with gastrointestinal tract infection and
food poisoning in Feigin RD. Cherry JC eds. Textbook of Pediatric Infection Diseases 4
Ed WB Saunders Co. 1998; 1:567-94.
11. Direktorat Jendral PPM & PLP, Departemn Kesehatan Republik Indonesia. PMPD. Buku
Ajar Diare. 1996.
12. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds. Nelson
Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders. 2004:1272-6.
19

13. Sunoto. Penyakit Radang Usus; Infeksi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Balai
Penerbit FKUI. 1991;1:448-66.
14. WHO. The Treatment of diarrhea: a manual for physicians and other senior health
workers Child Health/WHO. CDR 95.1995.
15. Bhan MK.Current consepts in management of acute diarrhea Indian Pediatrics
2003:40:463-76
16. WHO, UNICEF, ORAL Rehydration Salt Production of the new ORS. Ganeva.2006
17. Bao Bin. Zinc Modulates mRNA levels of cytokines. Am J Physiol Endocrinol Metab.
Michigan. 2003.
18. Sazawal S et al. Zinc supplementation in young children with acute diarrhea in India. N
Engl J Med. 1995;333:839-44.
19. Yamey G. Zinc supplementation prevents diarrhea and pneumonia. BMJ 1999:1521-3.
20. Agostoni C et al. Medical position paper. Probiotic Bacterial in dietetic product for
infants: A commentary by ESPGHAN committee on nutrition. J Pediatric Gastroenerol
Nutr 2004:38:365-74.
21. Juffrie M, et al. The effect of fructooligosaccharide (FOS) in Children with Diarrhea. J of
the Medical Sciences.2007;39:47-53.
22. Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat.
Kumpulan Makalah Kongres nasional II BKGAI.2003:29.
23. Bresse J, Fang, Wang BLE, Soenarto Y, Nelson EA, Tam J, Wilopo SA, Kilgore P. First
report from the asian rotavirus surveillance network. Emerg Infect Dis. 2004;10(6):988955.

20

Anda mungkin juga menyukai