Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

a. Identitas Pasien
Nama

: Mrs. M

Umur

: 17 Tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Padang Tiji

No. RM

: 139585

b. Anamnesis
KU :
Wajah berjerawat
RPS:
Pasien datang ke poli klinik kulit dengan keluhan wajah berjerawat sejak tiga tahun yang
lalu, namun memberat dalam setahun terakhir. Awalnya hanya muncul bintik-bintik kecil,
namun semakin hari bintik-bintik tersebut semakin besar seperti biji jagung dan keras.
pasien merasa jerawatnya semakin bertambah banyak dan kadang-kadang disertai rasa
gatal, nyeri, bernanah dan juga berdarah akibat garukan. Pasien mengaku jika makan
makanan seperti mie instan dan kacang-kacangan jerawatnya semakin bertambah banyak
dan tidak ada keluhan dengan pembersih muka yang digunakan.
RPD :
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama.
RPK :
Ibu pasien mengalami keluhan yang sama saat remaja.
RPO :
Pasien sudah pernah berobat ke puskesmas

c. UKK :

Pada wajah ditemukan papula eritem, pustula eritem, yang berukuran miliar
hingga lentikular, juga dijumpai komedo, kista dan nodus konfluen yang sebagian
ditutupi dengan krusta berwarna kecoklatan, yang dasarnya dijumpai skuama.

d. Diagnosis Banding
Acne Vulgaris Nodulokistik
Erupsi Akneiformis
Dermatitis Kontak Alergi
folikulitis
e. Diagnosis
Acne Vulgaris Nodulokistik
f. Penatalaksanaan

Klindamicin tablet 2 x 150 mg

selama 5 hari, habis obat kontrol

Metronidazole tablet 2 x 500 mg

selama 5 hari, habis obat control

Acne Feldin lotion sue 2 x 1

(pagi dan sore)

g. Edukasi

Menghindari peningkatan jumlah sebum dengan cara, diet rendah lemak dan
karbohidrat

Membersihkan muka dari kotoran-kotoran yang menempel.

Menghindari polusi debu dan memencet lesi karena dapat memperberat peradangan.

Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stress,
kosmetik secukupnya

Acne Vulgaris
A. Definisi
Acne vulgaris merupakan penyakit kulit obstruktif dan inflamatif kronik dari
folikel pilosebacea, disertai penyumbatan dan penimbunan keratin, ditandai dengan
adanya komedo, papula, pustula, nodula dan kista, pada daerah-daerah predileksi seperti
wajah, dada, punggung dan lengan atas bagian luar. Acne vulgaris umumnya terjadi pada
masa remaja dan dapat sembuh sendiri.
B. Epidemiologi
Acne sering menjadi tanda pertama pubertas dan dapat terjadi satu tahun sebelum
menarche atau haid pertama. Onset acne pada perempuan lebih awal daripada laki-laki
karena masa pubertas perempuan umumnya lebih dulu daripada laki-laki. Prevalensi acne
pada masa remaja cukup tinggi, yaitu berkisar antara 47-90% selama masa remaja.
Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki prevalensi acne tinggi, yaitu 37%
dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia 30%, Kaukasia 24%, dan India 23%. Pada ras
Asia, lesi inflamasi lebih sering dibandingkan lesi komedonal, yaitu 20% lesi inflamasi
dan 10% lesi komedonal.

C. Etiologi dan Patogenesis


Meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada berbagai
faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit.
1. Perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Keratinisasi dalam folikel yang biasanya
berlangsung longgar berubah menjadi padat sehingga sukar lepas dari saluranfolikel
tersebut.
2. Produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan peningkatan unsur komedogenik
dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi akne.

3. Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya proses inflamasi folikel
dalam sebum dan kekentalan sebum yang penting pada patogenesis penyakit.
4. Peningkatan jumlah flora folikel yang berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta
pembentukan enzim lipolitik pengubah fraksi lipid sebum.
5. Terjadinya respons hospes berupa pembentukan circulating antibodies yang
memperberat akne.
6. Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin serta
ACTH yang mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar sebasea.
7.

Terjadinya stres psikis yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik secara langsung
atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis.
8. Faktor lain : Usia, ras, makanan, cuaca/musim yang secara tidak langsung dapat
memacu peningkatan proses patogenesis tersebut.

Patogenesis acne meliputi empat faktor, yaitu hiperproliferasi epidermis folikular


sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi sebum berlebihan, inflamasi, dan aktivitas
Propionibacterium acnes (P. acnes). Androgen berperan penting pada patogenesis acne
tersebut. Acne mulai terjadi saat adrenarke, yaitu saat kelenjar adrenal aktif menghasilkan
dehidroepiandrosteron sulfat, precursor testosteron.
Penderita acne memiliki kadar androgen serum dan kadar sebum lebih tinggi
dibandingkan dengan orang normal, meskipun kadar androgen serum penderita acne masih
dalam batas normal. Androgen akan meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan
merangsang produksi sebum, selain itu juga merangsang proliferasi keratinosit pada duktus
seboglandularis dan akroinfundibulum. Hiperproliferasi epidermis folikular juga diduga
4

akibat penurunan asam linoleat kulit dan peningkatan aktivitas interleukin alfa. Epitel
folikel rambut bagian atas, yaitu infundibulum, menjadi hiperkeratotik dan kohesi
keratinosit bertambah, sehingga terjadi sumbatan pada muara folikel rambut.
Selanjutnya di dalam folikel rambut tersebut terjadi akumulasi keratin, sebum,
dan bakteri, dan menyebabkan dilatasi folikel rambut bagian atas, membentuk
mikrokomedo. Mikrokomedo yang berisi keratin, sebum, dan bakteri, akan membesar dan
ruptur. Selanjutnya, isi mikrokomedo yang keluar akan menimbulkan respons inflamasi.
Akan tetapi, terdapat bukti bahwa inflamasi dermis telah terjadi mendahului pembentukan
komedo.
Faktor keempat terjadinya acne adalah P.acnes, bakteri positif gram dan anaerob
yang merupakan flora normal kelenjar pilosebasea. Remaja dengan acne memiliki
konsentrasi P.acnes lebih tinggi dibandingkan remaja tanpa acne, tetapi tidak terdapat
korelasi antara jumlah P. acnes dengan berat acne. Peranan P.acnes pada patogenesis acne
adalah memecah trigliserida, salah satu komponen sebum, menjadi asam lemak bebas
sehingga terjadi kolonisasi P. acnes yang memicu infl amasi. Selain itu, antibodi terhadap
antigen dinding sel P. acnes meningkatkan respons inflamasi melalui aktivasi komplemen.
D. Manifestasi Klinis
Acne paling banyak terjadi di wajah, tetapi dapat terjadi pada punggung, dada, dan
bahu. Di badan, acne cenderung terkonsentrasi dekat garis tengah tubuh. Penyakit ini
ditandai oleh lesi yang bervariasi, meskipun satu jenis lesi biasanya lebih mendominasi.
Lesi noninflamasi, yaitu komedo, dapat berupa komedo terbuka (blackhead comedones)
yang terjadi akibat oksidasi melanin, atau komedo tertutup (whitehead comedones). Lesi
inflamasi berupa papul, pustul, hingga nodus dan kista. Scar atau jaringan parut dapat
menjadi komplikasi acne noninflamasi maupun acne inflamasi. Acne dapat disertai rasa
gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetika.

Gradasi yang menunjukkan berat ringannya acne diperlukan untuk pengobatan.


Ada berbagai pola pembagian gradasi acne yang dikemukakan. Menurut wasitaatmadja
(1982) dalam Djuanda (2003) di Bagian Imu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN
Dr. Cipto Mangun Kusumo membuat gradasi sebagai berikut:
1. Ringan, bila beberapa lesi tak beradang pada satu predileksi, sedikit lesi tak beradang
pada beberapa tempat predileksi, sedikit lesi beradang pada satu predileksi.
2. Sedang, bila banyak lesi tak beradang pada satu predileksi, beberapa lesi tak beradang
lebih dari satu predileksi, beberapa lesi beradang pada satu predileksi, sedikit lesi
beradang pada lebih dari satu predileksi.
3. Berat, bila banyak lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi, banyak lebih
beradang pada satu atau lebih predileksi.
Catatan: sedikit <5, beberapa 5-10, banyak >10.
Lesi, tak beradang
Beradang

: komedo putih, komedo hitam, papul.


: pustule, nodus, kista.

Klasifikasi derajat acne berdasarkan jumlah dan tipe lesi


Derajat
Ringan

Komedo
<10

Papul/pustul
<10

Nodul, kista, sinus


-

Inflamasi
-

Jaringan parut
-

Sedang

<20

>10 - 50

Berat

>20-50

>50-100

<5

++

++

Sangat berat

>50

>100

>5

+++

+++

(-)
tidak(-)

tidak
ada, (+)
bisa

ditemukan, (+) ada, (++) cukup banyak, (+++) banyak sekali

E. Diagnosa
Diagnosa acne vulgaris ditegakkan atas dasar anamnesa, manifestasi klinis, dan
pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan menggunakan
komedo ekstraktor (sendok unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa
padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.
Dari anamnesis dapat ditemukan keluhan yang bersifat subjektif, biasanya pasien
mengeluh timbul bintik-bintik merah, rasa gatal dan pedih. Lesi-lesi jerawat yang disertai
peradangan mungkin terasa gatal waktu baru mulai dan terasa sakit bila ditekan. Hal ini
sangat mengganggu dalam hal psikologis karena berkaitan dengan estetika. Pada
pemeriksaan klinis dapat ditemukan lesi yang khas berupa komedo dan bila terjadi
peradangan akan terbentuk ruam berupa papula, pustula, nodul, dan kista di tempat
predileksinya.
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi,
memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa sel radang kronis disekitar folikel
sebacea dengan massa sebum didalam folikel. Pemeriksaan mikrobiologi untuk
pemeriksaan terhadap mikroorganisme misalnya Propionibacterium acne dan juga
dilakukan analisis komposisi asam lemak di kulit, karena pada acne vulgaris kadar asam
lemak bebas (free fatty acid) meningkat.
F. Diagnosa Banding
1. Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh obat misalnya kortikosteroid, INH,
barbiturat, yodida, bromida, difenilhidantoin, trimetadion, ACTH, dan lain-lainya.
Klinis berupa erupsi papul-papul yang timbul diberbagai tempat pada kulit tanpa
7

adanya komedo, timbul mendadak, dan kadang-kadang disertai demam. Dapat terjadi
pada segala usia.
2. Acne venenata dan acne komedonal oleh rangsangan fisis. Umumnya lesi monomorfi,
tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat predileksi di tempat kontak
zat kimia atau rangsangan fisisnya.
3. Rosasea (dulu:akne rosasea). Merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka
dengan gejala eritema, pustul, telangiektasis dan kadang-kadang disertai hipertrofi
kelenjar sebasea di hidung, pipi, dagu, dan dahi. Dapat disertai papul, pustul, dan
nodulus, atau kista. Komedo tidak terdapat, faktor penyebab adalah makanan atau
minuman panas.
4. Dermatitis Perioral yang terjadi terutama pada wanit dengan gejala klinis polimorfi
eritema, papul, dan pustul disekitar mulut yang terasa gatal.
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan Topical
Pengobatan topical yang paling banyak adalah benzoil peroksida, vitamin A asam,
dan antibiotica topical.
a. Tretinoin ( Vitamin A asam)
Tretinoin adalah suatu obat keras yang dapat menyebabkan eritema hebat dengan
pengelupasan kulit, biasanya disertai rasa seperti tersengat atau terbakar, pada
permulaan, penderita dianjurkan untuk memakai obat sekali sehari pada malam hari.
Bila terjadi eritema dan diskuamasi setelah lima hari obat dapat dipakai untuk dua
kali sehari. Efeknya tergantung pada konsentrasi, bahan dasar yang dipakai, jenis
kulit yang diobati, dan umur penderita. Pada umumnya hasil terapi barutampak
setelah 8 minggu pengobatan.
Cara Kerja:

Komedolitik: mencegah sel-sel tanduk melekat satu sama lain dengan


menghambat pembentukan tonofilamen dan mengurangi antara sel-sel keratin.

Mempercepat pergantian sel epitel folikel.

Epitel folikel yang membentuk mikrokomedo menjadi lebih permiabel, sehingga


bahan-bahan toksik dapat lebih mudah keluar dan komedo akan pecah.
8

Sebagai counter-iritan, karena menyebabkan vaskularisasi bertambah dan


membantu resorpsi papula dan nodula yang sukar hilang.

b. Benzoil Piroksida
Zat ini tidak saja membunuh bakteri, melainkan juga menyebabkan deskuamasi
dan juga timbulnya gumpalan di dalam folikel. Pada permulaan pengobatan, pasien
merasa seperti terbakar. Gejala ini akan berkurang dalam beberapa minggu. Sebaiknya
dimulai dari dosis rendah dahulu, kemudian lambat laun diganti dengan dosis tinggi.
Cara Kerja:

Antibakteri yang kuat

Komedolitik: mencegah sel-sel tanduk melekat satu sama lain dengan


menghambat pembentukan tonofilamen dan mengurangi antara sel-sel keratin.

Sebagai counter-iritan, karena menyebabkan vaskularisasi bertambah dan


membantu resorpsi papula dan nodula yang sukar hilang.

c. Antibiotik Topical
Pemakaian bahan antimikroba dapat dibenarkan, bila mengurangi populasi C.
Acnes atau hasil metabolismenya seperti lipase atau porfirin. Tetapi tak satu pun bahanbahan yang memiliki efek seperti ini terdapat dalam bentuk krem, larutan, jel dan sabun.
Antibiotik yang sering dipakai:

Clindamisin 1 %: relatif stabil, kecuali pada beberapa kasus terjadi colitis


pseudomembranosa.

Eritromisin 2 % : tidak mengadakan iritasi dan dapat menyebabkan suatu dermatitis


kontak.

Tetrasiklin 0,5 % -5 % : sekarang jarang dipakai karena menyebabkan kulit


berwarna kuning.

2. Pengobatan Oral
a. Antibiotika Oral
Karena obat-obat ini digunakan dalam jangka waktu yang lama, toksisitasnya
harus rendah. Dalam hal ini, tetrasiklin merupakan antibiotika primer, sebab sudah
diketahui aktivitas dan toksisitasnya. Nampaknya eritromisin juga mempunyai efek

terapi yang sama dan cukup aman. Antibiotika tak pernah dipakai sendiri, tetapi
bersama-sama dengan obat yang mengadakan pengelupasan kulit.

Tetrasiklin

Eritromisin

Klindamisin dan Linkomisin

b. Hormon

Kortikosteroid
Kortikosteroid intra lesi berguna untuk lesi nodulokistik dan sinus pada akne
konglobata. Cepat mengurangi peradangan dan mencegah timbulnya
sikatrik. Dipakai larutan dengan konsentrasi 2,5 mg /ml dan menyuntikkan
dapat diulangi tiap 1 sampai 2 minggu.
Estrogen dan pil Antihamil
Antiandrogen

c. Vitamin A
Bila diberikan peroral bersama-sama dengan antibiotika oral dan topical, vitamin A
asam sangat efektif untuk akne bentuk nodul dan kistik yang hebat. Diduga
mempengaruhi produksi atau metabolisme androgen.
Dosis: 50.000-10.000 iu/hari.
Pemahaman mengenai patogenesis acnedengan keempat faktor yang berperan
akan mempermudah prinsip penanganan acne, yaitu memperbaiki keratinisasi folikel,
menurunkan aktivitas kelenjar sebasea, menurunkan populasi bakteri P. acnes, dan
menekan inflamasi. Kongres European Academy of Dermatology and Venerology ke-9 di
Jenewa tahun 2002 mengeluarkan konsensus tentang pengobatan acne.
10

Derajat 1 (ringan)
Retinoid topikal
Benzoil peroksida atau
antibiotik topikal

Derajat II-III (sedang)


Retinoid topikal
Benzoil peroksida atau
antibiotik topikal

Derajat IV (berat)
sotretinoin
atau retinoid topikal,
antibiotik oral, terapi
hormon

Maintenance
Retinoid topikal
Benzoil peroksida atau
antibiotik topikal

Antibiotik oral
Terapi hormon

E. Pencegahan
11

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari jerawat


adalah sebagai
berikut:
a) Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipis sebum dengan cara
diet rendah lemak dan karbohidrat serta melakukan perawatan kulit
untuk membersihkan permukaan kulit dari kotoran.
b) Menghindari terjadinya faktor pemicu, misalnya : hidup teratur dan
sehat, cukup berolahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres;
penggunaan kosmetika secukupnya; menjauhi terpacunya kelenjar
minyak, misalnya minuman keras, pedas, rokok, dan sebagainya.
c) Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai
penyebab penyakit, pencegahan dan cara maupun lama
pengobatannya serta prognosisnya. Hal ini penting terhadap usaha
penatalaksanaan yang dilakukan yang membuatnya putus asa atau
kecewa
F. Prognosis
Umumnya prognosis penyakit baik, tetapi sebagian penderita sering residif. Akne
vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai usia 30-40 an. Jarang terjadi akne vulgaris
yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu rawat inap di
rumah sakit. Namun ada yang sukar diobati, mungkin ada faktor genetika.

12

DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, P., dan Sukardi, E., 1988, Kapita Selekta Dermato-Venerologi, Akne Vulgaris,
EGC, Jakarta, Hal : 132-135.
Djuanda A, dkk. Akne Vulgaris. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal : 254-259.
Graham Robin, Brown. Akne Vulgaris. Dalam : Lecture Notes On Dermatologi Edisi
Kedelapan. 2005. Jakarta : Erlangga. Hal : 55-63.

Harahap M. Akne Vulgaris. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates. 2000. Hal : 3545.
Siregar , R. S., Akne Vulgaris, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Ed. Carolin wijaya &
Peter Anugrerah, Cetakan III, EGC, Jakarta, Hal : 209 214.
Wasitaatmadja, S., 2002, Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofema, Ilmu Penyakit kulit
Dan Kelamin, Ed. Adhi Djuanda, Edisi ke-3, Cetak ulang 2002 dengan perbaikan, FKUI,
Hal :235-241.

13

14

Anda mungkin juga menyukai