Buku Ajar Rekayasa Pondasi
Buku Ajar Rekayasa Pondasi
REKAYASA PONDASI
DIGUNAKAN UNTUK
MAHASISWA JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MALANG
Moch. Sholeh
132 309 008
BAB VI
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan umum :
Mahasiswa diharapkan mengetahui secara umum
lapangan, definisi jenis dan pemilihan tipe pondasi
tentang
investigasi
Tujuan Khusus :
Mahasiswa diharapkan dapat memahami fungsi investigasi lapangan, fungsi
pondasi, mengerti jenis pondasi dan dapat memilih tipe pondasi sesuai dengan
persyaratan yang berlaku.
1.1. PENDAHULUAN
Penyelidikan tanah diperlukan untuk menentukan stratifikasi (pelapisan)
tanah dan karakteristik teknis tanah, sehingga perancangan dan konstruksi
pondasi dapat dilaksanakan dengan ekonomis. Biasanya informasi dari hasil
penyelidikan tanah tidak hanya digunakan untuk perancangan pondasi saja,
melainkan untuk evaluasi dan rekomendasi pekerjaan yang lain, seperti
kestabilan galian dan cara dewatering. Dengan demikian pihak kontraktor juga
dapat menyiapkan peralatan yang sesuai dengan kondisi tanah dan dapat
memperkirakan biaya secara lebih terinci. Informasi mengenai pondasi dari
bangunan sekitar lokasi proyek, jalan, bangunan eksisting disekitarnya, fasilitas
tertanam (underground facilities), dan lain-lain perlu diperoleh sebelum proses
perancangan.
Karakteristik tanah pada suatu lokasi umumnya amat variabel dan dapat
berbeda drastis dalam jarak beberapa meter. Oleh sebab itu penyelidikan tanah
harus dapat mencakup informasi kondisi tanah sedekat mungkin dengan
kenyataan untuk mengurangi resiko akibat variasi tersebut, dan jumlahnya cukup
untuk dapat merancang pondasi yang mendekati kenyataan. Perencanaan
pengujian tanah menjadi bagian dari explorasi tanah dan perancangan pondasi.
tanah
dan
studi
pondasi
dapat
mengikuti
Jarak antara titik bor untuk pekerjaan pondasi tiang pada abutment jembatan
umumnya dikonsentrasikan pada lokasi abutment. Untuk bangunan gedung
bertingkat, pada umumnya sebuah titik bor mewakili hingga radius 20.0 - 30.0
m. Tiga buah titik bor untuk sebuah tower disepakati sebagai jumlah minimum
di DKI Jakarta. Untuk pekerjaan jalan, jarak pemboran berkisar 50 m 200 m.
Sowers (1979) memberikan anjuran untuk penentuan jarak antara titik bor
(Tabel 1.1) yang dapat dipakai sebagai acuan.
Tabel 1.1. Pedoman Penentuan Jarak Titik Bor
Jenis Struktur
Gedung Tinggi
15 - 45
Bangunan
Industri
30 - 90
2. Kedalaman Pemboran
Pemboran harus dilakukan hingga kedalaman dimana lapisan tanah keras
(umumnya diasumsikan nilai NSPT > 50) dicapai beberapa meter
(sekurangnya 3 kali pembacaan nilai NSPT)
Bila dibawah lapisan keras masih terdapat tanah kompresibel, maka
pemboran diteruskan kecuali jika lapisan tersebut tidak akan mengakibatkan
penurunan yang berlebihan.
Bila terdapat rencana penggalian, maka kedalaman pemboran di lokasi
tersebut sekurangnya 1.5 2.0 kali kedalaman galian. Batas atas dilakukan
bila kondisi tanah lembek. Hal ini adalah untuk memungkinkan analisis
kestabilan lereng galian dan mengevaluasi kemungkinan penyembulan
(heaving). Bila didapati lapisan aquifer, maka pemboran mungkin dapat lebih
dalam lagi. Bila kaki pondasi tiang diharapkan masuk kedalam batuan, maka
pemboran dilakukan sekurangnya 3.0 m kedalam lapis batuan tersebut.
Untuk struktur yang berat seperti bangunan tinggi, satu titik bor perlu
dilakukan hingga mencapai batuan dasar bila kondisi memungkinkan. Tabel
1.2. adalah kedalaman minimum pemboran yang perlu dilakukan menurut
Sowers (1979)
Tabel 1. 2. Kedalaman Minimum Pemboran
Jenis Struktur
Kedalaman Titik
Bor (m)
Sempit dan
Ringan
3.S0.7
6.S0.7
1. Bor Tangan
Bor tangan digunakan untuk pengambilan sampel
pada kedalaman maksimum 6.0 m. Alat yang
digunakan berupa suatu auger yang diputar
secara manual. Pada umumnya bor tangan
digunakan untuk kedalaman 5.0 6.0 m saja dan
hanya untuk mendeteksi tanah dekat permukaan.
Bila pemboran dilakukan dengan dibantu oleh
mesin kecil maka kedalaman dapat mencapai 10.0
m.
2. Bor Mesin
Bor Basah (Wash Boring)
Pemboran basah dilakukan dengan cara kombinasi pemotongan dan jetting air
kedalam tanah. Hasil pemotongan tanah diangkat ke atas dengan aliran air
bertekanan melalui casing. Cara ini tidak dapat digunakan untuk mengambil
sampel dan fungsi utamanya adalah hanya untuk pemboran. Untuk
pengambilan sampel, alat pemotong (chopping bit) dinaikkan ke atas dan
diganti dengan tabung contoh tanah. Jenis tanah diidentifikasi secara visual
dari material yang terbawa oleh air pencuci.
Pemboran basah dapat dilakukan dengan atau tanpa casing. Casing
digunakan bila dijumpai tanah pasiran karena umumnya runtuh ke dalam
lubang bor tanpa adanya casing.
Pemboran Perkusi (Percussion Drilling)
Pemboran dapat dilakukan dengan cara memukul-mukul alat bor kedalam
lubang dengan diameter 600 mm. Tanah yang terpotong bercampur dengan
air menjadi bubur (slurry). Bubur ini secara berangsur angsur dikeluarkan
dengan bailer atau pompa lumpur. Jenis tanah diidentifikasi dari lumpur yang
diangkat keluar. Kejelekan dari cara ini adalah karena tanah mengalami
gangguan yang besar sehingga sampel yang diambil memiliki kualitas rendah.
Bor Kering (Rotary Drilling/Dry Coring)
Metoda pemboran dengan cara kering (rotary drilling atau dry coring)
dilakukan tanpa air, dengan menggunakan rotasi pada mata bor (drillbit)
bersamaan dengan penekanan untuk membuat lubang bor. Pelaksanaan
pemboran dengan cara ini memerlukan waktu yang lebih lama daripada
menggunakan metode bor basah. Bor kering memiliki keuntungan karena
dengan metoda ini contoh tanah dapat disimpan pada corebox dan
diidentifikasi secara visual. Disamping itu cara ini umumnya dapat digunakan
pada jenis tanah apapun dan dapat untuk membor batuan.
(a)
(c)
(b)
Do Di
Di2
100%
dimana:
Do = diameter luar tabung
Di = diameter dalam tabung.
Tabung contoh tanah (open tube sampel) tipikal/standar diperlihatkan
dalam Gambar 1.3.(a). Tabung ini mempunyai diameter 100 mm dan panjangnya
450 mm. Jenis tabung ini mampu mengambil tanah lempung dengan kuat geser
kurang dari 0.5 kg/cm2. Contoh tanah yang telah terambil dijaga kadar airnya
dengan menutup tabung dengan parafin atau lilin.
Bila tanah amat lembek, maka tabung ini tidak akan membantu banyak
karena gangguan sampel amat besar. Untuk jenis tanah ini harus digunakan
piston sampel. Ukuran diameter piston sampel dari 54-250 mm. 1.3.(b)
memberikan ilustrasi fixed piston sampler.
(a)
(b)
Gambar 1.3 (a) Tabung Contoh Tanah (U100) (b) Fixed Piston Sampel
(b)
10
(a)
Gambar 1.4 (a) Alat UJi Geser Langsung (Direct Shear) (b) Hasil Uji Geser
Langsung
3. Uji Kuat Tekan Tak Terkekang (Unconfined Compression Test)
Merupakan cara uji yang sederhana untuk tanah kohesif. Contoh tanah silinder
ditekan dengan kecepatan konstan hingga runtuh. Cara ini umumnya
memberikan harga kohesi yang lebih rendah karena peniadaan tegangan keliling
(Gambar 1.5). Dari hasil uji ini diperoleh kuat tekan tak terkekang (qu), kohesi (cu)
dan modulus tanah. Umumnya dalam uji ini juga dilakukan uji tekan pada tanah
yang teremas sehingga kuat geser tanah teremas (remolded). Rasio dari kuat
geser tanah dalam kondisi asli dan kuat geser tanah dalam kondisi teremas
disebut sensitivitas (St)
St =
qu
qu ,r
Perancang harus dapat memutuskan jenis uji sesuai kebutuhan untuk analisis.
Gambar. 1.6. Uji Triaxial UU. CU dan CD (a). Konfigurasi Alat (b). Hasil uji UU dan
CU
12
5. Uji Konsolidasi
Uji konsolidasi terutama dilakukan untuk menentukan sifat kemampatan tanah
dan karakteristik konsolidasi yang dipengaruhi oleh sifat permeabilitas.
Gambar 1. 7. Uji Konsolidasi (Oedometer) (a) Alat uji (b) Hasil Uji dan Interpretasi
13
14
masih sama yaitu bahwa alat ini akan terus dipakai untuk penyelidikan tanah
rutin karena relatif masih ekonomis dan dapat diandalkan.
Alat dan Prosedur Uji
Alat uji berupa sebuah tabung yang dapat dibelah (split tube, split spoon) yang
mempunyai driving shoe agar tidak mudah rusak pada saat penetrasi. Pada
bagian atas dilengkapi dengan coupling supaya dapat disambung dengan batang
bor (drill rod) ke permukaan tanah. Sebuah sisipan pengambil contoh (sampel
insert) dapat dipasang pada bagian bawah bila tanah yang harus diambil
contohnya berupa pasir lepas atau lumpur. Gambar 1.10. menunjukkan split
spoon sampel dan sampel insert.
Prosedur Uji mengikuti urutan sebagai berikut :
1. Mempersiapkan lubang bor hingga kedalaman uji.
2. Memasukkan alat split barrel sampel secara tegak.
3. Menumbuk dengan hammer dan mencatat jumlah tumbukan setiap 15 cm.
Hammer dijatuhkan bebas pada ketinggian 760 mm.
4. Nilai tumbukan dicatat 3 kali (N0, N1, N2) dimana harga N = N1 + N2. Split
spoon sampler diangkat ke atas dan kemudian dibuka. Sampel yang
diperoleh dengan cara ini umumnya sangat terganggu.
5. Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik untuk diuji di
laboratorium. Pada plastik tersebut harus diberikan catatan nama proyek,
kedalaman, dan nilai N.
Jenisjenis hammer yang digunakan bisa bermacammacam (Gambar 1.11),
namun demikian semua mem-punyai berat yang sama yaitu 63.5 kg (140 lb).
Secara konvensional, uji SPT dilakukan dengan interval kedalaman 1.5 m 3.0 m
dan sampel tanah yang diperoleh dari tabung SPT digunakan untuk klasifikasi.
Penting untuk ditegaskan disini bahwa identifikasi dari jenis tanah pada SPT
harus dilakukan karena interpretasi dari data SPT hanya dapat dilakukan dengan
baik bila dikaitkan dengan kondisi tanah tersebut.
16
Gambar 1.10. Cara Konvensional Uji SPT dan Sampel SPT Menurut ASTM D1586
(Sumber: Kovacs, 1981)
17
T = torsi (kg.cm)
19
5. Uji Dilatometer
Uji dilatometer (Marchetti 1980, Schmertmann, 1988) merupakan uji sederhana
untuk mengukur modulus tanah. Alat ini berupa suatu blade dengan lebar 95 mm
dan tebal 15 mm. Ditengahnya terdapat suatu plat lingkaran yang dapat
bergerak keluar jika dikembangkan.
Prosedur pengujian dilatometer mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Dilatometer dimasukkan kedalam lubang galian, lakukan pembacaan
setelah dikoreksi (p1).
2. Membran dikembangkan dan tekanan dibaca saat mencapai 1.1. mm (p2).
3. Tekanan diturunkan dan saat membran kembali keposisi semula, kembali
dibaca (p3).
4. Dilatometer diturunkan ke titik berikutnya dan langkah 1 s/d 3 diulang
kembali.
Setiap pengujian hanya membutuhkan waktu 1-2 menit. Keuntungan utama dari
dilatometer adalah bahwa alat ini dapat memperkirakan tekanan at rest di
lapangan. Disamping itu kemampatan tanah dapat diperoleh (modulus
subgrade).
Dari data diatas dapat diperoleh beberapa parameter dilatometer sebagai
berikut :
1. Modulus dilatometer, Ed
Ed =34.7(p2p1)
2. Indeks Tegangan Lateral, Kd
3. Indeks Material, ID
ID =
Kd =
p2 p1
p2 u
p1 u
po '
20
21
BAB II
DAYA DUKUNG TANAH
Tujuan umum :
Mahasiswa diharapkan mengetahui secara umum tentang definisi, jenis,
pemilihan tipe pondasi, menentukan kedalaman dan dimensi pondasi
Tujuan Khusus :
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat menghitung dengan tepat
tentang pondasi telapak sesuai dengan kondisi tanah yang ada dan rumus
yang sesuai secara tepat dan benar.
2.1. PENDAHULUAN
Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian bawah struktur
(substructure) yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas struktur
(superstructure) ke lapisan tanah di bawahnya dengan tidak meng-akibatkan :
Keruntuhan geser tanah
Penurunan tanah saat penurunan pondasi yang berlebihan
Secara umum pondasi dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Pondasi dangkal (shallow footing) Peck (1953) : Df/B 1
Contohnya :
Pondasi telapak (square footing)
Pondasi menerus (continues footing)
Pondasi lingkaran (circle footing)
Pondasi rakit (raft footing)
b. Pondasi dalam (depth footing) Peck (1953) : Df/B > 4
Contohnya:
Pondasi sumuran
Pondasi tiang pancang
Pondasi kaison
Pondasi dangkal digunakan apabila lapisan tanah keras yang mampu
mendukung beban bangunan di atasnya, terletak dekat dengan permukaan
sedangkan pondasi dalam dipakai pada kondisi yang sebaliknya.
Selain itu masih banyak lagi jenis-jenis konstruksi yang erat hubungannya
dengan rekayasa pondasi, seperti :
Dinding penahan tanah atau turap, Seperti :
dinding kantilever
turap kaku
turap kayu, turap baja, turap beton dll
turap lentur
Bendung elak sementara, seperti :
penurapan pada pembuatan pilar jembatan di dasar sungai
22
2.2. PENGERTIAN
Tekanan overburden [p] (total overburden pressure) adalah intensitas
tekanan total yang terdiri dari berat material di atas dasar pondasi sebelum
pondasi dibangun (berat tanah dan air) , [rumus umum : p = Df. ].
Tekanan pondasi total [q] (total foundation pressure) adalah intensitas
tekanan total yang terdiri dari berat material di atas dasar pondasi sesudah
struktur selesai dibangun dengan pembebanan penuh (berat pondasi, struktur
atas, tanah urug dan air).
Tekanan pondasi netto [qn] (net foundation pressure) adalah tekanan
pondasi total (q) dikurangi beban hidup dan mati yang berlaku, [rumus umum :
qn = q Df. ].
Daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah untuk
menahan suatu beban yang bekerja padanya yang biasanya disalurkan melalui
pondasi.
Daya dukung batas [qu] (ultimit bearing capacity) adalah tekanan
maksimum yang dapat diterima oleh tanah akibat beban yang bekerja tanpa
menimbulkan kelongsoran geser pada tanah pendukung tepat di bawah dan
sekeliling pondasi.
Daya dukung batas netto [qun] (net ultimit bearing capacity) adalah daya
dukung batas [qu] dikurangi tekanan overburden [p], [rumus umum : qun = qu
Df. ].
Daya dukung ijin [qall = qs] (allowable bearing capacity) atau (safe bearing
capacity) adalah tekanan maksimum yang dapat diterima oleh tanah sehingga
persyaratan keamanan (FS) terhadap daya dukung dan penurunan terpenuhi.
[rumus umum :
q all = q s =
q u q un
=
+ D f .
FS FS
FS=
qu
q all
FS =
q un q u D f .
=
qn
q D f .
24
25
Gambar 2.1.d. Hubungan Df/B dan Dr pada model keruntuhan tanah pasir
Sedangkan Coduto (1994) untuk pondasi pada pasir berpendapat :
: terjadi pada pasir padat (Dr > 67%)
26
2. Keruntuhan geser setempat : terjadi pada pasir kepadatan sedang (30% <
Dr <67%)
3. Keruntuhan geser penetrasi : terjadi pada pasir sangat longgar (Dr < 30%)
27
28
Zona I
Pondasi akan tertekan ke bawah dan menghasilkan suatu keseimbangan
plastis dalam bentuk zona segitiga di bawah pondasi dengan sudut ACD = CAD
= = 45o + /2. Gerakan bagian tanah ACD ke bawah mendorong tanah
disampingnya ke samping.
Zona II
Bagian ADF dan CDE disebut radial shear zone (daerah geser radial) dengan
curve DE dan DF yang bekerja pada busur spiral logaritma dengan pusat ujung
pondasi.
Zona III
Bagian AFH dan CEG dinamakan zona pasif Rankine dimana bidang
tegangannya merupakan bidang longsor yang mengakibatkan bidang geser di
atas bidang horisontal tidak ada dan digantikan dengan beban sebesar q = .
Df
2.2 Kapasitas Daya Dukung Menurut Terzaghi
a. Terzaghi (1943), memberikan beberapa rumus sesuai dengan bentuk geometri
pondasi tersebut. Rumus-rumus yang dimaksud antara lain:
Untuk tanah dengan keruntuhan geser umum (general shear failure)
1. Kapasitas daya dukung pondasi menerus dengan lebar B
qu = c.Nc + .Df.Nq + . .B.N
(2.2)
2. Kapasitas daya dukung pondasi lingkaran dengan jari-jari R
qu = 1,3.c.Nc + .Df.Nq + 0,6. .R.N
(2.3)
3. Kapasitas daya dukung pondasi bujur sangkar dengan sisi B
qu = 1,3.c.Nc + .Df.Nq + 0,4. .B.N
(2.4)
4. Kapasitas daya dukung pondasi segi empat (B x L)
qu = c.Nc.(1 + 0,3 B/L) + .Df.Nq + . .B.N (1 0,2.B/L)
(2.5)
dengan:
qu = daya dukung maksimum B = lebar pondasi (diameter untuk
lingkaran )
c = kohesi tanah
L = panjang pondasi
= berat isi tanah
Df = kedalaman pondasi
.Df = p0 = tekanan overburden (tekanan vertikal pada dasar pondasi)
= bila terdapat beban merata (q0) maka menjadi ( .Df + q0) = (p0 +
q0)
Nc; Nq; N adalah faktor daya dukung yang besarnya dapat ditentukan dengan
memakai tabel 2.1 , Grafik 2.3 atau dengan memakai rumus-rumus sebagai
berikut :
(2.6)
e 2(3(3/2)tan
N c = cot
2cos2 +
4 2
29
(2.7)
Nq =
e 2(3(3/2)tan
2cos2 45 +
2
(2.8)
N =
1 K py
1.tan
2
2 cos
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Nc
Nq
5,70
6,00
6,30
6,62
6,97
7,34
7,73
8,15
8,60
9,09
9,61
10,16
10,76
11,41
12,11
12,86
13,68
14,60
15,12
16,56
17,69
18,92
20,27
21,75
23,36
25,13
1,00
1,1
1,22
1,35
1,49
1,64
1,81
2,00
2,21
2,44
2,69
2,98
3,29
3,63
4,02
4,45
4,92
5,45
6,04
6,70
7,44
8,26
9,19
10,23
11,40
12,72
0,00
0,01
0,04
0,06
0,10
0,14
0,20
0,27
0,35
0,44
0,56
0,69
0,85
1,04
1,26
1,52
1,82
2,18
2,59
3,07
3,64
4,31
5,09
6,00
7,08
8,34
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
kondisi
Nc
Nq
27,09
29,24
31,61
34,24
37,16
40,41
44,04
48,09
52,64
57,75
63,53
70,01
77,50
85,97
95,66
106,81
119,67
134,58
151,95
172,28
196,22
224,55
258,28
298,71
347,50
14,21
15,90
17,81
19,98
22,46
25,28
28,52
32,23
36,50
41,44
47,16
53,80
61,55
70,61
81,27
93,85
108,75
126,50
147,74
173,28
204,19
241,80
287,85
344,63
415,14
9,84
11,60
13,70
16,18
19,13
22,65
26,87
31,94
38,04
45,41
54,36
65,27
78,61
95,03
115,31
140,51
171,99
211,56
261,60
325,34
407,11
512,84
650,67
831,99
1072,80
*From Kumbhojkar(1933)
(2.9)
(2.10)
(2.11)
30
(2.12)
dengan:
qu = daya dukung maksimum B = lebar pondasi (diameter untuk
lingkaran )
c = kohesi tanah
L = panjang pondasi
= berat isi tanah
Df = kedalaman pondasi
.Df = p0 = tekanan overburden (tekanan vertikal pada dasar pondasi)
= bila terdapat beban merata (q0) maka menjadi ( .Df + q0) = (p0 +
q0)
Tabel 2.2 Faktor-faktor daya dukung Terzaghi modifikasi untuk
kondisi keruntuhan geser setempat (locall shear failure)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Nc
Nq
5,70
5,90
6,10
6,30
6,51
6,74
6,97
7,22
7,47
7,74
8,02
8,32
8,63
8,96
9,31
93,67
10,06
10,47
10,90
11,36
11,85
12,37
12,92
13,51
14,14
14,80
1,00
1,07
1,14
1,2
1,30
1,39
1,49
1,59
1,70
1,82
1,94
2,08
2,22
2,38
2,55
2,73
2,92
3,13
3,36
3,61
3,88
4,17
4,48
4,82
5,20
5,60
N
0,00
0,005
0,02
0,04
0,055
0,074
0,10
0,128
0,16
0,20
0,24
0,30
0,35
0,42
0,48
0,57
0,67
0,76
0,88
1,03
1,12
1,35
1,55
1,74
1,97
2.25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
Nc
Nq
15,53
16,30
17,13
18,03
18,99
20,03
21,16
22,39
23,72
25,18
26,77
28,51
30,43
32,53
34,87
37,45
40,33
43,54
47,13
51,17
55,73
60,91
66,80
73,55
81,31
6,05
6,54
7,07
7,66
8,31
9,03
9,82
10,69
11,67
12,75
13,97
15,32
16,85
18,56
20,50
22,70
25,21
28,06
31,34
35,11
39,48
44,54
50,46
57,41
65,60
2,59
2,88
3,29
3,76
4,39
4,83
5,51
6,32
7,22
8,35
9,41
10,90
12,75
14,71
17,22
19,75
22,50
26,25
30,40
36,00
41,70
49,30
59,25
71,45
85,75
*From Kumbhojkar(1933)
31
32
p0 = . Df = tekanan overburden
(1)
(2)
(3)
Gambar 2.4. Pengaruh muka air tanah pada daya dukung Terzaghi
Persamaan Terzaghi :
qu = c.Nc + 1.Df.Nq + . 2.B.N
qu = 1,3.c.Nc + 1.Df.Nq + 0,6. 2.R.N
qu = 1,3.c.Nc + 1.Df.Nq + 0,4. 2.B.N
qu = c.Nc.(1 + 0,3.B/L) + 1.Df.Nq + . 2.B.N .(10,2.B/L)
(1) Muka air tanah (MAT) terletak di atas atau sama dengan dasar pondasi
(Dw Df)
po = .Dw + .(Df Dw)
2 = =
sat
(2) Muka air tanah (MAT) terletak di bawah dasar pondasi (Dw Df ) < B
po = .Df
(4) Muka air tanah (MAT) terletak pada muka tanah (Dw = 0 )
po = '.Df
air
= '
Hitungan daya dukung di atas juga harus mempertimbangkan sifatsifat permeabilitas tanah. Tanah permeabilitas rendah analisa menggunakan
kondisi tak ter-drainasi (undrained) dengan parameter (cu dan u).
Sedangkan untuk tanah permeabilitas tinggi (mudah lolos air) maka analisa
daya dukung menggunakan kondisi terdrainasi (drained) dengan parameter
(c dan ).
34
c. Pondasi pada tanah granuler (tanah pasir atau kerikil) tidak mempunyai kohesi
(c = 0) maka kapasitas daya dukung pondasi dipengaruhi terutama oleh
kerapatan relatif (Dr), kedudukan muka air tanah, tekanan terkekang
(confining pressure) dan ukuran pondasi.
Persamaan daya dukung ultimit Terzaghi (1943) akan menjadi sebagai
berikut :
1. Kapasitas daya dukung pondasi menerus dengan lebar B
qu = .Df.Nq + . .B.N
2. Kapasitas daya dukung pondasi lingkaran dengan jari-jari R
qu = .Df.Nq + 0,6. .R.N
3. Kapasitas daya dukung pondasi bujur sangkar dengan sisi B
qu = .Df.Nq + 0,4. .B.N
4. Kapasitas daya dukung pondasi segi empat (B x L)
qu = .Df.Nq + . .B.N .(10,2.B/L)
(2.13)
(2.14)
(2.15)
(2.16)
dengan:
qu = daya dukung maksimum B = lebar pondasi (diameter untuk
lingkaran )
c = kohesi tanah
L = panjang pondasi
= berat isi tanah
Df = kedalaman pondasi
.Df = p0 = tekanan overburden (tekanan vertikal pada dasar pondasi)
= bila terdapat beban merata (q0) maka menjadi ( .Df + q0) = (p0 +
q0)
Nc = 1 + 0,2 f
B
Nc ( pemukaan)
Nc = 1,50.Nc
(permukaan)
35
(2.19)
36
dengan :
=
=
=
=
faktor bentuk
faktor kedalaman
faktor kemiringan beban
faktor daya dukung (Tabel 2.3), Gambar 2.6 atau dengan
menggunakan rumus (2.202.22)
(2.20)
Nq = tan2 45 + e tan
2
(2.21)
N c = (Nq 1).cot
(2.22)
N = 2.(Nq + 1).tan
Tabel 2.3 Faktor daya dukung Meyerhof (1963)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Nc
Nq
5,14
5,38
5,63
5,90
6,19
6,49
6,81
7,16
7,53
7,92
8,35
8,80
9,28
9,81
10,37
10,98
11,63
12,34
13,10
13,93
14,63
15,82
16,88
18,05
19,32
20,72
1,00
1,09
1,20
1,31
1,43
1,57
1,72
1,88
2,06
2,25
2,47
2,71
2,97
3,26
3,59
3,94
4,34
4,77
5,26
5,80
6,40
7,07
7,82
8,66
9,60
10,66
N
0,00
0,07
0,15
0,24
0,34
0,45
0,57
0,71
0,86
1,03
1,22
1,44
1,69
1,97
2,29
2,65
3,06
3,53
4,07
4,68
5,39
6,20
7,13
8,20
9,44
10,88
Nq/
Nc
0,20
0,20
0,21
0,22
0,23
0,24
0,25
0,26
0,27
0,28
0,30
0,31
0,32
0,33
0,35
0,36
0,37
0,39
0,40
0,42
0,43
0,45
0,46
0,48
0,50
0,51
tan
0,00
0,02
0,03
0,05
0,07
0,09
0,11
0,12
0,14
0,16
0,18
0,19
0,21
0,23
0,25
0,27
0,29
0,31
0,32
0,34
0,36
0,38
0,40
0,42
0,45
0,47
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
Nc
Nq
22,25
23,94
25,80
27,86
30,14
32,67
35,49
38,64
42,16
46,12
50,59
55,63
61,35
67,87
75,31
83,86
93,71
105,11
118,37
133,88
152,10
173,64
199,26
229,93
266,89
11,85
13,20
14,72
16,44
18,40
20,63
23,18
26,09
29,44
33,30
37,75
42,92
48,93
55,96
64,20
73,90
85,38
99,02
115,31
134,88
158,51
187,21
222,31
265,51
319,07
N
12,54
14,47
16,72
19,34
22,40
25,99
30,22
35,19
41,06
48,03
56,31
66,19
78,03
92,25
109,41
130,22
155,55
186,54
224,64
271,76
330,35
403,67
496,01
613,16
762,89
Nq/
Nc
0,53
0,55
0,57
0,59
0,61
0,63
0,65
0,68
0,70
0,72
0,75
0,77
0,80
0,82
0,85
0,88
0,91
0,94
0,97
1,01
1,04
1,08
1,12
1,15
1,20
tan
0,49
0,51
0,53
0,55
0,58
0,60
0,62
0,65
0,67
0,70
0,73
0,75
0,78
0,81
0,84
0,87
0,90
0,93
0,97
1,00
1,04
1,07
1,11
1,15
1,19
37
38
Rumus
Bentuk a
Fcs = 1 +
Fqs = 1 +
Sumber
De Beer(1970)
B Nq
L Nc
B
L
tan
Fs = 1 0,4
B
L
Hansen (1970)
Fcd = 1 + 0,4 f
B
F = 1 + 2 tan ( 1 sin )
qd
2 Df
F =1
d
1 D f
B
D
2 1
Fqd = 1 + 2 tan ( 1 sin ) tan f
B
Fd = 1
Kemiringan
Fci = F
qi
= 1
90
Fi = 1
a
b
Mayerhof (1963);
Hanna and
Mayerhof (1981)
39
Df
40
41
Tabel 2.5
referensi
Faktor
Bentuk
Rumus
Sumber
Untuk = 0
Mayerhof
(1963)
B
Fcs = 1 + 0, 2
L
Fqs = 1
Fs = 1
Untuk 10
B 2
Fcs = 1 + 0,2 tan 45 +
L
2
B 2
Fqs = F = 1 + 0,1. tan 45 +
s
2
L
Kedalaman
Untuk = 0
Mayerhof
(1963)
Fcd = 1 + 0,2 f
B
Fqd = Fd = 1
Untuk 10
D
F = F = 1 + 0,1 f
B
qd
d
Kemiringa
n
Fci = Fqi
tan 45 +
2
Hansen
(1970)
(1 Fqi )
(N q 1)
Fqi = 1
Fi = 1
0,5(Q u ) sin
0,7 (Q u ) sin
* L = panjang pondasi ( B )
42
43
2.5
Pembebanan yang tidak sentris pada pondasi bisa terjadi apabila beban
vertikal yang bekerja mempunyai eksentrisitas terhadap titik pusat pondasi atau
jika pondasi menerima momen selain beban vertikal.
Akibat adanya beban eksentrisitas ini akan menimbulkan pengurangan
(reduksi) daya dukung tanah. Menurut Meyerhof (1953), reduksi daya dukung
merupakan fungsi dari eksentrisitas beban. Pada tanah-tanah granuler reduksi
daya dukung lebih besar daripada tanah kohesif (Gambar 2.7).
(2.24)
44
B = B 2.ex
; L = L
(2.25)
; B = B
(2.26)
Gambar 2.8. Pengaruh eksentrisitas beban pada daya dukung pondasi segi empat
dengan beban vertikal (Meyerhof, 1953)
Gambar 2.9. Detail pengaruh eksentrisitas beban satu arah pada pondasi segi empat
45
Q
6.M
+ 2
B.L B .L
(2.28)
q min =
Q
6.M
2
B.L B .L
Tahapan menghitung beban batas dan faktor keamanan adalah sebagai berikut :
1. Dari gambar 2.9b menunjukkan system pembebanan yang sama dengan gambar 2.9a,
maka jarak e adalah :
(2.29)
M
e=
Q
Memasukkan rumus 2.29 dalam rumus 2.27 dan 2.28, maka :
(2.30)
q max =
Q 6.e
1 +
B.L
B
(2.31)
q m in =
Q 6.e
1
B.L
B
Jika e > B/6, maka qmin adalah negative artinya adalah daerah tarik. Karena tanah
tidak dapat menerima gaya tarik, maka terdapat perubahan perhitungan qmax sebagai
berikut :
(2.32)
q max =
4.Q
3.L.(B 2.e)
(2.33)
dengan :
Fcs ; Fqs ; F
Fcd ; Fqd ; F
3.
s
d
4.
(2.34)
46
(2.35)
FS =
Q ult
Q
(2.36)
ex =
My
Qu
dan e y =
Mx
Qu
Beban total maksimum (Pu = Qu) yang dapat didukung oleh pondasi :
Pu = qu.A = qu.B.L
(2.37)
Luas, panjang dan lebar efektif (A, L dan B) didapat dengan ketentuan :
1. Jika ey/L 1/6 dan ex/B 1/6, maka :
A = .B.L
(2.38)
(2.39)
3.e
B1 = B.1,5 x
B
(2.40)
3.e y
L1 = L.1,5
L
(2.41)
(2.43)
47
Gambar 2.10. Rasio dimensi dan eksentrisitas beban untuk ey/L < dan 0 < ex/B < 1/6
3. Jika ey/L < 1/6 dan 0 < ex/B < , maka :
A = .(B1 + B2).L
L = L
(2.44)
(2.45)
(2.46)
B' =
A'
L
48
Gambar 2.11. Rasio dimensi dan eksentrisitas beban untuk ey/L < 1/6 dan 0 < ex/B <
49
(2.47)
(2.48)
(2.49)
B' =
A'
L
Gambar 2.12. Rasio dimensi dan eksentrisitas beban untuk ey/L 1/6 dan ex/B < 1/6
a. Eksentrisitas dua arah yang disederhanakan (Gambar 2.8.c) :
Jika beban eksentris dua arah (ex dan ey) disederhanakan maka akan didapat :
B = B 2.ex dan L = L 2.ey
(2.50)
Dalam persamaan 2.34 dan 2.37. bila hitungan didasarkan pada tinjauan daya dukung
ultimit neto (qun) maka beban yang dihitung juga merupakan beban ultimit neto (pun).
50
Pada tanah granuler (pasir), faktor-faktor Nq, N adalah fungsi dari sudut
geser () yang tergantung pada kerapatan reatif (Dr). Kerapatan relatif dapat
juga diperoleh dari uji SPT. Peck, Hanson dan Thornburn (1963) mengusulkan
hubungan empiris antara N, Nq, N dan (Gambar 2.13), sehingga daya
dukung ultimit bisa dihitung dengan nilai N.
Terzaghi dan Peck (1948) mengusulkan hubungan antara N dari uji SPT, lebar
pondasi (B) dan daya dukung ijin (qall) yang didasarkan pada penurunan
maksimum 1 (1 inci) dan penurunan tidak seragam ( inci) seperti
Gambar 2.14.
Gambar 2.14. Daya dukung ijin (qall) dari uji SPT untuk penurun 1
(Terzaghi dan Peck, 1948, 1963)
Nilai-nilai pada kurva didasarkan pada anggapan bahwa jarak muka air tanah
lebih besar B dari dasar pondasi. Pada pondasi dangkal, bila pasir pada dasar
pondasi dalam keadaan jenuh air dan kedalaman pondasi lebih kecil dari
dibandingkan lebarnya, Terzaghi menyarankan qall yang diperoleh dari Gambar
2.14 dibagi 2. Untuk muka air tanah kurang dari B dari dasar pondasi, nilai qall
ditentukan dari interpolasi.
Meyerhof (1965), prosedur menentukan qall cara Terzaghi di atas terlalu hatihati, sehingga tidak perlu direduksi nilai qall akibat pengaruh muka air tanah
karena qall sudah direfleksikan dalam hasil uji SPT, selanjutnya nilai qall pada
Gambar 2.14 dapat dinaikkan 50%-nya. Usulan ini sama dengan usulan
DAppolonia, dkk. (1968).
Mayerhof (1956; 1974) mengusulkan persamaan daya dukung ijin dengan nilai
SPT untuk pasir. Nilai N diambil nilai rata-rata dari jarak 0 sampai B di bawah
dasar pondasi untuk penurunan ijin sebesar 1 (2,54 cm) adalah sebagai
berikut :
(2.51)
qall = 12.N [kN/m]
;untuk
lebarB 1,2m
52
(2.52)
B+ 0,3
qall = 8.N.
[kN/m]
;untuk
lebar
B > 1,2m
B+ 0,3
qall = 12,5.N.
;untuk
lebar
B> 1,2m
Kd [kN/m]
B
(2.53)
(2.54)
dengan :
qall = kapasitas daya dukung ijin untuk penurunan 1 (kN/m)
Kd = (1 + 0,33.Df/B) ; faktor kedalaman pondasi, nilai maksimum 1,33
Bowles (1968) menyarankan nilai N diambil dari nilai rata-rata statistis dari
zona .B di atas dasar pondasi sampai paling sedikit 2.B di bawah dasar
pondasi.
Nilai N yang diperoleh dari uji SPT di lapangan sebelum digunakan dalam
hitungan perlu dikoreksi terlebih dahulu.
Bowles (1968) jika tanah mengandung pasir halus atau pasir berlanau nilai N :
N = 15 + .(N 15)
(2.55)
dengan :
N = nilai N tercatat dari uji di SPT di lapangan
Beberapa analisis mengoreksi jumlah N-SPT dengan tekanan overburden
efektif (po). Koreksi N akibat pengaruh tekanan overburden efektif adalah
sebagai berikut :
N = CN . N
(2.56)
dengan :
N = nilai N tercatat dari uji di SPT di lapangan
CN = faktor koreksi overburden
Gibbs dan Holtz (1957), mengkoreksi tekanan overburden :
(2.57)
CN =
5
1,422.p
0'+1
dengan :
p0
=
tekanan overburden efektif (kg/cm) pada
kedalaman yang diuji, maksimal 2,81 kg/cm. (1 kg/cm = 98,1
kN/m)
Bazaraa (1967), mengkoreksi tekanan overburden :
53
(2.58)
CN =
4
p0'< 1,5k/ft
1+ 2.p0'
(2.59)
CN =
4
p0'> 1,5k/ft
3,25+ .p0'
dengan :
p0 = tekanan overburden efektif (ksf) [1 k/ft = 47,94 kN/m]
Peck, Hanson dan Thornburn (1974), mengusulkan tekanan overburden :
(2.60)
20
CN = 0,77.log
p0'
dengan :
p0
=
tekanan overburden efektif (ton/ft) [1 ton/ft = 1
kg/cm]
Persamaan ini tidak valid, jika p0 < 0,25 ton/ft
54
2
untuk
pasirhalus
(normally consolidated )
p0'
1+
pr
(2.62)
CN =
3
untuk
pasirkasar(normally consolidated )
p0'
2+
pr
(2.63)
CN =
1,7
untuk
pasir(overconsolidated )
p'
0,7+ 0
pr
dengan :
p0
pr
=
=
(2.64)
qall=
qc
30
; jikaB 1,2m
(2.65)
qall =
qc B+ 0,3
50 B
;jikaB 1,2m
dengan :
qall
= daya dukung tanah yang diijinkan untuk penurunan 1 (2,54
cm) [kg/cm]
qc
= pembacaan tahanan ujung dari alat kerucut statis (sondir)
[kg/cm]
55
Tahanan konus (qc) diambil nilai rata pada kedalaman 0 sampai B dari dasar
pondasi.
Bowles (1968), seperti mengacu pada persamaan (2,54), maka :
(2.66)
qall=
qc
Kd [kg/cm] ; jikaB 1,2m
20
(2.67)
2
qall =
qc B+ 0,3
.
;untuk
lebarB> 1,2m
Kd [kg/cm]
33 B
dengan :
qall
= kapasitas daya dukung ijin untuk penurunan 1 (kN/m)
Kd = (1 + 0,33.Df/B) ; faktor kedalaman pondasi, nilai maksimum
1,33
56
Gambar 2.15. Variasi rasio qc/N dengan diameter butiran rata-rata (D50)
(Robertson dan Campanella 1983)
21 ,, 21== 0,
0, ccu(2)
u(1)
57
Button, Ready dan Srinivasan telah mempelajari tentang daya dukung batas
tanah untuk pondasi dangkal yang berada di atas tanah lempung yang
berlapis. Mekanisme dasar keruntuhan untuk pondasi lajur adalah seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.16. Nilai Cu(1) dan Cu(2) adalah kohesi dari tanah
dalam keadaan undrained untuk lapisan I dan lapisan II. Bidang permukaan
antara lapisan I dan II terletak pada kedalaman d di bawah dasar pondasi.
Permukaan bidang longsor dianggap berbentuk silinder.
B
B 2 caH
qu = 1+ 0 , 2 cu(2Nc
+ 1Df
) + 1+
L
L B
1
+
0
,
2
cu(1)Nc+
1Df
dengan :
B = lebar fondasi
L = panjang fondasi
Nc = 5,14 (faktor daya dukung untuk = 0, lihat Tabel 2.3)
ca = adhesi sepanjang permukaan a-a (menggunakan Gambar 2.18)
Qu
58
H
qu = qt + (qb qt ) 1 qt
Hf
dengan :
(2.70)
B
qt = 1+ 0 ,2 cu(1Nc
) + 1Df
L
(2.71)
B
qb = 1+ 0 ,2 cu(2Nc
) + 2Df
L
(2.72)
Clay
Sand
Q
cu
c
u ===000
b. Pondasi di Atas Tanah Pasir atau Pasir Padat Di Atas Lempung Lunak
59
B
B 2 2D tan
qu = 1+ 0,2
+ Df
cuNc + 1+ .H 1+ f .Ks
H
B
L
L
dimana :
= sudut geser dalam tanah pasir bagian atas
60
Gambar 2.21. Pola penurunan langsung untuk fondasi fleksibel dan kaku
61
(2.77)
Se =
Se =
(2.78)
(2.79)
B.qo
(1 2s)
Es
2
B.qo
(1 2s)
Es
dengan :
Se
= penurunan seketika
qo = tekanan bersih yang dibebankan
B = lebar pondasi
Es = modulus elastisitas tanah [Modulus Young] (Tabel 2.6)
= angka poisson (Tabel 2.6.)
= faktor pengaruh yang tergantung dari bentuk pondasi (2.80),
(Tabel 2.7) atau (Gambar 2.22.) [untuk titik sudut empat persegi
panjang] = Ip
62
(2.80)
= Ip =
1+ m2 + 1
1 1+ m2 + m
ln
+ m.ln
1+ m2 1
1+ m2 m
dengan :
m
= L/B
L = panjang pondasi
B = lebar pondasi
Tabel 2.6. Nilai modulus elastisitas tanah, Es (Youngs modulus) dan
rasio Poisson beberapa jenis tanah
Modulus of Elasticity, Es
Poissons
Jenis tanah
Ratio,
lb/in2
MN/m2
Loose sand
1.500-3.500 10,35-24,15
0,20-0,40
Medium dense
2.500-4.000 17,25-17,60
0,25-0,40
sand
Dense sand
5.000-8.000 34,50-55,20
0,30-0,45
Silty sand
1.500-2.500 10,35-17,25
0,20-0,40
Sand and gravel 10.000-25.000 69,00-172,50
0,15-0,35
Soft clay
600-3.000
4,1-20,4
Medium clay
3.000-6.000
20,7-41,4
0,20-0,50
Stiff clay
6.000-14.000
41,4-96,6
Tabel 2.7 Faktor pengaruh untuk bagian-bagian pondasi dengan
berbagai bentuk
Fleksibel
Kaku
Titik
Rata-rata
r
Bentuk
Pusat
sudut
( av)
Lingkaran
1,00
0,64 (tepi)
0,85
0,88
Bujursangkar
1,12
0,56
0,95
0,82
Empat persegi
panjang
B/L = 1,5
1,36
0,68
1,15
1,06
= 2,0
1,53
0,77
1,30
1,20
= 5,0
2,10
1,05
1,83
1,70
= 10,0
2,54
1,27
2,25
2,10
= 100,0
4,01
2,00
3,69
3,40
63
Se =
B.q o
(1 s2 ) av
Es
Se =
Nilai
B.q o
(1 s2 ) r
Es
av
Menurut Schleicher dan ahli yang lain, faktor pengaruh untuk sebuah pondasi
telapak yang kaku berbentuk empat persegi panjang adalah kira-kira 7%
lebih kecil daripada untuk pondasi telapak yang fleksibel.
a.1. Penurunan Seketika pada Lempung Jenuh
Menurut Janbu dan Bjerrum (1956) rumus penurunan elastis rata-rata pada
pondasi lentur yang berada di atas lapisan tanah lempung jenuh (angka
poisson = 0,5) adalah:
(2.83)
q .B
Se = A1.A2 o
Es
dengan :
A1 = fungsi dari Df/B Gambar 2.24.
A2 = fungsi dari H/B dan L/B
Gambar 2.23.
H = ketebalan lapisan tanah lempung dari dasar telapak fondasi.
64
65
Iz
E z
Se = C1C2(q q)
dengan :
Iz = faktor regangan
C1 = faktor koreksi timbunan pondasi
q
= 1 0,5
q q
C2 =
t =
q =
Df =
=
Q
L.B
66
(2.85)
Es = 2.qc
(2.86)
dengan :
qc = perlawanan nilai tahanan konus
Sedangkan Schmertmann dan Hartman (1978) memberikan koreksi nilainilai tersebut:
Es = 2,5 qc
(untuk pondasi persegi dan lingkaran)
(2.87)
Es = 3,5 qc
Untuk
tanah
lempung
yang
(2.88)
normal
terkonsolidasi
(normally
(2.89)
berlebihan
(overconsolidated clays)
67
Es = 750.c ~1000.c
(2.90)
dengan :
c = kohesi undrained untuk tanah lempung.
68
CcHc
p + pav
log o
1+ eo
po
CsHc
p CH
p + pav
log c + s c log o
1+ eo po 1+ eo
po
dimana :
po =
tegangan efektif rata-rata pada tiap lapisan sebelum pondasi
dibangun
p =penambahan tegangan rata-rata pada lapisan lempung akibat
beban yang bekerja
pc =
preconsolidation pressure
eo =
angka pori awal
Cc =
indeks kompresibilitas tanah
Cs =
indeks pemuaian tanah = Cr
Hc =
tebal lapisan yang ditinjau
69
(2.94)
dengan :
pt
pm
pb
Tabel 2.8 Angka pori e dan berat isi kering d dari beberapa
contoh tanah
Dry unit weight
Void ratio
Type of soil
(e)
(d) [kN/m3]
Loose uniform sand
0,8
14,5
Dense uniform sand
0,45
18
Loose angular-grained silty
0,65
16
sand
Dense angular-grained silty
0,4
19
sand
Stiff clay
0,6
17
Soft clay
0,9 14
11,5 14,5
Loess
0,9
13,5
Soft organic clay
2,5 3,2
68
Glacial till
0,3
21
Indeks Pemampatan (Cc)
Menurut Terzaghi dan Peck, untuk menentukan besarnya indeks
pemampatan bisa digunakan persamaan empiris sebagai berikut :
Untuk
lempung
Cc = 0,009 (LL-10)
Untuk
lempung
Cc = 0,007 (LL-10)
70
a. Penurunan Izin
Beberapa contoh tipe penurunan bangunan dapat dilihat pada Gambar
2.27. Gambar (a) menunjukkan penurunan seragam, biasanya banyak
ditemui pada bangunan sangat kaku. Gambar (b) menunjukkan bangunan
miring akibat beda penurunan dari ujung ke ujung bangunan, sehingga
bangunan berotasi. Gambar (c) menunjukkan bangunan yang mengalami
penurunan tidak seragam yang dalam perancangannya dinyatakan dalam
= S = Smaks Smin dan nilai distorsi kaku (/L).
Penurunan ijin suatu bangunan (besarnya penurunan toleransi) tergantung
dari beberapa faktor, antara lain : jenis, tinggi, kekakuan, fungsi bangunan,
besar dan kecepatan penurunan serta distribusinya.
Jenis Pondasi
terpisah pada tanah lempung
terpisah pada tanah pasir
rakit pada tanah lempung
rakit pada tanah pasir
Smaks (mm)
65
40
65 100
40 65
(h = tinggi dinding)
72
73
BAB III
PONDASI DALAM
(DEEP FOUNDATION)
Tujuan umum :
Mahasiswa diharapkan mengetahui secara umum tentang definisi, jenis dan
pemilihan tipe pondasi dalam.
Tujuan Khusus :
Mahasiswa diharapkan dapat memahami fungsi pondasi dalam, mengerti jenis
pondasi dalam dan dapat memilih tipe pondasi dalam sesuai dengan
persyaratan yang berlaku.
pondasi telapak
4 D/B < 10
pondasi sumuran
D/B 10
pondasi tiang
dimana :
D=
kedalaman pondasi
B = lebar
pondasi
74
75
77
catt
60
80
profil
10
12
100
tiang
tiang
30
60
50
80
cor
silinder
beton
: gambar
di
Hpipa
tanpa
ft
0
dalam
ton
tempat
pracetak
ton
kayu
prategang
pipa
di isi
skala
ft
selubu
ng
78
Gambar 3.4 Panjang dan beban maksimum untuk berbagai macam tipe tiang
yang umum dipakai
dalam praktek (Carson, 1965)
c. Bahan yang dipakai :
1) Tiang kayu :
- beban yang dapat dipikul relatif kecil, untuk tiang tunggal berkisar 270
300 kN
- ukuran tergantung klasifikasi bahan dan beban yang diterima umumnya
15 25 cm, panjang 6 8 m
- sifat mudah rusak akibat serangga atau terletak pada peralihan kondisi
terendam dan kering
- dalam pelaksanaan pemancangan, bagian kepala dan ujung tiang diberi
perkuatan besi agar tidak hancur
2) Tiang beton :
a) Tiang beton pracetak (Precast Reinforce Concrete Pile) :
beban yang dapat dipikul relatif besar, untuk tiang tunggal
berkisar 300 800 kN
ukuran tiang disesuaikan dengan alat transport yang ada (trailler)
dan kemampuan mesin pemancang yang tersedia, secara umum untuk
tiang tidak berlubang : 20 60 cm, panjang 20 40 m, sedangkan
untuk tiang berlubang : 140 cm, panjang 60 m
- bentuk penampang : lingkaran, persegi empat, segitiga dan oktagonal
(segi delapan)
tiang dirancang agar mampu menahan gaya dan momen saat
pengangkatan, tegangan saat pemancangan dan beban yang harus
dipikul dari struktur yang direncananakan
b) Tiang beton pratekan (Precast Prestressed Concrete Pile) :
beban yang dapat dipikul relatif besar dari pada tiang beton
pracetak
- ukuran tiang dapat lebih baik dari pada tiang beton pracetak
- bentuk penampang umumnya lingkaran, berubang dengan ujung tiang
tertutup
c) Tiang beton cor di tempat (Cast in place piles) :
tiang tipe ini dilakukan dengan membuat lubang terlebih dahulu, ada dua
tipe tiang beton ini :
- tiang yang terselubung pipa, yaitu : pipa dipancang terlebih dahulu
kemudian lubang pipa dimasuk-kan adukan beton dan pipa ditinggal
dalam tanah, misal : standar Raimond
- tiang yang tidak terselubung pipa, yaitu : pipa dipancang terlebih
dahulu kemudian sambil pipa ditarik lubang pipa dimasukkan adukan
beton, misal : tiag Franki
3) Tiang baja :
- beban yang dapat dipikul sangat besar, untuk tiang tunggal dapat
menahan beban hingga 1000 kN
- umumnya berbentuk pipa (baik yang terbuka/tertutup), profil H, WF ( ),
segi enam dll.
79
80
81
BAB IV
DAYA DUKUNG TIANG PANCANG TUNGGAL
Tujuan umum :
Tujuan Khusus :
(4.1)
= P/A
dimana :
P
A
82
batu
lapisan
L
tanah
Q
(a
(b
(c
Qspuu
an
tanah
lunak
b )Q
p
s
keras
Gambar 4.1 (a) dan (b) end/point bearing piles (c) friction piles
(4.2)
Qall = Qu SF
(4.3)
dimana :
Qu = daya dukung tiang ultimit (batas)Qp = daya dukung ujung tiang
83
Qp
Ap
dimana :
qp = tahanan ujung per satuan luas tiang [kN/m]
Qp = daya dukung ujung tiang [kN]
Ap = luas penampang ujung tiang [m]
c = kohesi tanah pada ujung tiang [kN/m]
q = . z = tekanan vertikal (overburden) pada ujung tiang [kN/m]
84
Dalam kenyataannya nilai 0,5. .D.N relatif kecil (diabaikan) dan tekanan
vertikal (overburden) merupakan tekanan vertikal efektif (q), maka
persamaan (4.4) dapat ditulis menjadi berikut :
Qp = qp . Ap = Ap . (c.Nc* + q.Nq*)
(4.5)
dimana :
Qp = daya dukung ujung tiang [kN]
qp = tahanan ujung per satuan luas tiang / satuan perlawanan ujung tiang
[kN/m]
Ap = luas penampang ujung tiang [m]
c = kohesi tanah pada ujung tiang [kN/m]
q = . z = tekanan vertikal (overburden) efektif pada ujung tiang [kN/m]
85
unit
q(L
L/D
===
pb
point
L
D)
qbl /D
cr
resista
nt, qp
86
Gambar 4.2 Nilai unit perlawanan ujung tiang (qp) pada tanah pasir homogen
87
Gambar 4.3 Hubungan (Lb/D)cr dan sudut geser dalam (Mayerhof, 1967)
Gambar 4.4 Hubungan nilai Nc* dan Nq* maksimum dan sudut gesek dalam,
(Mayerhof, 1976)
Daya dukung ujung tiang pada tanah berpasir (granuler), c = 0 adalah :
Qp = qp . Ap = Ap . q.Nq*
Harga Qp tidak boleh melampaui harga batas Ap. ql, sehingga
Qp = Ap . q.Nq* Ap. ql
(4.6)
(4.7)
88
= 50 . Nq* tan
ql [lb/ft]
(4.9)
dimana :
ql = perlawanan ujung batas (ultimit) [kN/m] atau [lb/ft]
= sudut gesek dalam []
Ap = luas penampang tiang [m atau ft]
Np = faktor daya dukung tanah
Berdasarkan penyelidikan lapangan, Mayerhof menyarankan besarnya
perlawanan ujung batas (ql) pada tanah berbutir yang homogen (L = Lb),
menggunakan data Standart Penetration Test (SPT) sebagai berikut :
ql [kN/m]
(4.10)
= 40 . N.L/D 400 N
ql [lb/ft]
(4.11)
dimana :
N = nilai SPT rata-rata disekitar ujung tiang (10.D diatas ujung tiang dan 4.D
dibawah ujung tiang)
L = ketebalan tanah homogen setebal L [m]
D = diameter tiang pancang [m]
Bila tiang pancang pada tanah berpasir yang lepas di atas lapisan pasir padat
maka satuan perlawanan ujung tiang seperti Gambar 4.5 dapat dihitung
dengan perumusan sebagai berikut :
(4.12)
qp = ql (l) +
ql (d)
dimana :
ql(l) = satuan perlawanan unjung batas (ultimit) pasir lepas (loose sand),
yang ditentukan dari persamaan 4.8 dan 4.9 dengan menggunakan
harga maksimum Nq* dan pasir lepas
ql(d) = satuan perlawanan unjung batas (ultimit) pasir padat (dense sand),
yang ditentukan dari persamaan 4.8 dan 4.9 dengan menggunakan
harga maksimum Nq* dan pasir padat
Lb = panjang tiang yang tertanam pada lapisan pasir padat.
89
loose
dense
sand
unit
q
LLdepth
b
l(l(d
sand
point
l))
resista
nt, qp
90
Gambar 4.5 Variasi hubungan unit perlawanan ujung tiang pada tanah berlapis
91
(4.13)
dimana :
Qp = daya dukung ujung tiang [kN]
qp = tahanan ujung per satuan luas tiang / satuan perlawanan ujung tiang
[kN/m]
Ap = luas penampang ujung tiang [m]
cu = kohesi tanah lempung diujung tiang
Daya dukung ujung tiang pada tanah tanah kohesif dengan nilai (c ) 0,
maka daya dukung ujung batas dapat dihitung dengan persamaan 4.5.
Qp = qp . Ap = Ap . (c.Nc* + q.Nq*)
(4.5)
(4.14)
dimana :
o = tegangan efektif rata-rata di bagian bawah ujung tiang
(4.15)
1+ 2.Ko
0 ' =
q'
3
Ko
(4.16)
(4.17)
(4.18)
Ir
1+ Ir.
Es
Gs
=
2.(1+ s )(c + q'.tan ) c + q'.tan
dimana :
Es = modulus elastisitas tanah
s = angka poissons
92
93
Pada kondisi tidak ada perubahan volume (pada tanah pasir atau lempung
jenuh), maka = 0, sehingga :
Ir = Irr
(4.21)
Harga Nc* dan o selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1, sedangkan
harga Ir dapat digunakan tabel sebagai berikut :
No
Jenis Tanah
Ir
.
Pasir (DR = 0,5 0,8)
1.
75 150
Lanau dan lempung (drained
2.
50 100
condition)
3.
100 200
Lempung (undrained condition)
Tabel 4.1 Harga Nc* dan N *
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
10
6.97
1.00
7.34
1.13
7.72
1.27
8.12
1.43
8.54
1.60
8.99
1.79
9.45
1.99
9.94
2.22
10.45
2.47
10.99
2.74
11.55
3.04
12.14
3.36
12.76
3.71
13.41
4.09
14.08
4.51
14.79
4.96
15.53
5.45
16.30
5.98
17.11
6.56
17.95
7.18
18.83
7.85
19.75
8.58
20.71
9.37
20
7.90
1.00
8.37
1.15
8.87
1.31
9.40
1.49
9.96
1.70
10.56
1.92
11.19
2.18
11.85
2.46
12.55
2.76
13.29
3.11
14.08
3.48
14.90
3.90
15.77
4.35
16.69
4.85
17.65
5.40
18.66
6.00
19.73
6.66
20.85
7.37
22.03
8.16
23.26
9.01
24.56
9.94
25.92
10.95
27.35
12.05
40
8.82
1.00
9.42
1.16
10.06
1.35
10.74
1.56
11.47
1.80
12.25
2.07
13.08
2.37
13.96
2.71
14.90
3.09
15.91
3.52
16.97
3.99
18.10
4.52
19.30
5.10
20.57
5.75
21.92
6.47
23.35
7.26
24.86
8.13
26.46
9.09
28.15
10.15
29.93
11.31
31.81
12.58
33.80
13.97
35.89
15.50
60
9.36
1.00
10.04
1.18
10.77
1.38
11.55
1.61
12.40
1.87
13.30
2.16
14.26
2.50
15.30
2.88
16.41
3.31
17.59
3.79
18.86
4.32
20.20
4.93
21.64
5.60
23.17
6.35
24.80
7.18
26.53
8.11
28.37
9.14
30.33
10.27
32.40
11.53
34.59
12.91
36.92
14.44
39.38
16.12
41.98
17.96
Irr
80
9.75
1.00
10.49
1.18
11.28
1.39
12.14
1.64
13.07
1.91
14.07
2.23
15.14
2.59
16.30
3.00
17.54
3.46
18.87
3.99
20.29
4.58
21.81
5.24
23.44
5.98
25.18
6.81
27.04
7.74
29.02
8.78
31.13
9.93
33.37
11.20
35.76
12.62
38.30
14.19
40.99
15.92
43.85
17.83
46.88
19.94
100
10.04
1.00
10.83
1.19
11.69
1.41
12.61
1.66
13.61
1.95
14.69
2.28
15.85
2.67
17.10
3.10
18.45
3.59
19.90
4.15
21.46
4.78
23.13
5.50
24.92
6.30
26.84
7.20
28.89
8.20
31.08
9.33
33.43
10.58
35.92
11.98
38.59
13.54
41.42
15.26
44.43
17.17
47.64
19.29
51.04
21.62
200
10.97
1.00
11.92
1.21
12.96
1.45
14.10
1.74
15.34
2.07
16.69
2.46
18.17
2.91
19.77
3.43
21.51
4.02
23.39
4.70
25.43
5.48
27.64
6.37
30.03
7.38
32.60
8.53
35.38
9.82
38.37
11.28
41.58
12.92
45.04
14.77
48.74
16.84
52.71
19.15
56.97
21.73
61.51
24.61
66.37
27.82
300
11.51
1.00
12.57
1.22
13.37
1.48
15.00
1.79
16.40
2.15
17.94
2.57
19.62
3.06
12.46
3.63
23.46
4.30
25.64
5.06
28.02
5.94
30.61
6.95
33.41
8.10
36.46
9.42
39.75
10.91
43.32
12.61
47.17
14.53
51.32
16.69
55.80
19.13
60.61
21.87
65.79
24.94
71.34
28.39
77.30
32.23
400
11.80
1.00
13.03
1.23
14.28
1.50
15.66
1.82
17.18
2.20
18.86
2.65
20.70
3.18
22.71
3.79
24.93
4.50
27.35
5.33
29.99
6.29
32.87
7.39
36.02
8.66
39.44
10.10
43.15
11.76
47.18
13.64
51.55
15.78
56.27
18.20
61.38
20.94
66.89
24.03
72.82
27.51
79.22
31.41
86.09
35.78
500
12.19
1.00
13.39
1.23
14.71
1.51
16.18
1.85
17.80
2.24
19.59
2.71
21.56
3.27
23.73
3.91
26.11
4.67
28.73
5.55
31.59
6.57
34.73
7.75
38.16
9.11
41.89
10.67
45.96
12.46
50.39
14.50
55.20
16.83
60.42
19.47
66.07
22.47
72.18
25.85
78.78
29.67
85.90
33.97
93.57
38.81
94
10
20
40
60
21.71
28.84
38.09
44.73
23
10.21
13.24
17.17
19.99
22.75
30.41
40.41
47.63
24
11.13
14.54
18.99
22.21
23.84
32.05
42.85
50.69
25
12.12
15.95
20.98
24.64
24.98
33.77
45.42
53.93
26
13.18
17.47
23.15
27.30
26.16
35.57
48.13
57.34
27
14.33
19.12
25.52
30.21
27.40
37.47
50.96
60.93
28
15.57
20.91
28.10
33.40
28.69
39.42
53.95
64.71
29
16.90
22.85
30.90
36.87
30.03
41.49
57.08
68.69
30
18.24
24.95
33.95
40.66
31.43
43.64
60.37
72.88
31
19.88
27.22
37.27
44.79
32.89
45.90
63.82
77.29
32
21.55
29.68
40.88
49.30
34.41
48.26
67.44
81.92
33
23.34
32.34
44.80
54.20
35.99
50.72
71.24
86.80
34
25.28
35.21
49.05
59.54
37.65
53.30
75.22
91.91
35
27.36
38.32
53.67
65.36
39.37
55.99
79.39
97.29
36
29.60
41.68
58.68
71.69
41.17
58.81
83.77
102.94
37
32.02
45.31
64.13
78.57
43.04
61.75
88.36
108.86
38
34.63
49.24
70.03
86.05
44.99
64.83
93.17
115.09
39
37.44
53.50
76.45
94.20
47.03
68.04
98.21
121.62
40
40.47
58.10
83.40
103.05
49.16
71.41
103.49
128.48
41
43.74
63.07
90.96
112.68
51.38
74.92
109.02
135.68
42
47.27
68.46
99.16
123.16
53.70
78.60
114.82
143.23
43
51.08
74.30
108.08
134.56
56.13
82.45
120.91
151.16
44
55.20
80.62
117.76
146.97
58.66
86.48
127.28
159.48
45
59.66
87.48
128.28
160.48
61.30
90.70
133.97
168.22
46
64.48
94.92
139.73
175.20
64.07
95.12
140.99
177.40
47
69.71
103.00
152.19
191.24
66.97
99.75
148.35
187.04
48
75.38
111.78
165.76
208.73
70.01
104.60
156.09
197.17
49
81.54
121.33
180.56
227.82
73.19
109.70
164.21
207.83
50
88.23
131.73
196.70
248.68
From Design of Pile Foundation by A.S.
Transport Research Board, 1977
Note : Upper number Nc*, Lower number N*
Irr
80
100
200
50.08
54.66
71.56
22.26
24.20
31.37
53.48
58.49
77.09
24.81
27.04
35.32
57.07
62.54
82.98
27.61
30.16
39.70
60.87
66.84
89.25
30.69
33.60
44.53
64.88
71.39
95.02
34.06
37.37
49.88
69.12
76.20
103.01
37.75
41.51
55.77
73.58
81.28
110.54
41.79
46.05
62.27
78.30
86.64
118.53
46.21
51.02
69.43
83.27
92.31
126.99
51.03
56.46
77.31
88.50
98.28
135.96
56.30
62.41
85.96
94.01
104.58
145.46
62.05
68.92
95.46
99.82
111.22
155.51
68.33
76.02
105.90
105.92
118.22
166.14
75.17
83.78
117.33
112.34
125.59
117.38
82.62
92.24
129.87
119.10
133.34
189.25
90.75
101.48
143.61
126.20
141.50
201.78
99.60
111.56
158.65
133.66
150.09
215.01
109.24
122.54
175.11
141.51
159.13
228.97
119.74
134.52
193.13
149.75
168.63
243.69
131.18
147.59
212.84
158.41
178.62
259.22
143.64
161.83
234.40
167.51
189.13
275.59
157.21
177.36
257.99
177.07
200.17
292.85
172.00
194.31
283.80
187.12
211.79
311.04
188.12
212.79
312.03
197.67
224.00
330.20
205.70
232.96
342.94
208.77
236.85
350.41
224.88
254.99
376.77
220.43
250.36
371.70
245.81
279.06
413.82
232.70
264.58
394.15
268.69
305.37
454.42
245.60
279.55
417.82
293.70
334.15
498.94
Vesic in NCHRP, Synthesis
300
400
500
83.68
93.47 101.83
36.52
40.68
44.22
90.51
101.39 110.70
41.30
46.14
50.29
97.81
109.88 120.23
46.61
52.24
57.06
105.61
118.96 130.44
52.51
59.02
64.62
113.92
128.67 141.39
59.05
66.56
73.04
122.79
139.04 153.10
66.29
74.93
82.40
132.23
150.11 165.61
74.30
84.21
92.80
142.27
161.91 178.98
83.14
94.48 104.33
152.95
174.49 193.23
92.90
105.84 117.11
164.29
187.87 208.43
103.66
118.39 131.24
176.33
202.09 224.62
115.51
132.24 146.87
189.11
217.21 241.84
128.55
147.51 164.12
202.64
233.27 260.15
142.89
164.33 183.16
216.98
250.30 279.60
158.65
182.85 204.14
232.17
268.36 300.26
175.95
203.23 227.26
248.23
287.50 322.17
194.94
225.62 252.71
265.23
307.78 345.41
215.78
250.23 280.71
283.19
329.24 370.04
238.62
277.26 311.50
302.17
351.95 396.12
263.67
306.94 345.34
322.22
375.97 423.74
291.13
339.52 382.53
343.40
401.36 452.96
321.22
375.28 423.39
365.75
428.21 483.88
354.20
414.51 468.28
389.35
456.57 516.58
390.35
457.57 517.58
414.26
486.54 551.16
429.98
504.82 571.74
440.54
518.20 587.72
473.42
556.70 631.25
468.28
551.64 626.36
521.08
613.65 696.64
497.56
586.96 667.21
573.38
676.22 768.53
528.46
624.28 710.39
630.80
744.99 847.61
of Highway Practice 42,
Qp = qp . Ap = Ap . (c.Nc* + q.Nq*)
(4.22)
Harga Nc* dan Nq* didasarkan pada keruntuhan permukaan tanah pada ujung
tiang seperti Gambar 4.6 atau dengan rumus sebagai berikut :
(4.23)
Nq* = [tan + (1+ tan )].e
. '.tan
(4.24)
Variasi nilai Nc* dan Nq* dengan dan seperti Gambar 4.6. Nilai =
96
(4.25)
dimana :
p = keliling penempang tiang
L = panjang tiang
f = satuan perlawanan geser pada setiap kedalaman z
unit
fL
D
Q
L=15
zu
(a
(b
L
frictional
v) .D
resistanc
e, f
Gambar 4.7 Satuan perlawanan geser tiang pada tanah pasir (granuler)
Satuan perlawanan geser ( f ) :
Pada pasir :
Satuan perlawanan geser pada setiap kedalaman yang ditinjau pada tiang
adalah sebagai berikut :
f = K . v . tan
dimana :
K = koefisien tekanan tanah
(4.26)
97
(4.27)
(4.28)
N
(4.29)
fav
(lb/ft)
= 40.
N
(4.30)
Tiang pancang dengan perpindahan kecil (low-displacement driven pile) :
fav (kN/m)
= , atau
N
(4.31)
98
fav
= 20.
(lb/ft)
N
(4.32)
dimana :
= nilai N-SPT rata-rata sepanjang tiang
N
sehingga :
Qs = p.L.fav
(4.33)
+ 2.
v
(4.34)
cu
dimana :
= tegangan vertikal efektif rata-rata sepanjang tiang
v
= kuat geser undrained rata-rata (untuk = 0)
cu
Qs = p.L.fav
(4.35)
dan
Ilustrasi
cu
sebagai berikut :
(4.36)
cu =
v =
(A1 + A2 + A3 + ...)
L
A1, A2, A3, merupakan luasan dari diagram tegangan efektif vertikal
(Gambar 4.9)
99
100
(a)
(b)
(c)
tegangan
undraine
c
A
dep
L
L
Qu2
efektif
d
th
1
2
3
21
3u
1
3
vertikal,
cohesion
,cuu
101
2.
Metode
Metode ini dikemukakan oleh Tomlinson untuk tanah lempung dengan harga
perlawanan geser kulit (f ) :
f = .cu
dimana :
= faktor adhesi/lekatan secara empiris (Gambar 4.10)
(4.38)
102
Gambar 4.10 Variasi harga dengan kohesi undrained (cu) untuk tanah lempung
3.
Metode
Bila tiang dipancang pada lempung jenuh (saturated clay) maka tegangan
air pori tanah di sekeliling tiang akan bertambah dan harga satuan
perlawanan geser (f ) adalah :
f = . u
dimana :
(4.40)
(4.46)
(4.47)
dimana :
q = tegangan vertikal efektif di ujung tiang
fav = satuan perlawanan geser selimut tiang rata-rata sepanjang tiang
= K.
tan
(4.48)
v '
K
v '
Harga Nq* dan K dapat diperoleh dari Gambar 4.11 dan Gambar 4.12 yang
merupakan hubungan antara L/D dengan sedangkan asumsi harga =
0,8. .
103
sehingga :
tan (0,8. )
Qu = Qp + Qs = q.Nq*.Ap + p.L.K.
(4.49)
v '
104
(4.50)
dimana :
snet(1) = penurunan netto
st(1) = penurunan total
se(1) = penurunan elastis
Daya dukung batas (Qu) ditentukan dengan menganalisa diagram
hubungan antara beban Q1 dengan snet(1). Penentuan daya dukung lain didasarkan
pada kriteria peraturan tertentu yang memperhitungkan besar penurunan yang
diijinkan.
Unloadi
S
Settlem
Net
Load
(b)
(a)
Settlement
2
1
Q
te(2
1
(u
1)
2
1
2
ngnet )
ent
(s
(Q)
)
106
Gambar 4.14 (a) Hubungan antara pembebanan dan total penurunan (b)
hubungan antara pembebanan dan penurunan netto
107
qu =
qc .A J HP.O
+
F1
F2
dimana :
qc = nilai konus (nilai rata-rata harga konus diambil 4.D di bawah ujung tiang
dan 8.D di atas ujung tiang)
JHP = jumlah hambatan pelekat sepanjang tiang
A = penampang tiang
O = keliling tiang
F = faktor keamanan
4.5.2 Cara Schmertmann dan Nottingham (1975)
Daya dukung satu tiang :
qu = q p + q s
qp =
(4.52)
(4.53)
(4.54)
qs = Ks,c . 1
.f s .As + f s .As
L =8.D
L= 0 8.D
L= 8
L =L
dimana :
qp = daya dukung ujung tiang
qs = daya dukung akibat lekatan
qc1 = nilai konus rata-rata dari 0,7.D s/d 4.D di bawah ujung tiang arah a b
qc2 = nilai konus minimum dari 0,7.D s/d 4.D di bawah ujung tiang arah b c
qc3 = nilai konus rata-rata dari 0,7.D s/d 8.D di atas ujung tiang
Ks,c = faktor koreksi (Ks = 2 untuk pasir, Kc = 2 untuk lempung) lihat Grafik
8
D = diameter tiang
fs = hambatan lekatan tanah dari data sondir
As = luas selimut tiang
L = panjang total tiang
Untuk bore pile, Schmertmann (1978) menyarankan harga qc dikalikan 0,75
artinya untuk memperhitungkan pengurangan tegangan efektif yang bekerja
sepanjang tiang.
108
(4.55)
dimana :
qp = daya dukung ujung tiang (cara Schmertmann)
qs = daya dukung akibat gesekan kulit = L . O . fo
fo = unit lekatan = m . fs
fs = JHP L
fs = lekatan rata-rata
JHP = jumlah hambatan lekatan sepanjang tiang
L = panjang tiang
O = keliling tiang
m = koefisien lekatan (nilai : 0,50 s/d 10,0)
(4.56)
dimana :
Qu = kapasitas tiang dalam kondisi batas
Qp = kapasitas ujung tiang dalam kondisi batas
109
N.As
50
N.As
100
dimana :
N
dimana :
= nilai N-SPT rata-rata pada 10.D di atas dan 4.D di bawah ujung tiang
N
Mayerhof (1976) unit friksi tiang rata-rata (fav) sebagai berikut :
Tiang pancang dengan perpindahan besar (high-displacement driven pile) :
fav (kN/m)
= 2. , atau
N
(4.60)
fav
(lb/ft)
= 40.
N
(4.61)
Tiang pancang dengan perpindahan kecil (low-displacement driven pile) :
fav (kN/m)
= , atau
N
(4.62)
110
fav
= 20.
(lb/ft)
N
(4.63)
dimana :
= nilai N-SPT rata-rata sepanjang tiang
N
Dengan demikian kapasitas daya dukung batas oleh Mayerhof menjadi :
(4.64)
L
Qu = 40.Ap .qp .N + p.L. f av
D
dimana :
Ap = luas ujung tiang
D = lebar tiang
L = panjang pemancangan tiang
p = keliling tiang
qp = kapasitas ujung tiang dalam kondisi batas
fav
rata
Qall =
Qu
FS
dimana :
Qu = kapasitas daya dukung batas tiang
FS= angka keamanan (2,5 s/d 4)
111
Qu =
WR .h
s+ C
dimana :
WR = berat palu
Qu =
HE .E
s+ C
dimana :
HE = energi palu
E = efisiensi palu
4.7.2 Rumus Engineering News Record Modified (ENRM)
Rumus yang digunakan :
(4.68)
Qu =
E.WR.h WR + n.WP
s + C WR + WP
dimana :
E = efisiensi palu
WR = berat palu
WP = berat tiang
tiang
h = tinggi jatuh palu (cm)
s
C
n
FS = 4 s/d 6
Wooden piles
n
0,40
0,50
0,30
0,40
0,25
0,30
113
(4.69)
Qu =
E.HE.WR.C1
s + C2
(4.70)
C1 =
WR + n.WP
WR + WP
(4.71)
C2 =
Qu .L
A+ E
dimana :
E = efisiensi palu
HE = energi palu
WR = berat palu
WP = berat tiang
s
A
n
FS
=
=
=
=
114
s + C WR + WP
dimana :
HE = energi palu maksimum (lb-in)
C = 0,1 inch
4.7.5 Rumus Danish
Rumus ini didasarkan pada kondisi tanah runtuh :
(4.73)
E.HE
Qu =
s+
E.HE .L
2.Ap .EP
dimana :
E = efisiensi palu
HE = energi palu
EP = modulus bahan tiang
L = panjang tiang
AP = luas penampang tiang
SF = 3 s/d 6
E.HE
s + K'u
dimana :
(4.75)
K'u = cd . 1+ 1+
cd
cd
E.HE.L
AP .EP .S
E
HE
WR
WP
FS
=
=
=
=
=
efisiensi palu
energi palu
berat palu
berat tiang
4 s/d 5
(4.76)
(4.77)
S
AP
EP
L
=
=
=
=
115
Qall =
Qu AP
=
(1,3.c.Nc + L'. .Nq + 0,4. .B.Nq)
SF SF
(4.79)
Qall =
AP .(9.c)
SF
Qall =
AP
(L'. .Nq + 0,4. .B.Nq)
SF
dimana :
L = dibatasi sampai 15.D
AP = luas dasar pilar
SF= 3
116
Untuk tanah pasir bisa digunakan rumus Mayerhof (1956), dimana penurunan
dibatasi tidak lebih dari 25mm.
SPT
(4.81)
Qall = AP
N55
(kips)
2,5
Sondir
Qall = AP
qC
10
(kips)
(4.82)
BAB V
DAYA DUKUNG KELOMPOK TIANG
Tujuan umum :
Mahasiswa diharapkan mengetahui secara umum penempatan tiang dalam
kelompok tiang, rumus-rumus menghitung daya dukung tiang dalam kelompok
serta distribusi beban dalam kelompok tiang.
Tujuan Khusus :
Mahasiswa diharapkan dapat menempatkan tiang dalam kelompok tiang,
dapat menghitung daya dukung kelompok tiang, serta menghitung beban
yang diterima masing-masing tiang dalam kelompok tiang sesuai kondisi tanah
yang ada dengan tepat dan benar.
note : Lg B g
Lg = (n1 1).d + 2.(D/2)
B g = (n2 1).d + 2.(D/2)
117
Dalam menetukan daya dukung kelompok tiang perlu dilihat jarak antar
tiang dimana terdapat dua ke-mungkinan yaitu : perhitungan kelompok tiang
terdapat 2 (dua) penempatan jarak antar tiang yang berbeda yaitu (1) kelompok
tiang dalam blok kesatuan dengan ukuran Lq x Bq x L dan (2) kelompok tiang
secara individu.
5.2 Daya Dukung Kelompok Tiang pada Tanah Non Kohesif (Sand
Soil)
a. Kelompok Tiang Aksi Individu
Apabila jarak antar tiang dalam kelompok d 3.D, maka besar kapasitas
gesekan kulit adalah :
Qg(u)
= .Qu = n1.n2.(Qp + Qs)
(5.1)
dimana :
Qp = q.Nq*.Ap
(lihat teori Mayerhof)
Qs = fav . p . L
(toeri Qs secara umum)
fav = K.v.tan
sehingga :
Qg(u)= .Qu = n1.n2.( q.Nq*.Ap + K. v.tan . p . L)
(5.2)
b. Kelompok Tiang Aksi Blok Kesatuan
Apabila jarak antar tiang dalam kelompok d < 3.D, maka kelompok tiang dalam
blok kesatuan mempunyai dimensi : Lg x Bg x L, sehingga daya dukung
kelompok tiang adalah :
Qq(u)
fav . pq . L
(5.3)
dimana :
pq = keliling kelompok tiang (blok) = 2.(n1 + n2 2).d + 4.D
118
fav = rata-rata unit satuan gesekan kulit (average unit frictional resistance)
L = panjang tiang
5.3 Daya Dukung Kelompok Tiang pada Tanah Kohesif (Clay Soil)
a. Kelompok Tiang Aksi Individu
Apabila jarak antar tiang dalam kelompok d 3.D, maka besar kapasitas
gesekan kulit adalah :
Qg(u)
= .Qu = n1.n2.(Qp + Qs)
(5.4)
dimana :
Qp = Nq* . cu(p) . Ap = 9 . cu(p) . Ap (lihat teori Mayerhof)
cu(p) = undrained cohesion tanah lempung di ujung tiang
Qs = fav . p . L = .cu.p. L
(lihat teori )
sehingga :
Qg(u)= .Qu = n1.n2.( 9. cu(p) . Ap + .cu.p. L)
(5.5)
b. Kelompok Tiang Aksi Blok Kesatuan
Apabila jarak antar tiang dalam kelompok d < 3.D, maka kelompok tiang dalam
blok kesatuan mempunyai dimensi : Lq x Bq x L, sehingga daya dukung
kelompok tiang adalah :
Qg(u)
= Qp + Qs
(5.6)
dimana :
Qs = pq . cu . L = .2(Lq + Bq) . cu L
Qp = Ap . qp
= Ap . cu(p) . Nc* = (Lq . Bq). cu(p) .Nc*
Dimana harga Nc* (Gambar 3.2) merupakan hubungan antara H/B dan L/B (B =
Bq dan L = Lq), sehingga :
Qg(u)= Lq . Bq. cu(p) .Nc* + .2(Lq + Bq) . cu L
; lihat Gambar 5.2. dan 5.3.
(5.7)
c Membandingkan nilai persamaan (5.5) dan (5.7) dan angka terkecil adalah :
Qg(u)
119
Gambar 5.3 Hubungan Nc* dengan Lg/Bg dan L/Bg (Bjerrum and Eides)
120
Qg(u)
Qu
dimana :
= efisiensi kelompok tiang
Qg(u)= daya dukung batas kelompok tiang
Qu = daya dukung batas tiang tunggal
Persamaan efisiensi kelompok dapat ditulis sebagai berikut :
(5.9)
=
Sehingga :
(5.10)
= 1
(n 1).m+ (m 1).n
90.m.n
; =tan1 (D/s)
dimana :
= efisiensi kelompok tiang
m = jumlah baris tiang
n = jumlah tiang dalam satu baris
= sudut dalam derajat
s = jarak pusat ke pusat antar tiang
D = diameter tiang
tegangan yang timbul pada suatu titik dengan jarak berturut-turut x dan y
terhadap titik pusat adalah :
(5.13)
My.x Mx.y
=
+
Iy
Ix
122
Dari Gambar 5.4 dapat diketahui bila beban eksentris maka beban pada
masing-masing tiang dalam kelompok dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
(5.14)
Q My.x
M .y
Qp = v +
Ab + x Ab
n
Iy
Ix
dimana :
Ab = luas penampang tiang tunggal
Ix = momen inersia terhadap sumbu : x - x
= I0 + Ab . y
; I0 = 0
= Ab . y
Iy = momen inersia terhadap sumbu : y - y
= Ab . x
Mx = Q v . e y
My = Q v . e x
e = eksentrisintas
x
= jumlah jarak masing-masing tiang terhadap sumbu y
y
y
= jumlah jarak masing-masing tiang terhadap sumbu x
x
sehingga :
(5.15)
Qp =
Qv Qv .ey.y
Q .e .x
+
Ab + v x Ab
n Ab .y
Ab .x
atau :
(5.16)
1 ey.y ex.x
Qp = Qv +
+
n y x
123
124
BAB VI
PENURUNAN KELOMPOK TIANG
Tujuan umum :
Tujuan Khusus :
Bg
D.s
dimana :
Sg(e) = penurunan elastik kelompok tiang
Bg = lebar kelompok tiang
D = diameter/lebar tiang tunggal
s = penurunan elastik tiang tunggal
Mayerhof (1976) memberikan rumus tentang penurunan tiang sebagai berikut
:
(6.2)
Sg(e) =
0,92.q. Bg .I
N
dimana :
Sg(e) = penurunan elastik kelompok tiang (mm)
q = Qg / (Lg . Bg)
Lg = panjang kelompok tiang
Bg = lebar kelompok tiang
= N-SPT (standart penetration test) rata-rata pada kedalaman Bg di bawah
N
dasar fondasi
I
= faktor pengaruh,
I = 1
Lg
8.Bg
0,50
dengan data sondir (cone penetration test
125
(6.3)
Sg(e) =
q.Bg .I
2.qc
dimana :
Sg(e) = penurunan elastik kelompok tiang
q = Qg / (Lg . Bg)
Bg = lebar kelompok tiang
I
= faktor pengaruh,
Lg
I = 1
0,50
8.Bg
= rata-rata nilai konus
qc
(6.4)
dimana :
s = penurunan elastik tiang tunggal
s1 = penurunan yang terjadi sepanjang tiang
s2 = penurunan tiang disebabkan oleh beban yang bekerja pada ujung tiang
s3 = penurunan tiang disebabkan oleh beban yang bekerja sepanjang
kulit/selimut tiang
Cara menentukan s1 :
Bila pondasi tiang dianggap elastis, maka pergeseran sepanjang kuli tiang
dapat ihitung dengan rumus :
(6.5)
(Q + .Qws ).L
s1 = wp
Ap.Ep
dimana :
s1 = penurunan yang terjadi sepanjang tiang
Qwp = beban yang diterima pada ujung tiang
Qws = beban yang diterima sepanjang kulit tiang
Ap = luas penampang tiang
L = panjang tiang
Ep = modulus elstisitas material tiang (umumnya : 2,1 . 106 N/m)
Besarnya dipengaruhi oleh distribusi satuan gesekan kulit (f ) sepanjang
tiang. Bila distribusi dari f uniform atau parabolic maka harga = 0,5 dan bila
distribusinya segitiga, harga = 0,67, seperti gambar berikut :
126
(c
(a
(b
f =
)0,67
0,5
Gambar 6.1 Faktor pengaruh dari bentuk distribusi satuan gesekan kulit
Cara menentukan s2 :
Penurunan tiang yang terjadi akibat beban yang diterima diujung tiang adalah
sebagai berikut :
127
(6.5)
s2 =
qwp.D
( 1 2s ) Iwp
Es
dimana :
s2 = penurunan tiang disebabkan oleh beban yang bekerja pada ujung tiang
D = lebar / diameter tiang
qwp
= beban yang diterima pada ujung tiang per satuan luas/unit = Qwp / Ap
Es = modulus elastisitas (modulus young) tanah di ujung tiang (umumnya :
30.000 kN/m)
s
= angka poisson untuk tanah (umumnya : 0,3)
Iwp = faktor pengaruh = r (faktor pengaruh untuk pondasi telapak, lihat
Gambar 6.2)
= r = 0,88 (untuk pondasi tiang dengan penampang lingkaran)
Gambar 6.2 Faktor pengaruh yang tergantung dengan bentuk penampang tiang
Vesic (1977) mengemukakan perhitungan semiempiris untuk s2 sebagai
berikut :
(6.6)
Q .C
s2 = wp p
D.qp
dimana :
s2 = penurunan tiang disebabkan oleh beban yang bekerja pada ujung tiang
Qwp
= beban yang diterima pada ujung tiang
Cp = koefisien empiris (Tabel 6.1)
D = lebar / diameter tiang
qp = daya dukung batas ujung tiang
Tabel 6.1. Harga Cp
N
Soil Type
o
1
Sand (dense
to
Driven pile
Bore pile
0,02 0,04
0,09 0,18
128
loose)
2 Clay (stiff to soft)
3 Silt (dense to loose)
0,02 0,03
0,03 0,05
0,03 0,06
0,09 0,12
Cara menentukan s3 :
Penurunan tiang yang terjadi akibat beban yang diterima sepanjang kulit tiang
adalah sebagai berikut :
(6.7)
Qwp D
2
s3 =
( 1 s) Iws
p.L Es
dimana :
s3 = penurunan tiang disebabkan oleh beban yang bekerja pada sepanjang
kulit tiang
Qwp
= beban yang diterima pada ujung tiang
D = lebar / diameter tiang
p = keliling penampang tiang
L = panjang tiang tiang
Es = modulus elastisitas (modulus young) tanah di ujung tiang (umumnya :
30.000 kN/m)
s = angka poisson untuk tanah (umumnya : 0,3)
Iws = faktor pengaruh
Faktor pengaruh Iws menurut Vesic (1977) adalah sebagai berikut :
(6.8)
Iws = 2+ 0,35.
L
D
dimana :
D = lebar / diameter tiang
L = panjang tiang tiang
Vesic (1977) mengemukakan juga perhitungan semiempiris untuk s3 sebagai
berikut :
(6.10)
Q C
s3 = wp s
L.qp
dimana :
s3 = penurunan tiang disebabkan oleh beban yang bekerja pada sepanjang
kulit tiang
Qwp
= beban yang diterima pada ujung tiang
L = panjang tiang tiang
qp = daya dukung batas ujung tiang
Cs = konstanta empiris,
;Cp Tabel6.1
129
(6.14)
Cc(i).Hi P0(1) + p(i)
si =
log
1+ e0(i) P0(i)
dimana :
sg = penurunan total konsolidasi pada kelompok tiang
si = penurunan konolidasi pada lapisan ke-i
130
131
132