Anda di halaman 1dari 8

Laporan Berita Delegasi Indonesia

National University of Singapore, 21 Maret 2015


Oleh :
Afrizal Faisal Ali
(Mahasiswa S1 Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret)
Pemuda itu cahaya dan api yang menyala. Pemuda itu pelopor pembawa obor masa depan
Bangsa, penggerak nurani tua yang gersang

Kebutuhan akan penggunaan energi terbarukan sebagai pengganti energi fosil


yang saat ini masih dijadikan sumber energi utama penggerak roda ekonomi semakin mendesak
dan harus segera dikedepankan dalam hal pembangunan dan pengembangan. Harga energi yang
meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya beban biaya energi pada sektor
industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan semakin besarnya pengeluaran rumah
tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya. Berdasarkan kebutuhan akan energi fosil semakin
menurun, diperlukannya inovasi serta ide kreatif dalam konsep pengembangan energi terbarukan,
khususnya di kawasan asia tenggara. Maka dari itu Energy Carta, organisasi swasta yang
bertujuan untuk mendidik dan mengajak para pemuda seluruh asia tenggara berpikir kritis dalam
menindak lanjuti perkembangan energi terbarukan di Negara masing masing. Dimana acara

tersebut menghubungkan orang-orang & ide energi yang berkelanjutan antara pihak mahasiswa
dan industri energi terbarukan di kawasan asia pasifik. Asean Youth Energy Summit merupakan
acara tahunan yang diadakan oleh Organisasi Energy Carta yang berbasis di Singapura. Acara ini
terdiri dari tiga bagian, yaitu Energy Trail, Changing The Game (CTG), dan International
Conference. The Asian Youth Energy Summit berfokus pada isu-isu energi berkelanjutan.
Terbuka untuk pemuda dari negara-negara Asean, mencakup topik seperti efisiensi energi dan
sumber energi terbarukan saat ini dan masa depan. Puncak acara yaitu pada Changing The Game
dengan menggunakan batu bata Lego untuk permodelan permainan kebijakan energi. Setiap
pemain merupakan pemangku kepentingan yang terdiri dari Pemerintah, LSM, Masyarakat
Sekitar dan Industri. Menara LEGO yang digunakan untuk mewakili permintaan energi dan
pasokan berbagai sektor. Tim menerapkan strategi untuk membentuk masa depan energi suatu
daerah. Changing The Game (CTG) ini dikembangkan pada tahun 2009 oleh Energy Crossroads
Denmark digunakan sebagai diskusi informasi tentang masa depan konsumsi energi dan
produksi. Pada tahun 2011, Organisasi Energy Carta mengembangkan dan mengadaptasi menjadi
versi Asia Tenggara, dan pertama kali diperkenalkan pada Asian Youth Energy Summit 2012.
Pada acara ini dihadiri beberapa mahasiswa yang merupakan delegasi dari tiap
Negara Asia Tenggara. Mereka berasal dari Singapura, Malaysia, Laos, Thailand, Kamboja dan
Filipina. Indonesia sendiri mengirimkan sembilan (9) delegasi yang berasal dari beberapa
Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia. Diantaranya, Afrizal Faisal Ali (Teknik Mesin
Universitas Sebelas Maret), Anton Frian Yohanes (Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh
Nopember), William Alex Ginardy Lie (Teknik Mesin Universitas Kristen Petra), Siti Nisrina
Hasna (Agronomi Universitas Padjajaran), Ditta Nisa Rofa (Psikologi Universitas Gadjah Mada),
Nofalia Nurfitriani (Pertanian Universitas Padjajaran), Rahayu Damayanti (Biologi Universitas
Diponegoro), Elda Dheiva Amelinda (Bilogi Universitas Diponegoro), dan Qistina Satriavi
(Manajemen Universitas Batam). Kami dipecah dan bergabung dengan beberapa delegasi dari
Negara lain untuk mendiskusikan solusi ketahanan energi kedepannya. Ada yang melakoni
sebagai pemerintah, LSM, masyarakat sekitar, maupun pihak industri. Dalam permainan diskusi
tersebut, pertukaran pikiran dan perdebatan sering terjadi antara supply maupun demand sebuah
sumber energi fosil atau sumber energi terbarukan, namun pada akhirnya harus bisa memutuskan
ide atau model pengembangan seperti apa yang diharapkan untuk kedepannya.

Disini generasi pemuda Indonesia memainkan pioneer sebagai pencetus ide atau
pemberi wawasan bagaimana solusi untuk energi kedepannya, agar masyarakat bisa move on dari
energi fosil menjadi konsumen energi terbarukan.

Gambar 1. Afrizal Faisal Ali dari Universitas Sebelas Maret (Baju Biru) bersama dengan partner
diskusi dari berbagai Negara Asean

Gambar 2. Siti Nisrina dengan Nofalia Nurfitriani dari Universitas Padjajaran (berjilbab) sedang
berdiskusi terkait rancangan gedung hemat energi

Gambar 3. Anton Yohanes dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (Kaos Putih) sedang
berdiskusi mengenai solusi energi terbarukan yang terbaik dan efisien
Pada acara tersebut, delegasi dari Indonesia mendapatkan pelajaran berharga
bahwa setiap Negara masih memiliki kekurangan dalam hal pengembangan energi terbarukan.
Sebagai contoh di Singapura, pemerintah masih mengoptimalkan Energi Surya (Solar Cell).
Untuk sumber energi terbarukan lainnya masih belum siap, dikarenakan potensi yang terbatas
dan SDM yang masih kurang. Ketika saya menanyakan tentang perkembangan penelitian tentang
Energi Laut, para delegasi dari Singapura menyatakan belum ada bahasan awal tentang potensi
serta keuntungan energi laut itu sendiri. Selain itu Indonesia sendiri masih mengandalkan
Geothermal, Energi Angin, dan Energi Surya sebagai tonggak utama pengembangan energi
terbarukan, untuk sumber energi lainnya seperti Energi Laut, Biomassa, dan sebagainya masih
On going Field Test.

Gambar 4. Solar Park salah satu koleksi terbesar dari panel surya di Singapura. menghasilkan
76,000kWh listrik per tahun, yang setara dengan konsumsi listrik bulanan sekitar 180 rumah
tangga rata-rata di Singapura. (Sumber : http://www.pub.gov.sg)

Setelah acara Changing The Game selesai, dilanjutkan pada acara International
Conference yang dihadiri oleh pihak Industri Singapura. Para panelis yaitu Mrs. Hum Wei Mei
(Assistant Director National Climate Change Secretariat), Mr. Zachary Wang (General Manager
and Director Rezeca Renewables), Mr. Bharath Seshadri (Research Associate Energy Research
Institute), Mr. Ned Chiverton (Analyst International Products Chevron), dan Prof. Dr. Michael
Quah (Director National University of Singapore). Mereka berbicara mengenai strategi
kedepannya dalam menghadapi perubahan iklim serta pembangunan bisnis di bidang energi
terbarukan.. Selain itu, konferensi tersebut juga membahas kearifan energi surya di Singapura
serta perkembangan sektor migas di kawasan Asia Pasifik.

Gambar 5. Para Panelis ketika memaparkan materi pada acara International Conference
Ada hal menarik dari pemaparan materi tersebut, ialah Mr. Zachary Wang. Beliau
baru lulus tahun 2011 dari fakultas teknik National University of Singapore dan selang empat
tahun kemudian bisa mendirikan perusahaan energi di bidang Solar Cell bernama Rezeca
Renewables. Dengan passion serta keinginan kuat dalam membangun bisnis di sektor energi

terbarukan, Perusahaan Rezeca Renewables menjadi pemimpin dalam melayani industri rumahan
berbasis energi surya.

Gambar 6. Karyawan Rezeca Renewables ketika sedang ada pemasangan di Taman Studio Atap
(Sumber : http://www.shophouseandco.com)
Setelah konferensi usai, saatnya menjalin networking dengan berbagai delegasi.
Dari kami (Indonesia) saling menyapa satu sama lain, dan akhirnya bertukar pikiran mengenai
masa depan energi terbarukan di Indonesia. Potensi sumber daya energi terbarukan di Indonesia,
seperti matahari, angin dan air, ini secara prinsip memang dapat diperbarui, karena selalu
tersedia di alam. Namun pada kenyataannya potensi yang dapat dimanfaatkan adalah terbatas
(bersifat fluktuatif). Tidak di setiap daerah dan setiap waktu, matahari bersinar cerah, air jatuh
dari ketinggian dan mengailr deras serta angin bertiup dengan kencang dan besarnya ombak
selalu ada. Nilai sumber daya energi sampai saat ini belum dapat begitu menggantikan
kedudukan sumber daya energi fosil sebagai bahan baku produksi energi listrik. Oleh sebab itu
energi terbarukan ini lebih tepat disebut sebagai energi aditif, yaitu sumber daya energi tambahan
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi listrik, serta menghambat atau mengurangi
peranan sumber daya energi fosil.

Gambar 7. Delegasi dari Indonesia ketika berkumpul bersama usai acara


Energi terbarukan dalam pemanfaatannya tidak hanya sekadar memberikan akses
energi secara luas kepada masyarakat yang ingin dicapai, tetapi juga sebagai alternatif
penanggulangan kemiskinan. Satu ungkapan menarik dari Mahatma Gandhi, kepada mereka
yang terlibat di sektor energi terbarukan di Indonesia sebagai agent of development adalah "The
earth has enough for everyones need but not for anyones greed". Artinya, bumi ini cukup untuk
memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi tidak untuk mereka yang rakus (baca: koruptor). Yang
tak kalah pentingnya adalah peran serta masyarakat dari awal hingga akhir proyek, yang tidak
hanya memberikan hal-hal teknis dan ekonomi. Akhir kata dari saya, bahwa masyarakat juga
harus berperan dalam hal yang berkaitan dengan pemanfaatan energi, khususnya para Mahasiswa
yang harus segera bangkit dan sesegera mungkin melakukan observasi maupun penelitian lebih
lanjut mengenai potensi sumber energi terbarukan, sehingga nantinya hasil penelitian tersebut
bisa mendorong ke arah hidup yang lebih baik, seperti memanfaatkan penerangan untuk belajar
serta kegiatan yang meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar.

Anda mungkin juga menyukai