Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan

adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan

swasta. Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa kesadaran individu dan

masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan

dapat dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan

mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan

pembangunan kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya

kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk.

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia,

baik masyarakat, swasta maupun pemerintah. Untuk dapat terlaksananya

pembangunan nasional yang berkontribusi positif terhadap kesehatan, maka seluruh

elemen dari Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai penggerak utama

pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

Pembangunan kesehatan harus diimbangi dengan intervensi perilaku yang

memungkinkan masyarakat lebih sadar, mau dan mampu melakukan hidup sehat

sebagai prasyarat pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Untuk

1
menjadikan masyarakat mampu hidup sehat, masyarakat harus dibekali dengan

pengetahuan tentang cara-cara hidup sehat.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan

masyarakat akan tetapi Kesehatan wanita sering dilupakan dan hanya sebagai objek

dengan mengatas namakan “pembangunan” seperti program KB, dan pengendalian

jumlah penduduk. Padahal wanita sangat berperan penting dalam hal ini karena

perannya yang sangat besar dalam keluarga. Wanita memiliki banyak permasalahan

kesehatan reproduksi yang perlu mendapat perhatian khusus. Saat ini masalah

kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda Intemasional diantaranya

Indonesia menyepakati hasil-hasil Konferensi mengenai kesehatan reproduksi dan

kependudukan (Beijing dan Kairo). Makalah ini mencoba menjelaskan mengenai

permasalahan kesehatan reproduksi dan perempuan di Puskesmas Tapos dengan

menggunakan metode pohon masalah.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan masalah di atas, maka masalah yang diangkat yaitu dari hasil

analisis laporan data Puskesmas Tapos dengan memprioritaskan masalah utama dari

data dan melakukan intervensi untuk perbaikan kualitas kesehatan.

1.3 Tujuan penulisan

1. Mendiskusikan data laporan Puskesmas Tapos.

2. Menganalisis masalah dari hasil data laporan Puskesmas Tapos.

3. Merancang pohon masalah

4. Melakukan intervensi dari pohon masalah untuk perbaikan kualitas kesehatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Laporan Data Puskesmas Tapos

2.1.1 Laporan Program KIA PKM Tapos

Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang

menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi

dan anak balita serta anak prasekolah. Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA dalam

upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinik terkait kehamilan dan

persalinan. Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari,

oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat tranportasi atau komunikasi

(telepon genggam, telepon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencacatan

pemantauan dan informasi KB. Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan

kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para

dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak.

Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan

anak. Ayah dan ibu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan

mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Oleh sebab itu keluarga mempunyai

peranan yang besar dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada

tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya, dan yang paling berperan sebagai pendidik

anak-anaknya adalah ibu. Peran seorang ibu dalam keluarga terutama anak adalah

mendidik dan menjaga anak-anaknya dari usia bayi sehingga dewasa, karena anak

tidak jauh dari pengamatan orang tua terutaa ibunya.

Tujuan Program Kesehatan Ibu dan anak (KIA) adalah tercapainya

kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu

dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)

3
serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang

optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

Prinsip pengelolaan Program KIA adalah memantapkan dan peningkatan

jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pelayanan KIA

diutamakan pada kegiatan pokok :

1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan

mutu yang baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya.

2. Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada

peningkatan pertolongan oleh tenaga professional secara berangsur.

3. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil, baik oleh tenaga

kesehatan maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta

penanganan dan pengamatannya secara terus menerus.

4. Peningkatan pelayanan neonatal (bayi berumur kurang dari 1bulan)

dengan mutu yang baik dan jangkauan yang setinggi tingginya.

Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi

indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program

KIA.Ditetapkan 6 indikator PWS-KIA yaitu;

1. Akses pelayanan antenatal ( cakupan K1 )

2. Cakupan ibu hamil ( Cakupan K4 )

3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan

4. Deteksi ibu hamil beresiko oleh masyarakat

5. Deteksi ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan

6. Cakupan pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan

4
 Pelayanan Antenal

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan

untuk ibu selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan

standar pelayanan antenatal yang ditetapkan yang meliputi kriteria

pemeriksaan 7 T

1) K1 adalah pemeriksaan ibu hamil yang pertama kali mendapat

pelayanan sesuai standar oleh tenaga kesehatan. Dengan target 90

2) K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan

antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali, dengan

distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal

satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua, dan

dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan.

Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat kualitas pelayanan

antenatal adalah Cakupan Fe1 dan TT1, yang menggambarkan pelayanan

antenatal yang berkualitas, jika cakupan K1 sama dengan TT1 dan Fe1,

tetapi jika semakin besar kesenjangan cakupan K1 dibanding dengan TT1

maupun Fe1, maka semakin tidak berkualitas pelayanan antenatal

tersebut. Dengan membandingkan kesesuaian antara cakupan K1, TT1

dan Fe1 maka akan dicapai angka kualitas pelayanan

 Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

Adalah Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Pn) yang

memiliki kompetensi kebidanan , disatu wilayah kerja pada kurun waktu

tertentu. Dengan Indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang

5
ditangani oleh tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan

manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan sesuai standar.

 Cakupan Indikator N1 dan N2

Adalah cakupan Pelayanan Kesehatan sesuai standar yang diberikan

oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus selama periode 0

sampai 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui

kunjungan rumah dengan N1 adalah kontak pada usia 0 – 7 hari, dan N2

adalah Kontak pada Usia 8 – 28 hari.

 Cakupan Deteksi Ibu Hamil Resiko Tinggi

Adalah cakupan Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan

ibu dengan komplikasi kebidanan yang mendapat penanganan definitif

sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan

dasar dan rujukan

 Pelayanan Nifas

Adalah cakupan kontak ibu nifas dengan tenaga kesehatan minimal 3

kali pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari yang mendapatkan pelayanan

dan pemeriksaan kesehatan ibu nifas sesuai standar, baik didalam maupun

diluar gedung puskesmas termasuk bidan didesa, polindes.

 Upaya Kesehatan Keluarga Berencana

sAdalah cakupan Pelayanan KB berkualitas sesuai dengan standar

dengan menghormati hak individu sehingga diharapkan mampu

meningkatkan derajat kesehatan dan menurunkan tingkat fertilitas

(kesuburan), dengan perbandingan antara jumlah peserta KB aktif

dibandingkan dengan jumlah peserta usia subur (PUS)

6
Di bawah ini adalah data laporan pencapaian program kesehatan ibu

dan anak di Puskesmas Tapos tahun 2014 :

IBU HAMIL PKM TAPOS 2014


3500
3000 januari
2500 februari
2000 maret
1500 april
1000 mei
500 juni
0 juli
agustus
september
oktober
november
desember

Dilihat dari permasalahan grafik di atas, pencapaian K1 untuk ibu hamil masih

belum memenuhi target yang ditentukan yaitu 98% target yang ditetapkan Kota depok

dari perhitungan ibu hamil yang ada, dan disini pencapaiannya masih 80,79%.

Permasalahan kurangnya kunjungan dari K1 ini adalah dari belum terpenuhinya

kebutuhan masyarakat akan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan obat-

obatan yang terjangkau, keterbatasan tenaga kesehatan dalam hal jumlah, jenis, mutu,

distribusi, retensi, hambatan finansial masyarakat dalam mengakses pelayanan

kesehatan ibu.

Di bawah ini adalah gambaran grafik ibu bersalin dengan komplikasi obstetric di

Puskesmas Tapos tahun 2014.

7
IBU BERSALIN DENGAN KOMPLIKASI
OBSTETRI PKM TAPOS 2014
70

60 Jumlah Ibu Bersalin Yang


Mengalami Komplikasi
50
Ibu Bersalin dengan Komplikasi
40 yang Tertangani/selamat

30 Ibu Bersalin dengan Komplikasi


yang Dirujuk
20
Ibu Bersalin dengan Komplikasi
10
yang tertangani tetapi
meninggal
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Dari grafik di atas total ibu bersalin yang mengalami komplikasi masih

banyak, dan ini ada kaitannya dengan masih kurangnya pencapaian K1 dan dan K4

yang hanya 70,10% dimana target Kota Depok yaitu 95% sehingga deteksi

komplikasi belum tertangani secara dini. Untuk ibu bersalin dengan komplikasi yang

tertangani/selamat juga belum mendapat capaian yang optimal sehingga masih

dilakukan rujukan. Hal ini disebabkan karena masih belum meratanya nakes yang

kompeten sehingga tidak semua komplikasi pada ibu hamil bisa ditangani di

Puskesmas. Selain itu juga fasilitas puskesmas belum lengkap sehingga tetap

dilakukan rujukan.

Di bawah ini adalah gambaran grafik ibu nifas dengan komplikasi obstetric di

Puskesmas Tapos tahun 2014.

8
IBU NIFAS DENGAN KOMPLIKASI OBSTETRI
PKM TAPOS 2014
600
500
400
300
200
100
0
Ibu Nifas dengan…

c. Kematian Ibu…
e. Kematian Ibu…
a. Persalinan di…

a. Kematian Ibu…
Jumlah Ibu Nifas Yang…

Jumlah Persalinan…

a. Dukun
c.1 Dukun

b. KF2
b. SC

d. RB
a.1 Dokter SpOG

b. Puskesmas

f. Lain-lain
a.4 RB
b. Persalinan di Rumah

c. Dokter Spesialis
a.3 Bidan

Waktu Kematian
b. Bersalin
a.2 BPS

Cara Persalinan

Kunjungan Ibu Nifas


c. Ditolong oleh lain-lain

d. KF Lengkap

Tempat Kematian
1234 5 6 7 8 9 10 11 12

januari februari maret april mei juni juli


agustus september oktober november desember total

Grafik di atas menunjukkan bahwa masih ada ibu nifas yang mengalami

komplikasi, dan dari data semua yang mengalami komplikasi penanganannya

dilakukan rujukan. Selain itu dari data di atas masih terdapat ibu bersalin di lingkup

Puskesmas Tapos yang ditolong oleh dukun. Komplikasi pun sering terjadi dari

rujukan dukun ke nakes, sehingga keadaan pasien sudah memburuk dan langsung

dilakukan rujukan ke Rumah Sakit. Namun di tahun 2014 ini Puskesmas Tapos tidak

menyumbangkan kematian ibu.

Menurut sinyalemen Dinkes AKI cenderung tinggi akibat pertolongan

persalinan tanpa fasilitas memadai. Karena persalinan masih ditangani oleh dukun

beranak atau peraji, kasus kematian ibu saat melahirkan masih tetap tinggi.

Pertolongan gawat darurat bila terjadi kasus perdarahan atau infeksi yang diderita ibu

yang melahirkan, tidak dapat dilakukan.

9
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang lebih memilih untuk

menggunakan dukun beranak. Sementara itu, definisi merekatentang mutu pelayanan

berbeda dengan definisi standar medis. Kelemahan utama dari mutu pelayanan adalah

tidak terpenuhinya standar minimal medis oleh para dukun beranak, seperti dengan

praktek yang tidak steril(memotong tali pusat dengan sebilah bambu dan meniup

lubang hidung bayi yang baru lahir dengan mulut).

Riwayat kasus kematian ibu dan janin dalam penelitian menggambarkan apa

yang terjadi jika dukun beranak gagal mengetahui tanda bahaya dalam masa

kehamilan dan persalinan serta rujukan yang terlambat dan kecacatan janin pun bisa

terjadi dari kekurangtahuan dukun beeranak akan tanda-tanda bahaya kehamilan yang

tidak dikenal. Selain itu, pertolongan persalinan oleh dukun sering menimbulkan

kasus persalinan, diantaranya kepala bayi sudah lahir tetapi badannya masih belum

bisa keluar atau partus macet, itu disebabkan karena cara memijat dukun bayi tersebut

kurang profesional dan hanya berdasarkan kepada pengalaman.

Di bawah ini adalah data yang menunjukkan neonatal, bayi, dan balita di

Puskesmas Tapos tahun 2014.

NEONATAL, BAYI DAN BALITA


8000
7000 januari
6000
februari
5000
4000 maret
3000 april
2000
1000 mei
0 juni
a. Kematian…

b. Kematian…
Neonatal dengan…

g. Kematian…

b. Kematian Bayi…
b. Bayi Lahir BB >…

c. Kunjungan Bayi…

f. Kematian Bayi…
f. Kematian Neonatal…
a. KN1
- Laki - Laki

- Laki - Laki

- Laki - Laki

- Laki - Laki

- Laki - Laki
Kelahiran Bayi

c. Puskesmas
- Perempuan

- Perempuan

- Perempuan

- Perempuan

b. Pustu/Polindes
Cakupan Injeksi Vit.K

juli
agustus
september
oktober

10
Data di atas menggambarkan bahwa kunjungan neonatal (KN1) masih

dibawah target yaitu 74,27% dari target yang diinginkan yaitu 90% dan (KNL)

71,89% dari target 90%. Data di atas juga menunjukkan masih ada kematian bayi

yang terjadi dan itu disebabkan mengalami komplikasi dan tidak tertolong. Tenaga

kesehatan di Puskesmas tapos dan juga fasilitas yang belum tersedia secara lengkap

menunjang terhadap penanganan yang kurang optimal.

Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB yang sesuai dengan standar

dengan menghormati hak individu sehingga diharapkan mampu meningkatkan derajat

kesehatan dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan). Pelayanan KB bertujuan

untuk menunda, menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dengan

menggunakan metode kontrasepsi. Metode kontrasepsi meliputi:

a. KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi).

b. Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).

c. Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi).

Di bawah ini adalah gambaran capaian KB di Puskesmas Tapos 2014 :

keluarga berencana PKM Tapos 2014


70000
60000 januari
50000 februari
40000 maret
30000
april
20000
10000 mei
0 juni
Peserta KB Akseptor…

Peserta KB dengan…
Jumlah PUS ALKI…

Akseptor yang…
Peserta KB Pasca…
f. MOP

f. MOP

f. MOP
b. Suntik
d. Implant

b. Suntik

b. Suntik
c. PIL
e. MOW

h. Lain-lainnya

d. Implant

h. Lain-lainnya

e. MOW

d. Implant

h. Lain-lainnya
a. IUD
c. PIL
a. IUD

g. Kondom

g. Kondom
Jumlah PUS

juli
agustus
september
oktober

11
Grafik di atas menggambarkan bahwa cakupan pengguna KB di Puskesmas

Tapos bervariasi, namun yang mendominasi yaitu pengguna KB suntik. Penggunaan

KB IUD masih kurang dikarenakan banyak masyarakat yang merasa takut untuk

menggunakannya karena mereka berpendapat banyak kegagalan yang diakibatkan KB

IUD serta KB IUD itu menakutkan dan dianggap menimbulkan banyak komplikasi.

Anggapan-anggapan masyarakat tersebut dikarenakan kurang fahamnya dan kurang

pengetahuan mereka mengenai KB IUD, sehingga anggapan mereka KB suntik lah

yang paling aman.

Selain itu grafik di bawah akan menggambarkan pemantauan persediaan alat

kontrasepsi di Puskesmas Tapos 2014, yang mana persediaan alat juga mempengaruhi

pemilihan kontrasepsi yang akan dipakai oleh masyarakat.

PEMANTAUAN PERSEDIAAN ALAT


KONTRASEPSI PKM TAPOS
5000
4500 januari
4000 februari
3500 maret
3000
2500 april
2000 mei
1500 juni
1000
500 juli
0 agustus
september
oktober

Untuk grafik pemantauan persediaan alat kontrasepsi di Puskesmas Tapos

tahun 2014 di atas penggunaan kondom sedikit sehingga menyiskan jumlah yang

paling banyak disbanding kontrasepsi lain.

12
Dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan anak di Indonesia, sistem

pencatatan dan pelaporan merupakan komponen yang sangat penting. Selain sebagai

alat untuk memantau kesehatan ibu hamil, bayi baru lahir, bayi dan balita, juga untuk

menilai sejauh mana keberhasilan program serta sebagai bahan untuk membuat

perencanaan di tahun – tahun berikutnya.

Sistem pencatatan dan pelaporan dimulai dengan mencatat seluruh ibu hamil,

bayi baru lahir, bayi dan Balita yang ada di suatu desa. Secara berjenjang, hasil

pencatatan tersebut dilaporkan oleh Bidan di Desa ke Puskesmas, Puskesmas ke

Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Kabupaten/Kota ke Dinkes Propinsi dan Dinkes

Propinsi ke Depkes. Pada tingkat Puskesmas dan Kabupaten, analisis yang dilakukan

adalah menilai hasil cakupan kunjungan ibu hamil, persalinan oleh tenaga kesehatan,

kunjungan nifas, penanganan komplikasi obstetrik dan neonatal, cakupan pelayanan

KB, kunjungan neonatal, kunjungan bayi dan kunjungan balita. Termasuk dalam

analisis tersebut adalah menentukan prioritas masalah dan penyelesaiannya. Hasil dari

keseluruhan proses tersebut disampaikan pada sektor–sektor terkait untuk tindak

lanjut sesuai dengan tingkat pelayanan di desa, kecamatan dan kabupaten/kota.

Oleh karena itu untuk memantau pemantapan cakupan program KIA telah

dilakukan reformasi Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan

Anak (PWS-KIA). Dengan penyempurnaan pedoman tersebut, langkah-langkah

kegiatan program dapat lebih diarahkan ke wilayah prioritas yang paling perlu untuk

mendapatkan peningkatan pelayanan. PWS-KIA juga merupakan alat manajemen

yang penting untuk dipergunakan oleh sektor lain yang terkait, khususnya aparat

pemerintah daerah setempat.

13
Di bawah ini adalah data pemanfaatan buku KIA di Puskesmas Tapos 2014:

Pemanfaatan buku KIA PKM Tapos 2014


450

400 januari

350 februari
maret
300
april
250
mei
200 juni
150 juli

100 agustus
september
50
oktober
0
november
Jumlah Jumlah Jumlah a. Untuk b. Untuk c. Lain-lain Jumlah Sisa
Buku KIA Buku KIA Buku KIA Ibu Hamil Bayi/Balita Buku Akhir desember
Bulan Lalu Yang yang Bulan Ini total
Diterima dibagikan
Bulan Ini

Dari grafik laporan di atas tergambarkan bahwa pemanfaatan buku KIA belum

sepenuhnya optimal, ini bisa dikarenakan karena banyak juga ibu hamil yang

memeriksakan kehamilannya ke RS swasta dan tidak mendapatkan buku KIA.

2.1.2 Laporan Data Gizi PKM Tapos

Kota Depok belum lepas dari masalah balita bergizi buruk. Upaya menekan

kasus balita bergizi buruk selalu tidak memenuhi target selama tiga tahun terakhir.

Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kota Depok Ety

Rohayati mengatakan, target kasus gizi balita buruk sebanyak 0,5% dari jumlah balita

yang ada. Namun, selama tiga tahun terakhir (2012-2014), jumlah kasus balita bergizi

buruk masih di atas 0,5%. Beliau menyebutkan, selama tiga tahun terakhir pada

dasarnya kasus balita gizi buruk menurun, namun masih tidak memenuhi target. Pada

tahun 2012, kasus gizi buruk sebanyak 0,9% atau 120 kasus dari jumlah balita

sebanyak 127.260 jiwa. Pada tahun 2013, kasus gizi buruk sebanyak 0,8% atau 87
14
kasus dari jumlah balita 115.745 jiwa dan tahun 2014, kasus gizi buruk sebanyak

0,6% atau 75 kasus dari jumlah balita 127.101 jiwa.

Menurut beliau, data gizi buruk itu didapatkan dari puskesmas yang tersebar di

11 kecamatan Kota Depok. Selain itu, pemantauan juga dilakukan dengan program

penimbangan balita yang diselenggarakan setiap bulan. Dia mengatakan, ada

fenomena kasus gizi buruk di Depok terjadi karena penyakit peserta. Menurut beliau,

ada pasien mengalami kasus gizi buruk karena menderita tuberkulosis. Penanganan

penyakit tuberkulosis itu tidak disertai pengaturan asupan gizi sehingga berdampak

kepada munculnya kasus gizi buruk.

Berdasarkan data sementara kasus gizi buruk pada tahun ini, terdapat 23

kasus. 11 kasus di antaranya merupakan kasus gizi buruk murni dan 12 kasus lainnya

terjadi dengan penyakit peserta. Upaya untuk menekan kasus gizi buruk adalah

dengan membuka unit pemulihan gizi di 5 puskesmas. Kelima puskesmas itu yakni

Puskesmas Tapos, Cimanggis, Pancoran Mas, Sawangan dan Sukmajaya. Dari kelima

puskesmas itu, Puskesmas Sukmajaya merupakan satu-satunya yang memiliki fasilitas

rawat inap. Pemulihan gizi menjadi penting untuk mencegah kasus balita kurang gizi

meningkat menjadi balita bergizi buruk. Pasalnya, jumlah balita tergolong kurang gizi

jumlahnya mencapai ribuan. Dia menyebutkan, pada tahun 2012 terdapat kasus balita

kurang gizi sebanyak 5.563 kasus, pada tahun 2013 sebanyak 5.051 kasus dan pada

tahun 2014 sebanyak 4.277 kasus.

15
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000

0
2014.

BAYI
Bayi (0 - 11 bl) dengan KMS (K)
Bayi (0 - 11 bl) yang Ditimbang (D)
Bayi (0 - 11 bl) Naik Berat Badan (N)
Bayi (0-11 bl) tidak Naik Berat Badan (T)
Bayi (0-11 bl) yang tidak ditimbang bulan lalu (O)
Bayi (0-11 bl) Baru pertama kali ditimbang (B)
Bayi (0 - 11 bl) B G M
Bayi (0 - 11 bl) GAKIN yang BGM
Bayi (0-6 bln) dengan ASI Ekslkusif
Bayi ( 6 - 11 bl) yang mendapatkan Vitamin A dosis…
Bayi (6-11 bulan) GAKIN yang mendapat MP-ASI

16
BALITA
Anak Umur 12 - 59 bulan dengan KMS (K)
Anak Umur 12 - 59 bulan yang Ditimbang (D)
TAPOS

Anak Umur 12 - 59 bulan yang Naik Berat Badan (N)


Anak umur 12-59 bulan tidak naik berat badan (T)
Anak umur 12-59 bulan yang tidak ditimbang bulan…
Anak umur 12-59 bulan Baru pertama kali…

A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 B 1 2 3 4 5 6 7
Anak Umur 12 - 59 bulan yang BGM
Anak Umur 12 - 59 bulan yang mendapatkan…

8
dosis tinggi

9
Balita (12-24 bulan) Gakin yang mendapat MP-ASI
LAPORAN BULAN JANUARI GIZI PADA BAYI DAN BALITA PKM

JUMLAH L (3)
JUMLAH P (4)
Dibawah ini adalah data laporan gizi tiap bulannya di Puskesmas Tapos tahun

JUMLAH ∑ (5)
PESERTA GAKIN L (6)
PESERTA GAKIN P (7)
PESERTA GAKIN ∑ (8)
LAPORAN BULANAN GIZI PKM TAPOS
BULAN JANUARI
PESERTA GAKIN ∑ (8) PESERTA GAKIN P (7) PESERTA GAKIN L (6)
JUMLAH ∑ (5) JUMLAH P (4) JUMLAH L (3)

Balita Gizi Buruk yang meninggal 0


0
3

0
Balita gizi buruk yang ditangani/mendapat perawatan 0
2

d) Marasmic-kwashiorkor 0
0
0
c) kwashiorkor 0
0
b) Marasmus 0
1

a) Tanpa gejala klinis 0


0
0
Balita Gizi Buruk: 0
GIZI BURUK 0
0
E

0
Ibu Nifas yang mendapatkan 2 kapsul Vitamin A dosis… 22
1

22
0
IBU NIFAS
D

0
Ibu Hamil dengan HB < 11 gram % 0
0
3

0
Ibu Hamil KEK ( Lila < 23,5 cm) 0
2

0
b. Ketiga Kali (Fe3) 22
22
a. Pertama Kali (Fe1) 0
35
1

35
Ibu Hamil yang mendapatkan Tablet Tambah Darah (Fe)
IBU HAMIL
C

0 5 10 15 20 25 30 35 40

DIAGRAM GIZI BULAN FEBRUARI PKM TAPOS


1400
1200
1000
800
600
400
200
0
Jumlah anak kasus gizi…
Jumlah bayi 6-11 bulan…

Jumlah (D) anak 24-59…

Jumlah bayi kasus gizi…

Jumlah bayi kasus gizi…


Kasus gizi buruk baru…
Jumlah anak 24-59…
Jumlah anak 12-59…
Ibu nifas yang…

Kasus gizi buruk BARU…


Jumlah posyandu yang…
Jumlah anak (S) 24-59…

Jumlah (T) anak 0-59…


Jumlah (BGM) anak 0-…

Jumlah balita kasus gizi…


Jumlah balita kasus gizi…

Jumlah (2T) KASUS…


Jumlah Ibu Hamil risiko…

Jumlah ibu hamil yang…


Jumlah (K) anak 0-59…

Jumlah (D') anak 0-59…


jumlah (O) anak 0-59…

Kasus gizi buruk LAMA…

Jumlah Bayi yang…


Jumlah Bayi yang…
Jumlah anak 0-59 bulan…

Jumlah anak kasus gizi…


Jumlah (K) anak 0-23…

Kasus gizi buruk yang…

Jumlah Bayi (6-11…

Laki laki Perempuan JUMLAH

17
200
400
600
800
1000
1200

0
Ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A
Jumlah bayi 6-11 bulan yang ada di wilayah kerja pada…
Jumlah anak 24-59 bulan yang ada di wilayah kerja pada…
Jumlah anak 12-59 bulan yang ada di wilayah kerja pada…
Jumlah anak 0-59 bulan yang ada di wilayah kerja pada…
Jumlah posyandu yang melapor pada BULAN INI
Jumlah anak (S) 24-59 bulan dari posyandu yang melapor…
Jumlah (K) anak 0-23 bulan memiliki KMS dari posyandu…
Jumlah (K) anak 0-59 bulan memiliki KMS dari posyandu…
Jumlah (D) anak 24-59 bulan ditimbang pada BULAN INI
jumlah (O) anak 0-59 bulan yang ditimbang bulan ini…

Laki-laki

18
Jumlah (D') anak 0-59 bulan yang ditimbang BULAN LALU…
Jumlah (T) anak 0-59 bulan yang tidak naik berat…
Jumlah (BGM) anak 0-59 bulan yang berada di bawah…
Kasus gizi buruk baru yang dirawat pada BULAN INI

Perempuan
Kasus gizi buruk BARU yang meninggal pada BULAN INI
Kasus gizi buruk LAMA yang masih dirawat sampai pada…
Kasus gizi buruk yang masih dirawat pada BULAN INI
Jumlah bayi kasus gizi kurang (KURUS: -3 BB/PB sampai <…

JUMLAH
Jumlah anak kasus gizi kurang (KURUS: -3 BB/PB sampai <…
Jumlah anak kasus gizi kurang (KURUS: -3 BB/PB Atau…
DATA GIZI PKM TAPOS BULAN MARET

Jumlah bayi kasus gizi kurang (KURUS: -3 BB/PB sampai <…


Jumlah balita kasus gizi kurang (KURUS: -3 BB/PB sampai…
Jumlah balita kasus gizi kurang (KURUS: -3 BB/PB Atau…
Jumlah Ibu Hamil risiko Kurang Energi Kronis (KEK)…
Jumlah (2T) KASUS LAMA anak 0-59 bulan yang dua kali…
Jumlah Bayi yang berumur 0-6 bulan pada BULAN INI
Jumlah Bayi yang mencapai umur 6 bulan pada BULAN INI
Jumlah Bayi (6-11 bulan) yang mendapat kapsul Vitamin A
Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapatkan tablet…
Data GIZI PKM Tapos Bulan April
1200

1000

800

600

400

200

0
Ibu nifas yang mendapat kapsul…

Jumlah (K) anak 0-59 bulan…

jumlah (O) anak 0-59 bulan…

Jumlah anak kasus gizi kurang…


Jumlah anak 24-59 bulan yang…
Jumlah anak 12-59 bulan yang…

Kasus gizi buruk LAMA yang…

Jumlah anak kasus gizi kurang…

Jumlah ibu hamil yang pertama…


Jumlah anak 0-59 bulan yang…

Jumlah (K) anak 0-23 bulan…

Jumlah bayi kasus gizi kurang…

Jumlah bayi kasus gizi kurang…

Jumlah (2T) KASUS LAMA anak…


Jumlah (D) anak 24-59 bulan…

Jumlah Bayi yang berumur 0-6…


Jumlah Bayi yang mencapai…
Jumlah bayi 6-11 bulan yang…

Kasus gizi buruk baru yang…

Kasus gizi buruk yang masih…

Jumlah balita kasus gizi kurang…


Jumlah balita kasus gizi kurang…
Jumlah Ibu Hamil risiko Kurang…

Jumlah Bayi (6-11 bulan) yang…


Jumlah posyandu yang melapor…
Jumlah anak (S) 24-59 bulan…

Jumlah (BGM) anak 0-59 bulan…


Jumlah (D') anak 0-59 bulan…
Jumlah (T) anak 0-59 bulan…

Kasus gizi buruk BARU yang…


laki-laki Perempuan JUMLAH

Data GIZI PKM Tapos Bulan Mei


Jumlah ibu hamil yang pertama kali mendapatkan…
Jumlah bayi yang ditimbang bulan ini LULUS ASI…
Jumlah Bayi yang berumur 0-6 bulan pada BULAN INI
Jumlah anak Balita 6-23 bulan yang mendapat taburia
Jumlah balita kasus gizi kurang (KURUS: -3 BB/PB Atau…
Jumlah anak kasus gizi kurang (KURUS: -3 BB/PB…
Jumlah anak kasus gizi kurang (KURUS: -3 BB/PB Atau…
Jumlah anak kasus gizi kurang (KURUS: -3 BB/PB…
Kasus gizi buruk yang masih dirawat pada BULAN INI
Kasus gizi buruk yang meninggal pada BULAN INI
Kasus gizi buruk baru yang dirawat pada BULAN INI
Jumlah (2T) anak 0-59 bulan yang dua kali tidak naik…
Jumlah (D') anak 0-59 bulan yang ditimbang BULAN…
Jumlah (D) anak 0-59 bulan ditimbang pada BULAN INI
Jumlah (K) anak 0-59 bulan memiliki KMS dari…
Jumlah (S) anak 0-59 bulan dari posyandu yang…
Jumlah posyandu yang melapor pada BULAN INI
Jumlah anak 6-59 bulan yang ada di wilayah kerja pada…
Jumlah anak 24-59 bulan yang ada di wilayah kerja…
Jumlah bayi 0-5 bulan yang ada di wilayah kerja pada…

0 200 400 600 800 1000 1200

JUMLAH Perempuan Laki-laki

19
Kasus gizi buruk yang terjadi di wilayah Depok dan termasuk Puskesmas Tapos

dikarenakan masih banyak masyarakat yang kurang faham pentingnya asupan gizi

untuk anaknya, asi ekslusip pun belum seluruhnya tercapai, masih saja ada ibu yang

memberikan susu formula dengan banyak alasan.

2.2 Analisis Data dan Penentuan Akar Masalah

Analisis situasi merupakan langkah awal dalam Problem Solving Cycle

(Siklus Pemecahan Masalah). Dalam proses pemecahan masalah selalu dimulai dari

analisis situasi. Proses pemecahan masalah diharapkan benar-benar memecahkan

masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Semua itu memerlukan dukungan

informasi yang tepat dari proses analisis situasi.

Tujuan analisis situasi adalah mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya

tentang kondisi kesehatan di suatu daerah yang akan berguna untuk menetapkan

permasalahan (identifikasi masalah). Analisa situasi juga dapat digunakan dalam

rangka perencanaan program dan analisis hambatan.

Dengan dilakukan analisis situasi kita dapat memotret kondisi kesehatan

masyarakat yang sedang dihadapi suatu daerah serta determinan-determinannya atau

faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Sehingga dapat

diperkirakan secara tidak langsung derajat kesehatan masyarakat atau masalah

kesehatan yang dialami masyarakat.

Analisis Situasi merupakan proses pengamatan situasi kini (present condition

atau the existing condition) dengan melakukan pengamatan secara langsung di

lapangan dan mengumpulkan informasi atau data dari laporan-aporan atau publikasi

melalui metode observasi dan wawancara.

Dari data-data yang disajikan sebelumnya kita bisa menganalisis untuk

menentukan prioritas masalah, dan jika sudah ditentukan prioritas masalah kita akan

20
menganalisis dampaknya seperti apa dari masalah tersebut. Berdasarkan prioritas

masalah juga bisa dianalisa faktor-faktor penyebab dari masalah utama tersebut.

Setelah dianalisis kita mendapatkan prioritas masalah yang perlu diutamakan yaitu:

1) Masih terjadinya komplikasi pada kehamilan

Banyak hal yang mempengaruhi sehingga terjadi komplikasi pada kehamilan.

Terjadinya komplikasi bisa disebabkan karena pasien kurang memeriksakan

kehamilannya pada petugas kesehatan, sehingga pemberian pendidikan kesehatan

kurang didapat. Data dari Puskesmas Tapos juga untuk cakupan K1 dan K4 masih

dibawah cakupan yang ditargetkan. Selain itu juga posyandu kurang maksimal

dimanfaatkan untuk memeriksakan kehamilan, dan itu bisa terjadi karena faktor

kurang kerjasamanya nakes dengan kader-kader sehingga kader kurang optimal

dalam membantu mensosialkan pentingnya pemeriksaan kehamilan. Program-

program dari puskesmas juga kurang optimal dalam realisasinya dikarenakan

faktor anggaran dana yang kurang.

2) Terjadinya komplikasi pada persalinan

Komplikasi pada persalinan diakibatkan banyak hal. Bisa terjadi karena bawaan

dari sebelum hamil, atau pada saat hamil. Komplikasi juga tidak bisa terprediksi

cepat, namun dengan pemeriksaan rutin bisa mencegah ataupun mengenali

komplikasi secara dini sehingga penanganannya bisa langsung dilakukan.

Komplikasi persalinan bisa juga terjadi karena penatalaksanaan persalinan yang

kurang baik yang tidak dilakukan oleh nakes dan tidak di tempat pelayanan

kesehatan, misalnya di dukun. Persalinan yang dilakukan oleh non nakes atau

dukun bisa menimbulkan banyak komplikasi. Ketika komplikasi itu terjadi

biasanya baru di bawa ke tenaga kesehatan untuk ditangani, dan saat perujukan

tersebut kondisi ibu sudah sangat buruk. Masyarakat depok juga utamanya wilayah

21
puskesmas Tapos masih ada yang melakukan persalinan di dukun atau non nakes

dikarenakan mereka merasa bahwa persalinan di nakes itu mahal, dan penolong

persalinan oleh tenaga kesehatan tidak senyaman di dukun yang selalu ditemani

sampai nifas. Masyarakat juga tidak sepenuhnya faham mengenai BPJS yang

disediakan pemerintah untuk membantu biaya dalam persalinan. Sehingga ibu

hamil atau bersalin bisa leluasa memilih tempat periksa hamil dan persalinan di

mana saja yang kerjasama dengan BPJS.

3) Masih terdapat balita bergizi buruk

Banyak factor yang mempengaruhi gizi buruk ini seperti tingkat pendidikan

kemiskinan, ketersediaan pangan, transportasi, adat istiadat, dan lain sebagainya.

Masalah gizi buruk apabila tidak ditangani dengan serius maka akan berdampak

buruk terhadap kelanjutan generasi di Indonesia. Dengan adanya perubahan cara

pandang masyarakat akan lebih baik dalam mendukung perbaikan masalah gizi

buruk di Indonesia maka perlu ditinjau pada objek yang menjadi permasalahan gizi

buruk ini agar dapat mencapai jalan keluar secara optimal dan efektif. Masalah

kurang gizi di Indonesia dpat diselesaikan dengan adanya keselarasan kebijakan

pemerintah pusat maupun daerah. Di samping peran pemerintah dalam pengawasan

dan pendanaan, peran daerah juga penting dalam melaksanakan program gizi dan

pangan. Selain gizi, asi juga sangat berperan penting terhadap kesehatan anak, dan

program asi ekslusif sudah menjadi program penting untuk meningkatkan kualitas

kesehatan anak sebagai penerus bangsa. Namun masih saja yang belum faham dan

beralasan banyak untuk tidak memberikan asinya. Mereka belum faham karena

petugas nakes kadang masih belum optimal untuk mengarahkan asi lebih baik dari

pada susu formula, mereka hanya sekedar member tahu saja tanpa memantau

apakah pemberian asinya benar atau tidak.

22
2.3 Pohon Masalah PKM Tapos

Diagram Pohon (Tree Diagram) merupakan suatu alat yang menggambarkan

suatu hubungan yang kompleks dari berbagai faktor yang berkaitan yang cocok satu

dengan yang lain dalam bentuk hirarkhi. Diagram Pohon (Tree Diagram) ini

menggambarkan serangkaian hubungan timbal balik dengan menggunakan “gambar

pohon” dengan berbagai cabangnya. Titik temu cabang menunjukkan faktor-faktor

yang saling berkaitan satu dengan yang lain tergantung dari “ketentuan cabang-

cabang” tersebut. Penentuan faktor pada titik temu cabang yang tertera serta

“ketentuan pencabangan” yang dipergunakan ditentukan oleh maksud dan tujuan dari

“diagram pohon” tersebut. Sebagai contoh, untuk tujuan proyek, disebut dengan

“Pohon Tujuan” (Objective Tree) yang menggambarkan adanya hubungan hirarkhi

tujuan.

Dalam kaitannya dengan penyusunan dan pengembangan rancangan suatu

proyek atau program, Diagram Pohon yang umum dipergunakan adalah “Pohon

Masalah” (Problem Tree) dan “Pohon Tujuan / Harapan” (Objective Tree). Pohon

masalah merupakan diagram yang menggambarkan masalah, sebab dan akibat. Ini

dilakukan setelah masyarakat menyususn masalah prioritas Teknik menggunakan

pohon masalah disebut juga teknik analisis masalah.

23
Pohon Masalah di Puskesmas Tapos

Terjadinya komplikasi pada kehamilan Terjadinya komplikasi pada Persalinan Masih terdapat balita berizi buruk

cakupan K1dan K4 masih belum sesuai target Pertolongan persalinan ada yang masih dilakukan oleh dukun Pemberian asi ekslusive masih belum 100%, dan
pemberian nutrisi bergizi masih belum optimal

Pengetahuan Promosi Peran dan Dukungan Beranggapan Anggapan Bersalin Kurang


masyarakat kesehatan pengetahuan keluarga kalau periksa bersalin di di nakes memahami Pengetahuan Beralasan Anggapan
yang kurang pentingnya kader akan kurang kehamilan nakes mahal ditinggal bahayanya manfaat asi kerja, makanan
akan pemeriksaan pentingnya mahal -tinggal komplikasi dan sehingga bergizi
pentingnya oleh nakes periksa oleh dalam pemberian tidak bisa mahal
pemeriksaan kurang kehamilan bidannya persalinan nutrisi bergizi member asi
kehamilan kurang kurang

Kerjasama Pemberian Penkes


Kebijakan Kurang Pemanfa Belum dengan pelayanan bahaya Pemberian Kurang Kurang
program kerjasama atan faham dukun oleh nakes komplikasi informasi kerjasama kerjasama lintas
dari dengan posyandu tentang belum kurang baik persalinan dari nakes dengan sector untuk
puskesmas kader, dianggap program sepenuhnya (kurang kurang kurang kader memperhatikan
kurang pelatihan kurang pemerintah berjalan sabar) pentingnya
tegas kader baik (BPJS) asupan gizi
kurang

Anggaran Kurangnya
pendanaan kesadaran dan
kurang tanggung jawab
nakes, dan
masyarakat

24
2.4 Intervensi Dari Masalah Program KIA/KB di PKM Tapos

Intervensi dimaksudkan untuk menetapkan cara-cara apakah yang patut

dipergunakan untuk merencanakan perbaikan berdasarkan masalah yang

ditemukan dalam proses diagnosa dan pemberian umpan balik. Program prioritas

adalah program yang dipilih dan dikembangkan dari program pokok Puskesmas

secara intensif untuk mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan

masyarakat yang potensial berkembang di wilayah kerja Puskesmas. Dengan

merumuskan program, Puskesmas dapat lebih terfokus bekerja sesuai dengan

kebutuhan masyarakat setempat.

a. Cakupan K1 dan K4 masih belum sesuai target

Dalam hal ini pemerintah membuat program pencakupan pelayanan K1

dan K4 100% dengan cara :

1. Mengadakan pelatihan dan pelaksnanaan cakupan K1 dan K4 pada

bidan yang bertugas di rs, puskesmas dan pelayanan kesehatanan

swasta.

2. Melakukan pelatihan pada setiap kader posyandu terkait pelayanan K1

dan K4 pada ibu hamil.

3. Memberikan promosi kesehatan terkait pentingnya pemeriksaan

kehamilan pada ibu hamil dan calon ibu hamil.

4. Dalam program ini pemerintah harus melibatkan para tokoh

masyarakat dan tokh agama.

5. Pemerintah melakukan pemerataan keberadaan petugas kesehatan di

wilayah terpencil, sehingga cakupan K1 dan K4 ini tercapai 100%.

6. Sarana dan prasarana harus terpenuhi sehingga pemberian pelayanan

K1 dan K4 dapat terlaksana dengan baik.

25
b. Pertolongan persalinan oleh non nakes

Berdasarkan dukun di Indonesia masih mempunyai peranan dalam

menolong suatu persalinan dan tidak bisa dipungkiri, masih banyak

persalinan yang ditolong oleh dukun beranak, walaupun dalam menolong

persalinan dukun tidak berdasarkan kepada pengalaman dan berbagai

kasus persalinan oleh dukun seringkali terjadi dan menimpa seorang ibu

dan atau bayinya. Tetapi keberadaan dukun di Indonesia tidak boleh

dihilangkan tetapi kita bisa melakukan kerjasama dengan dukun untuk

mengatasi hal-hal atau berbagai kasus persalinan oleh dukun.

1. Pemerintah membuat program pelatihan bagi para dukun beranak

sehingga dapat menjadi mitra bidan dalam memberikan pertolongan

persalinan.

2. Melakukan promosi kesehatan pada masyarakat terkait pentingnya

melakukan pertolongan persalinan oleh nakes dan memberikan

informasi bahayanya persalinan yang tidak ditolong oleh nakes.

3. Pemerintah melakukan pemerataan petugas kesehatan yang profesional

diwilayah terpencil, sehingga kebutuhan masyarakat akan petugas

kesehatan terpenuhi.

4. Pemerintah menyediakan fasilitas yang memadai terkait pelayanan

kesehatan terutama semua perlengkapan dan peralatan dalam proses

persalinan.

Kemitraan Bidan–Dukun sendiri adalah suatu bentuk kerjasama

bidan dan dukun yang saling menguntungkan dengan prinsip

keterbukaan, kesetaraan dan kepercayaan dalam upaya untuk

menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai

26
penolong persalinan dan mengalihfungsikan dukun dari penolong

persalinan menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas,

dengan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat antara bidan dan

dukun serta melibatkan seluruh unsur/elemen masyarakat yang ada.

c. Pemberian ASI eksklusif tidak 100% dan pemberian makanan bergizi

belum optimal, dan masih terdapat gizi buruk pada balita.

Intervensi pemberian asi ekslusif :

1. Pemerintah membuat program dengan cara melakukan promosi

kesehatan terkait pentingnya ASI eksklusif pada bayi.

2. Melakukan pelatihan pada kader dan pertugas kesehatan terkait

pentingnya ASI eksklusif dan pemberian nutrisi yang baik pada bayi

dan balita.

Intervensi memberikan gizi optimal pada balita :

Permasalahan gizi buruk dewasa ini semakin merebak, maka diperlukan

cara untuk menanggulangi masalah tersebut. Salah satu contoh

penanggulangan gizi buruk, yaitu :

1. Pengumpulan data

Puskesmas, bidan desa dan kader posyandu melakukan pendataan, data

yang dikumpulkan adalah jumlah balita yang ada di kelompok masing-

masing posyandu, yang meliputi jumlah balita yang menderita gizi

kurang dan gizi buruk serta jumlah kepala keluarga.

2. Analisa data

Selanjutnya data dianalis dengan indikator persentase jumlah balita

status gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk, data ini dikelompok

berdasarkan kelompok masing-masing posyandu. Data ini nantinya

27
disampaikan ke Puskesmas. Pada tahap ini melakukan pendekatan

dengan tokoh masyarakat, tokoh agama masing-masing wilayah. Pada

pendekatan ini pihak Puskesmas membekali mereka dengan

pengetahuan gizi buruk melalui penyuluhan-penyuluhan sehingga

kegiatan pendekatan lebih efektif.

3. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dilakukan di posyandu masing-masing, pada

kegiatan ini yang hadir seluruh kepala keluarga, tokoh ulama, tokoh

agama, tokoh masyarakat, dan kader. Langkah-langkah perumusan

masalah adalah,

 Puskesmas menyampaikan hasil analisis data yaitu besaran

masalah yang dihadapi,

 menjelaskan tujuan yang akan dicapai dan,

 mendiskusikan rancangan intervensi yang dilakukan.

4. Penetapan Kegiatan

Kegiatan dilanjutkan dengan penetapan rencana kegiatan yang terdiri dari

sumber dana dan penyumbang dana intervensi, bentuk bantuan yang akan

diberikan untuk balita yang menderita gizi buruk, penetapan pengelola

keuangan dan penetapan teknis pemberian bantuan. Puskesmas sebagai

mediator mengarahkan kelompok masyarakat selama proses diskusi.

5. Implementasi

Implementasi semua unsur yang terlibat apakah sudah melakukan tugasnya

seperti mengumpulkan dana, pengadaan makanan tambahan, penyerahan

bantuan. Puskesmas hanya menetapkan daftar menu sesuai dengan

kebutuhan kalori proteinnya.

28
6. Monitoring dan Evaluasi

Puskesmas melakukan monitoring terhadap makanan tambahan yang

dikomsumsi oleh balita, apakah makanan sesuai dengan kebutuhannya dan

apakah makanan tersebut sudah diterima dan dimakan oleh balita gizi

buruk. Selanjutnya puskesmas melakukan pemantauan berat badan balita

mingguan dan bulanan serta melakukan pendataan apabila ada balita yang

menderita gizi buruk baru.

Evaluasi kegiatan penanggulangan gizi buruk ini dilakukan setiap 3 bulan

sekali di tiap posyandu, pada saat ini semua unsur terlibat melaporkan

kepada kader, tokoh masyarakat, tokoh agama. Kegiatan yang dievaluasi

adalah implementasi yang telah dilaksanakan yaitu mengenai dana yang

terkumpul, pengeluaran dan balita yang mendapatkan bantuan makanan

tambahan. Puskesmas memberikan input tentang perkembangan status gizi

balita dan balita baru yang menderita gizi buruk.

Pemerintah Republik Indonesia dalam menangani masalah kurang gizi di

Indonesia melalui pemanfaatan Posyandu, meningkatkan partisipasi

masyarakat memantau pertumbuhan dan kebutuhan gizi anak balita,

meningkatkat kemampuan petugas-petugas kesehatan, meningkatkan

keluarga sadar akan gizi serta memberi supplement makanan tambahan,

MP ASI dan pemberian vitamin A, membuat kerjasama lintas sektoral dan

kemitraan serta melanjutkan kembali Sistem Kewaspadaan Dini Gizi

Buruk. Selain itu dalam mengatasi masalah gizi buruk di Indonesia perlu

dilakukan intervensi dalam cakupan investasi di bidang kesehatan,

pendidikan dan social terutama bagi kelompok yang beresiko tinggi

terkena gizi buruk.

29
Ada beberapa intervensi yang dapat dilakukan pada ibu dan anak

seperti intervensi terhadap perilaku pemberian ASI eksklusif, pemberian

makanan pendamping (MP-ASI), perilaku hidup bersih dan sehat serta

pemantauan berat badan secara teratur, pemberian supplement mikro

tambahan dalam hal asupan vitamin A, pil FE, garam beryodium,

pemulihan terhadap gizi anak dalam keluarga yang kurang gizi, pemberian

makanan tambahan pada ibu hamil.

d. Pentingnya peran kader

Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih

oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan

perseorangan maupun masyarakat untuk berkerja dalam hubungan yang

amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan. Kader

merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan

masyarakat departemen kesehatan membuat kebijakan mengenai latihan

untuk kader yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan,

menurunkan angka kematian ibu dan anak. Para kader kesehatan

masyarakat itu seyogyanya memiliki latar belakang pendidikan yang

cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis dan

menghitung secara sedarhana.

Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab atas masyarakat

setempat serta pimpinan yang ditujuk oleh pusat-pusat pelayanan

kesehatan. Diharapkan mereka dapat melaksanakan petunjuk yang

diberikan oleh para pembimbing dalam jalinan kerja dari sebuah tim

kesehatan.

30
Para kader kesehatan masyarakat untuk mungkin saja berkerja secara

fullteng atau partime dalam bidang pelayanan kesehatan dan mereka tidak

dibayar dengan uang atau bentuk lainnya oleh masyarakat setempat atau

oleh puskesmas. Namun ada juga kader kesehatan yang disediakan sebuah

rumah atau sebuah kamar serta beberapa peralatan secukupnya oleh

masyarakat setempat.

Peran dan fungsi kader sebagai pelaku penggerakan masyarakat:

a) Perilaku hidup bersih dan sehat.

b) Pengamatan terhadap masalah kesehatan didesa.

c) Upaya penyehatan dilingkunganpeningkatan kesehatan ibu,

bayi dan balita.

d) Permasyarakatan keluarga sadar gizi.

Kader ditunjukan oleh masyarakat dan biasanya kader melaksanakan

tugas-tugas kader kesehatan masyarakat yang secara umum hampir sama

tugasnya dibeberapa Negara yaitu :

1. Pertolongan pertama pada kecelakaan dan penanganan penyakit

yang ringan.

2. Melaksanakan pengobatan yang sederhana.

3. Memberian motivasi dan saran-saran pada ibu-ibu sebelum dan

sesudah melahirkan.

4. Pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak.

5. Memberikan motivasi dan peragaan tentang gizi.

6. Program penimbangan balita dan pemberian makanan

tambahan.

7. Pemberian motivasi tentang imunisasi dan bantuan pengobatan.

31
8. Pemberian motivasi KB.

9. Membagikan alat-alat KB

10. Pemberian motivasi tentang sanitasi lingkungan,kesehatan

perorangan dan kebiasaan sehat secara umum.

11. Pemberian motivasi tentang penyakit menular,pencegahan dan

perujukan.

12. Pemberian motivasi tentang perlunya fall up pada penyakit

menular dan perlunya memastikan diagnosis.

13. Penenganan penyakit menular.

14. Membantu kegiatan di klinik.

15. Merujuk penderita kepuskesmas atau ke RS.

16. Membina kegiatan UKS secara teratur.

17. Mengumpulkan data yang dibutuhkan oleh puskesmas

membantu pencatatan dan pelaporan.

32
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah

alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja

secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat.

Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas,

ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir

dengan komplikasi, bayi, dan balita.

3.2 Saran

Dengan membaca makalah ini diharapkan kepada petugas pelayanan

kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di

komunitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat agar dapat terpenuhi dengan baik

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirahardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP

2. Prof. Dr. Azwar, Azrul. MPH. 2002. asuhan persalinan normal. Jakarta : tim

revisi edisi 2007.

3. Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina

Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

4. Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan

Neonatal Essensial. 2008.

5. Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai