Anda di halaman 1dari 10

1.

JUDUL : Meningkatkan Prestasi Belajar matematika Siswa Melalui Problem Posing Secara
Berkelompok Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di Kelas
VIII SMPN 2 Kendari.
2. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM)
sedangkan keberhasilan SDM sangat ditentukan oleh pendidikannya. Hal yang menjadi sorotan pada
dunia pendidikan dewasa ini adalah rendahnya mutu lulusan pada setiap jenjang pendidikan lebih spesifik
pada pelajaran matematika Nurhadi (2004: 6) menjelaskan bahwa Third Matemathich and Science Study
(TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan
matematika anak SMP di Indonesia berada di urutan 34 dari 38 negara.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran dan merupakan ilmu dasar (basic science) yang penting baik
sebagai alat bantu, sebagai pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap, maka dari itu
matematika diharapkan dapat dikuasai oleh siswa di Sekolah. Namun pelajaran matematika selalu
dianggap sulit dan ditakuti oleh siswa sehingga sangat berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa.
Hal ini juga terjadi di SMPN 2 Kendari.
Berdasarkan observasi awal penelitian pada SMPN 2 Kendari melalui wawancara dengan guru mata
pelajaran matematika setempat bahwa penguasaan siswa terhadap materi pelajaran matematika masih
tergolong rendah salah satunya pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Ini terlihat
dengan rata-rata ulangan harian siswa kelas VIII tahun ajaran 2007/2008 pada materi tersebut adalah 40
58. Guru tersebut mengungkapkan bahwa siswa masih sulit mengerjakan soal Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel (SPLDV) berkaitan dengan soal cerita sehingga siswa tidak dapat menentukan himpunan
penyelesaian yang tepat. Selain itu siswa juga masih sulit mengerjakan soal yang sedikit berbeda dengan
contoh soal yang diberikan oleh Guru seperti pada penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
dan menggambar grafik penyelesaian dari persamaan linear tersebut.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka peneliti bersama dengan guru mempertimbangkan menerapkan
salah satu model pembelajaran yaitu model pembelajaran problem posing dimana dengan model
pembelajaran ini siswa akan kreatif (Setiawan, 2004: 16), karena melalui model pembelajaran ini siswa
diharapkan akan lebih mendalami pengetahuan dan menyadari pengalaman belajar. Selain itu Rusefendi
(dalam Surtini, 2004: 49) mengatakan bahwa upaya membantu siswa memahami soal dapat dilakukan
dengan menulis kembali soal tersebut dengan kata-katanya sendiri, menuliskan soal dalam bentuk lain
atau dalam bentuk operasional. Kegiatan inilah yang dikenal dengan istilah problem posing. Oleh karena
itu melalui pembelajaran problem posing ini siswa diharapkan dapat membuat soal sendiri yang tidak
jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru dan dari situasi-situasi yang ada sehingga siswa terbiasa
dalam menyelesaikan soal termasuk soal cerita dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
Beberapa hasil penelitian juga mengemukakan bahwa pembelajaran dengan problem posing lebih
berdampak positif terhadap hasil belajar siswa. Salah satu yang dilakukan oleh Yansen (2005: 43) yang
menyimpulkan bahwa melalui pembelajaran problem posing maka hasil belajar siswa kelas I 3 SMP
Negeri 12 Kendari pada pokok bahasan bilangan bulat dapat ditingkatkan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis bersama guru akan mengadakan suatu penelitian dalam
bentuk penelitian tindakan kelas yang berjudul Meningkatkan Prestasi Belajar matematika Siswa
Melalui Problem Posing Secara Berkelompok Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel (SPLDV) di Kelas VIII SMPN 2 Kendari.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut: apakah prestasi belajar matematika siswa melalui pembelajaran problem posing secara
berkelompok pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di Kelas VIII SMPN
2 Kendari dapat ditingkatkan?
4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka secara operasional tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa melalui pembelajaran problem posing secara

berkelompok pada pokok bahasan SPLDV di kelas VIII SMPN 2 Kendari.


5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi siswa: dapat meningkatkan prestasi belajar dan membantu memahami dan menyelesaikan soal
matematika
2. Bagi Guru : dapat sedikit demi sedikit memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran
matematika di kelas
3. Bagi Sekolah : dapat memberikan sumbangan yang baik dalam meningkatkan mutu pendidikan
sekolah khususnya dalam belajar matematika
4. Bagi peneliti : agar memiliki pengetahuan yang luas tentang model pembelajaran dan memiliki
keterampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam pengajaran matematika.
6. Kajian Pustaka
1. Pengertian Belajar
Meningkatkan prestasi siswa sangat tergantung bagaimana proses belajar yang dilakukan oleh siswa yang
sedang belajar itu sendiri. Pentingnya proses belajar ini maka banyak ahli psikologi pendidikan yang
telah mencurahkan perhatian terhadap masalah belajar. Ini terlihat dengan banyaknya definisi belajar
yang berbeda-beda.
Kimble dalam Simanjuntak (1993: 222) menjelaskan belajar adalah perubahan yang relatif menetap
dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk
perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan atau kerusakan pada susunan syaraf atau dengan
kata lain bahwa mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang
yang belajar.
Adapun dalam Sudjana (1991: 5) belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam suatu
kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek dan latihan. Hal ini seperti dikemukakan dalam
Djamarah (2002: 11) bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan
artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku. Sedangkan menurut Slameto (2003: 2)
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Dalam uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang
dilakukan secara sadar, bersifat permanen sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Jadi hasil dari belajar adalah adanya perubahan tingkah laku.
2. Proses Belajar Mengajar Matematika
Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tetapi memiliki makna yang berbeda. Belajar
diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh sedangkan
mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar
siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan
tingkah laku.
Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana dalam Djamarah
(2002: 45) bahwa mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses yaitu proses mengatur, mengorganisasi
lingkungan yang ada di sekitar anak didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik
melakukan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar mengajar.
Nasution dalam Syah (2002: 182) mengemukakan bahwa mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses
yakni proses mengatur, mengorganisasikan lingkungannya sebaik-baiknya dan menghubungkannya
dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Matematika sendiri berasal dari bahasa latin manhenern atau mathema yang berarti belajar atau hal
yang harus dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti yang
kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Jadi matematika itu memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi
dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, terstruktur yang berkaitan antara konsep yang kuat
(Diknas, 2005: 215).

Dari berbagai pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar
matematika merupakan suatu proses belajar yang dilakukan dengan sadar dan terarah dimana individu
belajar matematika dengan tujuan untuk melatih cara berfikir dan bernalar serta melatih kemampuan
memecahkan masalah
3. Prestasi Belajar Matematika
Istilah prestasi dalam kamus Bahasa Indonesia berarti hasil yang dicapai. Jadi prestasi belajar adalah
hasil yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha belajar.
Prestasi belajar matematika merupakan salah satu ukuran mengenai tingkat keberhasilan siswa setelah
mengalami belajar. Proses belajar yang dilakukan oleh siswa akan menghasilkan suatu perubahan atau
pemahaman dalam bidang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. Adanya perubahan tersebut
tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa.
Menurut Djamarah (1997: 119) prestasi adalah tingkat keberhasilan dimana seluruh bahan pelajaran yang
diberikan dapat dikuasai oleh siswa atau minimal bahan pelajaran diajarkan 60 % telah dikuasai siswa.
Prestasi belajar siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam waktu tertentu
Menurut Simanjuntak (1993: 229) bahwa salah satu faktor pendukung berhasil tidaknya pengajaran
matematika adalah menguasai teori belajar mengajar matematika. Teori belajar mengajar matematika
yang dikuasai para tenaga pendidik akan dapat diterapkan pada peserta didik jika dapat memilih strategi
mengajar yang tepat, mengetahui tujuan pendidikan dan pengajaran atau pendekatan serta dapat melihat
apakah anak atau peserta didik sudah mempunyai kesiapan atau kemampuan belajar.
Dengan tercapainya tujuan pembelajaran maka dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam
mengajar. Keberhasilan belajar mengajar tentu saja diketahui setelah diadakan evaluasi dan seperangkat
item soal sesuai dengan rumusan beberapa indikator hasil belajar.
Jadi prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar siswa dalam suatu proses pembelajaran dengan
waktu tertentu. Setiap proses belajar mengajar, keberhasilannya diukur dari sejauh mana hasil belajar
yang dicapai siswa, disamping diukur dari segi prosesnya.
4. Problem Posing
Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata problem artinya masalah,
soal/persoalan dan kata pose yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily, 1995: 439 dan 448). Jadi
problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Pengertian ini sendiri
seperti yang dikatakan oleh Asari dalam Yansen (2005: 9) menggunakan istilah pembentukan soal
sebagai padanan kata untuk istilah problem posing.
Problem posing dapat juga diartikan membangun atau membentuk masalah (Tim PTM, 2002: 2). Problem
posing mempunyai beberapa pengertian. Suryanto dalam Yansen (2005: 9) menjelaskan
1. Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan soal ulang yang ada
dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana sehingga soal tersebut dapat
diselesaikan.
2. Problem posing adalah perumusan soal yang berkaitan dengan
syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan.
Setiawan (2004: 17) mengatakan pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan
yaitu :
1. Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa.
2. Pembentukan soal dari soal yang sudah ada.
Dari sini kita bisa katakan bahwa problem posing merupakan suatu pembentukan soal atau pengajuan
soal yang dilakukan oleh siswa dengan cara membuat soal tidak jauh beda dengan soal yang diberikan
oleh guru ataupun dari situasi dan pengalaman siswa itu sendiri.
5. Problem Posing dan Relevansinya dengan Matematika
Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan
keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Tim
Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 : 2) mengatakan bahwa :
1. Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan

membentuk masalah.
2. Latihan membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas
siswa dalam memecahkan suatu masalah.
Adapun masalah dalam matematika diklasifikasikan dalam dua jenis antara lain:
1. Soal mencari (problem to find) yaitu mencari,
menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu
yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi
atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang
ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang
memenuhi soal (condition) dan data atau informasi yang
diberikan merupakan bagian penting atau pokok dari
sebuah soal mencari dan harus dipenuhi serta dikenali
dengan baik pada saat memecahkan masalah.
2. Soal membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur
untuk menentukan apakah suatu pernyataan benar atau
tidak benar. Soal membuktikan terdiri atas bagian
hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan
membuat atau memproses pernyataan yang logis dari
hipotesis menuju kesimpulan (Depdiknas, 2005: 219).
Silver dkk dalam Surtini (2004: 48) mengemukakan bahwa sebenarnya sudah sejak lama para tokoh
pendidikan matematika menunjukkan pembentukan soal merupakan bagian penting dalam pengalaman
matematis siswa dan menyarankan agar dalam pembelajaran matematika ditekankan kegiatan
pembentukan soal. Begitupun yang ditekankan English bahwa pembentukan soal merupakan inti kegiatan
matematis dan merupakan komponen penting dalam kurikulum matematika.
Hasil penelitian Silver dan Cai dalam Surtini (2004: 49) menunjukkan bahwa kemampuan pembentukan
soal berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah. Dengan demikian kemampuan
pembentukan soal sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah sebagai usaha meningkatkan
hasil pembelajaran matematika dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Dari sini kita peroleh bahwa
pembentukan soal penting dalam pelajaran matematika guna meningkatkan prestasi belajar matematika
siswa dengan membuat siswa
aktif dan kreatif.
6. Problem Posing Secara Berkelompok
Pembelajaran dengan problem posing ini menekankan pada pembentukan atau perumusan soal oleh siswa
secara berkelompok. Setiap selesai pemberian materi guru memberikan contoh tentang cara pembuatan
soal dan memberikan informasi tentang materi pembelajaran dan bagaimana menerapkannya dalam
problem posing secara berkelompok.
Keuntungan belajar kelompok dalam Roestiah (2001: 17) adalah:
1. Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan
membahas suatu masalah.
2. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi
3. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu serta kebutuhan
belajar
4. Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih aktif berpartisipasi dalam
diskusi.
5. Dalam memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati
pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana mereka telah saling membantu
kelompok dalam usaha mencapai tujuan bersama.
Adapun langkah-langkah belajar kelompok adalah:
Fase

Tingkah laku guru

Fase 1
Guru menyampaikan semua tujuan
Menyampaikan tujuan dan memotivasi pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
siswa
belajar
Fase -2
Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa


dengan jalan demonstrasi atau lewat
bahan bacaan

Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke
kelompok-kelompok belajar

Guru
menjelaskan
kepada
siswa
dalam bagaimana
caranya
membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara
evisien

Fase 4
Membimbing
mengajar

Guru membimbing kelompok-kelompok


belajar belajar pada saat mengerjakan tugas

kelompok,

Fase -5
Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang


materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempersentasikan
hasil pekerjaannya

Fase-6
Memberi penghargaan

Guru
mencari
cara-cara
untuk
menghargai baik hasil belajar individu
atau kelompok.

(Ibrahim, 2000: 10)


Jadi langkah-langkah pembelajaran problem posing secara berkelompok adalah :
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab selanjutnya memberi contoh
cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan.
3. Guru membentuk kelompok belajar antara 5-6 siswa tiap kelompok yang bersifat heterogen
baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.
4. Selama kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami
kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya.
5. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan cara masingmasing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya.
6. Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah menyelsaikan tugas yang
diberikan dengan baik.
7. Tinjauan kurikulum tentang pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk materi Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel :
1. Standar kompetensi : Memahami system persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam
pemecahan masalah
2. Kompetensi dasar
i. Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel

ii. Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan
linear dua variabel
iii. Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem
persamaan linear dua variabel dan penafsirannya
3. Indikator
i. Menyebutkan perbedaan PLDV dan SPLDV
ii. Mengenal SPLDV dalam berbagai bentuk dan variabel
iii. Menentukan akar SPLDV dengan subsitusi dan eliminasi
iv. Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel dan penafsirannya.
Sub pokok bahasan pada Sistem Persamaan Linear Dua Variabel terdiri dari:
1. Bentuk bentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)
1. Persamaan Linear dengan Satu Variabel (PLSV)
2. Persamaan Linear dengan Dua Variabel (PLDV)
3. Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel (SPLDV)
1. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)
1. Menentukan penyelesaian atau akar Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)
2. Menyelesaikan soal cerita.
8. Kerangka Pemikiran
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah model
pembelajaran problem posing. Model pembelajaran problem posing merupakan suatu model
pembelajaran dimana siswa dilatih untuk dapat membuat soal dan menyelesaikan soal dari informasi
yang diberikan oleh guru.
Dalam penelitian ini problem posing diterapkan secara berkelompok untuk melatih siswa aktif
bekerjasama dengan teman kelompoknya agar siswa yang mengalami kesulitan dapat berkomunikasi
dengan teman yang berkemampuan lebih agar mengetahui dan memahami masalah yang telah dibuat
bersama sehingga dapat menyelesaikan secara bersama-sama pula. Keuntungan lain dari problem poosing
secara berkelompok ini adalah siswa akan merasa lebih mudah memecahkan masalah yang dibuat dan
disepakati secara bersama. Disamping itu akan membiasakan siswa berpikir dengan menganalisis
beberapa pendapat dan akhirnya menemukan suatu solusi terbaik sehingga siswa dapat menguasai
pelajaran secara tuntas agar hasil yang diperoleh dapat meningkat.
Atas dasar pemikiran diatas maka model pembelajaran problem posing secara berkelompok akan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII SMPN 2 Kendari pada pokok bahasan SPLDV.
9. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Yansen (2005) dengan judul meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok
bahasan bilangan bulat melalui model pembelajaran problem posing di kelas I SMP Negeri 2 Kendari.
Penelitian yang dilakukan oleh Sollu (2004) dengan judul meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi matriks melalui problem posing di kelas I MAS Bahrul Mubarak Toronipa.
Penelitian yang dilakukan oleh Surtini dkk (2003) dengan judul implementasi problem posing pada
pembelajaran operasi hitung bilangan cacah siswa kelas IV SD di Salatiga
10.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka, kerangka pemikiran dan penelitian yang relevan maka hipotesis penelitian
ini adalah melalui problem posing secara berkelompok, prestasi belajar matematika siswa pada pokok
bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di kelas VIII SMP N 2 Kendari dapat
ditingkatkan.
7. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian ini
adalah penelitian tindakan kelas. Seperti dalam Wardani dkk (2003: 1.6) karakteristik yang khas dari

penelitian tindakan kelas yakni adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di
kelas.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 2 Kendari pada tahun ajaran 2007/2008 semester ganjil
3. Data dan Tehnik Pengambilan Data
1. Sumber data: yang dijadikan sumber data adalah guru matematika dan siswa kelas VIII SMPN
2 Kendari
2. Jenis data : jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data
kualitatif dapat diperoleh dengan lembar observasi dan data kuantitatif diperoleh dengan tes
hasil belajar.
3. Tehnik pengambilan data
1. Data tentang pelaksanaan pembelajaran problem posing secara berkelompok diambil melalui
lembar observasi.
2. Data tentang hasil belajar siswa diambil melalui tes hasil belajar siswa.
4. Faktor yang Diselidiki
1. Faktor siswa : untuk melihat minat dan kemampuan siswa dalam pelajaran matematika khususnya
pada pokok bahasan SPLDV
2. Faktor guru : untuk melihat bagaimana guru menyajikan pelajaran serta teknik yang digunakan dalam
menerapkan problem posing secara berkelompok
3. Faktor sumber pelajaran : yaitu apakah sumber pelajaran dapat mendukung pelaksanaan model
pembelajaran yang diterapkan.
5. Defenisi Operasional
Untuk menghindari perbedaan persepsi terhadap istilah dalam penelitian ini maka diberikan defenisi
operasional sebagai berikut:
1. Model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang
mana siswa menulis kembali soal dengan kata-katanya sendiri, menulis soal
dalam bentuk lain atau dalam bentuk operasional.
2. Prestasi belajar matematika adalah suatu hasil belajar matematika siswa yang
diperoleh melalui problem posing secara berkelompok pada pokok bahasan
SPLDV setelah diberikan tes.
6. Rancangan Penelitian
Rancangan yang diterapkan berupa rancangan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dirancang dalam 2
siklus. Prosedur dan langkah-langkah penelitian ini mengikuti prinsip yang berlaku dalam PTK dengan

skema alur sebagai berikut:


Sumber: Tim pelatihan Proyek PGSM (1999:7)
7. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap pada penelitian ini mencakup:
1. Tahap Perencanaan
Tahap ini dibuat sesuai dengan observasi dan pemberian tes awal untuk menempuh acuan dalam
perencanaan kegiatan peneliti bersama guru akan merancang dan menyusun pembelajaran tindakan
tentang materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) yang diberikan pada siswa kelas VIII
SMPN 2 Kendari melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membicarakan
persiapan
tindakan
dan
waktu
pelaksanaan yang dilakukan pada pertemuan awal dengan
guru pada bidang studi pendidikan matematika setempat.
2. Memberikan tes awal berupa soal-soal Persamaan Linear
Satu Variabel (PLSV) untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman dan kemampuan siswa terhadap materi
sistem persamaan linear.
3. Mempersiapkan perangkat pembelajaran, membuat
lembar tugas pengajuan soal tiap kelompok dan lembar
pengamatan (observasi)
2. Tahap tindakan
1. Penyajian materi
Penyajian materi ini dilakukan oleh guru sedangkan peneliti sebagai pengamat untuk mengamati
aktivitas yang terjadi di kelas. Materi yang disajikan sesuai siklus yang direncanakan sebagai
berikut:
Siklus I : materinya adalah bentuk-bentuk SPLDV dan penyelesaian SPLDV dengan
menggunakan grafik
Siklus II : materi yang diberikan adalah penyelesaian SPLDV dengan metode subsitusi dan
metode eliminasi. Selanjutnya adalah menyelesaikan SPLDV yang berkaitan dengan soal cerita.
2. Kegiatan problem posing secara berkelompok
Setelah penyajian materi berakhir, maka siswa dalam kelompok yang heterogen membuat soal
dan menyelesaikannya berdasarkan pemahaman kelompok terhadap materi yang disajikan oleh
guru dan selanjutnya mempersentasikan hasil kerja kelompok mereka.
3. Observasi
Pengamatan dalam bentuk observasi dilakukan dengan maksud untuk mendokumentasikan hal-hal
yang berkaitan dengan pemberian tindakan kegiatan guru dan kegiatan tiap kelompok siswa.

Pengamatan dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung.


4. Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan menganalisis, memahami, menjelaskan dan menyimpulkan hasil
pengamatan. Ini dilakukan sebagai upaya untuk memahami proses dan hasil yang dicapai sebagai
akibat dari tindakan yang dilakukan. Hasil yang diperoleh pada kegiatan refleksi ini merupakan
informasi tentang apa yang dilakukan selanjutnya yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan
rencana berikutnya.
8. Indikator Keberhasilan
Berdasarkan ketentuan dan keadaan siswa di Sekolah tempat penelitian yang disesuaikan dengan
kurikulum (Diknas, 2006: 8) maka indikator keberhasilan dalam penelitian ini, jika minimal 75% siswa
yang diajar dengan menggunakan pembelajaran problem posing dapat memperoleh nilai 60.

DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Saiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta.
Djamarah dkk.1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta
Diknas. 2005. Standar Kompetensi 2004 untuk SMP. Jakarta. Depag RI.
Diknas. 2006.Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan SMP/Tsanawiah. Jakarta. DikanasI.
Echols. John, M. dkk. 1995. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta. PT Gramedia.
Ibrahim Muslimin,dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya. Universitas Negeri Surabaya.
Moleong. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Roestiah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta.
Setiawan. 2004. Pembelajaran Trigonometri Berorientasi PAKEM di SMA.
http : //www.p3gmatyo.go.id/download/PPP/PPP04_ Trigonometri SMA. Pdf. (27 Maret 2006)
Simanjuntak, Lisnawaty, dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Rineka Cipta. Jakarta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta. Rineka Cipta.
Sollu, Inan Catriani. 2004. Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Materi Matriks Melalui
Problem Posing Di Kelas I MAS Bahrul Mubarak toronipa. Kendari. Skripsi FKIP Unhalu.
Sudjana, Nana. 1991. Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Surtini, Sri. 2004. Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah Siswa SD.
Jurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1). http://pk.ut.ac. Id/Scan Penelitian/Sri % 2004. pdf. (13
Maret 2006).
Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM). 2002. Meningkatkan Kemampuan Siswa Menerapkan
Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara Berkelompok. Buletin Pelangi
PendidikanVolume 2. Jakarta. Direktorat Pendidikan.
Wardani I. G. A. K, dkk. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Universitas Terbuka.
Yansen, Alfrida. 2005. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat
Melalui Model Pembelajaran Problem Posing Di kelas 1 SMP Negeri 12 Kendari. Kendari. Skripsi
FKIP Unhalu.

Anda mungkin juga menyukai