Anda di halaman 1dari 17

Diagnosis Skleritis dan Penatalaksanaannya

Jordy/102011015/C1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Email: ryuzzan_17@yahoo.com

Pendahuluan
Mata merupakan organ tubuh yang dapat dilihat dari luar. Bagian depan bola mata
juga dapat dilihat oleh karena medianya yang bening, sedangkan dinding bola mata bagian
dalam (fundus) dapat dilihat dengan oftalmoskop karena media refrakta yang jernih. Dengan
oftalmoskop dapat dilihat saraf mata (stria serabut saraf dan diskus optikus) serta kolomkolom darah arteri dan vena dengan jelas. Untuk berfungsi normal, mata harus mempunyai
ukuran dan bentuk yang pasti. Kelebihan panjang aksis anteroposterior akan menyebabkan
miop. Pengurangan panjang aksis anteroposterior akan menyebabkan hipermetrop. Selain itu
distorsi bola mata akan menyebabkan astigmat yang sulit dikoreksi.1
Organ visual terdiri atas bola mata dengan berat 7,5 gram dan panjang 24 mm,
adneksa atau alat tambahan, serta otot-otot ekstraokuler. Bola mata, otot-otot ekstraokuler,
jaringan lemak retrobulber yang berfungsi sebagai bantalan bola mata, serta jaringan-jaringan
lain, semuanya terletak di dalam orbita. Bola mata dipandang sebagai organ akhir dari nervus
optikus yang merupakan saraf sensoris. Mata menerima rangsang sinar dan mengubahnya
menjadi impuls saraf yang berjalan sepanjang lintasan visual yang terdiri dari retina, nervus
optikus, khiasma optikum, traktus optikus, dan radiasio optika, yang akhirnya akan mencapai
korteks visual di fisura kalkarina sehingga terjadinya sensasi melihat.1
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan yaitu sklera, jaringan uvea, dan retina.
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan
bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang
bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan
kornea lebih besar dibanding sklera. Sklera merupakan bagian putih bola mata yang bersama-

sama dengan kornea membungkus dan melindungi isi bola mata. Sklera berhubungan erat
dengan kornea dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus. Sklera berjalan dari papil saraf
optik sampai kornea.2
Salah satu kelainan pada sklera adalah skleritis. Skleritis adalah radang kronis
granulomatosa pada sklera yang ditandai dengan dekstrusi kolagen, infiltrasi sel, dan
vaskulitis. Biasanya bilateral dan lebih sering terjadi pada wanita. 3 Pada tinjauan pustaka ini,
saya akan membahas skleritis dalam bentuk anatomi dan fisiologi, anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang, working dan differential diagnosis, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
gejala klinis, penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan, dan prognosis untuk konsep
pemahaman dalam menegakkan diagnosis penyakit ini. Saya berharap agar tinjauan pustaka
ini dapat bermanfaat.
Anatomi dan Fisiologi Mata
Mata adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari bagian
paling luar hingga paling dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah sklera, jaringan uvea, dan
retina. Sebagian besar bola mata ditutupi oleh sklera, suatu lapisan kuat jaringan ikat yang
membentuk bagian putih mata. Di sebelah anterior, lapisan luar terdiri dari kornea transparan
yang dapat ditembus oleh berkas cahaya untuk masuk ke interior mata. Lapisan tengah di
bawah sklera adalah koroid, yang berpigmen banyak dan mengandung banyak pembuluh
darah yang memberi nutrisi bagi retina. Lapisan koroid di sebelah anterior mengalami
spesialisasi membentuk badan siliaris dan iris. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah
retina, yang terdiri dari lapisan berpigmen di sebelah luar dan lapisan jaringan saraf di
sebelah dalam. Yang terakhir mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang
mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf. Seperti dinding hitam studio foto, pigmen di
koroid dan retina menyerap sinar setelah sinar mengenai retina untuk mencegah pantulan atau
pembuyaran sinar di dalam mata.4
Bagian interior mata terdiri dari dua rongga berisi cairan yang dipisahkan oleh sebuah
lensa elips, yang semuanya transparan agar cahaya dapat menembus mata dari kornea hingga
ke retina. Rongga posterior yang lebih besar antara lensa dan retina mengandung bahan
setengah cair mirip gel, humor vitreus. Humor vitreus penting untuk mempertahankan bentuk
bola mata agar tetap bulat. Rongga anterior antara kornea dan lensa mengandung cairan
jernih encer, humor aqueus. Humor aqueus membawa nutrien untuk kornea dan lensa, yaitu
dua struktur yang tidak memiliki aliran darah. Adanya pembuluh darah di struktur-struktur ini
2

akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Humor aqueus dihasilkan dengan


kecepatan sekitar 5 ml/hari oleh suatu jaringan kapiler di dalam badan siliar, suatu turunan
khusus lapisan koroid anterior. Cairan ini mengalir ke suatu kanalis di tepi kornea dan
akhirnya masuk ke darah.4
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena
adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur mirip cincin di dalam
humor aqueus. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke interior mata
adalah pupil. Ukuran lubang ini dapat disesuaikan oleh kontraksi otot-otot iris untuk
menerima sinar lebih banyak atau lebih sedikit. Otot-otot iris dikendalikan oleh sistem saraf
otonom. Serat saraf parasimpatis menyarafi otot sirkular (menyebabkan konstriksi pupil),
sementara serat simpatis menyarafi otot radial (menyebabkan dillatasi pupil).4

Gambar I: Struktur Mata4

Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung
atau tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama yaitu mengumpulkan informasi,
membagi informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan
pasien. Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif
berisi hal yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat
pribadi dan sosial. Untuk individu dewasa, riwayat komprehensif mencakup mengidentifikasi
data dan sumber riwayat, keluhan utama, penyakit saat ini, riwayat kesehatan masa lalu,
riwayat keluarga, dan riwayat pribadi dan sosial.5

Dalam kasus ini, dokter melakukan anamnesis secara langsung dari pasien karena
pasien merupakan seorang perempuan berusia 45 tahun. Riwayat kesehatan yang perlu
dikumpulkan meliputi:
1. Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa,
pekerjaan, dan status perkawinan.
2. Keluhan utama yang berasal dari kata-kata pasien sendiri yang menyebabkan
pasien mencari perawatan.
3. Penyakit saat ini meliputi perincian tentang tujuh karakteristik gejala dari keluhan
utama yaitu lokasi, kualitas, kuantitas, waktu terjadinya gejala, kondisi saat gejala
terjadi, faktor yang meredakan atau memperburuk penyakit, dan manifestasi
terkait (hal-hal lain yang menyertai gejala).
4. Riwayat kesehatan masa lalu seperti pemeliharaan kesehatan, mencakup
imunisasi, uji skrining dan penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, dan
penyakit yang dialami saat dewasa lengkap dengan waktunya mencakup empat
kategori yaitu medis, pembedahan, obstetrik, dan psikiatrik.
5. Riwayat keluarga yaitu diagram usia dan kesehatan, atau usia dan penyebab
kematian dari setiap hubungan keluarga yang paling dekat mencakup kakeknenek, orangtua, saudara kandung, anak, dan cucu.
6. Riwayat pribadi dan sosial seperti aktivitas dan gaya hidup sehari-hari, situasi
rumah dan orang terdekat, sumber stres jangka pendek dan panjang, pekerjaan,
dan pendidikan.5
Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah
memang benar pasien yang dimaksud. Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien
yang membawa pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan
utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. 6
Sebagian besar pasien yang mengalami masalah oftalmik akan membantu praktisi jika bisa
menjabarkan masalah mereka dengan istilah yang langsung bisa dikelompokkan menjadi
salah satu dari sedikit tampilan klinis: mata tidak nyaman/berwarna merah, penglihatan
kabur, penglihatan hilang, seperti ada sesuatu yang melayang, penglihatan ganda, dan
sebagainya. Tanya-jawab dan pemeriksaan selanjutnya ditekankan pada ciri-ciri tersebut,
yang akan sangat membantu mengerucutkan diagnosis.7 Contohnya dalam skenario ini adalah
pasien datang dengan keluhan mata kanan sakit dan sedikit merah.
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci, dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
4

berobat.6 Hal-hal yang harus ditanyakan jika pasien mengeluhkan mata terasa sakit/berwarna
merah:
1. Apakah mereka merasa tidak nyaman?
Sensasi seperti ada pasir atau benda asing menandakan masalah di

permukaan mata, misalnya konjungtivitis.


Rasa gatal menandakan konjungtivitis akibat alergi.
Nyeri parah menandakan masalah mata berbahaya, misalnya glaukoma

penutupan sudut akut, atau skleritis.


Mata berwarna merah yang tidak terasa sakit paling sering dialami

penderita hemoragi di bawah konjungtiva atau episkleritis.


2. Adakah cairan yang keluar?
Cairan menandakan masalah di permukaan mata, umumnya konjungtivitis.
Cairan bernanah menandakan konjungitivits akibat bakteri.
Cairan seperti air umumnya dialami penderita konjungtivitis akibat virus

atau alergi, atau bisa muncul setelah trauma kecil pada kornea.
Cairan yang mengandung lendir dan nanah yang sedikit kental bisa

disebabkan oleh infeksi.


3. Apakah masalah ini ada di salah satu atau kedua mata?
Sebab di salah satu mata meliputi ulser kornea, uveitis anterior akut,

glaukoma penutupan sudut akut, dan konjungtivits akibat klamidia.


Sebab di kedua mata meliputi konjungtivitis alergi, sebagian besar

konjungtivitis akibat infeksi, kecuali akibat klamidia.


4. Apakah pasien mengalami fotofobia?
Fotofobia paling sering dialami penderita uveitis anterior akut, inflamasi
kornea parah, atau trauma kornea.
5. Adakah efek terhadap penglihatan?
Berkurangnya penglihatan secara signifikan menandakan adanya patologi
berbahaya, misalnya ulser kornea, glaukoma penutupan sudut akut, atau
uveitis anterior akut. Penderita konjungtivitis akibat bakteri kadangkadang mengeluhkan kekaburan sekejap, namun penglihatan menjadi jelas
kembali setelah mengedipkan mata.7

Tabel I: Keluhan Umum pada Pasien Mata7

Riwayat penyakit dahulu bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan


adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita penyakit yang berat
dan menjalani operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama perawatan, apakah
sembuh sempurna atau tidak. Obat-obat yang pernah diminum oleh pasien juga harus
ditanyakan, termasuk steroid, kontrasepsi, transfusi, kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila
pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan, maka harus dicatat dengan seksama,
termasuk hasilnya.6 Anda harus mendapatkan latar belakang untuk setiap tampilan mata.
Tanya

pasien

mengenai

bedah/trauma

yang

pernah

dialaminya,

penyakit

mata

sebelumnya/yang terjadi bersama-sama, dan kesalahan refraksi. Anda juga harus


mempertimbangkan kondisi pasien secara keseluruhan. Tanya mengenai masalah medis apa
pun. Tanya juga secara khusus mengenai kondisi relevan yang mungkin belum mereka
sebutkan. Pasien yang berulang kali merasa gatal di mata mungkin tidak memberitahu bahwa
mereka mengalami ekzema atau asma. Demikian pula, jika pasien mengalami gangguan
pembuluh

darah,

tanya

mengenai

diabetes,

hipertensi,

dan

hiperkolesterolemia.

Pertimbangkan juga apakah kelemahan pasien mempengaruhi kemampuan mereka untuk


memakai medikasi, misalnya mereka tidak mampu membuka botol tetes mata karena
tangannya mengalami artritis parah.7
Riwayat penyakit dalam keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit
herediter, familial, atau penyakit infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu juga
ditanyakan riwayat kehamilan dan kelahiran.6 Riwayat ini relevan dengan penyakit turunmenurun dan kondisi menular. Penyakit turun-menurun bisa mempengaruhi sebagian besar
bagian mata, dan penyakit ini meliputi distrofi kornea, katarak serangan dini, dan retinitis
6

pigmentosa. Anda juga perlu mendapatkan riwayat keluarga dan riwayat sentuhan jika pasien
mengalami kondisi menular, misalnya konjungtivitis.7
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Perlu
ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti
masalah keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan
adalah kebiasaan merokok dan minum alkohol (misalnya gangguan pembuluh darah atau
neuropati optik yang tidak bisa dijelaskan), termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang
(narkoba). Pasien-pasien yang sering melakukan perjalanan juga harus ditanyakan tujuan
perjalanan yang telah dilakukan untuk mencari kemungkinan tertular penyakit infeksi tertentu
di tempat tujuan perjalanannya. Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan
seksualnya juga harus ditanyakan. Yang tidak kalah pentingnya adalah anamnesis mengenai
lingkungan tempat tinggalnya, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum,
ventilasi, tempat pembuangan sampah, dan sebagainya. 6 Tanya mengenai medikasi yang
mereka pakai dan alergi apa pun terhadap medikasi yang pernah mereka pakai (misalnya tetes
mata) karena hal ini bisa menentukan pilihan terapi. Selain alergi, pertimbangkan
kontraindikasi (misalnya asma/PPOK dan beta bloker untuk glaukoma).7
Pemeriksaan Fisik
Hal-hal penting yang harus diperiksa adalah ketajaman visus, segmen anterior yang
meliputi palpebra, konjungtiva, kornea, CoA, iris/pupil, dan lensa, TIO palpasi, funduskopi,
gerak bola mata, dan tes lapang pandang/tes konfrontasi.8
Untuk menguji ketajaman penglihatan sentral, jika mungkin gunakan kartu Snellen
dengan pencahayaan yang baik. Tempatkan pasien pada jarak 20 feet (sekitar 6 meter) dari
peta tersebut. Pasien yang menggunakan kacamata-baca harus mengenakan kacamatanya.
Minta kepada pasien untuk menutup salah satu matanya dengan sebuah kartu (agar pasien
tidak mengintip lewat celah di antara jari-jari tangannya), dan sedapat mungkin membaca
baris huruf yang paling kecil dengan menggunakan mata yang lain. Baca mulai dari huruf
yang terbesar sampai yang terkecil. Catat ketajaman visus seperti yang tercantum di samping
baris huruf yang bisa dibaca. Ketajaman visus dinyatakan dengan dua angka, misalnya 20/30
bila jaraknya diukur dalam feet (6/6 dalam meter). Angka pertama menunjukkan jarak antara
pasien dan kartu Snellen, dan angka kedua menunjukkan jarak mata yang normal dapat
melihat baris huruf-huruf tersebut dengan jelas.8 Dengan kartu Snellen standar ini dapat
ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang, seperti:
7

Bila tajam penglihatan 6/6, berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6
meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6

meter.
Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan

angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.


Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada
jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf dapat dilihat pada jarak 60

meter.
Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen, maka
dilakukan uji itung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada

jarak 60 meter.
Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang

berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.


Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan
pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat
gerakan atau lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam

penglihatannya adalah 1/300.


Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak
dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/-. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak

berhingga.
Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total.2

Gambar II: Snellen Chart7

Palpebra. Perhatikan posisi kelopak mata terhadap bola mata. Lakukan inspeksi untuk
melihat lebar fisura palpebra, edema palpebra, warna kelopak mata, lesi, keadaan dan arah
8

bulu mata, serta kemampuan palpebra utnuk mengatup sempurna harus dicari, terutama jika
kedua mata mengalami penonjolan abnornal, jika terdapat paralisis fasialis, atau jika pasien
tidak sadar. Konjungtiva dan Sklera. Minta pasien untuk melihat ke atas sementara anda
menekan kedua kelopak mata ke bawah dengan menggunakan ibu jari tangan, sehingga
membuat sklera dan konjungtiva terpajan. Inspeksi sklera dan konjungtiva palpebralis untuk
menilai warnanya dan perhatikan pola vaskularisasi terhadap latar belakang sklera yang
berwarna putih. Cari setiap nodulus atau pembengkakan. Kornea dan Lensa. Dengan cahaya
yang dipancarkan dari samping, lakukan inspeksi setiap mata untuk menemukan kekeruhan
(opasitas) dan perhatikan setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terlihat melalui pupil.8

Gambar III: Pemeriksaan Konjungtiva dan Sklera8

Iris. Pada saat yang sama, lakukan inspeksi setiap iris. Corak garis pada iris harus
dapat dilihat dengan jelas. Dengan lampu senter yang diarahkan langsung dari sisi temporal,
cari bayangan berbentuk bulan sabit pada sisi medial iris. Karena pada keadaan normal,
permukaan iris cukup datar dan membentuk sudut yang relatif terbuka dengan kornea,
penyinaran ini tidak akan menghasilkan banyak. Pupil. Lakukan inspeksi ukuran, bentuk, dan
kesimetrisan kedua pupil. Jika kedua pupil berukuran besar, kecil, atau tidak sama, ukur pupil
tersebut. Perbedaan ukuran diameter pupil yang kurang dari 0,5 mm (anisiokoria) dapat
terlihat pada sekitar 20% orang normal. Jika reaksi pupilnya normal, anisokoria tersebut
dianggap tidak berbahaya. Lakukan pemeriksaan reaksi pupil terhadap cahaya. Minta pasien
untuk memandang suatu titik di tempat jauh, dan arahkan cahaya lampu senter anda dari
samping ke masing-masing pupil secara bergantian. Lakukan pemeriksaan untuk menentukan
refleks pupil langsung dan tidak langsung. Kamar periksa harus selalu digelapkan dan
gunakan lampu senter dengan cahaya yang terang sebelum memutuskan tidak adanya reaksi
cahaya.8

Gambar IV: Pemeriksaan Iris8

Tonometri adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan tekanan intraokular


dengan alat yang disebut tonometer. Tindakan ini dapat dilakukan oleh dokter umum atau
dokter spesialis lainnya. Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap
orang berusia di atas 20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara rutin maupun umum.
Cara mengukur tekanan bola mata dikenal 4 macam, yaitu tonometri digital, tonometer
Schiotz, tonometer aplanasi, tonometer Mackay-Marg.2

Gambar V: Oftalmoskop8

Pada pelayanan kesehatan umum, biasanya anda harus memeriksa kedua mata pasien
tanpa menimbulkan dilatasi pupil. Dengan demikian, pandangan mata anda akan terbatas
pada struktur posterior permukaan retina pasien. Untuk melihat struktur yang lebih perifer,
untuk mengevaluasi makula atau memeriksa gangguan penglihatan yang penyebabnya tidak
jelas, dokter mata yang melakukan pemeriksaan oftamologi akan membuat pupil berdilatasi
dengan meneteskan preparat midriatik, kecuali jika ada kelainan yang merupakan
kontraindikasi bagi tindakan ini. Mula-mula mungkin anda

merasa canggung saat

menggunakan oftalmoskop dan tidak bisa melihat fundus okuli. Dengan kesabaran dan
latihan mempraktikkan teknik pemeriksaan yang benar, fundus okuli akan terlihat dan akan

10

dapat memeriksa berbagai struktur yang penting seperti diskus optikus dan pembuluh darah
retina.8
Kampimeter dan perimeter merupakan alat pengukur atau pemetaan lapang
pandangan terutama daerah sentral atau parasentral. Lapang pandang adalah bagian ruangan
yang terlihat oleh satu mata dalam sikap diam memandang lurus ke depan. Pemeriksaan
lapang pandangan diperlukan untuk mengetahui adanya penyakit tertentu ataupun untuk
menilai progesivitas penyakit. Pemeriksaan lapang pandangan dapat dilakukan dengan:
1. Pemeriksaan konfrontasi, yaitu pemeriksaan dengan melakukan perbandingan
lapang pandangan pasien dengan si pemeriksa sendiri.
2. Pemeriksaan perimeter.
3. Pemeriksaan tangent secreen.
Lapang pandangan normal adalah 90 derajat temporal, 60 derajat superior, 50 derajat nasal,
dan 70 derajat inferior.2

Gambar VI: Tes Konfrontasi8

Pemeriksaan Penunjang
Pada skleritis, dengan penetesan epinefrin 1:1.000 atau fenilefrin 10% tidak akan
terjadi vasokonstriksi. Pemeriksaan foto rontgen orbita dilakukan untuk menghilangkan
kemungkinan adanya benda asing, juga dapat dilakukan pemeriksaaan imunologi serum.3

Working Diagnosis

11

Skleritis Anterior Tipe Nodular


Klasifikasi skleritis:
I.

Skleritis Anterior
95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis anterior sebesar

40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya. Skleritis nekrotik
terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik dari skleritis biasanya tidak
dihubungkan dengan penyebab penyakit khusus, walaupun penyebab klinis dan prognosis
diperkirakan berasal dari suatu inflamasi. Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak
dimana tipe nodular lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih bahaya dan sulit diobati.
a
b
c

Difus
Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster oftalmikus, dan gout.
Nodular
Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus.
Necrotizing
Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi sistemik atau komplikasi
okular pada sebagian pasien. 40% menunjukkan penurunan visus, 29% pasien dengan
skleritis nekrotik meninggal dalam 5 tahun.

Bentuk skleritis nekrotik terbagi 2, yaitu dengan inflamasi dan tanpa inflamasi (scleromalacia
perforans).
II.

Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis anterior.

Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan kemampuan melihat.
Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya perubahan fundus, adanya perlengketan massa
eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus,
dan udem makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli
anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstraokular yang terbatas, dan retraksi kelopak mata
bawah.9

Differential Diagnosis
Episkleritis
12

Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera. Radang episklera dan sklera mungkin disebabkan reaksi
hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti TBC, RA, SLE, dan lainnya. Merupakan
suatu reaksi toksik, alergik, atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat saja kelainan ini
terjadi secara spontan dan idiopatik. Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama
perempuan usia pertengahan dengan penyakit bawaan reumatik. Keluhan pasien dengan
episkleritis berupa mata terasa kering, dengan rasa sakit yang ringan, mengganjal, dengan
konjungtiva yang kemotik.2
Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran khusus, yaitu
berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva.
Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas benjolan, akan
memberikan rasa sakit, rasa sakit akan menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis bisa
dilakukan pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan mudah terangkat arau dilepas
dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit mulai dengan episode akut dan
terdapat riwayat berulang, serta dapat berminggu-minggu atau beberapa bulan.2

Gambar VII: Episkleritis2

Terlihat mata merah satu sektor yang disebabkan melebarnya pembuluh darah di
bawah konjungtiva. Pembuluh darah ini mengecil bila diberi fenil efrin 2,5% topikal.
Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah vasokonstriktor. Pada keadaan yang berat
diberi kortikosteroid tetes mata, sistemik, atau salisilat. Kadang-kadang merupakan kelainan
berulang yang ringan. Pada episkleritis jarang terlibat kornea dan uvea, penglihatan tetap
normal. Episkleritis dapat sembuh sempurna atau residif yang dapat menyerang tempat yang
sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit umunya berlangsung 4-5 minggu. Penyulit
yang dapat timbul adalah terjadinya peradangan lebih dalam pada sklera yang disebut sebagai
skleritis.2
Konjungtivitis

13

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang


menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis. Penyebab
konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral, toksik, atau berkaitan dengan
penyakit sistemik. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi
konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di
pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak mata membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel,
membran pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan
adenopati preaurikular.2

Gambar VIII: Konjungtivitis Bakteri2

Virus

Bakteri

Bakteri Non

Jamur

Alergi

Sekret
Air Mata
Gatal
Merah
Kel.

Sedikit
Banyak
Sedikit
Merata
Membesar

Purulen
Penuh
Sedang
Sedikit
Merata
Jarang

Purulen
Sedikit
Sedang
Tak ada
Terbatas
Membesar

Sedikit
Sedikit
Tak ada
Terbatas
Membesar

Sedikit
Sedikit
Berat
Merata
Normal

Aurikular
Pulasan

Monosit,

Bakteri,

Bakteri,

Biasa (-)

Eosinofil

Sakit

limfosit
Kadang-

PMN
Jarang

PMN
-

(granula)
-

(granula)
-

tenggorokan
Kontak dgn

kadang
-

Tumbuhan
Tabel II: Konjungtivitis berdasarkan Etiologi1

Epidemiologi
Skleritis terjadi bilateral pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yang timbul
pada usia 50-60 tahun.2 Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat
insidensi kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000

populasi. Dari pasien-pasien yang

ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6% adalah skleritis posterior.
Di Indonesia belum ada

penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi


14

unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung sekali
atau kambuh-kambuhan. Peningkatan insidens skleritis tidak bergantung pada geografi
maupun ras. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden
skleritis terutama terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.10
Etiologi
Skleritis biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik. Lebih sering
disebabkan penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout. Kadang-kadang disebabkan
tuberkulosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca bedah. 2
Sebagian besar disebabkan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV yang berkaitan dengan
penyakit sistemik.3 Harus juga diperhatikan adanya fokal infeksi. Fokal infeksi adalah infeksi
di tempat selain mata yang memberikan reaksi imunologis kepada mata. Fokal infeksi sering
berasal dari infeksi gigi mulut, THT, saluran pencernaan, paru-paru, dan organ-organ lain.1
Patofisiologi
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan
makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera
bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada
sklera dan perforasi dari bola mata.10
Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun
sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit autoimun secara
umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh
kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe
III) dan respon kronik granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut
adalah bagian dari sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat
deposisi kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi
kapiler dan venula post kapiler, serta respon imun sel perantara.10
Gejala Klinis
Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu yang
kadang-kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering kambuh. Mata
merah berair, fotofobia, dengan penglihatan menurun. Terlihat konjungtiva kemotik dan sakit
sehingga sering diduga adanya selulitis orbita. Skleritis tidak mengeluarkan kotoran, terlihat
15

benjolan berwarna sedikit lebih biru jingga, mengenai seluruh lingkaran kornea, sehingga
terlihat sebagai skleritis anular. Skleritis dapat disertai iritis dengan iritis atau siklitis dan
koroiditis anterior. Bila terjadi penyembuhan, maka akan terjadi penipisan sklera yang tidak
tahan terhadap tekanan bola mata sehingga terjadi stafiloma sklera yang berwarna biru.
Terdapat peradangan sklera, episklera, dan konjungtiva dengan melebarnya pembuluh besar
yang tidak kembali putih dengan pemberian fenilefrin.2,3
Penatalaksanaan
Dengan antiinflmasi nonsteroid sistemik berupa indometasin 50-100 mg/hari atau
ibuprofen 300 mg/hari, biasanya terjadi penurunan gejala dengan cepat. Bila tidak ada reaksi
dalam 1-2 minggu, harus diberikan terapi steroid sistemik dosis tinggi, misalnya prednisolon
80 mg/hari, dan diturunkan dalam 2 minggu sampai dosis pemeliharan 10 mg/hari. Dapat
pula dipakai obat-obatan imunosupresif. Steroid topikal tidak efektif tapi mungkin berguna
untuk edema dan nyeri. Jika penyebabnya infeksi, harus diberikan antibiotik yang sesuai.
Pembedahan diperlukan bila terjadi perforasi kornea.3
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi: keratitis perifer, glaukoma, granuloma subretina,
uveitis, ablasi retina eksudatif, proptosis katarak, hipermetropia, dan keratitis sklerotikan.3
Pencegahan
Tidak ada pencegahan yang spesifik untuk skleritis.
Prognosis
Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada SLE
biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri, termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular
tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang
dapat menyebabkan buta permanen, termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada
mata. Skleritis pada rematoid artritis adalah tipe skleritis difus, nodular, atau nekrotik dengan
atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada
skleritis dengan penyakit infeksi atau autoimun. Skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang
pendek, dan lebih respons terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe
yang paling destruktif dan skleritis dengan penipisan sklera yang luas atau yang telah
mengalami perforasi mempunyai prognosis yang lebih buruk.9
16

Kesimpulan
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh
destruksi kolagen, sebukan sel radang, dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya
vaskulitis. Skleritis disebabkan oleh berbagai macam penyakit, baik penyakit autoimun
ataupun penyakit sistemik, infeksi, trauma, dan idiopatik. Skleritis dapat diklasifikasikan
menjadi skleritis anterior dan skleritis posterior. Gejala-gejala pada skleritis dapat meliputi
rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan penurunan ketajaman penglihatan. Terapi
skleritis meliputi terapi medikamentosa dan pembedahan. Komplikasi berupa keratitis,
uveitis, glaukoma, granuloma subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan
hipermetropia. Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya.
Daftar Pustaka
1. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Ukrida; 2011.h.2, 38-9.
2. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2013.h. 3-4, 16-8, 65-7, 118-23.
3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius; 2009.h.50.
4. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2011.h.211-3.
5. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid 1. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.25-32.
7. Houghton AR, Gray D, editor. Gejala dan tanda dalam kedokteran klinis: pengantar
diagnosis medis. Jakarta: PT indeks; 2012.h.99, 102.
8. Bickley LS, Szilagyi PG. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates.
Edisi ke-8. Jakarta: EGC; 2009.h.147-52.
9. Gaeta, TJ. Scleritis, diunduh dari http://www.emedicine.com, 16 Maret 2014.
10. Maza, MS. Scleritis, diunduh dari http://www.emedicine.com, 16 Maret 2014.

17

Anda mungkin juga menyukai