Anda di halaman 1dari 9

Frekuensi kejadian Sarcoptes scabiei pada pasien berdasarkan sumber dari

laboratorium parasitologi di Isfahan, Iran (1996-2002).


Rouhullah Dehgani1, Babak Vazirianzadeh2, Seyed Hossien Hejazi3, Negien Jalayer4
1Department

of Environmental Health, School of Health, Kashan University of Medical Sciences,

Kashan, Iran
2Department

of Medical Parasitology and Mycology, School of Medicine, and Infectious and

Tropical Diseases Research Centre, Ahvaz Jundishapur University of Medical Sciences, Ahvaz, Iran
3Department

of Medical Parasitology, School of Medicine, Isfahan University of Medical Sciences,

Isfahan, Iran
4The

Dr. Jalayer Parasitology Laboratory, Isfahan, Iran

Received: April 2009

Accepted: June 2009

Abstract
Skabies adalah penyakit kelainan kulit menular yang sering terjadi didunia yang
disebabkan oleh parasit dan salah satu penyebab gatal pada kulit tersering pada negara
yang kurang berkembang diantara populasi miskin. Skabies diketahui juga sebagai
masalah kesehatan yang besar di Iran. Penelitian deskriptif ini dilakukan di laboratorium
parasitologi Dr. Jalayer, Isfahan, Iran antara tahun 1996-2002. Sampel didapatkan dari
pasien dengan pruritus, nodul, dan rash. Tungau ditemukan dengan cara tes kerokan.
Frekuensi tersering kejadian skabies didapatkan pada tahun 2000 dengan 25% dan
terendah pada tahun 2002 dengan 5,6% dari total populasi yang terinfeksi selama
penelitian berlangsung. Pada akhirnya, disimpulkan bahwa kejadian sarcoptes tergantung
beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah: jenis kelamin, usia, hubungan sosial dan
usia perkawinan, kepadatan penduduk, dan kondisi cuaca.
Kata kunci: Dermatitis, kejadian Sarcoptes scabiei, Isfahan, Iran

Pendahuluan
Skabies adalah penyakit kelainan kulit menular yang sering terjadi didunia yang
disebabkan oleh parasit dan salah satu penyebab gatal pada kulit tersering pada negara yang
kurang berkembang diantara populasi miskin. Skabies diketahui juga sebagai masalah kesehatan
yang besar di Iran. Tungau Acarina termasuk kedalam golongan Stigmata, yang menunjukan
Sarcoptes scabiei varian hominis, penyebab skabies pada manusia[1-4]. Penyakit skabies adalah
1

penyakit menular yang ditularkan melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
terutama pada hubungan seksual. Namun, sangat jarang terjadi penularan melalui celana dalam
dan sprei kasur jika digunakan hanya dalam waktu sebentar setelah terinfeksi[1,4,5]. S. scabiei
adalah ektoparasit obligat, yang bisa bertahan hidup 3-10 hari diluar hospes dengan bentuk
invasif lain yaitu larva, dan dewasa [2].
Tungau S. scabiei betina mempunyai panjang 0,2-0,4 mm [2]. S. scabiei betina dapat
bertahan hidup sekitar 30 hari dalam tubuh hospes dengan menembus stratum korneum kulit dan
bertelur dalam liang tersebut. Terdapat hubungan langsung antara keadaan higienitas rendah
dengan penyebaran dari skabies dalam peperangan, banjir, gempa bumi, dan kepadatan penduduk
yang tidak menguntungkan dalam waktu-waktu kritis. Dewasa ini, meskipun terjadi penurunan
progresif angka penularan, risiko wabah belum bisa tereliminasi di penjara, tempat perkemahan,
pasukan dan tempat tinggal lain masih terjadi dan dapat dengan mudah menyebar karena
rendahnya higienitas perorangan ataupun rendahnya higienitas lingkungan [1].
Skabies biasanya didiagnosa dengan gambaran klinis dan ditegakkan dengan pemeriksan
mikroskopik dari kerokan liang/terowongan yang ada dikulit, diendapkan dalam minyak mineral
atau salin. Gambaran dari tungau, telur atau feses menegakkan diagnosa. Bagaimanapun
gambaran dari hasil pemeriksaan tersebut harus sesuai dengan tanda-tanda klinis seperti pruritus
malam hari, ink sign dan adanya papul-papul serta vesikel pada tubuh pasien. Namun,
melakukan dan memproses metode kerokan kulit di laboratorium tidak selalu cepat dan efektif
[6].
Tungau ini termasuk beberapa variasi dengan bentuk karakter yang mirip dan perbedaan
variasi fisiologis. Oleh karena itu, variasi ini menulari hospes yang spesifik diantara beragam
spesies mamalia [7,8]. Alasan dari fenomena ini masih belum diketahui. Akan tetapi,
diperkirakan hal ini berhubungan dengan kebutuhan hidup dari parasit dan faktor imunologi serta
non imunologi hospes [9]. Keberadaan 10-15 tungau pada tubuh orang yg bergejala sudah
sangat umum. Tapi skabies muncul dalam bentuk lain yang disebut Norwegian skabies atau
kerak. Disana terdapat ribuan tungau pada tubuh pasien yang menderita karenanya. Skabies ini
biasanya terjadi pada orang-orang dengan kelainan imunologis, imunosupresi dan kelainan
mental [1,10,11]. Jenis skabies ini akan diikuti oleh infeksi bakteri termasuk Streptococcus dan

Staphylococcus, dan pada akhirnya akan mengakibatkan penyakit ginjal, kulit, dan septikemia
pada skabies yang masif dan lama infestasinya [10].
Jarak yang lebar dalam perbedaan manifestasi klinis dapat terlihat pada skabies, dari
pruritus klasik papul dan terowongan sampai penampakan sekunder seperti impetigo. Pruritus,
merupakan manifestasi klinis utama, sering disebabkan karena fenomena hipersensitivitas
terhadap debris, telur dan feses dari tungau. Lesi primer muncul 3-10 hari setelah terekspos
tungau. Lesi ini termasuk terowongan, papul, vesikel dan pustul. Pruritus pada malam hari
adalah karakteristik gejala skabies. Gambaran utama lainnya adalah kemerahan dan rasa gatal
yang sering [2]. Skabies lebih sering terjadi pada lingkungan yang padat penduduk seperti
penjara, sekolah, dan pengungsian [12-14]. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui frekuensi
gejala skabies dan hubungannya terhadap faktor-faktor di Isfahan.
Metode dan materi
Penelitian deskriptif ini dilaksanakan di laboratorium parasitologi Dr. Jalayer, Isfahan,
Iran antara tahun 1996-2002. Sampel diambil dari 2899 orang yang dicurigai memiliki gejala
skabies yang terdiri dari: 1685 laki-laki dan 1214 perempuan. Sampel diambil dari pasien dengan
pruritus, nodul, dan kemerahan. Tungau di identifikasi menggunakan tes kerokan. Lesi secara
gentle di kerok untuk mengangkat sel kulit paling atas. Partikel kulit dilarutkan dalam cairan
natrium 5% untuk membersihkan spesimen atau menggunakan cairan natrium 10%. Akhirnya,
spesimen di oleskan pada objek glass. Kadang-kadang cairan laktofenol digunakan sebagai
cairan pembersih. Sampel partikel kulit terdiri dari tungau dewasa, telur, atau feses dikatakan
sampel positif. Sampel yang negatif di periksa ulang sekali lagi. Semua informasi dicatat dalam
kuesioner.
Hasil
Hasilnya menunjukkan positif untuk 817 orang, terdiri dari 74,6% dan 25,4 % pada lakilaki dan perempuan berturut-turut. Skabies tertinggi terjadi pada tahun 2000 dengan 25% dan
terendah pada tahun 2002 dengan 5,6% dari total populasi yang bergejala selama penelitian
berlangsung. Frekuensi skabies antara tahun 1996-2002 diringkas dalam tabel 1. Secara
keseluruhan, hasilnya menunjukkan bahwa frekuensi terbanyak skabies terlihat pada bulan
desember sampai maret. Sedangkan frekuensi terendah dari skabies didapatkan pada bulan juni
sampai agustus. Distribusi bulanan keseluruhan digambarkan dalam gambar 1. Frekuensi
3

tertinggi infestasi skabies terjadi diantara usia 15-39 tahun yang mana lebih aktif dari pada usia
lain dengan 54% kasus. Usia antara 0-15 tahun terdiri dari 18% pasien. Sisa penderita skabies
terdiri dari usia yang lebih dari 39 tahun. Yang paling muda adalah usia 2 bulan dan yang paling
tua adalah 80 tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 1,7% dari kontaminasi skabies
adalah yang kedua kalinya setelah pengobatan. Kejadian pada keluarga ditemukan hanya pada
satu keluarga yang terdiri dari lima orang.
Tabel 1: frekuensi skabies antara tahun 1996-2002 di laboratorium parasitologi Jalayer
berdasarkan jenis kelamin, Isfahan, Iran
Kejadian Skabies
Perempuan (%)
Laki-laki (%)
24 (11,7)
58 (9,5)
21 (10)
40 (6,5)
39 (18,8)
111 (18,2)
39 (18,8)
133 (21,8)
52 (25)
153 (25,1)
24 (11,7)
77 (12,6)
8 (4)
38 (6,3)
207
610

Tahun
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Total

Total (%)
82 (10)
61 (9,5)
150 (18,4)
172 (21)
205 (25,1)
101 (12,4)
46 (5,6)
817

Frekuensi Infeksi Skabies


250

200

150

100

50

0
1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

Frekuensi Infeksi Skabies

Gambar 1: kecenderungan frekuensi kejadian skabies antara tahun 1996-2002 di laboratorium


parasitologi Jalayer, Isfahan, Iran
Pembahasan
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa 28,2% kasus memenuhi kriteria S. scabies.
Angka kejadian skabies pada laki-laki lebih besar tiga kali daripada perempuan dalam penelitian
ini. Hal ini sesuai dengan penelitian Jalayer et al. [15] di Isfahan. Mereka menjelaskan bahwa
prevalensi skabies adalah 74% dan 26% diantara laki-laki dan perempuan di Isfahan selama tiga
tahun penelitian [15]. Terdapat dua perbedaan yang tajam pada penelitian ini. Terdapat
peningkatan yang dramatis pada angka kejadian skabies antara tahun 1997-2000 : 61, 150, 172,
dan 205 kasus. Akan tetapi, terdapat penurunan yang tajam pada angka kejadian skabies dari
tahun 2000-2002. Alasan peningkatan angka kejadian tidak diketahui; bagaimanapun, terjadi
peningkatan perhatian terhadap pencegahan skabies diantara populasi di Isfahan setelah
peningkatan angka kejadian skabies, hal ini dapat mendorong para ahli kesehatan lokal untuk
menghilangkan masalah skabies.
Mehrabi Tavana [16] telah melaporkan insiden yang tinggi dari skabies diantara prajurit
Iran setelah perang antara Iran dan Iraq. Peningkatan angka kejadian skabies pada penelitian ini
selama 1997-2000 sesuai dengan hasil penelitian Hydar Pour et al. [17]. Mereka telah mencatat
peningkatan angka skabies selama tiga tahun berurutan (1985-1986 dan 1987) diantara petinju
Iran. Hasil penelitian sekarang dan penelitian Hydar Pour et al. [17] hamper sama dalam
peningkatan angka kejadian skabies tahun ke tahunnya. Hal ini menjelaskan bahwa skabies
adalah penyakit kulit yang sangat menular pada kondisi maupun letak geografis yang berbeda.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 74% infestasi skabies terjadi pada usia 0-39
tahun; 18% terjadi pada usia 0-15 tahun dan 54% terjadi pada usia 15-39 tahun. Sisanya 26%
terjadi pada usia lebih dari 39 tahun. Ini berarti bahwa skabies merupakan fenomena yang
tergantung pada usia yang mana melibatkan orang yang lebih muda [2,18]. Namun, proporsi dari
skabies tiga kali lebih besar pada usia 15-39 tahun dari pada usia 0-15 tahun. Skabies dapat
ditularkan dari orang ke orang melalu kontak langsung terutama bersenggama dan kontak antara
perawat dan anak-anak dalam ruang perawatan, [19]. Hal ini berarti bahwa usia 15-39 tahun
terlibat mungkin lebih ke hubungan seksual daripada pasien usia 0-15 tahun. Dalam penelitian
ini angka kejadian skabies pada usia 15-39 tahun lebih besar tiga kali daripada usia 0-15 tahun.
5

Angka skabies pada penelitian lain adalah 1,3% yang dilakukan oleh Golchai et al. [20]
diantara sekolah dasar di Somea-Sara tahun 2000-2001. Perbedaan angka skabies berhubungan
dengan perbedaan populasi yang diperiksa. Di sisi lain, angka kejadian skabies dalam kedua
penelitian tersebut lebih rendah pada anak-anak dibandingkan dengan usia yang lebih tua dari
semua populasi yang diperiksa. Oleh karena itu, telah disimpulkan bahwa fenomena ini tidak
hanya tergantung terhadap usia tapi jugaa interaksi antara faktor usia dan faktor sosial, terutama
hubungan seksual pada usia yang lebih dewasa dapat mengakibatkan angka yang lebih besar
pada kejadian skabies. Hasil penelitian Sharief et al. [21] memperlihatkan 2,09% skabies
diantara siswa sekolah dasar dan itu sesuai dengan kedua penelitian diatas.
Arjomandzadeh et al. [22] dan Cifti et al. [23] pada penelitian yang berbeda di Bushehr
dan Turki telah memperoleh data yang serupa diantara anak-anak sekolah yang mendukung
kesimpulan penelitian ini. Arjomandzadeh et al. [22] dan Cifti et al. [23] telah berkesimpulan
sama bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara murid laki-laki dan perempuan pada populasi
dengan kejadian Sarcoptes. Oleh karena itu, perbedaan level yang berhubungan dengan pasien
yang menderita skabies pada laki-laki dan perempuan pada penelitian ini lebih ke usia seksual
karena mungkin laki-laki lebih sering melakukan hubungan seksual dibanding wanita di Iran.
Poudat dan Nasirian [1] menemukan 57% skabies diantara tahanan di Bandar Abbas dari
unit yang berbeda di penjara. Terry et al. [18] dalam penelitian, yang dilakukan di Sierra Leone,
menemukan angka yang tinggi dari infestasi Sarcoptes (67%) diantara anak-anak di perkemahan.
Kedua penelitian mengindikasikan bahwa kepadatan penduduk sebagai faktor lain yang sangat
efektif dalam meningkatkan angka infetasi Sarcoptes. Pada perkemahan anak-anak, walaupun
rata-rata usia lebih rendah tapi angka kejadian lebih tinggi. Itu berarti bahwa pada area yang
padat, infestasi Sarcoptes bisa lebih mudah transmisinya dari orang ke orang melalui kontak
langsung.
Hasil dari penelitian ini, yang telah dilakukan di Isfahan, mengindikasikan bahwa angka
tertinggi dari insiden kejadian skabies didapatkan pada bulan-bulan yang dingin dan selama
musim dingin. Lebih banyak pakaian, lebih sering dan lebih dekat kontak yang dimungkinkan
sebagai alasan untuk tingginya angka kejadian Sarcoptes selama musim dingin dan bulan yang
dingin [24]. Kondisi yang disebutkan memberikan jalan yang lebih mudah untuk transmisi
skabies. Sebaliknya, angka terendah dari kejadian skabies didapatkan pada bulan yang hangat
6

dan musim panas. Hasil dari penelitian ini juga mengindikasikan 1,7% dari kontaminasi skabies
adalah kejadian kedua kalinya setelah pengobatan. Ini menggambarkan faktor risiko untuk
infeksi ulang diantara orang yang sudah pernah terkena penyakit skabies. Oleh karena itu, faktor
higienitas harus dapat dilaksanakan untuk mengkontrol kemajuan infestasinya.
Kesimpulan
Akhirnya, disimpulkan bahwa angka kejadian Sarcoptes tergantung kepada beberapa
faktor berikut: jenis kelamin, usia, hubungan sosial dan kontak seksual, kepadatan penduduk, dan
kondisi cuaca. Namun, masih terdapat faktor-faktor lain, yang tidak diteliti pada penelitian ini.
Diantaranya: pekerjaan, edukasi dan status keuangan yang harus dipertimbangkan di penelitian
yang lebih lanjut. Pertimbangan semua faktor-faktor akan membantu masyarakat untuk
mengatasi kejadian skabies.
Penghargaan
Kami sangat berterima kasih untuk semua staff laboratorium parasitology Dr. Jalayer
terutama Mr. Khodaei untuk bantuan mereka selama penelitian ini berlangsung.
Referensi
1) Poudat A, Nasirian H. Prevalence of pediculosis and scabies in the prisoners of Bandar Abbas,
Hormozga province, Iran. Pakistan Journal of Biological Sciences 2007; 10: 3967-3969.
2) Rahdar M, Vazirianzadeh B, Maraghi S. A case report of Sarcoptes scabiei infection in
Ahwaz, Iran, Iranian Journal of Arthropoda Borne Diseases 2008; 2: 14-18.
3) Nnoruka EN, Agu CE. Successful treatment of scabies with oral ivermectin in Nigeria.
Tropical Doctor 2001; 31:15-18.
4) Neynaber S, Wolff H. Diagnosis of scabies with dermoscopy. Canadian Medical Association
Journal 2008; 178:1540-1541.

5) Usha V, Gopalakrishnan TVA. Comparative study of oral ivermectin and topical permethrin
cream in the treatment of skabies. Journal of American Academy Dermatology 2000; 42:236240.
6) Arlian LG. Biology, host relation and epidemiology of Sarcoptes scabiei. Annual Review of
Entomology 1989; 34: 139-161.
7) Arlian LG, Ahmed M, Vyszenski-moher DL. Energetic relationships of Sarcoptes scabiei var.
canis (Acari: Sarcoptidae) with the laboratory rabbit. Journal of Medical Entomology 1988;
25: 57-63.
8) Arlian LG, Vyszenski-moher DL. Response of Sarcoptes scabiei var canis (Acari:
Sarcoptidae) to lipids of mammalian skin. Journal of Medical Entomology 1995; 32: 34-41.
9) Arlian LG, Marjorie S, Morgan S, Arenda JJ. Immunologic cross-reactivity among various
strains of Sarcoptes scabiei. Journal of Parasitology 1996; 82: 66-72.
10) Walton SF, Myerscough MR, Currie BJ. Studies in vitro on the relative efficacy of current
acaricides for Sarcoptes scabiei. Var homonis. Transaction of the Royal Society of Tropical
Medicine and Hygiene 2000; 94: 92-96.
11) WWW.eMedicine Specialties/Pediatrics/Dermatology, 2006.
12) Gimenez GR, De La Lama Lopez Areal J, Martinez AC. Scabies in the elderly.Journal of the
European Academy of Dermatology and Venereology 2004; 18: 105-107.
13) Pruksachatkunakorn C, Wongthanee A, Kasiwat V. Scabies in Thai orphanages. Pediatrics
International 2003; 45: 724-727.
14) Parish LC, Witkowski JA. The saga of ectoparasitoses: scabies and pediculosis. International
Journal of Dermatology 1999; 38: 432-433.
8

15) Jalayer T, Asilian A, Khodaei A. Survey on Sarcoptes scabiei with emphasis on social
conditional in Esfahan. 2nd National Congress of Parasitic Diseases, 1997; 43.
16) Mehrabi Tavana A. Control of mange disease in war during 1980-1988. Abstract of 9th
Iranian Congress infectious Diseases and Tropical Medicine, 2001:160.
17) Heidar Pour A. Survey on prevalence of mange in south front of war during 1985-1987.
Kowsar Medical Journal 1998; 4: 23-24.
18) Terry BC, Kanjah F, Sahr F, Kortequee S, Dukulay I, Gbakima AA. Sarcoptes scabiei
infestation among children in a displacement camp in Sierra Leone. Public Health 2001; 115:
208-211.
19) Service MW. Medical Entomology for Students. 2nd ed., Cambridge University Press. 2000;
239-245.

Anda mungkin juga menyukai