Anda di halaman 1dari 11

Migrain

II. 1. Definisi
Sefalgia adalah nyeri kepala, sensasi nyeri pada kepala yang dapat berupa sensasi
berdenyut, rasa terikat, tertusuk-tusuk, dan sebagainya.
II. 2. Klasifikasi
Klasifikasi Sefalgia menurut International Headache Society:
1. Migren
Migren tanpa aura
Migren dengan aura
Migren oftalmoplegik
Migren retina.
Sindrom periodik pada masa anak-anak yang menjadi prekursor atau terkait
dengan migren.
Gangguan migren yang tidak memenuhi semua kriteria di atas.
2. Sakit kepala tipe tension.
Sakit kepala tipe tension episodik atau kronik.
3. Sakit kepala tipe klaster dan hemikrani paroksismal kronik.
4. Macam-macam sakit kepala yang tidak terkait dengan kelainan struktural.

Sakit kepala idiopatik seperti ditusuk-tusuk.

Sakit kepala akibat kompresi eksternal.

Sakit kepala yang distimulasi oleh dingin.

Sakit kepala ringan karena batuk.

Sakit kepala ringan karena latihan fisik.

Sakit kepala terkait dengan aktivitas seksual.


5. Sakit kepala yang berkaitan dengan trauma.

Sakit kepala akut pasca trauma.

Sakit kepala kronik pasca trauma.


6. Sakit kepala yang terkait dengan kelainan vaskular.
Gangguan serebrovaskular iskemik akut.
Hematom intrakranial.
Perdarahan subarakhnoid.
Unruptured vascular malformation
Arteritis
Sakit pada arteri karotis atau a.vertebralis.
Trombosis vena.
Hipertensi arterial.
Gangguan vaskular lainnya.
7. Sakit kepala terkait dengan kelainan intrakranial non-vaskular.
Akibat tekanan likuor serebro spinalis yang tinggi
Akibat tekanan likuor serebro spinalis yang rendah
Infeksi intrakranial.
Sarkoidosis dan penyakit inflamatorik non-infeksi.
Terkait dengan injeksi intratekal.
Neoplasma intrakranial.

Terkait dengan gangguan intrakranial lain.


8. Sakit kepala yang terkait dengan substansi tertentu atau efek withdrawalnya.

Sakit kepala yang diinduksi oleh pemakaian atau pemaparan akut


suatu substansi.

Sakit kepala yang diinduksi oleh pemakaian atau pemaparan kronik


suatu substansi.

Sakit kepala karena withdrawal substansi pada penggunaan akut.

Sakit kepala karena withdrawal substansi pada penggunaan kronik.


9. Sakit kepala yang terkait dengan infeksi selain di kepala.
Infeksi virus, bakteri atau lainnya.
10. Sakit kepala yang terkait dengan gangguan metabolik.
Hipoksia, hiperkapnia, gabungan hipoksia dan hiperkapnia, hipoglikemia,
dialisis,d an abnormalitas metabolik lainnya.
11. Sakit kepala atau sakit di area wajah yang terkait dengan gangguan pada struktur
kepala atau wajah.
Gangguan pada mata, telinga, hidung dan sinus-sinus, gigi, rahang, dan struktur
terkait, serta gangguan pada temporomandibular joint.
12. Neuralgia kranial, sakit di saraf batang badan.
13. Sakit kepala yang tidak dapat diklasifikasikan.
II. 3. Faktor Pencetus
Serangan migren dapat dicetuskan oleh faktor-faktor, yaitu:
Hormonal
- Fluktuasi hormonal merupakan faktor pemicu pada 60% wanita, 14%
wanita hanya mendapat serangan saat haid. Nyeri kepala migren dipicu
oleh penurunan 17-b-estradiol menjelang haid.
- Serangan migren berkurang pada kehamilan karena kadar estrogen yang
relatif tinggi dan konstan.
- Pada minggu pertama postpartum, 40% mengalami serangan hebat.
- Pemakaian pil kontrasepsi juga meningkatkan frekuensi serangan.
Menopause
Frekuensi migren akan meningkat menjelang menopause. Terapi hormonal dapat
membantu mengurangi serangan migren.
Makanan
- Alkohol (anggur merah) dan bir menyebabkan vasodilatasi.
- Makanan yang mengandung tiramin yang berasa dari AA tirosin, seperti
keju.
- Makanan yang diawetkan atau diragi, yogurt.
- Coklat (mengandung feniletilamin), telur, kacang, bawang, alpukat,
pemanis buatan, jeruk, pisang, daging babi, teh, dan kopi.
Monosodium glutamate.
Menyebabkan serangan migren disertai gejala kecemasan, pusing, parestesi leher
dan lengan, nyeri perut, dan dada.
Obat-obatan
Nitrogliserin, nifedipin sublingual, isosorbid dinitrat, tetrasiklin, vitamin A dosis
tinggi, dan fluoksetin
Aspartam (pemanis buatan)

Kafein yang berlebihan (>350mg/hari) atau penghentian mendadak


Lingkungan
Perubahan cuaca, musim, tekanan udara, ketinggian.
Rangsang sensorik
Cahaya yang berkedip, cahaya silau dan terang, bau parfum, zat kimia pembersih,
rokok, bising, dan suhu ekstrim.
Stres fisik dan mental
Aktivitas seksual, trauma kepala, gangguan tidur (kelebihan dan kekurangan).
Keadaan lapar

II. 4. Patofisiologi
II. 4. 1. Mekanisme Migren
Mekanisme migren sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Beberapa teori
mekanisme berdasarkan penyelidikan yang telah dilakukan:
1. Vaskuler
Vasokonstriksi arteri intrakranial yang menyebabkan gangguan visual, motorik atau
sensorik pada fase sebelum serangan, kemudian vasodilatasi a. temporalis superfisialis
disertai dengan peninggian amplitudo denyut arteri tersebut dan adanya edema arteri,
menyebabkan nyeri kepala.
2. Serotonin
Kadar metabolit serotonin dalam urine yang meninggi pada penderita migren waktu
serangan nyeri kepala, kemudian ditemukannya kadar serotonin dalam plasma yang
merendah pada saat yang sama, menyebabkan timbulnya teori yang mengatakan bahwa
serotonin memegang peranan pada timbulnya migren.
3. Prostaglandin
Kadar prostaglandin yang meninggi dalam plasma pada waktu serangan migren dan
pada penyelidikan pada monyet ternyata prostaglandin i.v. menyebabkan aliran darah a.
karotis eksterna bertambah dan aliran a. karotis interna berkurang. Hasil tersebut
menyebabkan orang menyangka bahwa prostaglandin mempunyai peranan penting pada
migren.
Sumber lain mengatakan beberapa teori, di antaranya adalah:
1. Teori vaskular
Serangan disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial sehingga aliran
darah otak menurun yang dimulai di bagian oksipital dan meluas ke anterior perlahan-lahan,
melintasi korteks serebri dengan kecepatan 2-3 mm/menit, berlangsung beberapa jam (fase
aura) dan diikuti oleh vasodilatasi pembuluh darah ekstrakranial yang menimbulkan nyeri
kepala.
2. Teori neurotransmiter
Pada serangan terjadi pelepasan berbagai neurotransmiter antara lain serotonin dari
trombosit yang memiliki efek vasokonstriktor. Reseptor serotonin ada sekitar tujuh jenis yang
sudah ditemukan dan banyak terdapat di meningen, lapisan korteks serebri, struktur dalam
dari otak, dan paling banyak inti-inti batang otak. Dua reseptor penting adalah 5-HT1 yang
bila terangsang akan menghentikan serangan migren sedangkan reseptor 5-HT2 bila disekat
maka akan mencegah serangan migren. Oleh sebab itu, baik agonis (sumatriptan,
dihidroergotamin, ergotamin tartrat) maupun antagonis serotonin (siproheptadin, metisergid,
golongan anti-depresan trisiklik, penyekat saluran kalsium) bermanfaat dalam
penatalaksanaan migren. Di samping itu, neurotransmiter lainnya yang terlibat pada proses
migren adalah katekolamin (noradrenalin), dopamin, neuropeptida Y dan CGRP (calcitonin

gene-related peptide) dan VIP (vasoactive intestinal polypeptide), histamin, nitrit oksida,
beta-endorfin, enkefalin dan dinorfin, serta prostaglandin.
3. Teori sentral
Serangan berkaitan dengan penurunan aliran darah dan aktivitas listrik kortikal yang
dimulai pada korteks visual lobus oksipital. Gejala prodromal migren yang terjadi beberapa
jam atau satu hari sebelum nyeri kepala berupa perasaan berubah, pusing, haus, menguap
menunjukkan gangguan fungsi hipotalamus. Stimulasi nervus trigeminus dapat melebarkan
pembuluh darah ekstrakranial kemungkinan melalui pelepasan neuropeptida vasoaktif
misalnya substansi P.
4. Teori inflamasi neurogenik (Moskowitz, 1991)
Sistem trigeminovaskular dimulai dari meningen pada ujung serabut-serabut aferen
primer C yang kecil dari nervus trigeminus yang badan selnya berada dalam ganglion
trigeminus dan pembuluh darah di sekitarnya. Impuls yang berjalan sepanjang nervus V
menuju ke ganglion, ke dalam pons, dan berjalan turun bersinaps pada nukleus kaudalis
trigeminus. Inflamasi neurogenik yang menimbulkan nyeri migren terjadi pada ujung
pertemuan antara serabut safar trigeminus dan arteri duramater. Inflamasi ini disebabkan oleh
pelepasan substansi P, CGRP, dan neurikinin A dari ujung-ujung saraf tersebut.
Neurotransmiter ini membuat pembuluh darah dura yang berdekatan menjadi melebar, terjadi
ekstravasasi plasma, dan aktivasi endotel vaskuler. Inflamasi neurogenik ini menyebabkan
sensitisasi neuron dan menimbulkan nyeri. Aktivitas listrik selama fase aura atau pada awal
serangan migren menimbulkan depolarisasi serabut saraf trigeminus di dekat arteri piamater
sehingga mengawali fase nyeri kepala.
5. Teori unifikasi. (Lange dkk, 1989)
Teori ini meliputi sistem saraf pusat dan pembuluh darah perifer. Beberapa proses
pada korteks orbitofrontal dan limbik memicu reaksi sistem noradrenergik batang otak
melalui lokus seruleus dan sistem serotonergik melalui inti rafe dorsal serta sistem
trigeminovaskular yang akan mengubah lumen pembuluh darah, yang juga akan memicu
impuls saraf trigeminus, terjadi lingkaran setan rasa nyeri. Nausea dan vomitus mungkin
disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada area postrema dasar ventrikel 4 dalam
medula oblongata. Proyeksi dari lokus seruleus ke korteks serebri dapat menimbulkan
oligemia kotikal dan depresi korteks menyebar, menimbulkan aura.
II.5. Manifestasi Klinis
Gejala migren umum berupa nyeri kepala berdenyut, unilateral, timbul secara
mendadak dan rekuren, disertai rasa mual atau muntah dan gangguan saraf otonom lainnya.
Diantara serangan tidak ada gejala/keluhan. Kadang-kadang nyeri kepala tersebut didahului
oleh gangguan visual, motorik atau sensorik selama beberapa menit, migren demikian disebut
migren klasik.
Gejala migren sangat bervariasi, bergantung pada penderita dan lingkungannya.
Muntah tidak banyak dijumpai pada penderita-penderita Indonesia, demikian pula gangguan
gastrointestinal lain yang menyertai. Penderita merasa lemah, mengurung diri dalam kamar
gelap karena tidak tahan suara dan cahaya kuat. Biasanya penderita berusaha untuk dapat
tidur, karena pengalaman menunjukkan bahwa gejalanya akan hilang setelah penderita dapat
tidur. Gejala-gejala demikian dapat berlangsung dari beberapa jam sampai sehari, kadangkadang lebih. Nyeri kepala pada migren umum mempunyai intensitas yang lebih hebat
dibandingkan dengan nyeri kepala pada migren klasik.
Penderita yang mempunyai serangan sekali dalam beberapa bulan biasanya tidak
datang berobat, tetapi bila serangan ini berlangsung beberapa kali sebulan, maka barulah
penderita datang berobat.

II.6. Komplikasi
a. Status migren
Serangan migren dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam dengan atau tanpa
pengobatan.
Periode bebas nyeri kepala kurang dari 4 jam.
Sering dikaitkan dengan drug overuse.
b. Infark migren
Memenuhi satu atau lebih gejala-gejala aura migren yang tidak pulih kembali dalam
tempo 7 hari
Disertai dengan kelainan infark iskemik yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
neuroimaging
II.7. Diagnosis
Tabel.1. Kriteria Diagnosis Sefalgia Primer menurut IHS (International Headache Society)
1. Migren
1.1. Migren tanpa aura
A. Setidaknya terdapat 5 kali serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Serangan sakit kepala berlangsung 4-72 jam jika tidak diobati atau diobati namun
tidak membaik.
C. Sakit kepala setidaknya memiliki 2 dari 4 karakteristik di bawah ini.
1. Lokasinya unilateral.
2. Sifatnya berdenyut.
3. Intensitasnya ringan sampai berat.
4. Memberat dengan naik tangga atau aktivitas rutin sejenisnya.
D. Selama terjadinya sakit kepala, setidaknya terdapat satu dari hal-hal di bawah ini:
1. Mual dan atau muntah.
2. Fotofobia dan fonofobia.
1.2. Migren dengan aura.
A. Setidaknya terdapat 2 serangan yang memenuhi kriteria B.
B. Setidaknya terdapat 3 dari 4 karakteristik berikut ini:
1. Satu atau lebih gejala aura yang reversibel yang menandakan adanya disfungsi
korteks serebral fokal dan atau batang otak.
2. Setidaknya terdapat satu gejala aura yang terjadi bertahap dalam 4 menit, atau
2 atau lebih gejala yang terjadi berurutan.
3. Tidak terdapat gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit. Jika terdapat
lebih dari satu gejala, durasi terjadinya aura akan meningkat secara
proporsional.
4. Sakit kepala yang terjadi sertelah gejala aura dengan interval bebas sakit
kepala kurang dari 60 menit. (sakit kepala dapat terjadi sebelum atau
bersamaan dengan munculnya aura).
2. Sakit kepala tipe tension.
2.1. Sakit kepala tipe tension episodik.
A. Setidaknua terdapat 10 episode sakit kepala sebelumnya yang memenuhi kriteria
B-D di bawah ini. Jumlah hari terjadinya sakit kepala < 180/ tahun.
B. Sakit kepala terjadi antara 30 menit sampai 7 hari.
C. Setidaknya terdapat 2 dari hal-hal di bawah ini:
1. Rasa seperti ditekan atau diikat. Tidak terasa berdenyut.
2. Intensitasnya ringan-sedang.

3. Lokasinya bilateral.
4. tidak memberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
D. Dua dari hal-hal di bawah ini.
1. Tidak ada mual atau muntah, namun dapat terjadi anoreksia.
2. Fonofobia dan fotofobia mungkin tidak ada, ada terdapat salah satunya saja .
2.2. Sakit kepala tipe tension kronik.
A. Frekuensi sakit kepala rata-rata 15 hari/ bulan. (180 hari/tahun) for 6 bulan
dan memenuhi kriteria B-D yang terdapat di bawah ini.
B. Setidaknya terdapat 2 dari hal-hal di bawah ini:
1. Rasa seperti ditekan atau diikat.
2. Tingkat keparahannya sedang-berat.
3. Lokasinya bilateral.
4. Tidak memberat dengan naik tangga atau aktivias fisik rutin.
C. Dua hal di bawah ini:
1. Tidak ada muntah.
2. Tidak lebih dari dua hal berikut ini: mual, fotofobia, atau fonofobia.
3. Sakit kepala tipe kluster.
A. Setidaknya serangan terjadi 5 kali dan memenuhi daftar B_D di bawah ini.
B. Sakit kepala berat terjadi 15-180 menit jika tidak diobati. Sakit kepala terjadi
unilateral di area orbital, supraorbital, dan atau temporal.
C. Sakit kepala berkaitan dengan sedikitnya satu dari tanda-tanda berikut ini, tandatanda yang didapatkan muncul pada sisi kepala yang sakit:
1. Injeksi konjungtiva
2. Lakrimasi
3. Kongesti hidung.
4. Rinorea
5. Keringat di area wajah dan dahi.
6. Miosis
7. Ptosis
8. Edema palpebra
D. Frekuensi serangan: mulai dari 2 hari sekali hingga 8 kali / hari.
Pada setiap kasus, minimal terdapat satu dari hal-hal di bawah ini:
1.
Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis tidak menunjukkan
adanya kelainan struktural.
2.
Anamnesis dan atau pemeriksaan fisik umum dan atau pemeriksaan neurologis
menunjukkan adanya kelainan, namun dapat dieksklusi melalui investigasi yang
sesuai.
3.
Kelainan dapat nyata, namun migrain, sakit kepala tipe tension, dan sakit
kepala kluster tidak terjadi untuk pertama kalinya dalam hubungan waktu yang
sebentar saat terjadinya kelainan.
1. Anamnesis
Hanya sedikit pasien dengan keluhan sakit kepala yang terbukti disebabkan oleh
gangguan struktural (misalnya perdarahan subarakhnoid, meningitis, peningkatan tekanan
intrakranial, arteritis temporal, sinusitis, spondilosis servikal, dll). Oleh karenanya untuk
menentukan jenisnya maupun etiologinya sangat penting. Untuk itu perlu digali beberapa hal
penting, yaitu:

Onset
Onset penting untuk mengetahui apakah gejala-gejala yang timbul menunjukkan suatu
kelainan neurologis yang progresif, yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Frekuensi dan durasi
Penting untuk mengetahui pola sefalgia pada sefalgia yang rekurens.
Waktu terjadinya serangan
Umumnya migren membuat pasien terbangun cepat di pagi hari, akan tetapi serangan
migren dapat timbul kapan saja. Waktu onset ini penting baik untuk diagnosis maupun terapi.
Jika sakit kepalanya sering menyebabkan pasien terbangun dari tidur, obat sebaiknya
diminum malam sebelum tidur.
Mode of onset
Gejala peringatan awal
Perubahan mood, menguap berlebih, keinginan yang kuat untuk makan makanan manis
dapat merupakan gejala peingatan awal dari migren. Gejala ini harus dikenali oleh pasien
dengan baik agar pasien dapat segera minum obat untuk mencegah munculnya serangan.
Aura
Aura yang paling sering terjadi biasanya berupa gangguan penglihatan dengan gejala
positif (kilatan cahaya, zigzags, lingkaran-lingkaran cahaya atau rippling vision) dan
gejala negatif (skotoma, hemianopia, bilateral blurring or tunnel vision). Gejala
neurologis fokal lainnya seperti parestesis, hemiparesis dan disfasia dapat timbul selama
aura.
Onset akut
Apakah timbulnya mendadak atau gradual harus ditanyakan pada pasien untuk
menegakkan diagnosis.
Lokasi.
Pada migren, sakit kepala umumnya unilateral. Sakit kepala umumnya dimulai dari
daerah temporal atau oksipital lalu meluas hingga seluruh paruh kepala. Sakit dapat
menyebar ke leher dan bahu atau bahkan ke seluruh tubuh (jarang).
Intensitas
Migren umumnya dimulai sebagai nyeri tumpul dan dapat menjadi nyeri berdenyut
apabila intensitas meningkat.
Gejala lain yang berhubungan
Sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan gangguan lain.
Faktor pencetus
Perlu diselidiki faktor pencetus migren pada pasien, baik untuk diagnosis, terapi
maupun pencegahan serangan.
Hal-hal yang mengurangi gejala
Pada pasien migren umumnya sakit kepala berkurang dengan penekanan pada lokasi
nyeri, kompres panas atau dingin, duduk atau berbaring dalam ruangan yang gelap. Bernapas
dengan bantuan kantong kertas atau inhalasi karbondioksida 10% atau oksigen dapat
memperpendek fase vasokonstriksi dari migren.
Riwayat keluarga
Sebanyak 46 persen pasien migren memiliki riwayat keluarga migren. Hubungan
keluarga yang terbanyak yang mengalami migren adalah ibu. Penelitian pada kembar
monozigot dan dizigot menunjukkan bahwa setengah dari kasus migren berhubungan dengan
genetik, selebihnya karena pengaruh faktor lingkungan
Riwayat penyakit sekarang dan terdahulu

Riwayat penyakit terdahulu seperti trauma perlu digali lebih lanjut untuk menyelidiki
apakah ada kelainan organik yang menyebabkan migren tersebut.
Migren juga dapat berhubungan dengan penyakit-penyakit seperti hipertensi,
aldosteronisme, dan hipertiroidisme. Tanyakan juga mengenai penyakit-penyakit infeksi yang
mungkin berhubungan dan riwayat penyakit lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa migren-like headache dengan aura dapat terjadi pada
anak-anak setelah terpapar radiasi di kepala maupun setelah kemoterapi. Gejala migren dapat
timbul bertahun-tahun setelah paparan tersebut.

2. Pemeriksaan Fisik
Penampilan secara Umum.
Pada saat melakukan anamnesis pada pasien, dapat langsung dinilai mengenai
keadaan pasien, misalnya apakah terdapat gejala kecemasan, depresi atau bahkan
hipokondriasis pada pasien. Dinilai pula tanda-tanda fisik yang terlihat pada pasien, misalnya
akromegali, goiter, dll.
Apabila pada saat itu pasien sedang mengalami serangan migren, kita dapat melihat
adanya pulsasi dari arteri temporalis dan cabang-cabangnya, kulit wajah pucat dengan daerah
hitam pada area di bawah mata serta keringat berlebih. Pasien dapat berbicara kacau, bahkan
stupor selama beberapa saat. Mungkin pula terjadi disartria atau disfasia. Dapat pula terjadi
sindrom Horner yang bersifat sementara atau pupil yang berdilatasi pada sisi yang sakit, dan,
sangat jarang, terjadi paresis otot ekstraokuler (Ophthalmoplegic migren).
Tulang tengkorak.
Tulang tengkorak kepala harus diperiksa secara seksama, apakah terdapat infeksi
lokal, tumor tulang, nyeri, dll. Diperiksa tulang-tulang pada bagian sinus-sinus atau prosesus
mastoideus, pada keadaan inflamasi daerah-daerah ini akan menjadi sensitif dengan perkusi.
Auskultasi (pada daerah orbital, temporal dan prosesus mastoideus) dapat dilakukan
untuk mendengar adanya bruit. Saraf-saraf oksipital seringkali tertekan sehingga
menimbulkan rasa nyeri.
Periksa pula adanya pulsasi pada arteri di daerah temporal, serta adanya vena-vena
yang menonjol di daerah frontal dan temporal pada saat terjadinya serangan.
Pemeriksaan nervus-nervus kranialis lainnya
Periksa apakah ada gangguan dan jika ada gangguan tentukan letak lesinya.
Pemeriksaan motorik dan sensorik
Penting untuk memeriksa apakah ada kelumpuhan upper motor neuron yang terutama
mengindikasikan lesi pada sistem saraf pusat. Periksa pula apakah ada gangguan pada sistem
sensorik.
3. Pemeriksaan Penunjang
Electroencephalography
EEG tidak selalu membantu dalam menegakkan diagnosis maupun dalam
penatalaksanaan migren. Perubahan gelombang-lambat fokal didapatkan pada pasien dengan
serangan yang berat dan memanjang, akan tetapi pada banyak penelitian, tidak banyak
perubahan-perubahan pada EEG pada pasien migren.
Visual Evoked Potentials (VEPs)

VEPs dilakukan pada saat serangan migren yang disertai dengan gejala visual. Terjadi
peningkatan amplitudo terhadap respons primer rangsang cahaya pada korteks visual
menandakan sensitifitas pasien migren terhadap cahaya.
Brain Imaging and Cerebral Angiography
Computerized Tomography (CT) Scan dapat memperlihatkan adanya edema, infark
kortikal dan area korteks yang atrofi pada pasien migren.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dilaporkan menunjukkan adanya kelainan berupa
punktata pada substansia alba pada 7 dari 17 pasien dengan migren.
Cerebral angiography diindikasikan hanya apabila terdapat keraguan tentang diagnosis,
dan aneurisme atau kelainan vaskuler harus disingkirkan. MR angiography merupakan
alternatif non invasif dan seringkali bermanfaat.
SPECT Scanning
Single-photon Emission Tomograph (SPECT) Images, menggunakan molekul pelacak
yang terfiksasi pada jaringan selama beberapa jam, lebih murah untuk diproduksi dan
memberikan resolusi spasial yang lebih baik daripada menggunakan 133Xe. Kuantitas dari
aliran darah tidak dapat dinilai, dan tidak ada perubahan yang signifikan pada migren tanpa
aura, atau pada akhir serangan pada migren dengan aura, akan tetapi ada uptake molekul
pelacak tersebut pada otot temporalis superfisial.
Positron Emission Tomography (PET) Scan
Jarang digunakan karena sulitnya untuk menentukan waktu scanning yang tepat pada
saat serangan. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan terjadinya pengurangan aliran darah dan
gangguan keseimbangan oksigen pada pasien dengan migren.
II.8. Penatalaksanaan
Tidur atau istirahat sejenak pada waktu serangan merupakan tindakan yang cukup
ampuh untuk menghentikan serangan migren. Sebaiknya istirahat atau tidur di tempat yang
tenang dan agak gelap karena penderita migren pada waktu serangan mengalami fotofobia
dan fonofobia.
II.8.1. Terapi simtomatik
Aspirin atau parasetamol, beberapa pasien menunjukkan hasil lebih baik bila
ditambahkan fenobarbital dosis kecil.
Nyeri kepala hebat diobati dengan Kodein 30-60 mg
Nausea dan vomitus diobati dengan Prometazin 25-50 mg atau proklorperazin 5-10 mg
Bila pasien tidak bisa tidur, diberikan nitrazepam 5-10 mg sebelum tidur
Penggunaan berlebihan obat-obat mengandung barbiturate, kafein dan opiate harus
dihindari karena bisa menimbulkan eksaserbasi nyeri kepala bila obat tersebut dihentikan.
Migren yang disertai kelainan saraf (migren komplikata) diberikan propanolol HCL 34x40 mg sehari.
Migren menstrual diberikan NSAID sebelum menstruasi sampai menstruasi berhenti,
misalnya natrium naproksen, asam mefenamat atau ketoprofen.
II.8.2. Terapi abortif
Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya pada saat mulai timbul nyeri kepala.
Obat yang dapat digunakan:

Ergotamine tartrat, dapat diberikan sendiri atau dengan obat antiemetik, analgesik atau
sedatif. Dosis oral 1mg pada saat serangan, diikuti 1 mg setiap 30 menit, sampai dosis
maksimum 5 mg/serangan atau 10 mg/minggu.
Dihdroergotamin. Dosis 1 mg intravena selama 2-3 menit dan didahului dengan 5-10 mg
metoklopramid untuk menghilangkan mual dan dapat diulang setiap 1 jam sampai 3 mg.
Sumatriptan suksinat. Dosis lazim 6 mg subkutan, dapat diulang dalam waktu 1 jam bila
diperlukan (jangan melampaui 12 mg/24 jam).

Stadium
Migren ringan

Migren moderat

Migren berat

Diagnosis
Sakit kepala berdenyut
kadang-kadang.
Tidak ada gangguan fungsi
berat.
Sakit kepala moderat
sampai berat.
Mual (umum terjadi)
Terdapat beberapa
gangguan fungsi.
Sakit kepala berat. 3 kali
per bulan.
Terdapat gangguan fungsi
yang signifikan.
Mual dan muntah.

Terapi
NSAID
Kombinasi analgetik.
Agonis 5HT 1 oral
Agonis 5 HT 1 oral, nasal,
atau subkutan.
Antagonis dopamin oral.
Agonis 5 HT1 SC, IM, atau
IV.
Antagonis dopamin IM atau
IV.
Medikasi profilaksis.

II.9. Pencegahan
II.9.1. Non medikamentosa
Tata cara hidup. Siklus kehidupan yang terlalu ketat, kurang istirahat, terlambat makan,
kurang rekreasi dsb dapat merupakan pencetus serangan migren. Pembagian waktu kerja,
istirahat, rekreasi, olah raga perlu diatur dengan baik. Sebaliknya juga dapat dijumpai
weekend migraine karena penderita migren terlalu banyak tidur pada akhir minggu.
Faktor makanan. Apabila ada jenis makanan tertentu yang dapat mencetuskan serangan
migren, maka jenis makanan ini perlu dihindari
Faktor obat. Pasien juga perlu mengenali obat-obat yang bisa menjadi pencetus serangan
migren, seperti nitrogliserin, nifedipin sublingual, tetrasiklin dsb, sehingga perlu
dihindari.
II.9.2 Medikamentosa
Hanya diberikan pada pasien dengan serangan yang sering berulang atau parah dan
tidak berhasil dengan terapi abortif. Obat yang digunakan:
a. Beta blocker
Propranolol, dengan dosis 80-160 mg per hari dibagi dalam 2-3 kali pemberian
Nadolol, 40-240 mg/hari
Atenolol, 50-200mg/hari
b. Anti depresan trisiklik, yaitu amitriptilin atau imipramin dengan dosis 50-75 mg/hari
sebelum tidur atau dengan dosis terbagi.
c. Ca channel blocker, verapamil 3-4 kali 80 mg/ hari, sebagai alternatif kedua bila a & b
tidak efektif.
d. Antihistamin-antiserotonin

Siproheptadin dengan dosis 8-16 mg/hari dalam dosis terbagi.


Pizotifen, dengan dosis 0,25-0,5 mg sekali, diberikan 1-3 x/hari.
e. Metisergid (antagonis serotonin), 2mg/hari dinaikkan sampai 8 mg/hari dibagi dalam
beberapa dosis. Dosis dinaikkan bila pasien bebas efek samping seperti mengantuk,
ataksia dan mual.
f. Antikonvulsan, bermanfaat pada pasien dengan epilepsy migrenosa.
Fenitoin 200-400 mg/hari.
Asam valproat 250-500 mg 2 kali sehari.
II.10. Prognosis
Migren tidak akan menyebabkan kematian walaupun akan mengganggu aktivitas
sehari-hari pasien, tergantung dari reaksi penderita terhadap nyeri kepala yang dialaminya.
Sebagian besar penderita migren anak dan remaja berhasil baik dengan pengobatan dan
pendidikan keluarga. Migren dapat dihindari asalkan faktor pencetusnya dihindari.

Anda mungkin juga menyukai