Anda di halaman 1dari 57

GANGGUAN

PENGGUNAAN ZAT
Penyusun: Dr. Nyoman Hanati,
SpKJ (K)

KETERAMPILAN
Diharapkan memiliki keterampilan untuk
:
Mengenali tanda-tanda
ketergantungan NAPZA meliputi tandatanda putus zat (withdrawal atau
keracunan/intoksikasi)
Merencanakan serta intervensi
terapeutik secara cepat dan tepat,
termasuk kemungkinan melakukan
rujukan rawat inap.

Gambaran Umum
Ketergantungan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya
ICD-10 (International Classification
of disease and health related
problem, 1992) digolongkan
dalam Gangguan Mental dan Perilaku
akibat Penggunaan Zat psikoaktif
(Mental and behavioural disorders due
to psychoactive substance use).

Heroin atau putaw NAPZA, sangat berbahaya


Overdosis dapat menimbulkan kematian
Heroin dengan jarum suntik bergantian
tidak steril, menularkan Hepatitis C dan
HIV/AIDS.
Alkohol /MIRAS menimbulkan black-out dan
mabuk kecelakaan , tindakan kekerasan,
perkelahian.
Amphetamine, cocaine, hallusinogen
menimbulkan gambaran psikosis tanda
delusi (waham) berbahaya pada diri serta
lingkungan

Ringkasan teori
NAPZA Narkotika, Pskikotropika dan Zat adiktif lain
Penyalahgunaan NAPZA merugikan kesehatan,
ekonomi, sosial, produktivitas, biaya, politik, budaya
Semua zat psikoaktif bagaimana zat-zat
digunakan, jumlah serta frekuensi penggunaan.
Ketergantungan zat mekanisme biologis
mempengaruhi otak dan kemampuan untuk
mengontrol penggunaan zat.
Dipengaruhi faktor biologis dan genetika juga faktorfaktor psikologis, sosial, kultural dan lingkungan.

Kelainan dapat terjadi berulang kali, bersamaan


dengan kondisi fisik dan mental lainnya.
Terdapat komorbiditas yang signifikan antara
ketergantungan zat dan gangguan jiwa lainnya.
Terapi ketergantungan zat proses terapeutik
mencakup perubahan perilaku, intervensi
psikososial dan tingkah laku, penggunaan obat
antipsikotropika pengganti.

Epidemiologi
Di AS pencandu heroin meninggal 1% / tahun
25% meninggal dalam 10-20 tahun dari awal
kebiasaan
Penyebab lazim OD fatal yang tidak disengaja.
Kematian akibat kekerasan kriminal atau yang
mulai meningkat, AIDS.
25% atau > dari pecandu memiliki gangguan
kepribadian, biasanya jenis antisosial.
Insiden tinggi depresi dan ansietas
Pecandu heroin risiko terjangkit penyakit
HIV/AIDS, hepatitis menular

Alkohol adalah zat yang banyak disalahgunakan.


68% orang Amerika peminum alkohol
12% adl peminum berat (laki-laki 2:1)
10 juta orang memiliki masalah penyalahgunaan
alkohol
Risiko seumur hidup alkoholisme adalah 10% - 14%
50% kematian akibat pembunuhan dan kecelakaan di
jalan raya berhubungan dengan alkohol
Populasi tertentu memiliki risiko (kulit hitam perkotaan
usia tua, Indian perkotaan, bartender, musisi)

Tanda dan gejala

Tingkahlaku yang ganjil (kontak mata menghilang tiba-tiba dll)


Ketidakmampuan memusatkan konsentrasi-prestasi belajar
Mood berubah dengan cepat
Egosentris
Sering ijin tidak masuk, datang ke sekolah terlambat, pulang lebih
cepat dari yang lainnya
Tugas-tugas dikumpulkan selalu terlambat, dengan kualitas yang
rendah dari kemampuan yang sesungguhnya.
Sering meninggalkan acara perkuliahan/tugas kantor untuk pergi
ke kamar mandi atau kantin.
Barang pribadi hilang dengan penjelasan yang kurang masuk
akal
Mengabaikan tanggung jawab yang sebelumnya selalu dijalankan

INTOKSIKASI ALKOHOL
(DSM-IV hal. 196, 303.00)
Alkohol adalah depresan SSP.
Intoksikasi dini meliputi rasa nyaman, nafas
bau alkohol, kadar alkohol dlm darah
100mg/100ml
Lanjut mjd iritabilitas, labilitas emosi dan
hilangnya koordinasi (100-150mg%)
Meningkat menjadi apatis, bicara tidak jelas,
dan ataksia (150-250mg%)
Akhirnya koma alkoholik (lebih dari 250400mg%)

Sindrom Putus Zat Alkohol


(DSM-IV, hal 197, 291.8)
Terjadi pada peminum berat atau peminum yang berhenti
minum atau yang mengurangi konsumsinya.
Gemetar, hiperefleksia, lemah, mual dan muntah, muntah
kering, ansietas, insomnia dan mimpi buruk, ilusi dan
halusinasi ringan, kewaspadaan yang berlebihan,
parestesia, kebas, tinitus atau penglihatan kabur
Mulai 12-18 jam pertama sejak penurunan jumlah minum
dan menuju ke lingkaran setan agitasi yang makin buruk.
Kejang-kejang alkoholik (kejang umum, terbatas, tunggal
atau kelompok kecil) terjadi pada beberapa pasien (kurang
dari 25%), biasanya dalam 2 hari pertama sejak putus
minum, tetapi kadang-kadang lebih lama.

Delirium Akibat Putus Zat Alkohol


(DSM-IV, hal 131, 291.0)

Delirium tremens ditandai dengan


disorientasi, agitasi, gangguan
memori, halusinasi, waham,
gangguan otonomik yang kuat,
tremor, ataksia dan demam dimulai
dari 2-8 hari sesudah mengurangi
minum.

Gangguan Amnesia Menetap yang Diinduksi Alkohol (Sindrom Korsakoff)


(DSM-IV hal 162, 291.1)

Kehilangan memori jangka pendek yang


berat (amnesia anterograd, mungkin
juga ingatan retrograd)
Konfabulasi sering terjadi setelah
encefalopati Wernicke yang tidak diobati
Demensia Menetap yang Diinduksi
Alkohol (DSM-IV hal 154,291.2)
Bunuh Diri
Penyalahguna Obat

Intoksikasi Opioid
(DSM-IV, hal 249, 292.89)
Gejala Psikologis : keresahan segera
obat IV, euforia atau disforia,
mengantuk, apati, kemunduran
psikomotor dan sulit konsentrasi.
Gejala Fisik : Miosis, ucapan yang tidak
jelas, depresi respiratorik, hipotensi,
hipotermia, bradikardia, konstipasi,
serta mual dan muntah. Ulkus. Kejangkejang terhadap meperidin.

Overdosis Opioid
keadaan darurat medis, pasien
dengan OD bisa mati karena depresi.
Cari bekas suntikan dan pupil
pinpoint pada pasien yang tidak
sadar,
anoxia CNS yang bermakna, pupilnya
dilatasi.

Sindrom Putus Zat Opioid


(DSM-IV hal 251, 392.0)
Gejala Psikologis : awalnya sering merasa
menginginkan obat sedemikian kuat yang diikuti
dengan ansietas berat, kegelisahan, mudah marah,
insomnia dan nafsu makan menurun. pada keadaan
ini, pasien rawat inap sering manipulatif dan minta
perhatian.
Gejala Fisik : menguap, diaforesis(mengeluarkan
keringat berlebihan), mengeluarkan air mata, rinorea,
dilatasi pupil, piloereksi, kedutan pada otot dan
perasaan panas dan kemerahan di wajah, mual dan
muntah, demam, hipertensi, takikardi, diare dan kram
perut. Kejang-kejang terjadi pada putus zat meperidin.

Intoksikasi Amfetamin
(DSM-IV hal 207, 292.89)
Gejala Psikologis : Waspada berlebihan,
kegelisahan, agitasi psikomotor, mondarmandir, banyak bicara dan tekanan pada
pembicaraan, rasa nyaman dan elasi. Sering
kali agresif, perilaku kekerasan dan daya nilai
terganggu.
Gejala Fisik : takikardi, hipertensi, dilatasi
pupil, mengigil dan diaforesis, anoreksia, mual
dan muntah dan insomnia. Kadang-kadang
ada gerakan-gerakan berulang yang
stereotipik.

Sindrom Putus Zat Amfetamin


(DSM-IV hal 208, 292.0)

Penghentian obat pada pemakai berat


dapat diikuti oleh depresi ringan
sampai berat, kelelahan berat, mudah
marah, anxietas, ketakutan, mimpi
buruk, dan insomnia atau hipersomnia.
Gejala berat jarang berlangsung lebih
dari 1 minggu, tetapi dapat diikuti
dengan depresi kronis dan anxietas
ringan.

Intoksikasi Kanabis
(DSM-IV hal 218, 292.89)
Zat aktif pada kanabis adalah THC(Tri
Hydroxi canabioid)
Berbagai variasi bentuk (mariyuana, hasis)
semuanya dapat diisap seperti rokok atau
dimakan dan perbedaan efek yang
dihasilkan tergantung pada konsentrasi THC.
Biasanya mengakibatkan perubahan fisik
dan psikologis yang ringan yang terjadi
segera setelah mengkonsumsi dan bertahan
hingga 2-4 jam.

Gejala psikologis : perasaan nyaman, euforia ringan


dan relaksasi, terjadi perubahan ringan dan
penajaman persepsi (menghebat pada konsentrasi
yang lebih tinggi), perasaan acuh tak acuh, dan
perasaan waktu melambat, sebagian kecil individu
mendapatkan euforia pada pemakaian kanabis,
berkembang menjadi depresi, anxietas, panik,
disosiasi atau bahkan sindrom waham (biasanya
paranoid, sering disertai depersonalisasi).
Gejala fisik : takikardi, hipertensi, mulut kering dan
lapar. Penggunaan dalam jumlah banyak dan kronis
bersifat karsinogenik.

Gangguan Psikotik akibat Induksi Kanabis dengan Waham (DSM-IV


hal 314, 292.11)

Gangguan pada penampilan


psikomotor, perhatian, orientasi
waktu dan memori (kemampuan
belajar) selama dan segera sesudah
pemakaian, bahaya jika mengemudi.
Penggunaan yang sering dan kronis
mengakibatkan gangguan kognitif
menyeluruh dan gangguan fungsi
sosial/pekerjaan.

Penyalahgunaan Kanabis (DSM-IV


hal 217, 305.20)
Pasien seringkali apatis dan tanpa
motivasi
Ketergantungan Kanabis (DSM-IV
hal 216, 304.30)
Terjadi sekitar 10% pemakai.
Gejala putus zat cenderung ringan :
mudah marah, anxietas, seperti flu

Ketergantungan Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik (DSM-IV hal 262,


304.10)

Jika menggunakan banyak obat dalam


jangka waktu lama akan menjadi
toleran terhadap obat tersebut atau
tampak tanda-tanda fisiologik putus zat
bila obat dihentikan.
Memperlihatkan perilaku mencari obat
dan mengubah aktivitas kehidupan
normalnya untuk mengkonsumsi obat.

NIKOTIN
Putus Zat Nikotin (Merokok)

Telah menggunakan nikotin beberapa minggu.


Segera menghentikan / mengurangi penggunaan
Setelah 24 jam diikuti 4 atau lebih gejala berikut
:
Perasaan sedih atau depresi
Sulit tidur
Mudah tersinggung, frustasi, marah
Cemas
Sulit konsentrasi
Gelisah
Detak jantung berkurang/lambat
Nafsu makan meningkat, berat badan meningkat

Keracunan Nikotin
Nyeri perut, Sakit kepala, Mual, Muka
pucat, Palpitasi, Berkeringat,
Dizzines, Muntah, Badan lemah
Gejala-gejala diatas mengganggu
fungsi sosial, tidak disebabkan oleh
penyakit atau kondisi medis umum.

CAFFEINE (KOPI)
Putus Zat Caffeine

Mengkonsumsi caffeine dalam waktu lama


Segera menghentikan/mengurangi minum kopi
(caffeine) diikuti dengan satu atau > gejala
berikut :
Badan lemah mengantuk
Cemas dan depresi
Mual dan muntah

Gejala-gejala tersebut diatas mengganggu fungsi


sosial dan pekerjaan, tidak disebabkan oleh
kondisi medis umum seperti migran atau penyakit
infeksi oleh virus.

Keracunan Caffeine (Kopi)


Segera setelah minum kopi sebanyak 250 mg atau 2-3 cangkir
kopi
Lima atau lebih gejala-gejala berikut :
Gelisah
Cemas
Sulit tidur
Muka kemerahan
Sering buang air kecil
Kram perut
Kedutan pada otot
Bicara agak ngelantur
Tachycardia/cardiac arrytmia
Psikomotor meningkat

Gejala tersebut diatas mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan ,


tidak disebabkan oleh kondisi medis umum seperti Gangguan
Cemas

PRINSIP PENANGGULANGAN
Pengobatan penyalahguna kronis sulit
Sering diperlukan rawat inap untuk memastikan
diagnosis, menjaga keselamatan penderita,
optimalisasi dan efektifnya perawatan.
Farmakoterapi disesuai dengan obat yang
digunakan.
Diperlakukan dengan tegas tetapi dengan
empati
Hadapi pasien hanya bila tidak dalam keadaan
intoksikasi (kecuali krisis kronis)
Libatkan mereka dalam acara yang formal

FASE PENGOBATAN
Alkohol
Intoksikasi Alkohol
Tunda wawancara rinci dan diagnosis
akhir sampai penderita tidak mabuk.
Evaluasi dgn seksama masalah
medisnya
Diagnosis banding termasuk
hipoglikemia, infeksi SSP dan psikosis
toksis oleh penyebab lain.

Bersikap tenang (pasien mungkin agresif,


berbahaya, tidak kooperatif), jangan
mengancam, bersikap menerima,
menghargai, sabar tetapi tetap waspada.
Upayakan penatalaksanaan non farmakologis
(ruangan tenang, dukungan) kalau perlu
diazepam 5-20 mg IM tetapi waspadai sedasi
yang berlebihan dan risiko terjadi putus zat .
Pasien harus didampingi keluarga kalau
pulang, dijaga sepanjang malam.

Episodenya muncul dgn tiba-tiba bertahan


hingga beberapa jam 1 hari atau lebih, sering
dengan amnesia terhadap kejadian sesudahnya.
Beri sedatif benzodiazepine, haldol dan awasi
pasien sampai dalam keadaan tidak mabuk.
Singkirkan dugaan epilepsy lobus temporalis.
Paranoid alkoholik memiliki tampilan yang mirip
tetapi dengan waham paranoid yang kuat
biasanya terjadi pada alkoholik kronis yang
secara aktif minum.

Fase Komplikasi Alkoholisme Kronis


Ensepalopati Wernicke (trias : bingung, ataksia,
disfungsi gerakan mata <nistagmus vertikal dan
horizontal dan kelemahan yang nyata pada
penatapan konjugat dan muskulus rektus eksternal>)
Penanganan
Berikan tiamin 50 mg IV dan 50 mg IM
Kemudian 50 mg IM / hari sampai pasien dapat
makan
Fase kondisi gawat darurat biasanya hilang tanpa
timbul Sindrom Korsakoff bila diobati segera.

FASE PENGOBATAN
OPIOID

Over dosis
Rawat dengan perawatan medis intensif
(ICU).
Berikan narkotik antagonis nalokson/narcan.
Berikan 1,4 mg IV dan ulangi 5 kali dengan
interval 5 menit.
Diharap terjadi respon cepat, perbaikan
kesadaran 1-2 menit, jika tidak terjadi
setelah 4 dosis curigai etiologi lain
Jika pasien membaik teruskan pengawasan

Pasien mungkin memerlukan dosis


nalokson tambahan
Kelebihan nalokson dapat membuat
seorang pasien ketergantungan obat
dari koma langsung menjadi putus
zat
Lakukan penapisan urine segera.

Putus Zat Opioid


Tidak nyaman, tidak mengancam nyawa
penatalaksanaannya tidak sebahaya atau sesulit gejala
lepas zat dari obat sedatif-hipnotis.
Gejala putus zat mirip untuk tiap narkotik tetapi lama
terjadinya bervariasi tergantung pada besar kebiasaannya
seperti masa putus zat opioid
Obat Masa timbulnya gejala Puncak gejala
Gejalamenghilang
setelah dosis terakhir (hari)
Heroin4-8 jam 1-3 hari 7-10
Metadon 12-48 jam 4-6 hari 10-21
Meperidin 2-4 jam 8-12 jam4-5

SEDATIF HIPNOTIK
Overdosis Sedatif Hipnotik
Penanganan Putus Zat
Metode yang digunakan tanpa melihat obat yang disalahgunakan.
Rawat inap pasien di rumah sakit untuk tes jika memungkinkan
Berikan 200 mg pentobarbital lewat oral
Evaluasi setelah 1 jam, jika ia :
tertidur bisa dibangunkan, pasien tidak punya toleransi
ataksia yang jelas, sedikit gemetar dan nistagmus, toleransi harian adl
400-500 mg pentobarbital
ataksia yang ringan, sedikit nistagmus, toleransi harian 600 mg
tenang, sedikit nistagmus lateral, toleransi harian 800 mg
tanpa gejala atau memilki tanda putus zat ringan yang berlanjut toleransi
harian 1000mg atau lebih.
Tunggu 3-4 jam lalu berikan dosis 300 mg pentobarbital lewat oral.
jika tidak juga bereaksi dosis yang lebih tinggi ini kemungkinan toleransi
harian melebihi 600 mg.

Obati gejala putus zat secara hati-hati dan cekatan


Biasanya dirawat inap kecuali ringan dan pasien dapat
diandalkan
Evaluasi adanya penyakit medis

KANABIS
Fase Putus Zat Kanabis
Obati mimpi buruk dengan dukungan
Pemakai mariyuana yang tersembunyi dapat terdeteksi
sampai beberapa minggu setelah pemakaian dengan
uji tapis delta-9-THC-11-oic-acid (THCA) di urine.

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS


Penyembuhan pada kecanduan memang bisa terjadi
pada beberapa pecandu yang mempunyai motivasi
baik, tetapi kebanyakan pecandu meneruskan
penyalahgunaan mereka sampai bertahun-tahun.
Penatalaksanaan pecandu opoid termasuk
penatalaksanaan untuk masalah intoksikasi, putus obat.
Individu dengan ketergantungan opioida yang sering
menyuntikkan zat yang tak jelas potensi dan
kualitasnya dan dicampur dengan zat lain-seringkali
mengalami overdosis, berisiko tinggi meninggal.
Angka mortalitas untuk mereka yang ketergantungan
heroin 6 sampai 20 kali lebih tinggi daripada populasi
umum pada umur dan gender yang sama.

5-10% infeksi HIV datang dari pengguna zat dengan jarum suntik
(Injecting Drug Users=IDU).
Di beberapa negara Asia dan Eropa pengidap HIV terbanyak adalah
pengguna zat dengan jarum suntik, mencapai lebih dari 70%, zat
yang paling banyak digunakan melalui jarum suntik adalah heroin
Tidak ada terapi tunggal yang dapat efektif bagi semua individu.
Individu yang mencari terapi untuk mengatasi ketergantungan
opioidanya mempunyai berbagai pola resiko dan faktor protektif,
juga perbedaan masalah psikologi dan sosialnya.
Karena itu layanan yang diberikan harus cukup menjawab dan
sesuai dengan kebutuhan klien yang beragam, keparahan
ketergantungan, lingkungan pribadi, motivasi dan respon terhadap
intervensi.
Manajemen ketergantungan opioida membutuhkan keseimbangan
kombinasi terapi farmakologik (obat-obatan), psikoterapi,
rehabilitasi psikososial dan intervensi pengurangan resiko.

KOMORBIDITAS
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dapat
menimbulkan gejala psikiatri seperti : cemas,
depresi dan halusinasi.
Suatu penelitian di USA menunjukkan lebih dari
50% penyalahgunaan NAPZA non alkoholik
mengidap paling tidak satu gangguan psikiatri a.l :
26% mengalami gangguan mood (depresi, mania)
26% gangguan anxietas
18% gangguan kepribadian antisosial
7% skizofrenia

Yang dengan gangguan penyalahgunaan alkohol


sebanyak 37% mengalami komorbiditas psikiatri.

Hubungan antara ketergantungan NAPZA dengan gejala psikiatri secara klinis melalui
penilaian dan pemeriksaan sbb :

Penyalahgunaan NAPZA dapat menimbulkan


gejala psikiatri dan gejala yang mirip gangguan
psikiatri lain.
Penggunaan akut dan menahun dapat
menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan
berbagai gejala psikiatri
Penggunaan NAPZA dapat menginisiasi,
mengeksaserbasi, memperburuk perkembangan
gangguan psikiatri yang sudah ada.
Penggunaan NAPZA dapat menutupi gejala-gejala
psikiatri l
Sering dianggap pasien menggunakan NAPZA
dengan maksud menyembunyikan gangguan

Gejala putus NAPZA (withdrawal symtom) dapat


menimbulkan gejala psikiatri.
Gangguan psikiatri dan ketergantungan NAPZA
secara independen dapat terjadi bersama-sama
(Dual Diagnosis)
Perilaku pasien psikiatri menyerupai gejalagejala akibat penggunaan NAPZA
Ada dua problem yang dihadapi pasien dengan
dual Diagnosis yaitu :
Kemungkinan terjadinya relaps
Memperburuk kondisi status psikiatri yang sudah ada.

ALGORITMA
Management terapi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA.
Masalah yang timbul dalam penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA ini adalah keadaan putus zat
dan keadaan keracunan atau intoksikasi dengan
segala pengaruh buruknya yang perlu mendapatkan
terapi.
Tidak semua pasien dengan penyalahgunaan dan
ketergantugan NAPZA terjadi keadaan withdrawal /
putus zat.
Penyalahgunaan dan ketergantungan Opioid (heroin,
morfin, petidin, codein) dapat menimbulkan keadaan
withdrawal maupun keracunan.

Putus zat opioid dapat ditangani/diobati dengan


metode terapi :
Metode terapi simptomatis dengan cara
menghilangkan gejala-gejala saja seperti obat
anti nyeri (analgetik) anti muntah, obat anti
insomnia dengan psikoterapi
obat-obat diturunkan palan-pelan atau di
tapering khususnya obat penenang yang
berefek menidurkan
Metode Terapi Substitusi (Pengganti)
Tab codein sebagai pengganti per oral kemudian
di tapering
Bufrenorpin tab 2 mg, 8 mg disesuaikan
kemudian ditapering

Penggunaan metadon oral saja dapat mengurangi


penyebaran penyakit hepatits ataupun HIV/AIDS akibat
penggunaan jarum suntik secara bergantian.
Metode terapi dengan detoksifikasi cepat dengan Naltrexon
dibawah pengaruh Narkose (Pembiusan) masuk rehabilitasi
3 bulan dengan psikologis intensif baru dapat pulang ke
keluarga walaupun demikian kekambuhan mungkin terjadi.
Metode terapi dengan Cold Turkey dengan cara khusus. Atas
kehendak klien sendiri disini tidak diberikan terapi apapun.
Klien masuk ditempatkan dalam ruang khusus yang aman,
tidak terjadi trauma fisik pada waktu keadaaan withdrawal
menuncak, bila klien tahan dalam seminggu gejala-gejala
withdrawal sudah sangat berkurang/hilang. Akan tetapi
kemungkinan kambuh juga cukup besar.

Keracunan Opioid
Keracunan opioid khususnya heroin
atau putaw sangat berbahaya dapat
terjadi kematian kalau tidak cepat
ditolong.
Keracunan heroin diberikan Naloxon
Injeksi secara introvenous 0,5 mg
dapat diulang sampai sadar/sembuh
kembali.

Alkohol
Keadaan putus zat/withdrawal alkohol dapat diberikan
obat dari kelompok Benzodiasepine seperti Diazepam
oral atau injeksi dan diberikan vit B1 (tiamin)
Konsumsi alkohol dapat menimbulkan Neuropatis
perefer oleh karena deficiensi tiamin (vit B1)
Penderita dengan keadaan putus zat alkohol dapat
diberikan obat dari golongan Benzodiasepin seperti :
Lorazepam (ativan) sifat short acting, propanal (inderal),
chlordiasepoxide (Librium) dan Diasepam (valium).
Dapat diberikan obat anti psikotik seperti Haloperidal
oral dan injeksi bila keadaan putus zat alkohol tergolong
berat, Dibantu dengan psikoterapi, counseling dsb.

Penderita dengan keracunan zat alkohol bila dalam


darah terdapat 80-100 mg ethanol dalam darah.
Keracunan alkohol dapat menimbulkan gejalagejala psikiatri seperti cemas bingung dan
gambaran seperti psikosis.
Perawatan secara intensif, pengobatan secara
konvensional dari gejala psikosis dapat diberikan
obat anti psikosis dengan dosis disesuaikan seperti
Haloperidol oral dan injeksi Stelazine oral atau
obat dari kelompok Benzodiasepin seperti
diazepam (valium) dan sebagainya.

Amphetamin
Penderita dengan keadaan withdrawal/putus zat
amphetamin dapat diberikan obat antidepresan
seperti imipramine (Tofranil) 150 mg/hari sampai
gejala-gejala putus zat amphetamin hilang
kemudian dosis diturunkan.
Antidepresan dari golongan SSRI seperti fluxetine
(Prozac) oral 20 mg/hari selanjutnya dosis diatur.
Keracunan amphetamin dapat diberikan obat
dari golongan antipsikosis seperti Chlorpromazine
(Bromeklil, Thorazine) atau Haloperidol dapat
menenangkan keadaan pasien.

Sedative, Hypnotic dan Anxiolytic


Penderita keadaan putus zat sedative, hypnotic dan
anxiolytic dapat diberikan : Diazepam oral atau injeksi
Benzodiasepin lainnya dosis disesuaikan selanjutnya
ditapering secara pelan-pelan.
Keracunan obat sedative, hypnotic dan anxiolytic
dapat menimbulkan kematian dosis 2 gr atau lebih
dapat diberikan obat Flumazenil.
Obat antagonis benzodiasepin dikerjakan di UGD
Keracunan barbiturat lebih fatal dari kelompok
Benzodiazepine, pasien harus masuk Ruang Gawat
Darurat. Perawatan secara konvensial kumbah
lambung dengan charcoal serta balance cairan.

Caffeine
Penderita dengan putus zat caffeine sering mengeluh
sakit kepala (headache) dalam hal ini coba seperti
Aspirin baik diberikan.
Bila klien ingin berhenti untuk minum kopi
hendaknya diberikan dosis/takaran kopi yang
diminum metode tapering.
Sedangkan penderita (klien) dengan keracunan
caffeine dapat diberikan obat yang menenangkan
seperti dari kelompok Benzodiazepin, Diazepam,
Clobazam per oral dengan dosis disesuaikan.

Nicotine
Penderita dengan putus zat nicotine akibat merokok
(smoking) dengan cara substitusi
Nicotine-gum berupa permen karet dikunyah dan diisap.
Nicotine patches, nicotine nasal spray, nicotine inhaler
dan nicotine lozenge.
Obat lain dapat diberikan adalah obat anti depresan
seperti Bupropion (wellbutrine) tab/oral, Nortriptyline
(Aventil), antidepresan SSRI (Fluxetine Sertraline)
Clonidine (catapnes) 0,2 mg-0,4 mh/hari dapat diberikan
dengan dosis disesuaikan.
Dibantu dengan psikoterapi.

PENUNTUN PEMERIKSAAN
PSIKIATRIK
UNTUK KLIEN DENGAN KECANDUAN NAPZA
Faktor Risiko (Individu)
Genetik
Riwayat pengguna/kecanduan NAPZA di keluarga
Personality kecenderungan antisosial
Pengetahuan tentang zat dan Masalah sekolah
Mulai digunakan di usia muda
Dinamika Keluarga
Teknik pengasuhan tidak efektif
Riwayat keluarga yang tidak harmonis

Sering terjadi percekokan, orang tua cerai


Kesibukan orang tua, waktu berkumpul orang tua anak
sangat kurang
Komunikasi negatif

Lingkungan Lokal
Pengaruh peer group
Labelling
Pengalaman traumatik seerti kekerasan masa kanak,
penyengsaraan
Status sosial ekonomi

Lingkungan Luas
Peratuan Perundang-undangan
Pendekatan hukum
Ketersediaan zat
Pesan sosial untuk no drug use dan masalah terkait.

Terapi substitusi (farmakoterapi agonis, terapi


penggantian agonis, terapi bantuan agonis) didefinisikan
sebagai pemberian terapi dalam pengawasan medik
dengan resep zat psikoaktif, secara farmakologi terkait
dengan suatu zat penyebab ketergantungan, kepada orang
yang ketergantungan zat, untuk mencapai tujuan
pengobatan.
Terapi substitusi digunakan secara luas pada terapi
ketergantungan nikotin (terapi penggantian nikotin) dan
ketergantungan opioida.
Terapi rumatan substitusi adalah salah satu dari banyak
jenis terapi farmakologi untuk mengatasi ketergantungan
opioida.
Dari beberapa bukti uji coba dengan kontrol, studi
longitudinal besar dan evaluasi program, terapi substitusi
menurunkan penggunaan opoida jalur gelap, tindak
kriminal, kematian karena overdosis, dan perilaku dengan
resiko tinggi penularan HIV/AIDS.

Metadon adalah zat opioida sintetik berbentuk cair diberikan lewat


mulut.
Metadon merupakan obat yang paling sering digunakan untuk terapi
substitusi bagi ketergantungan opioida. Bentuk terapi ini telah diteliti
secara luas sebagai modalitas terapi.
Terapi substitusi metadon dari penelitian dan monitoring pelayanan,
secara kuat terbukti, efektif menurunkan penggunaan NAPZA jalur gelap,
mortalitas, resiko penyebaran HIV, memperbaiki kesehatan mental dan
fisik, memperbaiki fungsi sosial dan menurunkan kriminalitas.
Dosis metadon lebih tinggi pada umumnya diikuti penurunan
penggunaan heroin, daripada kalau dosisnya rendah atau menengah.
Terapi rumatan metadon diikuti perbaikan kesehatan secara
substantial dan insidensi efek samping rendah.
Hampir tiga perempat pasien yang mengikuti terapi metadon berespon
baik.
Meski demikian tidak semua mereka yang ketergantungan opioida dapat
diberi terapi subsitusi metadon, atas berbagai alasan.
Bagi mereka ini, tersedia banyak pendekatan lainnya dan menggugah
mereka tetap berada dalam terapi.
Beberapa membutuhkan episode-episode terapi sebelum tercapai
progresivitas besar.

Thank you...

Anda mungkin juga menyukai