Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Masalah usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi
perhatian dunia, termasuk Indonesia. Di negara berkembang
insidensi penyakit degeneratif terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia harapan hidup. Dengan bertambah usia
harapan hidup ini, maka penyakit degeneratif dan metabolik juga
meningkat, seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus,
hipertensi, obesitas, dislipidemia, dan termasuk osteoporosis.
Saat ini osteoporosis menjadi permasalahan di seluruh
negara dan menjadi isu global di bidang kesehatan. 1 World Health
Organization (WHO) memasukkan osteoporosis dalam daftar 10
penyakit degeneratif utama di dunia. 1 Tercatat bahwa terdapat
kurang lebih 200 juta pasien di seluruh dunia yang menderita
osteoporosis.2

Di Indonesia data yang pasti mengenai jumlah

osteoporosis belum ditemukan. Data retrospektif osteoporosis


yang dikumpulkan di UPT Makmal Terpadu Imunoendokrinologi,
FKUI dari 1690 kasus osteoporosis, ternyata yang pernah
mengalami patah tulang femur dan radius sebanyak 249 kasus
(14,7%).2 Demikian pula angka kejadian pada fraktur hip, tulang
belakang dan wrist di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun
2001-2005, meliputi 49 dari total 83 kasus fraktur hip pada wanita
usia >60 tahun.
Pembentukan

tulang

terutama

terjadi

pada

masa

pertumbuhan. Pembentukan dan penyerapan tulang berada


dalam keseimbangan pada individu berusia sekitar 30-40 tahun.
Keseimbangan ini mulai terganggu dan lebih berat ke arah
penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause dan pria
mencapai usia 60 tahun. 5,6 Pada osteoporosis akan terjadi
abnormalitas bone turnover, yaitu terjadinya proses penyerapan
1

tulang

(bone

resorption)

lebih

banyak

dari

pada

proses

pembentukan tulang (bone formation).7 Peningkatan proses


penyerapan tulang tidak sebanding dengan pembentukan tulang
pada wanita pascamenopause antara lain disebabkan oleh karena
defisiensi hormon estrogen, yang lebih lanjut akan merangsang
keluarnya mediator-mediator yang berpengaruh terhadap aktivitas
sel osteoklas, yang berfungsi sebagai sel penyerap tulang. 6-8 Jadi
yang berperan dalam terjadinya osteoporosis secara langsung
adalah jumlah dan aktivitas dari sel osteoklas untuk menyerap
tulang, yang dipengaruhi oleh mediator-mediator, yang mana
timbulnya mediator-mediator ini dipengaruhi oleh kadar estrogen.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi dan Fisiologi Tulang

2.1.1

Anatomi Tulang
Komposisi tulang terdiri dari banyak matriks kolagen yang
mana terampur dengan garam mineral dan sel-sel tulang seperti
osteoblas dan osteoklas.
Matrix tulang
Berdasarkan beratnya, matriks tulang merupakan substansi
interseluler yang terdiri dari +70% garam anorganik dan 30%
matriks organic.
95% komponen organis dibentuk oleh kolagen dan sisanya
terdiri dari substansi dasar proteoglycan dan molekul-molekul non
kolagen yang terlibat dalam pengaturan mineralisasi tulang.
Kurang lebih setengah dari total kolagen yang dimiliki tubuh
tersimpan dalam tulang, dan strukturnya pun sama dengan
kolagen pada jaringan ikat lainnya. Hampir seluruhnya adalah
sabut kolagen tipe 1.
Matriks organic non kolagen terdiri dari osteocalcin (Osla
Protein) yang terlibat dalam pengikatan kalsium selama proses
mineralisasi, osteonectin yang berfungsi sebagai jembatan antara
kolagen dan komponen mineral, sialoprotein (osteopontin) yang
kaya akan asam salisilat dan alkaline phosphatase. Fungsi dari
matriks organic ini belum sepenuhnya dimengerti secara spesifik.
Tetapi matriks-matriks ini ikut dalam meregulasi sel tulang dan
matriks anorganik.
Matriks anorganik merupakan bahan mineral yang sebagian
besar terdiri dari kalsium dan fosfat dalam bentuk Kristal-kristal
hydroxyapatite. Kristal-kristal tersebut tersusun sepanjang serabut

kolagen.

Bahan

mineral

lain

seperti

ion

sitrat,

karbonat,

magnesium, natrium, dan potassium.


Sejumlah growth factor sudah teridentifikasi diproduksi oleh
osteoblas dan beberapa dari growth factor ini bekerja secara
kombinasi yaitu memiliki efek untuk perkembangan sel tulang,
diferensiasi sel tulangh dan sekaligus metabolism sel tulang.
Bone Morphogenic protein (BMP) adalah sekumoulan
protein factor pertumbuhan yang pertama kali teridentifikasi tahun
1964 oleh Marshal Urist dan sekarang diproduksi dalam bentuk
murni matriks tulang. BMP ini diketahui memiliki peran penting
dalam menginduksi diferensiasi dari sel progenitor menjadi
kartilago lalu menjadi tulang. Dan sekarang diproduksi secara
komersial untuk meningkatkan osteogenesis dari operasi fusi
tulang.
Kekerasan tulang tergantung dari kadar bahan anorganik
dalam matriks , sedangkan dalam kekuatannya tergantung dari
bahan-bahan organik khususnya serabut kolagen.
Mineral Tulang
Hampir setengah dari volume tulang dibentuk dari bahan
mineralnya, yang terutama adalah kalsium dan fosfat dalam
bentuk kristalin hydroxyapatite yang terletak pada osteoid di awal
proses kalsifikasi.
Batasan antara tulang dan osteoid dapat dibedakan dengan
pemberian tetraciklin yang diserap terus menerus dapa tulang
yang baru saja termineralisasi dan menunjukan pita fluorescent
pada sinar ultraviolet secara mikroskopis.

Pada tulang yang

sudah dewasa proporsi dari kalsium dan fosfat adalah konstan


dan moleculnya berikatan kuat dengan kolagen.
Perlu diingat ketika komponen kolagenous memberikan
kekuatan

terhadap

tarikan

pada

tulang.

Mineral

kristalin

meningkatan kekuatan tulang untuk bertahan terhadap kompresi.


4

Matrix

yang

tidak

bermineral

disebut

osteoid.

Pada

kehidupan normal, osteoid hanya dilihat sebagai suatu lapisan


tipis pada permukaan tempat terjadinya pembentukn aktiv tulang
baru. Proporsi osteoid pada tulang meningkat secara signifikan
pada infeksi rickets dan osteomalacia.
Sel Tulang
Ditemukan beberapa tipe sel tulang secara mikroskopis:
1. Osteoprogenitor
Osteoprogenitor terletak di lapisan dalam periosteum,
lapisan saluran Havers, dan endosteum. Sel-sel ini berasal dari
mesenkim embrio, akan ada sepanjang hidup pascakelahiran
dan dapat mengalami pembelahan mitosis dan memiliki potensi
untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas.
Sel Osteoprogenitor berbentuk gelendong dan memiliki
inti oval berwarna pucat, sitoplasmanya mengandung sedikit
RE dan sebuah badan golgi yang berkembang dengan kurang
baik, tapi berisi ribosom yang sangat banyak. Sel-sel ini paling
aktif selama periode pertumbuhan tulang. Selama pertumbuhan
tulang, sel-sel ini akan membelah diri dan menghasilkan sel
osteoblas yang kemudian akan membentuk tulang. Sebaliknya
pada permukaan dalam dari jaringan tulang, sel-sel osteogenik
menghasilkan osteoklas untuk mengikis tulang membentuk
rongga rongga (spons).
2. Osteoblas
Osteoblas

berasal

dari

sel

osteoprogenitor

dan

berkembang dibawah pengaruh Bone Morphogenic protein


(BMP) . Osteoblas memiliki diameter antara 20-30 m dan
terlihat sangat jelas pada sekitar lapisan osteoid dimana tulang
baru terbentuk. Membran plasma osteoblas memiliki sifat khas
yakni kaya akan enzim alkali fostatase, yang konsentrasinya
dalam

serum

digunakan

sebagai

indeks

dari

adanya
5

pembentukan tulang. Sel osteoblas yang telah matang memiliki


banyak aparatus golgi yang berkembang dengan baik yang
berfungsi sebagai sel sekretori, sitoplasma yang basofilik, dan
banyak sekali retikulum endoplasma.
Osteoblas bertanggung jawab mensintesis komponen
protein organik dari matriks tulang, termasuk kolagen tipe I,
proteoglikans, dan glikoprotein, osteocalcin (untuk mineralisasi
tulang), protein yang bukan kolagen diantaranya osteonectin
(terkait dengan mineralisasi tulang), osteopontin , sialoprotein
tulang, faktor pertumbuhan tulang, sitokin, dan tentunya
reseptor dari hormon-hormon.
Osteoblas memiliki jaluran sitoplasma yang bersentuhan
dengan osteoblas berdekatan. Juluran ini lebih jelas bila sel itu
mulai dikelilingi oleh matriksnya. Begitu terkurung seluruhnya
oleh matriks yang baru dibentuk ini maka osteoblas itu disebut
sebagai osteosit.Lakunan dan kenalikuli tampak, karena
matriks telah dibentuk di sekitar sel dan juluran sitoplasmanya.
3. Osteosit
Osteosit merupakan sel tulang yang telah dewasa dan
sel utama pada tulang yang berperan dalam mengatur
metabolisme seperti pertukaran nutrisi dan kotoran dengan
darah. Osteosit berasal dari osteoblas yang berdeferensiasi
dan terdapat didalam lacuna yang terletak diantara lamelalamela matriks pada saat pembentukan lapisan permukaan
tulang berlangsung. Jumlahnya 20.000 30.000 per mm3 dan
sel-sel ini secara aktif terlibat untuk mempertahankan matriks
tulang dan kematiannya diikuti oleh resorpsi matriks tersebut
sehingga osteosit lebih penting saat perbaikan tulang daripada
pembentukan tulang baru. Kanalikuli merupakan suatu kanal
dimana terdapat pembuluh darah yang berfungsi sebagai
penyalur nutrisi dan pertukaran gas yang akan digunakan oleh
osteosit.
6

Osteosit lebih kecil dari osteoblas dan osteosit telah


kehilangan banyak organel pada sitoplasmanya. Osteosit muda
lebih menyerupai osteoblas tetapi merupakan sel dewasa yang
memiliki aparatus golgi dan reticulum endoplasma kasar yang
sedikit lebih jelas tetapi memiliki jumlah lisosom yang lebih
banyak.
4. Osteoklas
Osteoklas adalah sel raksasa hasil peleburan monosit
(jenis sel darah putih) yang terkonsentrasi di endosteum dan
melepaskan enzim lisosomuntuk memecah protein dan mineral
di matriks ekstraseluler. Osteoklas memilikiprogenitor yang
berbeda dari sel tulang lainnya karena tidak berasal dari sel
mesenkim, melainkan dari jaringan mieloid yaitu monosit atau
makrofag pada sumsum tulang.
Osteoklas bersifat mirip dengan sel fagositik lainnya dan
berperan aktif dalam proses resorbsi tulang. Osteoklas
merupakan sel fusi dari beberapa monosit sehingga bersifat
multinukleus (10-20 nuklei) dengan ukuran besar dan berada di
tulang kortikal atau tulang trabekular
Osteoklas

berfungsi

dalam

mekanisme

osteoklastogenesis, aktivasi resorpsi kalsium tulang, dan


kartilago, dan merespon hormonal yangdapat menurunkan
struktur dan fungsi tulang. Osteoklas dalam proses resorpsi
tulang mensekresi enzim kolagenase dan proteinase lainnya,
asamlaktat, serta asam sitrat yang dapat melarutkan matriks
tulang. Enzim-enzim ini memecah atau melarutkan matriks
organik tulang sedangkan asam akan melarutkan garam-garam
tulang.

Melalui

proses

resorpsi

tulang,

osteoklas

ikut

mempengaruhi sejumlah proses dalam tubuh yaitu dalam


mempertahankan keseimbangan kalsium darah, pertumbuhan
dan perkembangan tulang serta perbaikan tulang setelah
mengalami fraktur.
7

Aktifitas osteoklas dipengaruhi oleh hormon sitokinin.


Osteoklas memiliki reseptor untuk kalsitokinin, yakni suatu
hormon tiroid. Akan tetapi osteoblas memiliki reseptor untuk
hormon paratiroid dan begitu teraktivasi oleh hormon ini,
osteoblas akan memperoduksi suatu sitokin yang disebut faktor
perangsang osteoklas. Osteoklas bersama hormon parathyroid
berperan dalam pengaturan kadar kalsium darah sehingga
dijadikan target pengobatan osteoporosis.

Struktur Tulang
Terdapat dua tipe tulang, yaitu cortical dan trabecullar/
cancellous dalam tubuh manusia. Tulang cortical membentuk 80%
massa tulang dan hanya 20% pada permukaan tulang. Tulang
cortical kebanyakan terdapat pada tulang perifer atau tepian
seperti radius dan ulna.
Tulang trabecular

kebanyakan pada tulang axial dan

membentuk struktur rumah lebah dalam ruang tulang. Tulang


trabecular membentuk 20% massa tulang dan sebagian besar
permukaan tulang. Tulang trabecular memiliki metabolisme aktif.
Oleh karena itu, pergantian tulang memberi efek lebih besar pada

tulang trabecular

dibanding tulang cortical. Tulang kalkanea

merupakan salah satu contoh jenis tulang trabecular.

Pada keropos tulang, volume tulang (ukuran tulang ) tidak


berubah, tetapi cortical terlihat berlubang-lubang atau berpori dan
trabecular menipis, bahkan dapat hilang,
Haversian System
Sistem Havers/Haversii yaitu suatu kesatuan sel-sel tulang
dan matriks tulang mengelilingi suatu pembuluh darah dan saraf
yang membentuk suatu sistem.
Sistem Havers dibangun oleh saluran Havers yang dikelilingi
oleh lamela Havers secara konsentris. Diantara lamela havers
terdapat rongga-rongga kecil yang disebut lakuna, tempat
osteosit. Diantara Sistem Havers tedapat lamela tulang yang
susunannya tidak teratur disebut lamela intersisial. Lakuna juga
terdapat diantara lamela intersisial, lamela tulang sirkumferensial
luar dan lamela sirkumferensial dalam.
Di dalam sistem ini terdapat lamella konsentris atau
lingkaran-lingkaran yang merupakan kesatuan pembuluh darah
dan sel saraf.

Selain itu dalam lamella konsentris terdapat

rongga/cawan tempat sel tulang berada yang disebut lakuna. Jika


9

sel tulang telah mati hanya akan nampak rongga/lekukannya saja.


Antar lakuna dihubungkan dengan saluran kecil berupa kanal
yang disebut dengan kanalikuli yang berfungsi untuk menyalurkan
kebutuhan nutrisi sel tulang dalam pertumbuhannya. Saluran ini
tersusun dari pembuluh darah dan sel saraf.

Bagian-bagian Sistem Havers


1.

Lamella : Lempeng tulang yang tersusun konsentris.

2.

Lacuna : Ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan


lempengan yang mengandung sel tulang.

3.

Kanalikuli : Saluran-saluran halus dalam matriks, merupakan


tempat uluran sitoplasma osteosit. memancar di antara lacuna
dan tempat difusi makanan sampai ke osteon.

4.

Osteosit : Merupakan komponen sel utama dalam jaringan


tulang. Pada sediaan gosok terlihat bahwa bentuk osteosit yang
gepeng mempunyai tonjolan-tonjolan yang bercabang-cabang.
Bentuk ini dapat diduga dari bentuk lacuna yang ditempati oleh
osteosit bersama tonjolan-tonjolannya dalam canaliculi.
Osteosit yang terlepas dari lacunanya akan mempunyai
kemampuan menjadi sel osteoprogenitor yang pada gilirannya
tentu saja dapat berubah menjadi osteosit lagi atau osteoklas.

5.

Harvesian canal : Saluran havers

6.

An Osteon : Sebuah unit silindris berbentuk tabung panjang


dalam tulang kompak dewasa. Ini terdiri dari lapisan konsentris
10

dari lamellae tulang yang mengelilingi kanal sentral juga dikenal


sebagai sistem Haversian. Mereka berorientasi sejajar dengan
sumbu panjang tulang dan kompresi utama tegangan.
Struktural sekelompok tabung konsentris menyerupai cincin
batang pohon. Setiap tabung adalah lamellae (piring kecil),
sebuah lapisan matriks tulang yang serat kolagen dan mineral
line kristal dan berjalan di arah yang berlawanan. Pola ini
alternatif untuk menahan torsi, memutar dan tekanan dan
menghambat penjalaran retak.
Melalui inti dari osteon berjalan saluran Haversian juga dikenal
sebagai kanal pusat dan seperti semua rongga tulang itu
dipagari dengan endosteum. Ia memiliki pembuluh darah
sendiri yang mensuplai nutrisi ke sel-sel tulang dan serat
osteon sendiri
7.

Interstitial lamellae : Salah satu lamellae dari osteon sebagian


diserap kembali terjadi antara lebih baru, osteon lengkap juga
disebut tanah lamellae, lamellae menengah.

8.

Concellous Bone : Identik dengan tulang trabecular atau tulang


spons, salah satu dari dua jenis jaringan osseous yang
membentuk tulang. Lapisan spons interior tulang yang
melindungu sumsum tulang. Tulang cancellous mungkin juga
disebut tulang spons atau tulang trabecular. Ini struktural
menyerupai sarang lebah dan menyumbang sekitar 20% dari
materi tulang dalam tubuh manusia.
Cancellous tulang ini sering juga ditemukan di tepi tulang bulat
seperti yang dari lengan dan kaki. Meskipun tulang ini tidak
cukup kuat seperti tulang kompak, agak lebih fleksibel dan
berguna dalam tulang yang disambung. Terutama,
bagaimanapun, tulang cancellous melindungi sumsum tulang,
melakukan tugas yang berguna dan diperlukan dalam tubuh.

11

9.

Trabecula : Jaringan elemen dalam bentuk strut, balok kecil


atau batang umumnya berfungsi memiliki fungsi mekanis, tapi
tidak selalu padat kolagen jaringannya.
Sebuah trabecula (trabekula jamak. Dari bahasa Latin untuk
"balok kecil.") Adalah, kecil sering mikroskopis, jaringan elemen
dalam bentuk strut, balok kecil atau batang, umumnya memiliki
fungsi mekanis, dan biasanya tetapi tidak selalu terdiri dari
padat collagenous jaringan. Pada bagian histologis, trabecula
bisa terlihat seperti septum, tetapi dalam tiga dimensi mereka
topologi berbeda, dengan trabekula yang kira-kira batang atau
pilar

berbentuk

dan

septa

menjadi

lembaran-suka.

Trabekula biasanya terdiri atas jaringan ikat padat, yaitu


terutama

dari

kolagen,

dan

dalam

kebanyakan

kasus

menyediakan mekanik penguatan atau kaku dengan organ


padat lembut, seperti limpa. Mereka dapat terdiri dari bahan
lain, seperti tulang atau otot. Ketika melintasi ruang berisi
cairan, trabekula mungkin memiliki fungsi menahan tegangan
(seperti pada penis) atau menyediakan sel penyaring (seperti
dalam

mata.)

12

Sebagaimana organ-organ atau bagian tubuh lainnya, tulang


diciptakan dengan fungsi-fungsi tertentu, yaitu:
-

Tulang memberikan bentuk pada tubuh manusia

Tulang menyokong otot-otot dan bersama otot menjadi


perangkat motorik atau pergerakan

Tulang melindungi organ-organ dalam tubuh

Tulang sebagai gudang untuk kalsium dan mineral-mineral


penting lain, seperti fosfor dan magnesium.
Sebagai tempat penyimpanan kalsium, tulang menyimpan

99% dari kalsium yang terdapat dalam tubuh. Sisanya 1%


dilepaskan dalam sirkulasi darah dan penting untuk fungsi-fungsi
tubuh yang sangat vital, mulai dari kontraksi otot, fungsi saraf
sampai dengan mekanisme penggumpalan darah.
2.1.2

Fisiologi Tulang
A. Mekanisme Pembentukan Tulang

Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur


embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Proses
terbentuknya tulang terjadi dengan 2 cara yaitu melalui osifikasi
intra membran dan osifikasi endokondral :
13

1. Osifikasi intra membran


Proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim
menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses pembentukan
tulang pipih. Pada proses perkembangan hewan vertebrata
terdapat tiga lapisan lembaga yaitu ektoderm, medoderm, dan
endoderm.

Mesenkim

merupakan

bagian

dari

lapisan

mesoderm, yang kemudian berkembang menjadi jaringan ikat


dan darah. Tulang tengkorak berasal langsung dari sel-sel
mesenkim melalui proses osifikasi intramembran.
2. Osifikasi endokondral
Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel
mesenkim berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan
rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang, misal proses
pembentukan tulang panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis.
Proses osifikasi ini bertanggung jawab pada pembentukkan
sebagian besar tulang manusia. Pada proses ini sel-sel tulang
(osteoblas) aktif membelah dan muncul dibagian tengah dari
tulang

rawan

yang

disebut

center

osifikasi.

Osteoblas

selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa ini


tertanam dengan kuat pada matriks tulang.
Pembentukan

tulang

rawan

terjadi

segera

setelah

terbentuk tulang rawan (kartilago). Mula-mula pembuluh darah


menembus perichondrium di bagian tengah batang tulang
rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi
osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang
kompakta,

perichondrium

berubah

menjadi

periosteum.

Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan


di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, selsel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi
kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan,
14

dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang


rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan
ini.
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk
dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat
kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke
daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki
daerah epiphise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder,
terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa
tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting
dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise
dan diafise yang disebut dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram
epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan tulang
rawan diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan
demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan
tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar)
tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh
osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat
yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisanlapisan tulang baru di daerah permukaan.

B. Remodelling Tulang
Meskipun tulang seperti benda mati namun konstituennya
secara

terus

menerus diperbaharui.

Pengendapan

tulang

( pembentukan ) dan Resorpsi tulang (pengeluaran) dalam


keadaan normal berlangsung bersamaan sehingga tulang secara
terus menerus mengalami remodelling. Melalui remodelling
tulang manusia dewasa diganti seleruhnya setiap 10 tahun.
15

Remodelling tulang memiliki dua tujuan : 1).menjaga tulang agar


tetap

efektif

dalam

fungsi

mekanisnya.2).membantu

mempertahankan kadar kalsium.


Tulang terdiri dari 3 sel tulang :
1. Osteoblas : mengeluarkan matrix organik ekstrasel tempat
mengendapnya kristal Ca3(PO4)2.
2. Osteosit : pensiunan osteoblas yang terperangkap dinding
bertulang yang diendapkannya sendiri
3. Osteoklas : menyerap tulang sekitar dengan mengeluarkan
asam yang melarutkan kristal Ca3(PO4)2
Osteoblas

dan

Osteoklas

berasal

dari

sumsum

tulang.Osteoblas berasal dari sel stroma, sejenis sel jaringan ikat


di sumsum tulang, sedangkan osteoklas berdiferensiasi dari
makrofag, yaitu turunan monosit. Dalam suatu komunikasi yang
unik, osteoblas dan prekursor-prekorsor imaturnya menghasilkan
dua sinyak kimiawi yang mengatur perkembangan dan aktivitas
osteoklas dalam cara yang berlawanan. Ligan RANK dan
Osteoprotegenerin.

Ligan RANK (RANKL)


Meningkatkan aktifitas osteoklas. (Ligan adalah molekul
kecil yang berikatan dengan molekul protein yang lebih besar).
seperti yang diisyaratkan dengan namanya, ligan RANK
berikatan dengan RANK, suatu reseptor dipermukaan membran
makrofag sekitar. pengikatan ini memicu makrofag untuk
berdeferensiasi menjadi osteoklas dan membantunya hidup
lebih lama dengan menekan apoptosis. Akibatnya resorpsi
tulang ditingkatkan dan masa tulang berkurang

Osteoprotegerin (OPG)
Sebaliknya,

menekan

perkembangan

dan

aktivitas

osteoklas. OPG disekresikan ke dalam matrix dan berfungsi


sebagai reseptor pengecoh yang berikatan dengan RANKL.
OPG mencegah RANKL mengaktifkan aktivitas osteoklas
16

merepsorpsi tulang. Akibatnya osteoblas penghasil tulang


mengalahkan osteoklas penyerapan tulang sehingga masa
tulang bertambah. Sebagai contoh, hormon seks wanita
merangsang aktivitas gen penghasil OPG diosteoblas, yaitu
salah satu mekanisme yang digunakaan oleh hormon ini
mempertahankan masa tulang.
C. Pertukaran Mineral dan Pergantian Tulang
Kalsium dan fosfor memiliki peranan penting dalam proses
fisiologis. Lebih dari 98 persen kalsium dan 85 persen fosfor
ditemukan di tulang dalam bentuk kristal. Sebagian kecil
didapatkan di cairan ekstraseluler dan darah. Seluruh pengaturan
kalsium dan fosfor dipengaruhi oleh PTH, 1,25-(OH)2 D dan faktor
pertumbuhan.
Kalsium
Kalsium sangat diperlukan oleh sel2 dan proses fisiologis
seperti proses pembekuan darah dan kontraksi otot. Penurunan
kadar kalsium darah (hipokalsemia) dapat menyebabkan tetani
sedangkan

hiperkalsemia

dapat

menyebabkan

tergangunya

transmisi neuromuskular.
Sumber utama kalsium adalah makanan sehari-hari seperti
sayuran hijau dan soya. Rekomendasi intake perhari untuk
dewasa adalah 800-1000mg, pada wanita hamil 1200 mg dan
pada anak-anak 200-400mg per hari.
Kalsium diserap di usus dipicu oleh metabolit vitamin D 1,25(OH)2 vitamin D dan juga ratio kalsium : Fosfat. Penyerapan
vitamin D terganggu oleh intake fosfat yang berlebihan seperti
mengkonsumsi soft drink, oxalat (teh dan kopi), lemak, obatobatan

(kortikosteroid),

dan

kelainan

malabsorbsi

pada

pencernaan.
Jika kadar plasma kalsium menurun, PTH akan dilepaskan
dan menyebabkan peningkatan penyerapan kalsium di tubulus
17

ginjal dan peningkatan sintesis 1,25-(OH)2 vitamin D yang


menyebabkan peningkatan penyerapan kalsium di usus. Jika
kadar kalsium masih rendah maka kalsium akan diambil dari
tulang yang dipengaruhi oleh hormon PTH.

Fosfor
Fosfor dan kalsium merupakan bahan pembentuk tulang.
Fosfor juga dibutuhkan dalam berbagai proses metabolik seperti
transport energi dan intraseluler signaling. Banyak terdapat dalam
makanan sehari-hari dan diserap di usus. Penyerapan fosfor di
hambat oleh pemberian antasida.
Kadar kalsium dan fosfat ini saling bergantung satu dengan
yang lain karena saling berikatan. Jika salah satu kadar meningkat
maka zat lainnya akan menurun. Pengaturan kadar fosfat
dilakukan oleh PTH dan 1,25-(OH)2 D. Jika kadar fosfat
meningkat maka PTH dan 1,25-(OH)2 D akan meningkatkan
sekresi fosfat di urin dan penyerapan di usus dikurangi.
Magnesium
Magnesium memiliki peran yang sedikit tetapi sangat penting
pada homeostasis. Terdapat dalam cairan ekstraselular dan
sangat banyak ditemukan di tulang. Magnesium berperan dalam
sekresi serta kerja dari hormon PTH. Jika hipokalsemia dan
hipomagnesemia maka koreksi kalsium tidak bisa terpenuhi bila
magnesium tidak dikoreksi terlebih dahulu
Vitamin D
Vitamin

merupakan

metabolit

aktif

yang

sangat

berhubungan dengan penyerapan dan transport kalsium serta


remodeling tulang. Sumber dari vitamin D adalah makanan dan
sinar UV.
18

Parathyroid Hormone
PTH

merupakan pengatur dalam pertukaran kalsium,

mengatur konsentrasi ekstraseluler melalui ginjal usus dan tulang.


Pada tubulus ginjal, PTH meningkatkan sekresi dari fosfat
dengan cara mencegah penyerapan pada tubulus ginjal dan
meningkatkan penyerapan kalsium dari tubulus ginjal. Hal ini
dapat meningkatkan kadar kalsium darah.
Pada parenkim ginjal, PTH mengontrol pembentukan 1,25(OH)2D. Pada saluran pencernaan, PTH memiliki peran dalam
meningkatkan penyerapan kalsium secara tidak langsung yaitu
dengan menstimulasi 1,25-(OH)2D di ginjal.
Pada tulang, PTH menstimulasi resorpsi tulang melalui
osteoklas dan melepaskannya ke darah. PTH tidak menstimulasi
secara langsung tetapi dengan cara meningkat kan RANKL dan
menekan OPG. Dengan demikian maka terjadi pembentukan
osteoklas

yang

matur. Selain

itu

1,25-(OH)2D

membantu

menstimulasi osteoclstogenesis.
19

Calcitonin
Calcitonin disekresi oleh sel C di thyroid yang merupakan
lawan dari PTH. Kerjanya mencegah resorpsi tulang dan
meningkatkan sekresi kalsium di ginjal. Hal ini terjadi ketika
pergantian tulang terlalu tinggi seperti pada paget disease
2.2

Osteoporosis
2.2.1

Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo

artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos.


Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit
yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang,

disertai

gangguan

mikro-arsitektur

tulang

dan

penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan


kerapuhan tulang. 4

Gambar 2.1 Gambaran Tulang Normal dan Osteoporosis


Menurut
Osteoporosis

National
adalah

Institute
kelainan

of

Health

kerangka,

(NIH),

ditandai

2001
dengan

kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh


meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang
merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang.2
20

Osteoporosis adalah suatu penyakit degeneratif pada tulang


yang ditandai dengan menurunnya massa tulang, dikarenakan
berkurangnya

matriks

dan

mineral

yang

disertai

dengan

kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, sehingga terjadi


penurunan kekuatan tulang.11 World Health Organization (WHO)
secara operasional mendefinisikan osteoporosis berdasarkan
Bone Mineral Density (BMD), yaitu jika BMD mengalami
penurunan lebih dari -2,5 SD dari nilai rata-rata BMD pada orang
dewasa muda sehat (Bone Mineral Density T-score < -2,5 SD).
Osteopenia adalah nilai BMD -1 sampai -2,5 SD dari orang
dewasa muda sehat.11,12
2.2.2

Epidemiologi
Angka kejadian osteoporosis yang tinggi menjadi masalah

bagi sistem pelayanan kesehatan karena angka kejadiannya


semakin meningkat dengan bertambahnya usia, serta masyarakat
mengadopsi pola hidup yang tidak sehat, berkurangnya aktifitas
fisik, dan diet yang tidak seimbang.3
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita 2-4 kali
dibandingkan pria. Dari seluruh penderita, satu di antara tiga
wanita berumur di atas 60 tahun dan satu di antara 6 pria yang
berumur di atas 75 tahun akan mengalami patah tulang akibat
kelainan ini.19

21

Gambar 2.2 Prevalensi Osteoporosis


Prevalensi osteoporosis di Indonesia tidak diketahui secara
pasti. Untuk memberikan gambaran umum terjadinya osteoporosis
di Indonesia, telah dilakukan tes saring menggunakan ultrasound
bone density yang diadakan pada tahun 2002 di 5 kota besar.
Hasilnya menunjukan bahwa dari keseluruhan masyarakat yang
dilakukan tes saring, 35% menunjukkan hasil yang normal, 36%
menunjukkan adanya osteopenia, sedangkan 29% telah terjadi
osteoporosis.4
Masalah

yang

dihadapi

ketika

seseorang

mengalami

osteoporosis tidak hanya karena penurunan kualitas dan fungsi


hidup individu, tetapi juga masalah biaya kesehatan ketika terjadi
fraktur dan meningkatnya mortalitas.6,7 Empat dari 5 orang
penderita osteoporosis adalah wanita, tapi kira-kira 2 juta pria di
Amerika Serikat menderita osteoporosis, 14 juta mengalami
penurunan massa tulang yang menjadi risiko untuk osteoporosis
Osteoporosis paling sering terjadi pada populasi Asia dan
Kaukasia tetapi jarang di Afrika dan Amerika populasi kulit hitam. 16
22

Angka kejadian osteoporosis yang tinggi menjadi masalah bagi


sistem pelayanan kesehatan karena angka kejadiannya semakin
meningkat

dengan

bertambahnya

usia,

serta

masyarakat

mengadopsi pola hidup yang tidak sehat, berkurangnya aktifitas


fisik, dan diet yang tidak seimbang.3.
2.2.3

Etiologi
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh.

Tulang mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik.


Bukan hanya memberi kekuatan dan membuat kerangka tubuh
menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan karena
berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran,
perbaikan

dan

kekuatannya,

pergantian

tulang

sel.

terus

Untuk

menerus

mempertahankan

mengalami

proses

penghancuran dan pembentukan kembali.


Tulang yang sudah tua akan dirusak dan digantikan oleh
tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan
tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin
tua. Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig
atau pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang,
makin tebal, dan makin padat yang akan mencapai puncaknya
pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang mulai
terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah
diatas

40

tahun,

bertambahnya
mengakibatkan

usia,

dan

akan

sepanjang

terjadinya

berlangsung
hidupnya.

penurunan

terus

Hal

massa

dengan

inilah

yang

tulang

yang

berakibat pada osteoporosis.4


Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu:
1.

Osteoporosis pascamenopause, terjadi karena kurangnya


hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang.
Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara
23

51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih


lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-3
tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun
setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa
tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama
setelah menopause.
2.

Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari


kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
(osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas).
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia
diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca
menopause.

3.

Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami


osteoporosis sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis
lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh
gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid,

dan

adrenal)

serta

obat-obatan

(misalnya

kortikosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tiroid yang


berlebihan).

Pemakaian

alkohol

yang

berlebihan

dan

merokok dapat memperburuk keadaan ini.


4.

Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis


yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anakanak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

2.2.4

Faktor Resiko
Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor

risiko yang berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan


24

menjadi dua, yaitu yang tidak dapat dikendalikan dan yang dapat
dikendalikan. Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat
dikendalikan:
1. Jenis kelamin
Kaum

wanita

mempunyai

faktor

risiko

terkena

osteoporosis lebih besar dibandingkan kaum pria. Hal ini


disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun
kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
2. Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin
besar karena secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan
dengan bertambahnya usia. Osteoporosis pada usia lanjut
terjadi

karena

berkurangnya

massa

tulang

yang

juga

disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap


kalsium.
3. Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko
terkena osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia,
Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena
osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki
massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika.
Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga
tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar
hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika.
4. Pigmentasi dan tempat tinggal
Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah
khatulistiwa, mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih
rendah dibandingkan dengan ras kulit putih yang tinggal di
wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.
5. Riwayat keluarga

25

Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis


atau

mempunyai

massa

tulang

yang

rendah,

maka

keturunannya cenderung berisiko tinggi terkena osteoporosis.


6. Sosok tubuh
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi
terkena osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki
tubuh kurus lebih berisiko terkena osteoporosis dibanding yang
bertubuh besar.
7. Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon
estrogen karena tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal
hormon estrogen dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan
mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon
estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan semakin
berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan
tulang, dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa terjadi
jika pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan
adanya penyakit kandungan seperti kanker, mioma dan lainnya.
Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko terkena
osteoporosis.
Berikut ini faktor faktor risiko osteoporosis yang dapat
dikendalikan. Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan
kebiasaan dan pola hidup.
1. Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, ototototnya tidak terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor
akan mempercepat menurunnya kekuatan tulang. Untuk
menghindarinya,

dianjurkan

melakukan

olahraga

teratur

minimal tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban


untuk membentuk dan memperkuat tulang).
2. Kurang kalsium
26

Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium


tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang
akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang
ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan
asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa
vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus. 10
3. Merokok
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar
dibanding bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita
perokok

mempunyai

kadar

estrogen

lebih

rendah

dan

mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding


wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok
berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan
penggunaan

kalsium.

Akibatnya,

pengeroposan

tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.


4. Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil
pada dinding lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang
membuat tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam darah)
yang dapat menurunkan massa tulang dan pada gilirannya
menyebabkan osteoporosis.
5. Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan
kafein (caffein). Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa
kalsium keluar dari tulang, sedangkan kafein meningkatkan
pembuangan kalsium lewat urin. Untuk menghindari bahaya
osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi
dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra.

6. Stres
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres
yaitu kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar
hormon kortisol yang tinggi akan meningkatkan pelepasan
27

kalsium kedalam peredaran darah dan akan menyebabkan


tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan
terjadinya osteoporosis.
7. Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan
dalam bahan makanan (sayuran dan buah-buahan), asap
bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah industri seperti
organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah,
dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat
daya tahan tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang.
9

2.2.5

Patofisiologi
Massa tulang pada orang dewasa yang lebih tua setara

dengan puncak massa tulang puncak yang dicapai pada usia 1825 tahun dikurangi jumlah tulang yang hilang. Puncak massa
tulang sebagian besar ditentukan oleh faktor genetik, dengan
kontribusi dari gizi, status endokrin, aktivitas fisik dan kesehatan
selama pertumbuhan.20
Proses remodeling tulang yang terjadi bertujuan untuk
mempertahankan tulang yang sehat dapat dianggap sebagai
program pemeliharaan, yaitu dengan menghilangkan tulang tua
dan menggantikannya dengan tulang baru. Kehilangan tulang
terjadi ketika keseimbangan ini berubah, sehingga pemindahan
tulang berjumlah lebih besar daripada penggantian tulang.
Ketidakseimbangan ini dapat terjadi karena adanya menopause
dan bertambahnya usia.20
Pemahaman patogenesis osteoporosis primer sebagian
besar masih deskriptif. Penurunan massa tulang dan kerapuhan
meningkat dapat terjadi karena kegagalan untuk mencapai puncak
massa tulang yang optimal, kehilangan tulang yang diakibatkan
oleh resoprsi tulang meningkat, atau penggantian kehilangan
28

tulang

yang

tidak

adekuat

sebagai

akibat

menurunnya

pembentukan tulang. Selain itu, analisis patogenesis osteoporosis


harus

mempertimbangkan

Penyebab

utama

heterogenitas

osteoporosis

adalah

ekspresi

klinis. 21

gangguan

dalam

remodeling tulang sehingga mengakibatkan kerapuhan tulang.


Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena
jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan
aktivitas sel osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini
mengakibatkan penurunan massa tulang. 22, 23
Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam
ukuran dengan pertumbuhan linier dan dengan aposisi dari
jaringan tulang baru pada permukaan luar korteks. 22 Remodeling
tulang mempunyai dua fungsi utama : (1) untuk memperbaiki
kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk mempertahankan
kekuatan tulang rangka, dan (2) untuk mensuplai kalsium dari
tulang rangka untuk mempertahankan kalsium serum. Remodeling
dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang sebagai hasil
dari kelebihan atau akumulasi stress.
Kebutuhan akut kalsium melibatkan resorpsi yang dimediasiosteoklas sebagaimana juga transpor kalsium oleh osteosit.
Kebutuhan kronik kalsium menyebabkan hiperparatiroidisme
sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan kehilangan jaringan
tulang secara keseluruhan.11 Remodeling tulang juga diatur oleh
beberapa

hormon

yang

bersirkulasi,

termasuk

estrogen,

androgen, vitamin D, dan hormon paratiroid (PTH), demikian juga


faktor pertumbuhan yang diproduksi lokal seperti IGF-I dan IGFII,
transforming growth factor (TGF), parathyroid hormone-related
peptide (PTHrP), ILs, prostaglandin, dan anggota superfamili
tumor necrosis factor (TNF). Faktor-faktor ini secara primer
memodulasi

kecepatan

dimana

tempat

remodeling

baru

teraktivasi, suatu proses yang menghasilkan resorpsi tulang oleh


osteoklas, diikuti oleh suatu periode perbaikan selama jaringan
29

tulang baru disintesis oleh osteoblas. Sitokin bertanggung jawab


untuk komunikasi di antara osteoblas, sel-sel sumsum tulang lain,
dan osteoklas telah diidentifikasi sebagai RANK ligan (reseptor
aktivator dari NF-kappa-B; RANKL). RANKL, anggota dari
keluarga TNF, disekresikan oleh oesteoblas dan sel-sel tertentu
dari system imun. Reseptor osteoklas untuk protein ini disebut
sebagai RANK. Aktivasi RANK oleh RANKL merupakan suatu jalur
final umum dalam perkembangan dan aktivasi osteoklas. Umpan
humoral untuk RANKL, juga disekresikan oleh osteoblas, disebut
sebagai osteoprotegerin. Modulasi perekrutan dan aktivitas
osteoklas tampaknya berkaitan dengan interaksi antara tiga faktor
ini. Pengaruh tambahan termasuk gizi (khususnya asupan
kalsium) dan tingkat aktivitas fisik.11
Ekspresi RANKL diinduksi di osteoblas, sel-T teraktivasi,
fibroblas sinovial, dan sel-sel stroma sumsum tulang. Ia terikat ke
reseptor ikatan-membran RANK untuk memicu diferensiasi,
aktivasi,

dan

osteoproteregin

survival
(OPG)

osteoklas.
diinduksi

Sebaliknya

oleh

ekspresi

faktor-faktor

yang

menghambat katabolisme tulang dan memicu efek anabolik. OPG


mengikat

dan

menetralisir

RANKL,

memicu

hambatan

osteoklastogenesis dan menurunkan survival osteoklas yang


sebelumnya sudah ada. RANKL, aktivator reseptor faktor inti NBF;
PTH, hormon paratiroid; PGE2, prostaglandin E2; TNF, tumor
necrosis

factor;

LIF,

leukemia

inhibitory

factor;

TP,

thrombospondin; PDGF, platelet-derived growth factor; OPG-L,


osteoprotegerin-ligand; IL, interleukin; TGF-, transforming growth
factor.11
Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh
jumlah yang seimbang jaringan tulang baru. Massa tulang rangka
tetap konstan setelah massa puncak tulang sudah tercapai pada
masa dewasa. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan
formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebih formasi.
30

Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan


bervariasi

pada

ketidakseimbangan

lokasi
ini

tulang

rangka

terlebih-lebih

pada

yang

berbeda;

wanita

setelah

menopause. Kehilangan massa tulang yang berlebih dapat


disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu
penurunan aktivitas osteoblas. Peningkatan rekrutmen lokasi
remodeling

tulang

membuat

pengurangan

reversibel

pada

jaringan tulang tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan


jaringan tulang dan kekuatan biomekanik tulang panjang. 11
2.2.6

Stadium Osteoporosis
Beberapa stadium dalam osteoporosis:

1.

Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk


masih lebih banyak dan lebih cepat daripada tulang yang
dihancurkan. Ini biasanya terjadi pada usia 30-35 tahun.

2.

Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun,


kepadatan tulang mulai turun (osteopenia).

3.

Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul


sekalipun hanya dengan sentuhan atau benturan ringan.

4.

Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang


hebat akan timbul akibat patah tulang. Anda tidak bisa
bekerja, bergerak , bahkan mengalami stres dan depresi. 9

2.2.7

Manifestasi Klinis
Osteoporosis sering disebut silent disease karena biasanya

berkembang tanpa adanya gejala sampai terjadi fraktur atau


kolaps vertebra. Tulang yang mengalami osteoporosis menjadi
sangat rapuh sehingga fraktur bisa terjadi spontan atau akibat
benturan yang ringan.20
Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala,
bahkan sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan
tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau
31

hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi,


seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan
keluhan atau gejala sebagai berikut:
1. Tinggi badan berkurang
2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
3. Patah tulang
4. Nyeri bila ada patah tulang.4

Gambar 2.3 Bentuk tulang belakang pada penderita osteoporosis

2.2.8

Diagnosis

1) Anamnesis
Anamnesis mempunyai peranan penting dalam evaluasi
penderita osteoporosis. Keluhan-keluhan utama yang dapat
mengarah kepada diagnosis, seperti misalnya bowing leg dapat
mengarah pada diagnosis riket, kesemutan dan rasa kebal di
sekitar mulut dan ujung jari yang terjadi pada hipokalsemia.
Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan atau tubuh pendek,
32

nyeri tulang, dan kelemahan otot, waddling gait, dan kalsifikasi


ekstraskeletal dapat mengarah pada penyakit tulang metabolik.
Selain dengan anamnesis keluhan utama, pendekatan
menuju diagnosis juga dapat dibantu dengan adanya riwayat
fraktur yang terjadi karena trauma minimal, adanya faktor
imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua,
kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan
vitamin D, dan faktor-faktor risiko lainnya. Obat-obatan yang
dikonsumsi dalam jangka panjang juga dapat digunakan untuk
menunjang anamnesis, yaitu misalnya konsumsi kortikosteroid,
hormon tiroid, antikonvulsan, heparin. Selain konsumsi obatobatan, juga konsumsi alkohol jangka panjang dan merokok.
Tidak kalah pentingnya, yaitu adanya riwayat keluarga yang
pernah menderita osteoporosis.17
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang harus diukur adalah tinggi
badan dan berat badan, demikian juga dengan gaya jalan
penderita, deformitas tulang, leg-lenght inequality , dan nyeri
spinal. Hipokalsemia yang terjadi dapat ditandai oleh adanya
iritasi muskuloskeletal, yaitu berupa tetani. Adduksi jempol
tangan juga dapat dijumpai, fleksi sendi metacarpophalangeal,
dan

ekstensi

sendi

interphalang.

Penderita

dengan

osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus


(Dowagers hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga
didapatkan protuberansia abdomen, spasme otot paravertebral,
dan kulit yang tipis (tanda McConkey). 17
3) Pemeriksaan laboratorium
Manfaat dari adanya pemeriksaan petanda biokimia tulang
adalah dapat memprediksi adanya kehilangan massa tulang
dan adanya risiko fraktur, untuk menyeleksi pasien yang
membutuhkan terapi antiresorpstif, dan untuk mengevaluasi
efektifitas terapi.17
33

Pemeriksaan ini digunakan untuk menunjang diagnosis


osteoporosis yaitu dengan menggunakan berbagai petanda
biokimiawi untuk menentukan bone turnover kalsium, dan
fosfatase alkali serum yang semula dianggap merupakan
petanda turnover tulang yang baik, ternyata kadarnya dalam
darah normal. Pemeriksaan biokimiawi tulang lainnya yaitu
kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor dalam
serum, kalsium urin, osteokalsin serum, fosfat serum, piridinolin
urin, dan bila perlu hormon paratiroid dan vitamin D. Dengan
penelitian yang ada, saat ini yang dianggap sebagai petanda
turnover tulang yang baik adalah :
Sebagai penanda pembentukan tulang:
-

Osteokalsin (= bone GLA protein) serum.

Isoenzim fosfatase alkali.

11,15,22

Sedangkan sebagai penanda reabsorpsi tulang adalah :

11

- Piridinolin dan deoksi-piridinolin cross-link urin.


- Hidroksiprolin urin.
Walaupun aspek dinamik tulang dan dari segi deteksi dini
pemeriksaan ini memenuhi syarat, akan tetapi mengingat biaya
pemeriksaan yang cukup mahal, pemeriksaan ini tidak begitu
banyak dilakukan. 11,15,22
Kalsium serum terdiri dari 3 fraksi, yaitu kalsium yang
terikat pada albumin (40%), kalsium ion (48%), dan kalsium
kompleks (12%). Kalsium yang terikat pada albumin tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus. Keadaan yang dapat mempengaruhi
kadar albumin serum, seperti sirosis hepatik dan sindrom
nefrotik akan mempengaruhi kadar kalsium total serum. Ikatan
kalsium pada albumin sangat baik terjadi pada pH 7-8.
Peningkatan dan penurunan pH 0,1 secara akut akan
menurunkan ikatan kalsium pada albumin sekitar 0,12 mg/dl.
Pada penderita hipokalsemia dengan asidosis metabolik yang
berat, misalnya pada penderita gagal ginjal, koreksi asidemia
34

yang

cepat

dengan

natrium

bikarbonat

akan

dapat

menyebabkan tetani karena kadar kalsium akan menurun


dengan drastis.17
Pemeriksaan ion kalsium lebih bermakna dibandingkan
dengan

pemeriksaan

kadar

kalsium

total.

Ion

kalsium

merupakan fraksi kalsium plasma yang penting pada prosesproses fisiologik, seperti pada kontraksi otot, pembekuan darah,
sekresi hormon paratiroid, dan mineralisasi tulang 17 Osteokalsin
merupakan salah satu tanda dari aktifitas osteoblas dan formasi
tulang. Selain sebagai petanda aktifitas formasi, osteokalsin
juga dilepaskan pada saat proses resorpsi tulang, sehingga
kadarnya dalam serum tidak hanya menunjukkan aktifitas
formasi, namun juga aktifitas resorpsi. Kadar osteokalsin dalam
matriks akan meningkat bersamaan dengan peningkatan
hidroksiapatit selama pertumbuhan tulang.17
Carboxy-terminal propeptide of type I collagen dan aminoterminal propeptide of type I collagen merupakan bagian dari
petanda adanya proses formasi tulang karena sebagian besar
protein yang dihasilkan oleh osteoblas adalah kolagen tipe I,
namun kolagen tipe I juga dihasilkan oleh kulit, sehingga
penggunaannya di klinik tidak sebaik alkali fosfatase tulang
ataupun osteokalsin.17
Produk degradasi kolagen yaitu hidroksilisil-piridinolin
(piridinolin), dan lisil-piridinolin (deoksipiridinolin). Pada saat
tulang di resorpsi, produk degradasi kolagen akan dilepaskan
ke dalam darah, dan akhirnya akan diekskresi lewat ginjal.
Piridinolin lebih banyak ditemukan di dalam ginjal daripada
deoksipiridinolin, akan tetapi deoksipiridinolin lebih spesifik
karena piridinolin juga ditemukan dalam kolagen tipe II pada
sendi dan jaringan ikat lainnya.17
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pemeriksaan petanda biokimia tulang, yaitu:
35

Petanda biokimia tulang diukur dalam urin, sehingga perlu


memperhatikan kadar kreatinin dalam darah dan urin karena
akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Petanda biokimia tulang dipengaruhi umur, karena pada usia


muda terjadi peningkatan bone-turnover.

Terdapat perbedaan hasil pada penyakit-penyakit tertentu,


misalnya penyakit paget hasil alkali fosfatase tulang akan
lebih tinggi dibandingkan osteokalsin, terapi bifosfonat akan
menurunkan kadar piridinolin dan deoksipiridinolin yang
terikat protein tanpa perubahan ekskresi, terapi estrogen
akan menurunkan ekskresi piridinolin dan deoksipiridinolin
urin bebas maupun yang terikat protein.

4) Pemeriksaan Radiologik
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah
adanya penipisan korteks dan daerah trabekular yang pictureframe vertebra. Pada pemeriksaan radiologik tulang vertebra
sangat baik untuk menemukan adanya fraktur kompresi, fraktur
baji atau fraktur bikonkaf. Pada anak-anak, fraktur kompresi
dapat timbul spontan dan berhubungan dengan osteoporosis
yang berat, misalnya pada osteogenesis imperfekta, riketsia,
artritis rheumatoid juvenil, penyakit Crohn atau penggunaan
steroid jangka panjang. Bowing deformity pada tulang panjang
sering didapatkan pada anak-anak dengan osteogenesis
imperfekta, riketsia, dan displasia fibrosa.
Selain dengan memeriksa foto polos, dapat dilakukan juga
skintigrafi tulang dengan menggunakan Technetium-99m yang
dilabel pada metilen difosfonat atau hidroksi metilen difosfonat.
Diagnosis ditegakkan dengan mencari uptake yang meningkat,
baik secara umum maupun fokal.
5) Pemeriksaan densitas tulang

36

Massa tulang yang rendah merupakan faktor utama


terjadinya

osteoporosis.

Terdapat

hubungan

berkebalikan

antara BMD dengan kecenderungan patah tulang. BMD


merupakan indikator utama risiko patah tulang pada pasien
tanpa riwayat patah tulang sebelumnya. 11
Terdapat berbagai cara pemeriksaan densitas tulang, yaitu
: Foto rontgen tulang absorpsiometri foton tunggal (SPA),
absorpsi foton Ganda (DPA), tomografi komputer kuantitatif (CT
SCAN) DPA dengan energi sinar X ganda (DEXA) atau dengan
ultrasound.

Saat

ini

yang

terbanyak

dipakai,

walaupun

harganya cukup mahal adalah DPA dan DEXA, (DEXA lebih


lusen. Hal ini akan tampak jelas pada tulang-tulang vertebra
yang memberikan gambaran merupakan gold standard sesuai
rekomendasi WHO). Kekurangan cara pemeriksaan ini adalah
tidak

dapat

menggambarkan

keadaan

dinamik

tulang,

walaupun dapat diatasi dengan mengadakan pemeriksaan


serial.11,15,22,30,31
Ukuran dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA) dari
tulang pinggul dan tulang belakang merupakan teknologi yang
dipakai untuk menetapkan atau mengkonfirmasi diagnosis
osteoporosis, prediksi risiko fraktur yang akan datang dan
monitoring pasien yang untuk menilai performa serial. Hasil
pengukuran DEXA berupa densitas mineral tulang yang dinilai
satuan bentuk gram per cm2 , kandungan mineral dalam satuan
gram, perbandingan densitas tulang dengan nilai normal ratarata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang
dinyatakan dalam persentase, atau perbandingan hasil densitas
mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang
pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam
skor standar deviasi (Z-score atau T-score).30
Pengukuran BMD sering dilakukan dengan T-score yaitu
angka deviasi antara BMD pasien dengan puncak BMD rata37

rata pada subjek yang normal dengan jenis kelamin sama.


Ukuran BMD lain yaitu Z-score, dimana ukuran standar deviasi
pada BMD pasien dengan BMD pada usia yang sama. 31
Perbedaaan antara skor pasien dan normal menunjukkan
standar deviasi (SD) dibawah atau diatas rata-rata. Biasanya, 1
standar deviasi antara dengan 10 - 15% ukuran BMD dalam
g/cm2. Tergantung pada bagian tulang, penurunan BMD dalam
massa absolut tulang atau standar deviasi (T-score atau Zscore) yang berlangsung selama dewasa muda, mempercepat
pada wanita menopause dan berlanjut secara progresif pada
wanita pasca menopause atau pria usia 50 tahun atau lebih.
Diagnosis BMD normal, massa tulang rendah, osteoporosis dan
osteoporosis

berat

didasarkan

berdasarkan

klasifikasi

diagnostik WHO.31,32
6) Biopsi Tulang
Cara ini dapat menunjukkan adanya osteoporosis serta
proses dinamik tulang, akan tetapi karena bersifat invasif
sehingga tidak dapat dipakai sebagai prosedur rutin, baik untuk
uji

saring

(penentuan

risiko)

atau

untuk

pemantauan

pengobatan. Biopsi tulang dapat digunakan untuk menilai


kelainan metabolik tulang. Biopsi biasanya dilakukan di
transiliakal.15,33

2.2.9

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Osteoporosis dibagi dalam 2 langkah

besar yaitu pencegahan dan pengobatan:

a. Pencegahan

38

Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan


pada usia muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang
dapat mencegah osteoporosis, yaitu:
1. Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang
dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup.
Minum 2 gelas susu dan vitamin D setiap hari, bisa
meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya
yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya
konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia
produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk
lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi
dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri,
brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
2. Paparan sinar matahari
Sinar

matahari

terutama

UVB

membantu

tubuh

menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam


pembentukan

massa

tulang.

Berjemurlah

dibawah

sinar

matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur


dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah
jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D
yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.
3. Melakukan olahraga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan
sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat
meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya
senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang
teratur

merupakan

upaya

pencegahan

yang

penting.

Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban


yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting
adalah melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik
atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan
39

olahraga untuk mencegah osteoporosis. Latihan yang tidak


boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah sebagai
berikut:

Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5


km/jam selama 50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini
diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang. Jalan
kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk jantung
dan paru-paru.

Latihan

beban

untuk

kekuatan

otot,

yaitu

dengan

mengangkat dumbble kecil untuk menguatkan pinggul,


paha, punggung, lengan dan bahu.

Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.

Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat


dilakukan dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa
penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-otot yang menahan
punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan
bengkok, sekaligus memperkuat punggung.
Untuk

pencegahan

osteoporosis,

latihan

fisik

yang

dianjurkan adalah latihan fisik yang bersifat pembebanan,


terutama pada daerah yang mempunyai risiko tinggi terjadi
osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam segera
sesudah makan. Beri waktu kira-kira 1 jam perut kosong
sebelum mulai dan sesudah senam. Dianjurkan untuk berlatih
senam tiga kali seminggu, minimal 20 menit dan maksimal 60
menit. Sebaiknya senam dikombinasikan dengan olahraga jalan
secara bergantian, misalnya hari pertama senam, hari kedua
jalan kaki, hari ketiga senam, hari keempat jalan kaki, hari
kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh istirahat. Jalan
kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan
aman, serta sangat bermanfaat.
4. Hindari rokok dan minuman beralkohol
40

Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya


penting dalam mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis.
Terlalu banyak minum alkohol juga bisa merusak tulang.
5. Deteksi dini osteoporosis
Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang
biasanya tidak diawali dengan gejala, maka langkah yang
paling penting dalam mencegah dan mengobati osteoporosis
adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui apakah kita
sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari
pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya.
b. Pengobatan
Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah
meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obatobatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone
dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi
seperti kalsium serta senam beban. Pembedahan pada pasien
osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi
fraktur panggul.
Pengobatan terbaik bagi penderita osteoporosis adalah
pencegahan resorpsi tulang oleh osteoklas dan menstimulasi
pembentukan tulang oleh osteoblas.
Derivat biphosphonate dapat menghambat resorpsi tulang,
sehingga

efektif

untuk

pengobatan

maupun

pencegahan.

Penggunaan biphosphonate dapat mengurangi resiko fraktur


proksimal femur sebanyak 60%. Peningkatan massa vertebra
pada pemakaian biphosphonate dapat meningkatkan densitas
tulang sebanyak 11-14% selama 7-10 tahun.
Obat lain yang dapat dikonsumsi adalah hormone kalsitonin,
estrogen, atau antibody monoclonal.

41

BAB 3
KESIMPULAN

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya


tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi,
osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang
mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang,

disertai

gangguan

mikro-arsitektur

tulang

dan

penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan


kerapuhan tulang

Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita 2-4 kali dibandingkan


pria. Dari seluruh penderita, satu di antara tiga wanita berumur di
atas 60 tahun dan satu di antara 6 pria yang berumur di atas 75
tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan ini.

Beberapa

penyebab

osteoporosis

antara

lain:

osteoporosis

pascamenopause, osteoporosis senilis, osteoporosis sekunder


akibat keadaan medis lain atau obat-obatan, dan osteoporosis
juvenil,

Faktor resiikonya ada yang tidak dapat dikendalikan (jenis kelamin,


usia, ras, pigmentasi dan tempat tinggal, riwayat keluarga, sosok
tubuh, menopause) dan yang dapat dikendalikan (aktifitas fisik,
kurang kalsium, merokok, minuman keras/beralkohol, minuman
soda, stress, dan bahan kimia)

Osteoporosis dibagi menjadi 4 stadium, dengan manifestasi


klinisnya berupa tinggi badan berkurang, bungkuk atau bentuk
tubuh berubah, patah tulang, nyeri bila ada patah tulang.

Penatalaksanaan

osteoporosis

dibagi

dalam

langkah:

pencegahan (menghindari faktor resiko yang dapat dikendalikan)


dan pengobatan (meningkatkan massa tulang dan menghambat
resopsi tulang.

42

DAFTAR PUSTAKA
1.

Macdonald HM NS, Campbell MK, Reid DM. Influence of weight and


weight change on bone loss in perimenopausal and early
postmenopausal Scottish women. 2005:16371.

2.

Junaidi, Iskandar. 2007. Osteoporosis. Jakarta: PT Buana Popular


Science.

3.

Macdonald HM NS, Golden MH, Campbell MK, Reid DM. Nutritional


associations with bone loss during the menopausal transition:
evidence of a beneficial effect of calcium, alcohol, and fruit and
vegetable nutrients and of a detrimental effect of fatty acids.
2004:15565.

4.

Tandra, Hans. 2009. Osteoporosis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Medis.

5.

Ross PD. Osteoporosis frequency, consequences and risk factors:


Arch. Internal Med.; 1996; 156(13):1399-411

6.

Johnell. Advances in osteoporosis: Better identification of risk factors


can reduce morbidity and mortality: J. Internal Med.; 1996. 239(4):
299304.

7.

T.V. Nguyen DS, P.N. Sambrook and J.A. Eisman. Mortality after all
major types of osteoporotic fracture in men andwomen: An
observational study. 1999:878-82.

8.

Buttros Dde A N-NJ, Nahas EA, Cangussu LM, Barral AB, Kawakami
MS. Risk factors for osteoporosis in postmenopausal women from
southeast Brazilian. 2011. Juni; 33(6):295-302.

9.

Waluyo, S. 2009. 100 Question and Answer Osteoporosi. Jakarta:


Kelompok Gramedia, PT. Elex Media Komputindo.

10. Suryati A. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis


Pada Sekelompok Osteoporosis. Jurnal Kedokteran, Vol. 2, No.2,
Juli 2006: 107-126.

43

11.

Lindsay R CFOIFA, Braunwald e, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL,


Jameson JL. Osteoporosis. In: Fauci AS Be, Kasper DL, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL, et al., editor. Harrisons principle of internal
medicine 17 ed: Mc Grow-Hill USA; 2008. p. 2397-408.

12. Cyrus Cooper SG, Robert Lindsay. Prevention and Treatment of


Osteoporosis: a Clinicians Guide. New York: Taylor and Francis;
2005.
13. Kosnayani. 2007. Hubungan Asupan Kalsium, Aktifitas Fisik, Paritas,
Indeks

massa

Tubuh

dan

kepadatan

Tulang

Pada

Wanita

Pascamenopause. Tesis FKM-UNDIP, http://www.undip.ac.id diakses


25 Juni 2014.
14. H M. Osteoporosis pada usia lanjut tinjauan dari segi geriatri.
Rachmatullah P GM, Hirlan, Soemanto, Hadi S, Tobing ML, editor.
Semarang (Indonesia): Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
2007. p. 126.
15. Setiyohadi B. Osteoporosis. In: Aru W. Sudoyo BS, Idrus Alwi,
Marcellinus Simadibrata, Siti Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5 ed. Jakarta: Interna Publishing; 2010. p. 2650-76.
16. Association AM. Pathophisiology of Osteoporosis. 2004 [cited 2004];
Available

from:

http://www.stg.centrax.com/ama/osteo/part4/module03/pdf/osteo_mg
mt_o3.pdf. .
17. Cheung AM FD, Kapral M, Diaz N-Granados, Dodin S. Prevention of
Osteoporosis

and

Osteoporotic

Fracturesin

Postmenopausal

Women. CMAJ. 2004;170(11):1665-7.


18. Kutikat A GR, Chakravarty K. Management of Osteoporosis.
2004;12:104-18.
19. Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta:
PT. Yarsif Watampone.
20. National Institute of Health. 2014. Handout on Health: Osteoporosis.
NIH: USA. Viewed 4 Mei 2015. <

44

http://www.niams.nih.gov/Health_Info/Bone/Osteoporosis/osteoporosi
s_hoh.asp>
21. Nasar. 2008. Dua dari Lima Orang Indonesia Beresiko Osteoporosis.
Viewed 4 mei 2015. < http://dokternasir.web.id/2008/10/dua-darilima-orang-indonesia-berisiko-osteoporosis.html>

45

Anda mungkin juga menyukai