Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS ANAK

BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama Pasien
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Usia
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Tanggal Masuk RS
Tanggal Keluar RS
No RM
Ruang Perawatan

: An. R.I.R.
: Perempuan
: 19 Agustus 2011
: 1 tahun 1 bulan
: Sruwuh RT 41 Donotirto Kretek Bantul
: Islam
: Jawa
: 2 Oktober 2012
: 5 Oktober 2012
: 481351
: Anggrek

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien tanggal 2 Oktober 2012
1. Keluhan Utama
Batuk, pilek, dan demam.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan batuk, pilek, dan demam hilang timbul
sejak 1 minggu SMRS. Nafas terdengar grok-grok. Pasien susah
makan dan minum. Orang tua pasien mengaku batuk pilek sering
kambuh dalam satu bulan terakhir ini disertai demam hilang timbul
dan berat badan susah meningkat. Mual (-), muntah (-), sesak nafas (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat asma disangkal


Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat batuk pilek sering kambuh dalam satu bulan terakhir

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga (ayah pasien) yang tinggal satu rumah sering batukbatuk berdahak lebih dari 3 minggu dan perokok aktif serta mendapat
pengobatan rutin TBC dari dokter.
5. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Kehamilan
Ibu kontrol teratur setiap bulan ke bidan dan mendapat tablet
tambah darah dan vitamin. Obat selalu diminum. Selama hamil ibu
dinyatakan sehat, mual-mual (+), bengkak pada tungkai (-),
perdarahan pervaginam (-). Ibu tidak pernah mengkonsumsi jamujamuan, tidak merokok, maupun mengkonsumsi obat-obatan. Ibu
menyangkal mempunyai penyakit hipertensi, diabetes mellitus,
asma, dan jantung.
b. Riwayat Persalinan
Lahir di bidan usia kehamilan 39 minggu dengan berat badan lahir
2800 gram, bayi lahir spontan. Bayi lahir menangis kuat, air
ketuban jernih, bayi tidak biru ataupun kuning.
c. Riwayat Pasca Persalinan
Bayi dapat menetek kuat, tidak kuning, tidak biru, tidak sesak
nafas, dan tidak kejang.
Kesan : Riwayat kehamilan cukup baik, riwayat persalinan baik,
dan riwayat pasca persalinan baik.
d. Riwayat Makanan
Usia
0-4 bulan
5-7 bulan
8-13 bulan

Kualitas
ASI
ASI
Bubur susu
ASI
Nasi tim

Kuantitas
Diberikan sesuka bayi
Diberikan sesuka bayi
3 kali sehari, 1 piring kecil
Diberikan sesuka bayi
3 kali sehari, 1 piring kecil

Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup


e. Vaksinasi

BCG, Hepatitis B, DPT, Polio, Campak, imunisasi lengkap sesuai


PPI (Pengembangan Program Imunisasi).
6. Anamnesis Sistemik
Sistem integumentum
Sistem muskuloskeletal
Sistem gastrointestinal
Sistem respiratori
Sistem kardiovaskular

: kulit pucat (-), turgor melambat (-)


: gerakan (+) bebas, lumpuh (-)
: muntah (-), kembung (-), diare (-)
: batuk (+), pilek (+), sesak nafas (-)
: sesak (-), biru (-)

C. PEMERIKSAAN
Kesan Umum

: Sedang, compos mentis

Berat Badan

: 8.7 kg

Lingkar Kepala

: 43 cm

Tanda Utama (Vital Sign):

Nadi
Suhu badan
Pernafasan

: 101 x/menit
: 38.1oC
: 32 x/menit

Pemeriksaan Kulit

Turgor dan elastisitas dalam batas normal, 2 detik


Sianosis (-), pucat (-)

Pemeriksaan Kepala

Bentuk kepala
Rambut

: Mesosefal
: Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Pemeriksaan Mata

Palpebra
Konjungtiva
Sklera
Pupil

Pemeriksaan Telinga

: Edema (-/-)
: Anemis (-/-)
: Ikterik (-/-)
: Reflek cahaya (+/+), isokor (+/+)

Otore (-/-)
Nyeri tekan (-/-)
Serumen (-/-)

Pemeriksaan Hidung

Sekret (+/+)
Epistaksis (-/-)

Pemeriksaan Leher

Kelenjar tiroid
Kelenjar limfanodi

: Tidak membesar
: Membesar (+), nyeri (-)

Pemeriksaan Thorax
Depan

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Belakang Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Simetris (+), retraksi (-), ketinggalan gerak (-)


Vokal fremitus kanan=kiri, ketinggalan gerak (-)
Sonor (+) di kedua bagian paru
Vesikuler (+) normal, ronki basah kasar (+), wheezing (-)
Simetris (+), retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
Vokal fremitus kanan=kiri, ketinggalan gerak (-)
Sonor (+) di kedua bagian paru
Vesikuler (+) normal, ronki basah kasar (+), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Auskultasi

Iktus kordis tidak tampak

: Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 linea midclavicula


kiri, teraba tidak kuat angkat
: Batas jantung
Kanan atas
: SIC II linea para sternalis kanan.
Kiri atas
: SIC II linea para sternalis kiri.
Kanan bawah
: SIC IV linea para sternalis kanan.
Kiri bawah
: SIC V linea midklavikula kiri.
:
S1 & S2 reguler, bising jantung (-)

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: Datar (+), simetris (+)

Auskultasi

: Peristaltik (+)

Perkusi

: Timpani (+)

Palpasi

: Supel (+), turgor dan elastisitas baik, hepar dan


lien tidak teraba

Pemeriksaan Ekstremitas
Tungkai

Lengan

Gerakan

Kanan
Bebas

Kiri
Bebas

Kanan
Bebas

Kiri
Bebas

Tonus

Normal

Normal

Normal

Normal

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Edema

Status Gizi

: 8.7 10.4

: 0.6 SD (baik)

11.5 10.4
Kebutuhan Kalori
Kalori total

: 8.7 x 100 : 870 kcal

Protein

: 87 kcal

Lemak

: 174 kcal

Karbohidrat : 609 kcal


D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Parameter

Hasil
Satuan
Tanggal 2 Oktober 2012

Nilai Normal

HB
AL (Angka Leukosit)
AE (Angka Eritrosit)
AT (Angka Trombosit)
HMT (Hematokrit)
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil
Basofil
Batang
Segmen
Lymposit
Monosit

12.5
14.1

gr %
ribu/u

L : 13-17; P : 12-16
Dws : 4-10; Anak : 9-12

4.8
414

l
juta/ul
ribu/u

L : 4.5-5.5; P : 4.0-5.0
150-450

37.2

l
%

L : 42-52; P : 36-46

1
1
3
67
23
5

%
%
%
%
%
%

2-4
0-1
2-5
52-67
20-35
4-8

2. Foto Rontgen

Tampak pemadatan limfonodi hilus

Tampak infiltrat perihiler di kedua pulmo

Besar cor normal


KESAN: PKTB

E. Diagnosis Kerja
1. ISPA
2. TB Paru pada Anak
3. Status Gizi: BAIK
F. TERAPI
Infus D 5% makro 5 tpm
Injeksi ampicilin 3x250 mg
Injeksi cefotaxim 3x250 mg
Injeksi metilprednisolon 3x9.4 mg
PO paracetamol syr 1 cth k/p
Nebulizer ventolin 1.75cc / 8 jam
Diet : 3 x nasi tim

G. FOLLOW UP
Rabu, 03 Oktober 2012
S

Batuk (+), pilek (+), batuk grok-grok, demam (-), BAB/BAK lancar
KU
Sedang, Compos Mentis
BB
8.7 kg
VS
T 36.3 C; N 100 x/menit; RR 28 x/menit
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret
mata (-/-), sekret hidung (+/+), sekret telinga (-/-),

O Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremita

candidiasis oral (-)


Limfanodi teraba (+)
Simetris (+), retraksi (-), vesikular (+/+), suara
tambahan Ronki Basah Kasar (+/+), cor S1 S2 regular
Supel (+), peristaltik (+)
Akral hangat (+)

s
ISPA
A TB Paru Anak
Status Gizi Baik
Infus D 5% makro 5 tpm

Injeksi ampicilin 3x250 mg


Injeksi cefotaxim 3x250 mg
Injeksi metilprednisolon 3x9.4 mg
P

PO paracetamol syr 1 cth k/p


Nebulizer ventolin 1.75cc / 8 jam
Diet : 3 x nasi tim
Fisioterapi

Kamis, 04 Oktober 2012


S Batuk (+), pilek (-), batuk grok-grok, demam (-), BAB/BAK lancar
O KU
Sedang, Compos Mentis
BB
8.7 kg

VS
Kepala

T 36 C; N 99 x/menit; RR 24 x/menit
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret
mata (-/-), sekret hidung (-/-), sekret telinga (-/-),

Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremita

candidiasis oral (-)


Limfanodi teraba (+)
Simetris (+), retraksi (-), vesikular (+/+), suara
tambahan Ronki Basah Kasar (+/+), cor S1 S2 regular
Supel (+), peristaltik (+)
Akral hangat (+)

s
ISPA
A TB Paru Anak
Status Gizi Baik
Infus D 5% makro 5 tpm

Injeksi ampicilin 3x250 mg


Injeksi cefotaxim 3x250 mg
Injeksi metilprednisolon 3x9.4 mg
P

PO paracetamol syr 1 cth k/p


Nebulizer ventolin 1.75cc / 8 jam
Diet : 3 x nasi tim
Fisioterapi

Jumat, 05 Oktober 2012


S Batuk (+), pilek (-), demam (-), BAB/BAK lancar
O KU
Sedang, Compos Mentis
BB
8.7 kg
VS
T 36.2 C; N 95 x/menit; RR 24 x/menit
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret
mata (-/-), sekret hidung (-/-), sekret telinga (-/-),
Leher
Thorax

candidiasis oral (-)


Limfanodi teraba (+)

Simetris (+), retraksi (-), vesikular (+/+), suara


Abdomen
Ekstremita

tambahan Ronki Basah Kasar (+/+), cor S1 S2 regular


Supel (+), peristaltik (+)
Akral hangat (+)

s
TB Paru Anak
A
Status Gizi Baik
BLPL
P
PO Lasal 3x1/2 cth

Kontrol tanggal 09 Oktober 2012


S

Batuk (+), pilek (-), demam (-), BAB/BAK lancar


KU
Sedang, Compos Mentis
BB
8.8 kg
VS
T 36.4 C; N 98 x/menit; RR 24 x/menit
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret
mata (-/-), sekret hidung (-/-), sekret telinga (-/-),

O Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremita

candidiasis oral (-)


Limfanodi teraba (+)
Simetris (+), retraksi (-), vesikular (+/+), suara
tambahan Ronki Basah Kasar (+/+), cor S1 S2 regular
Supel (+), peristaltik (+)
Akral hangat (+)

s
TB Paru Anak
A
Status Gizi Baik

PO Isoniazid 1x90 mg
PO Rifampisin 1x135 mg
PO Pirazinamid 2x90 mg
PO Heptasan 1x1/3 tablet

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
Tuberkulosis

merupakan

penyakit

infeksi

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. 5


B. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis

anak

merupakan

faktor

penting

di

negara-negara

berkembang, karena jumlah anak berusia di bawah 15 tahun adalah 40-50 % dari
jumlah seluruh populasi. 4
Dye dkk. (2000) melaporkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga
dalam kasus tuberkulosis (0,4 juta kasus baru) setelah India (2,1 juta kasus) dan
Cina (1,1 juta kasus). Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat
Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (2006-2010) adalah 1086 penderita TB

dengan angka kematian bervariasi dari 0-14,1 %. Kelompok usia terbanyak adalah
12-60 bulan (42,9 %), sedangkan untuk bayi kurang dari 12 bulan didapatkan 16,5
%. 4, 6
C. ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun
1882. Basil tuberkel termasuk ke dalam famili Mycobacteriaceae. M tuberculosis
adalah kuman aerob, tidak berspora, tidak motil, pertumbuhannya lambat,
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu disebut juga sebagai basil tahan asam (BTA). Basil
tuberkulosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin). Basil
tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan
kering, tetapi dalam cairan mati pada suhu 60 C dalam 15-20 menit. Kuman TB
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. 1, 2, 4, 5
D. KLASIFIKASI
Ranke membagi tuberkulosis dalam 3 stadium, yaitu: 5
Stadium pertama

: kompleks primer dengan penyebaran limfogen

Stadium kedua

: pada waktu terjadi penyebaran hematogen

Stadium ketiga

: tuberkulosis paru menahun (chronic pulmonary

tuberculosis)
Klasifikasi lain dari tuberkulosis ialah : 5
Tuberkulosis primer : merupakan infeksi pertama dari tuberkulosis
Tuberkulosis subprimer : merupakan komplikasi tuberkulosis primer
Tuberkulosis pascaprimer : merupakan reinfeksi yang dapat terjadi
endogen dan eksogen setelah infeksi primer sembuh

Sekarang

dipakai klasifikasi yang membagi tuberkulosis menjadi dua

stadium, yaitu : 5
1. Tuberkulosis primer
2. Tuberkulosis pasca primer
E. CARA PENULARAN
Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, sehingga
sebagian besar fokus primer tuberkulosis terdapat dalam paru. Selain melalui
udara, penularan dapat per oral misalnya minum susu yang mengandung basil
tuberkulosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga terjadi melalui kontak
langsung misalnya melalui luka atau lecet di kulit. Tuberkulosis kongenital sangat
jarang dijumpai. 5
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke dalam bentuk droplet. Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa
jam. Orang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut masuk ke dalam saluran
pernafasan, kemudian kuman TB dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Pasien TB anak jarang
menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini
disebabkan karena kuman TB sangat jarang ditemukan dalam sekret endobronkial
dan jarang terdapat batuk. 4
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari paru-paru. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif,
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. 1
F. FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun
timbulnya penyakit TB pada anak dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor
risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit). 4

Risiko Infeksi TB
Faktor risiko terjadinya infeksi TB adalah sebagai berikut : anak yang
memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis,
kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat (tempat penampungan atau panti
perawatan). Kemungkinan seseorang terinfeksi TB juga ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 1, 4
Faktor risiko TB pada anak yang terpenting adalah pajanan dari orang
dewasa yang infeksius. Bayi

dari seorang ibu dengan BTA sputum positif

memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Semakin dekat bayi tersebut dengan ibunya,
makin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei)
yang infeksius. 4
Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak-anak akan
lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif,
terdapat infiltrat luas pada lobus atau kavitas, produksi sputum yang banyak dan
encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat lingkungan yang kurang sehat,
terutama sirkulasi udara yang tidak baik. 4
Risiko Penyakit TB
Orang yang telah terinfeksi kuman TB tidak selalu akan mengalami sakit
TB. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit TB
adalah:4
1. Usia
Anak 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TB, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang
sempurna (imatur). Resiko tertinggi terjadinya progresivitas TB adalah pada dua
tahun pertama setelah infeksi. Namun, risiko sakit TB ini akan berkurang secara
bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TB, 43 %
akan menjadi sakit TB. Sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit
TB hanya 24 %, pada usia remaja 15 %, dan pada dewasa 5-10 %. Anak < 5 tahun

juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata (misal TB milier dan
TB meningitis), dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi.
2. Konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir
3. Malnutrisi
4. Keadaan imunocompromised (misal pada infeksi HIV, transplantasi organ,
keganasan, pengobatan imunosupresi)
5. Faktor yang tidak kalah penting adalah status sosioekonomi yang rendah,
penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran dan pendidikan yang
rendah, dan kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat.

G. PATOGENESIS
Masuknya basil tuberkulosis tidak selalu menimbulkan penyakit.
Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis,
serta daya tahan tubuh manusia. 5
Paru merupakan port dentre lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Kuman
TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup sangat kecil ukurannya (<5
m), sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus
berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Masuknya kuman TB
ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB, dan biasanya mampu menghancurkan
sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman TB, kemudian kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya
akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni
di tempat tersebut. 1, 4

Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TB. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Lokasi pertama koloni kuman TB
di jaringan paru disebut fokus primer Ghon. Ghon dan Kudlich (1930)
menemukan bahwa 95,93 % dari 2114 kasus mereka mempunyai fokus primer di
dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian besar melalui udara dan
mungkin juga karena jaringan paru mudah kena infeksi tuberkulosis (susceptible).
1, 4, 5

Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembangbiak dengan cara


pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Setelah
itu, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional,
yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di
lobus bawah atau tengah, maka kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus. Sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, maka kelenjar limfe
yang terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer adalah gabungan
antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan
saluran limfe yang meradang (limfangitis). 1,4
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman higga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Di dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh
hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler. 4
Pada minggu-minggu awal proses infeksi terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB, sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberkulin, akan mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya

kompleks primer inilah, dinyatakan telah terjadi infeksi TB primer. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler
tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem
imun yang berfungsi baik, saat sistem imun seluler berkembang, maka proliferasi
kuman TB akan berhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB tetap dapat hidup
dalam granuloma. 4
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB.
Meskipun demikian, beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau
dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita TB. 1
Apabila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB yang masuk ke dalam
alveolus akan segera dimusnahkan. Kemudian, fokus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional
juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi proses penyembuhannya
tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. 4
Kompleks primer dapat mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer
di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis local. Jika
terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar
melalui bronkus, sehingga meninggalkan kavitas paru. Kelenjar limfe hilus atau
paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat infeksi, akan membesar karena
reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus akan terganggu. Obstruksi
parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen
distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat menimbulkan erosi dan

merusak dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau


membentuk fistula. Masa perkejuan dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus, sehingga menyebabkan gabungan pneumonia dan atelektasis, yang
sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. 4
Penyebaran limfogen dan hematogen dapat terjadi selama masa inkubasi,
sebelum terbentuknya imunitas seluler. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran hematogen inilah yang membuat penyakit
TB disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi
adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic
spread), dan melalui cara inilah kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit
demi sedikit, sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian
akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunya vaskularisasi baik, misalnya tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut,
kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk
imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang
terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman
tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut
menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus
potensial ini disebut fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan
tubuh pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi
penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang dan lain-lain. 4
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar, serta frekuensi berulangnya penyebaran. TB

diseminata ini terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam
mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 4
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal
dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian (millet seed).
Lesi ini secara patologi anatomik berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang
secara histologik merupakan granuloma. 4
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30 % anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10 % anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahuin, tetapi dapat juga terjadi 2-3 tahun kemudian.
TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer. 4

Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)


Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
beberapa tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh yang
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas tuberkulosis
pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atu efusi
pleura. 1
H. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung kepada faktor
kuman TB, pejamu, serta interaksi antara keduanya. Faktor kuman bergantung
pada jumlah kuman dan virulensi, sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia,
kompetensi imun dan kerentanan pejamu saat awal terjadinya infeksi. Anak kecil
seringkali tidak menunjukkan gejala, walaupun pada foto rontgen sudah tampak
pembesaran kelenjar hilus. 4
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Permulaan
tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis, karena penyakit mulai

secara perlahan-lahan. Kadang-kadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa


keluhan atau gejala. Uji tuberkulin biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah
kontak awal dengan kuman TB. 4, 5

Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat

dijumpai demam yang tidak begitu tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan
kulit ini jarang dijumpai pada anak. Gejala tuberkulosis primer dapat juga berupa
panas yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek.
Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah panas, batuk, anoreksia, batuk,
berat badan yang menurun. Tuberkulosis dapat juga menunjukkan gejala seperti
bronkopneumonia, sehingga pada anak dengan gejala bronkopneumonia yang
tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan bronkopneumonia yang adekuat
harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. 4, 5
Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi dalam 5 tahun pertama,
terutama pada 1 tahun pertama, dan 90 % kematian karena TB terjadi dalam tahun
pertama setelah diagnosis TB. 4
Manifestasi Sistemik (Umum / Nonspesifik)
Gejala sistemik yang sering timbul salah satunya adalah demam. Temuan
demam pada pasien TB berkisar antara 40-80 % kasus. Demam biasanya tidak
tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama. Manifestasi
sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat badan tidak naik (turun,
tetap, atau naik namun tidak sesuai grafik tumbuh), dan malaise (letih, lesu,
lemah, lelah). 4
Pada sebagian kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi respiratorik
yang menonjol. Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa.
Sedangkan pada anak, gejala batuk kronik lebih sering disebabkan oleh asma.
Fokus primer TB paru pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim paru
yang tidak memiliki reseptor batuk. Gejala batuk kronik pada TB anak dapat
timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus, sehingga merangsang reseptor
batuk secara kronik. Batuk berulang dapat timbul bila anak dengan TB mengalami
penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi respiratorik akut

(IRA) berulang. Gejala sesak jarang dijumpai, kecuali pada keadaan sakit berat
yang berlangsung akut, misalnya pada TB milier dan efusi pleura. 4
Gejala umum atau nonspesifik pada TB anak secara ringkas adalah sebagai
berikut : 1, 4

Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang
baik (failure to thrive)

Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan
tidak naik dengan adekuat (failure to thrive)

Demam lama ( 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang
dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi

Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya


multipel. Paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal)

Gejala-gejala dari saluran nafas, yaitu batuk lama > 3 minggu (sebab lain
telah disingkirkan), tanda cairan di dada dan nyeri dada

Gejala-gejala dari saluran cerna : diare persisten dan berulang yang tidak
sembuh dengan pengobatan, benjolan (massa) di abdomen, dan tandatanda cairan dalam abdomen

Manifestasi Spesifik Organ / Lokal 4, 5


Manifestasi klinis spesifik tergantung pada organ yang terkena.
1. Kelenjar limfe
Kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau
posterior. Selain itu juga dapat terjadi di aksila, inguinal, submandibula, dan
supraklavikula. Secara klinis, biasanya kelenjar yang terkena biasanya multipel,
unilateral, tidak panas pada perabaan, dan dapat saling melekat (confluence) satu
sama lain akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar limfe (perifocal
inflammation).

2. Manifestasi neurologis
- Meningitis TB
Terjadi akibat penyebaran langsung kuman TB ke jaringan selaput saraf
(meningens) pada tipe penyebaran acute generalized hematogenic. Walapun
jarang, meningitis TB dapat juga terjadi pada protracted hematogenic spread
akibat pecahnya suatu fokus TB lama ke dalam vascular. Mekanisme lain adalah
pecahnya focus lama di selaput meningeal yang terbentuk pada masa occult
hematogenic spread ke dalam ruang subaraknoid, yang merupakan bentuk lain
reaktivasi TB. Gejala biasanya berhubungan dengan gangguan saraf kranial,
misalnya nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk, dan kejang.
- Tuberkuloma otak
Manifestasi klinisnya sesuai dengan lesi fokal otak (proses desak ruang)
yang tumbuh secara lambat, misalnya nyeri kepala, muntah.

3. Tulang
Gejala yang umum ditemukan pada TB tulang adalah nyeri, bengkak di
sendi yang terkena dan gangguan atau keterbatasan gerak. Gejala infeksi sistemik
biasanya tidak nyata. Pada bayi dan anak yang sedang tumbuh, epifisis tulang
merupakan daerah dengan vaskularisasi tinggi yang disukai oleh kuman TB. Oleh
karena itu, TB tulang lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa.
Manifestasi klinis TB tulang biasanya muncul secara perlahan dan samar,
sehingga sering lambat terdiagnosis dan tidak jarang pasien datang pada tahap
lanjut denngan kelainan tulang yang sudah lanjut dan ireversibel.
Bentuk-bentuk TB tulang :

tulang punggung (spondilitis) : gibbus

tulang panggul (koksitis) : pincang

tulang lutut (gonitis) : pincang dan atau bengkak

tulang kaki dan tangan

spina ventosa (daktilitis)

4. Kulit
- skrofuloderma
5. Mata
- Konjungtivitis fliktenularis
Konjungtivitis fliktenularis dapat juga dijumpai pada anak dengan
tuberkulosis. Flikten pada mata diduga sebagai gejala hipersensitivitas dan dalam
flikten tidak terdapat basil tuberkulosis. Selama tuberkulosis atau fokus
tuberkulosis masih ada, flikten sering tetap hilang timbul.
- Tuberkel koroid
6. TB organ-organ lainnya, misal peritonitis TB, TB ginjal, dan lain-lain
I. DIAGNOSIS
Diagnosis TB paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TB dari
bahan yang diambil dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, biosi, dan
lain-lain. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian
besar diagnosis TB anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen
dada dan uji tuberkulin. Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis
apabila : 1, 4

mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA


positif

terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG dalam 3-7 hari

Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat dalam 3-7 hari berupa
kemerahan dan indurasi 5 mm, maka anak tersebut dicurigai terinfeksi
M. tuberculosis

terdapat gejala umum TB

Uji Tuberkulin (Mantoux) 4


Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat
antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang telah
telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya) akan
memberikan reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena
vasodilatasi lokal, edem, endapan fibrin dan meningkatnya sel radang lain di
daerah suntikan.
Uji tuberkulin merupakan alat diagnosis TB yang sudah sangat lama
dikenal, tetapi hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnostik yang tinggi,
terutama pada anak, dengan sensitivitas dan spesifisitas di atas 90 %. Uji
tuberkulin adalah perangkat diagnosis untuk mengetahui adanya infeksi TB
berdasarkan aspek imunitas seluler. Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan
dengan menyuntikkan secara intrakutan 0,1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU,
di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah
penyuntikan.Yang diukur adalah indurasi yang timbul, bukan hiperemi. Indurasi
diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, kemudian ditandai
dan diukur diameter transversal indurasi yang timbul dan dinyatakan hasilnya
dalam milimeter.
Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm,
jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Apabila diameter indurasi 0-4 mm,
dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif
meragukan, karena dapat disebabkan oleh M. atipik dan BCG, atau memang
karena infeksi TB. Untuk hasil yang meragukan ini, jika perlu diulang 2 minggu
kemudian. Diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif tanpa melihat status
BCG pasien. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15
mm masih mungkin disebabkan oleh BCG selain oleh infeksi TB alamiah.
Sedangkan bila ukuran indurasi 15 mm, hasil positif ini lebih mungkin karena
infeksi TB alamiah dibandingkan karena BCG. Pengaruh BCG terhadap reaksi
positif tuberkulin paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan.

Oleh karena itu jika membaca tuberkulin pada anak-anak > 5 tahun, faktor BCG
dapat diabaikan.
Pada anak, kontak erat dengan pasien tuberkulosis dewasa aktif dan BTA
positif, atau anak dengan imunocompromised, misal gizi buruk, keganasan,
diameter indurasi 5 mm harus dicurigai telah terinfeksi TB. Pada anak tanpa
risiko, tetapi tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan pada
umur 1 tahun, 4-6 tahun, dan 11-16 tahun. Tetapi pada anak dengan risiko tinggi
didaerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan setiap tahun.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut :
1. Infeksi TB alamiah
a. Infeksi TB tanpa sakit
b. Infeksi TB dan sakit TB
c. Pasca terapi TB
2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)
3. Infeksi M. atipik/ M. leprae

Uji tuberkulin negatif pada 3 kemungkinan sebagai berikut :


1. Tidak ada infeksi TB
2. Dalam masa inkubasi infreksi TB
3. Anergi
Keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh
tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin, walaupun sebenarnya sudah
terinfeksi TB. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan anergi misalnya gizi
buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika, campak,
pertusis, varisela, influenza, TB yang berat, serta pemberian vaksinasi dengan
vaksin virus hidup.
Uji tuberkulin positif palsu dapat juga ditemukan pada keadaan
penyuntikan yang salah dan salah interpretasi, demikian juga negatif palsu, di
samping penyimpanan tuberkulin yang tidak baik sehingga potensinya menurun.

Saat ini telah ditemukan pemeriksaan imunitas seluler cara lain, yaitu
enzyme-linked immunospot interferon gamma (ELISpot TB), yang mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini dapat membedakan
antara hasil positif yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis, oleh BCG, dan
oleh infeksi M.atipik. Namun, pemeriksaan ini belum dapat membedakan antara
infeksi TB dan sakit TB. Pemeriksaan ini juga belum dapat digunakan dalam
praktek klinis, mengingat harganya masih mahal dan belum tersedia di Indonesia.
Radiologis 4
Lebih dari 95 % TB primer terjadi di parenkim paru, sehingga foto toraks
paru posteroanterior dan lateral selalu dilakukan. Komplek primer lebih banyak
ditemukan pada foto toraks paru bayi dan anak kecil daripada dewasa.
Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas. Kelainan radiologis tersebut
dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Sebaliknya pada foto rontgen paru yang
normal (tidak terdeteksi), tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan
pemeriksaan penunjang lain mendukung. Dengan demikian, pemeriksaan rontgen
paru saja tidak cukup untuk mendiagnosis TB.
Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai
berikut :

pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan / tanpa infiltrat

konsolidasi segmental / lobar

milier

kalsifikasi

atelektasis

kavitas

efusi pleura
Jika dijumpai ketidaksesuaian (diskonkruensi) antara gambaran klinis

(ringan) dengan gambaran radiologis (berat), harus dicurigai TB. Pada keadaan
foto rontgen paru tidak jelas, bila perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan lain,
seperti CT-Scan toraks.

Bakteriologis 4, 6
Diagnosis pasti TB dibuat jika ditemukan

kuman tuberkulosis pada

pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri


atas 2 macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung untuk
menemukan basil tahan asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman M.
tuberculosis. Pemeriksaan tersebut sulit dilakukan pada anak, karena sulit
mendapatkan spesimen, sehingga biasanya dilakukan bilas lambung (gastric
lavage) 3 hari berturut-turut. Hasil pemeriksaan mikroskopik pada anak sebagian
besar negatif. Sedangkan hasil biakan M. tuberculosis dengan media kultur seperti
Lowenstein-Jensen memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6-8 minggu.
Sedangkan pemeriksaan biakan dengan sistem BACTEC mampu mendeteksi
dalam 1-3 minggu, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit.
Perkembangan lain di bidang mikrobiologi adalah pemeriksaan PCR
(Polymerase Chain Reaction), yang merupakan teknik amplifikasi urutan DNA
yang spesifik. Secara teori, dengan metode ini kuman akan dapat dideteksi
meskipun hanya ada 1 kuman M. tuberculosis pada bahan pemeriksa, sehingga
diharapkan sensitivitasnya cukup tinggi. Akan tetapi, adanya positif palsu serta
tingginya variasi tingkat sensitivitas pada pemeriksaan PCR di berbagai
laboratorium menyebabkan masih diperlukannya suatu sistem kontrol standar
mutu yang lebih baik, sehingga belum digunakan sebagai pemeriksaan klinik
rutin. Pada penderita TB dewasa, metode ini telah terbukti sensitivitas dan
spesifisitasnya cukup tinggi, akan tetapi perannya dalam diagnosis TB anak masih
kontroversial dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
Patologi Anatomik 4
Pemeriksaan penunjang yang mempunyai nilai tinggi, walau tidak setinggi
pemeriksaan mikrobiologi adalah pemeriksaan histopatologi yang dapat
memberikan gambaran khas. Pemeriksaan patologi anatomik dapat menunjukkan
gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid
yang dikelilingi limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkejuan

atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah
ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnostik
histopatologi dapat ditegakkan dengan ditemukannya perkejuan (kaseosa), sel
epiteloid, imfosit dan sel datia Langhans. Namun, pemeriksaan ini sulit dalam
mendapatkan spesimen pemeriksaan. Spesimen yang paling mudah dan paling
sering diperiksa adalah limfadenopati kolli, dengan pemeriksaan biopsi aspirasi
jarum halus atau biopsi. Pemeriksaan ini mempunyai perancu, yaitu infeksi M.
atipik dan limfadenitis BCG yang secara histopatologis sulit dibedakan dengan
TB.
Serologik 4
Oleh karena pada anak, terutama anak kecil sulit mendapatkan spesimen
untuk pemeriksaan basil TB, maka dicari pemeriksaan alternatif yang mudah
pelaksanaannya, yaitu pemeriksaan serologis (pemeriksaan imunitas humoral).
Selain itu, dengan pemeriksaan serologis diharapkan dapat membedakan antara
infeksi TB dan sakit TB. Berbagai penelitian dan pengembangan pemeriksaan
imunologik antigen-antibodi spesifik untuk M. tuberculosis, seperti ELISA
(enzyme-linked immunoabsorbent assay) dengan menggunakan PPD, A60, 38kDa,
lipoarabinomanan (LAM) dengan bahan pemeriksaan dari darah, sputum, cairan
bronkus, cairan pleura dan cairan serebrospinal, telah dilakukan. Juga yang akhirakhir ini diteliti adalah deteksi anti-interferon-gamma autoantibody (anti IFN-).
Semua pemeriksaan ini umumnya masih dalam taraf penelitian untuk pemakaian
klinis praktis.

Penegakan Diagnosis
Pada uraian di atas, terlihat bahwa tidak ada satupun data klinis maupun
penunjang selain pemeriksaan bakteriologis yang dapat memastikan pemeriksaan
diagnosis TB. Diagnosis TB tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis,
pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang tunggal. Oleh karena sulit
menegakkan diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat pedoman diagnosis
dengan sistem skoring dan alur diagnostik. 4

Anda mungkin juga menyukai