Anda di halaman 1dari 22

PORTOFOLIO

KASUS PENYAKIT DALAM

DM TIPE II DENGAN KOMPLIKASI ULKUS


PEDIS DEXTRA

Oleh :
dr. Nidia Putri Cintami

Pembimbing:
dr. Putu Arinanda, Sp.PD

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA
RSUD MAYJEND HM.RYACUDU
LAMPUNG UTARA
AGUSTUS 2015

FORMAT PORTOFOLIO

Topik :

Diabetes Melitus Tipe II dengan Komplikasi Ulkus Pedis Dextra

Tanggal (kasus) :

Juni 2015

Presenter :

dr. Nidia Putri Cintami

Tanggal Presentasi :

Agustus 2015

Pendamping :

dr. Putu Arinanda, Sp.PD

Tempat Presentasi :

Ruang Perawatan Penyakit Dalam RSD May.Jend. H.M. Ryacudu

Objektif Presentasi :
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Deskripsi :

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Ny.A, 57 tahun, datang dengan keluhan luka pada kaki kanan yang tidak kering
sejak 2 minggu yang lalu, luka disertai sedikit nanah dan darah. Sebelumnya
pasien mengatakan sering menggaruk kaki kanannya karena gatal kemudian bekas
garukan menjadi luka dan lukanya tidak juga mengering.Selain itu pasien juga
mengeluh lemas, dan demam. Riwayat menderita kencing manis diketahui sejak 2
tahun yang lalu, namun pasien tidak rutin kontrol dan tidak minum obat.
TD=100/70mmHg. N=82x/menit. RR=22x/menit. T=37,6C. GDS=542mg/dL.
Leukosit= 29.460
Status lokalis et Regio Pedis Dextra:
I: tampak edema kemerahan, tampak pus yang kering (+), darah (-)
P:non pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, fluktuasi-, nyeri tekan-.

Tujuan :
Bahan
Bahasan :

Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.

Tinjauan Pustaka

Riset

Kasus

Audit

Cara
Membahas :

Diskusi

Presentasi dan Diskusi

E-mail

Pos

Nama : Ny.A, 57 tahun,


Data Pasien :

Alamat: Kota Bumi

No. Registrasi : 13.09.52

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga


Nama Klinik : Penyakit Dalam RSD
Ryacudu Lampura

Telp :

Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


Diagnosis / Gambaran Klinis :
1. Riwayat Pengobatan : Pasien tidak rutin kontrol gula darah dan tidak rutin minum obat anti
hiperglikemi
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien pertama kali di diagnose kencing manis sekitar 2 tahun

yang lalu, hipertensi (-), asma (-).


3. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
4. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga

5. Lain-Lain : Merokok-. Minum alkohol-. GDS=542 mg/dL, Leukosit=29.460

Daftar Pustaka:
1). Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus dalam
Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) dan
Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 57 68.
2) Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrisons Principles of Internal Medicine 15 th
Edition [monograph in CD Room] , Mc Graw Hill ; 2001.
3) Masharani U, Karam J H, Diabetes Mellitus and hipoglicemia in Lange Medical Book 2002

Current Medical Diagnosis and Treatment 41 st Edition, Me Graw Hill, 2002, 1233 1235

4) PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta: PERKENI.
Hasil Pembelajaran :
1. Diabetes Melitus Tipe II dengan komplikasi Ulkus Pedis Dextra
2. Penegakan diagnosa Diabetes Melitus Tipe II dengan komplikasi Ulkus Pedis Dextra
3. Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe II dengan komplikasi Ulkus Pedis Dextra

Subyektif
Pasien datang lewat poli penyakit dalam RSD Ryacudu dengan keluhan luka di
kaki kanan tidak mengering sejak 2 minggu. Luka di kaki kanan disertai sedikit
nanah dan darah. Sebelumnya pasien mengatakan sering menggaruk garuk
kakinya karena gatal, awalnya luka bekas garukan kecil kemudian luka makin
meluas dan tidak juga mengering. Selain luka pada kaki kanan, pasien juga
mengeluh badannya terasa lemas, demam, dan kadang mual.
Pasien mengetahui dirinya menderita kencing manis sekitar 2 tahun yang lalu saat
berobat ke rumah sakit, saat itu pasien merasa badannya lemas dan sering buang
air kecil pada malam hari sehingga sering terbangun saat tidur. Nafsu makan
pasien juga meningkat karena selalu merasa lapar, namun tetap merasa badannya
lemah, kesemutan pada kedua tangan dan kaki. Saat pertama kali mengetahui ada
kencing manis pasien mengatakan hasil laboratorium gula darahnya sekitar 300
mg/dL, pasien mendapat terapi obat obatan dari dokter namun pasien lupa nama
obatnya dan pasien tidak rutin kontrol gula darah, pola makan pasien juga tidak
terjaga, pasien jarang berolah raga
Obyektif

Status
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 82 x/menit

Pernafasan

: 22x/menit

Suhu

: 37,6 C

Status Generalis
KEPALA
Rambut : Hitam, pendek, lurus, tidak mudah dicabut
Mata

: Kelopak mata edema -/Konjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/Refleks cahaya +/+, pupil bulat isokor

Telinga : Bentuk normal, liang lapang, membran timpani intak


Hidung : Septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung -, sekret Mulut

: Bibir tidak kering, lidah tidak kotor dan tidak tremor

LEHER
Bentuk

: Simetris

Trakhea

: Ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid

KGB

: Tidak teraba adanya pembesaran

JVP

: Tidak meningkat

THORAX
PARU
Inspeksi

: Bentuk dada normal

Pergerakkan nafas hemitoraks kanan = kiri, simetris


Palpasi

: Turgor kulit normal


Vokal fremitus taktil hemitoraks kanan = kiri
Tidak teraba pembesaran KGB axilla dan supraclavicular

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua hemitoraks, Wheezing -/-,


Ronkhi -/-

JANTUNG
Inspeksi

Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea mid clavicularis

Batas atas

sinistra
Perkusi

ICS 3 linea parasternalis sinistra

Batas kanan ICS 5 linea sternalis dextra


Batas kiri

ICS 5 linea midclavicularis sinistra

Auskultasi :

Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Turgor kulit normal, Hepar dan Lien tidak teraba,

Nyeri tekan (-)


Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

EKSTREMITAS :

Superior : Akral hangat, CRT<2 detik


Inferior :
Status lokalis et Pedis Dextra
I: tampak edema kemerahan, tampak pus mengering (+), darah (-)
P:non pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar,
fluktuasi (-), nyeri tekan (-)

III.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- Hb
: 8,2 gr/dL
- Leukosit
: 29.460
- Hematokrit : 24 %
- Trombosit
: 153.000
- GDS
: 542 mg/dL
Pemeriksaan EKG:
-

HR
Iskemia
LVH
Aritmia
Kesan

:90x/menit
:
::: NORMAL

Assesment
Diabetes Melitus Tipe II dengan Komplikasi Ulkus et Regio Pedis Dextra
Plan

IVFD RL XX tpm makro


Infus metronidazol 2x1
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Ketorolac 3x1 ampul
Insulin 3x10 unit
Diet DM 1900
Ranitidin 2x 1 tablet
Glibenclamide 2x2,5mg
Paracetamol 3x500mg
Cek GDS/hari
GV setiap hari
Konsul Bedah

ANALISA KASUS

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme


kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat insufisiensi fungsi insulin.
Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria, polidipsia,
polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Diagonosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >126
mg/dl.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan, gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus jika tidak ditangani dengan
baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti
mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf, dan lain-lain.
Komplikasi Diabetes Mellitus (DM) yang paling berbahaya adalah
komplikasi pada pembuluh darah. Pembuluh darah besar maupun kecil ataupun
kapiler penderita DM mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah
(angiopati diabetik) Jika sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai (makroangopati diabetik) tungkai akan lebih mudah mengalami gangren
diabetik, yaitu luka pada kaki yang merah kehitam hitaman dan berbau busuk.
Bila sumbatan terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar, penderita DM akan
merasa tungkainya sakit sesudah ia berjalan pada jarak tertentu, karena aliran
darah ke tungkai tersebut berkurang dan disebut claudicatio intermitten.
Beberapa

faktor

secara

bersama-sama

berperan

pada

terjadinya

ulkus/gangren diabetes. Dimulai dari faktor pengelolaan penderita DM terhadap


penyakitnya yang tidak baik, adanya neuropati perifer dan autonom, faktor
komplikasi vaskuler yang memeperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor
kerentanan terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada
keadaan DM tidak terkendali, serta kemudian faktor ketidaktahuan pasien
sehingga terjadi masalah gangren diabetik.
Pada penatalaksanaan diabetes mellitus, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah
raga. Apabila dalam langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai,
dapat dikombinasi dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi
obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.

PEMBAHASAN
Apakah etiologi dan faktor predisposisi pada pasien ini?

Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi
faktor endogen dan ekstrogen.
a. Faktor endogen
1) Angiopati diabetik
2) Neuropati diabetik
b. Faktor ekstrogen
1) Trauma
2) Infeksi
Penyebab kaki diabetik biasanya melibatkan banyak komponen. Penelitian
terbaru menyatakan bahwa 63% kaki diabetik disebabkan oleh neuropati perifer
yang menimbulkan gangguan sensorik, motorik dan autonom yang masingmasing memegang peranan penting pada terjadinya luka kaki.
Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya sinyal terhadap rasa sakit
(mati rasa) setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma, sehingga
penderita mengalami cedera tanpa disadari. Akibatnya dapat terjadi infeksi yang
kemudian berkembang menjadi ulkus.
Neuropati motorik mengawali terjadinya kelemahan otot dan atrofi otot di
ekstremitas. Hilangnya mekanisme vaskuler yang normal akibat angiopati diabetik
dan gangguan regulasi termal menyebabkan vena membengkak dan selanjutnya
menyebabkan terjadinya ulkus. Bila ulkus disertai infeksi akan mempermudah
terjadinya disfungsi outonom (neuropati outonom) yang selanjutnya akan
mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit akan kering dan mudah
mengalami luka yang sukar sembuh yang selanjutnya mudah mengalami nekrosis.
Pada pasien ini penyebab komplikasi ulkus pedis dextra dapat dipengaruhi
oleh kedua faktor yaitu endogen dari angiopati diabetik sebagai dampak dari gula
darah yang tidak terkontrol dan mengganggu sistem aliran darah. Selain itu faktor
eksogen juga berperan karena pada anamnesis dikatakan bahwa sebelumnya
pasien sering menggaruk garuk kakinya, pada seseorang dengan kadar gula darah
tinggi yang sudah terjadi neuropati otonom akan mengakibatkan kulit kering
sehingga mudah mengalami luka yang sulit mongering atau sembuh.

Bagaimana mendiagnosis Diabetes Melitus tipe II dengan Komplikasi Ulkus


Pedis Dextra?
A. Anamnesa
Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri,
polidipsi dan polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya
ke dokter dan laboratorium menunjang penegakkan diagnosis. Anamnesis juga
meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan, pembentukan, keluhan
neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas atau istirahat, kebiasaan, obat-obat
yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus sebelumnya. Riwayat berobat
yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan prognosis seorang pasien.
Pada pasien dengan kompikasi ulkus pedis keluhan nyeri pada kaki tidak
dirasakan secara langsung setelah trauma, hal ini disebabkan gangguan
neuropati sensorik mengkaburkan gejala disaat luka atau ulkusnya masih
ringan. Setelah luka bertambah luas dan dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan
oleh penderita dan menyebabkan datang berobat.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, akan ditemukan ulkus yaitu defek pada sebagian
atau seluruh lapisan kulit yang bersifat kronik, terinfeksi dan dapat ditemukan
pus, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang dangkal mempunyai dasar
luka dermis atau lemak / jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda
kedalamannya sampai otot bahkan tulang. Ulkus sering disertai hiperemi di
sekitarnya yang menunjukkan proses radang. Gangren merupakan jaringan yang
mati karena tidak adanya perfusi darah. Klinis tampak warna hitam, bisa
disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika terdapat krepitasi
di bawah kulit maka disebut dengan gas gangren.
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan
untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi,
menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi
vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan
pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya deformitas,
adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis. Deskripsi ulkus DM paling tidak harus

meliputi ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan
untuk menilai kemajuan terapi.
Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan
vaskuler pada penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah.
Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus
dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah atau
hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis
teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi aksial normal.
Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri femoralis
superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun
tidak didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior.
Penderita diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan infra popliteal
dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan poplitea tapi
tidak didapatkan pulsasi distalnya.
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk
mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI
sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik
sebagai marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti
kita mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian
adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler
(pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah
(ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik
lengan atas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai
bawah maka akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio
tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal,
harga normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,710,90 terjadi iskemia ringan, ABI
0,410,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,000,40 telah terjadi
obstruksi vaskuler berat.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan
CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi
hepar, elektrolit.

Untuk

menentukan

patensi

vaskuler

dapat

digunakan

beberapa

pemeriksaan non invasif seperti (ankle brachial index/ ABI) pemeriksaan


lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau
menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction angiography
(DSA), magnetic resonance angiography (MRA) atau computed tomography
angoigraphy (CTA).
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih
diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi
maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu
dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler
perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi
endovascular menjadi pilihan terapi.
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran
destruksi tulang dan osteolitik.
Bagaimana tatalaksana Diabetes Melitus secara umum ?
Tujuan tatalaksana DM yaitu, Jangka pendek untuk menghilangkan
keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target
pengendalian glukosa darah. Jangka panjang untuk mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan
akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Terdapat empat pilar penatalaksanaan DM, antara lain edukasi, terapi gizi
medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.
A. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, warga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengataasinya harus diberikan kepada
pasien. pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.

B. Terapi Nutrisi Medis


Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksaan diabetes secara
total. Prinsip pengaturan makanan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dnegan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
(1). Karbohidrat
46-65 % dari total asupan energi
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama berserat tinggi
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan
sama dengan makanan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% toltal asupan energi
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi
batas aman konsumsi harian (Accepted- Daily Intake)
Makanan 3 kali / hari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Jika diperlkan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari
(2). Lemak
20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan > 30% total asupan energi
Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10% selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole
milk)
Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/ hari.

(3). Protein

10-20% total asupan energi


Sumber protein yang baik adalah seafood (udang, ikan, cumi-cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan,
tahu, dan tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
gr/kgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologik tinggi.
(4). Natrium
Anjuran asupan natrium pasienDM sama dengan untuk masyarakat umum yaitu
< 3000 mg atau sama dengan 9-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
Pasien yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.
Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
(5). Serat
Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacangkacanga, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena
mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah 25 gr/hari.
(6). Pemanis Alternatif
Pemanis dikelompokkamn pemanis berkalori dan tidak berkalori. Pemanis
berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, xylitol.
Dalam penggnaannya pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
Pemanis tidak berkalori masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,
acesukfame potassium, sukralose, dan neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily
Intake/ ADI).
C.Kebutuhan Kalori
Cara menentukan kebutuhan kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes.
Diantaranya dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 2530 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor
seperti : jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan , dll. Perhitungan berat badan
ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dapat dimodifikasi :
Berat Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm 100) x 1 kg

Untuk pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
BBI = (TB dalam cm -100) kg BB
Normal : BB ideal 10%
Kurus : <BBI 10%
Gemuk : > BBI + 10%
Perhitungan berat badan ideal menurut indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh
dapat dihitung dengan rumus : IMT = BB(kg)/TB (m2)
Klasifikasi IMT
BB kurang < 18,5
BB normal 18,5-22,9
BB lebih > 23,0
Faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dari pada pria. Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB
Umur
Untuk pasien diatas usia 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 %, untuk usia
40-59 tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60-69 tahun dan dikurangi 20 % jika
usia diatas 70 tahun.
Aktivitas fisik atau pekerjaan
Penambahan sejumlah 10 % dari kebutuhan basal diberikan pada keaadaan
istirahat, 20 % pada pasien dengan aktivitas ringan, 30 dengan aktivitas sedang,
dan 50 % aktivitas sangat berat.
Berat badan
Bila kegemukan diberikan 20-30 % tergantung kepada tingkat kegemukan. Bila
kurus ditambahkan sekita 20-30 % sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB
Untuk tujuan menurunkan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling
sedikit 1000-1200 kkal untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi

C. Olahraga

Dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani teratur, 3- 4 kali per minggu selama
30 menit yang sesuai dengan prinsip CRIPE. Perlu diingat bahwa jangan memulai
olehraga sebelum makan, menggunakan sepatu yang ukurannya sesuai, harus
didampingi orang yang tahu mengatasi hipoglikemia, harus selalu membawa
permen dan memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga.
C (Continous) : Latihan berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa
berhenti
R (Ritmik) : Olahraga berirama yaitu kontraksi dan relaksasi otot secara teratur,
seperti berjalan kaki, berenang, berlari dan bersepeda, atau mendayung.
I (Interval) : Latihan dilakukan selang seling antara gerak cepat dan lambat.
P (Progreif) : Latihan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
E (Endurance) : Latih daya tahan untuk mrningkatkan pernafasan dan jantung
seperti jalan , jogging, berenang dan bersepeda.
Apabila dalam waktu 1-3 bulan tidak tercapai sasaran pengobatan yang baik
dengan diet dan olahraga maka diberikan medikasi
Terapi Farmakologis pada Diabetes Melitus ?
I. Obat Antidiabetik Oral
Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien
diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan
menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat
a. Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas,
oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel Langerhans pankreas masih dapat
berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian
senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh
kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa
baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami
ketoasidosis sebelumnya. Contoh golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid,
glimepirid.
b. Golongan Biguanida

Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan


glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan
menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga
berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang
overweight.
c. Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan
berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan
bagi insulin

dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan

glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan


dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel pankreas.
Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.
d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase
alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia
postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose
II. Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel pankreas dalam
merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino
tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri
dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas
dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport
glukosa dari darah ke dalam sel.
Macam-macam sediaan insulin:
1. Insulin kerja singkat
Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah
setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular.

2. Insulin kerja panjang (long-acting)


Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya dicairan
jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metoda
yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau
mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human.
3. Insulin kerja sedang (medium-acting)
Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya

dapat divariasikan dengan

mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama kerja berlainan, contoh:


Mixtard 30 HM.
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien
yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi
metformin dan sulfonilurea, langkah selanjutnya yang mungkin diberikan adalah
insulin.
Apa indikasi pemberian insulin pada pasien Diabetes Melitus?
Insulin diberikan pada keadaan keadaan berikut ini :
- Diabetes Melitus tipe I
- Diabetes Melitus tipe II yang tidak terkontrol dengan diet, olah raga dan obat
hiperglikemik oral
- Diabetes Melitus gestasional
- Gangguan faal hati dan ginjal yang berat
- Diabetes Melitus dengan infeksi akut (selulitis, gangren), TBC berat, penyakit
kritis (stroke, AMI)
- Diabetes Melitus dengan ketoasidosis diabetik
- Diabetes Melitus dengan fraktur atau pembedahan mayor
- Berat badan rendah, terkait malnutrisi
- Diabetes Melitus disertai graves disease
- Diabetes Melitus disertai tumor ganas
- Diabetes Melitus dengan pemberian terapi kortikosteroid
Bagaimana tatalaksana ulkus diabetikum ?
Prinsip dasar yang baik terhadap pengelolaan terhadap tukak diabetic adalah :

Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran
radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy

vaskularisasi (non invasive).


Pengelolaan terhadap neuropati diabetik
Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
Debridement luka yang adekuat, radikal
Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
Antibiotic oral-parental
Perawatan luka yang baik
Mengurangi edema
Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki

khusus, total kontak casting)


Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
Nutrisi
Perfusi kulit daerah dengan mengukur transcutaneus oksigen tension
(tcPO2) pada daerah sekitar luka
Rehabilitasi

PORTOFOLIO
KASUS PENYAKIT DALAM

DM TIPE II DENGAN KOMPLIKASI


CELULITIS ET REGIO CRURIS DAN PEDIS
SINITRA

Oleh :
dr. Ayu Ramadhini Mahaputri

Pembimbing:
dr. Putu Arinanda, Sp.PD

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA
RSUD MAYJEND HM.RYACUDU
LAMPUNG UTARA
MEI 2015

Anda mungkin juga menyukai