Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.

Labiopalatoschisis
1.1.
Definisi
Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada
bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi
bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisis
unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama
yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang
diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi,
stres pada kehamilan, trauma dan faktor genetik.
Permasalahan pada penderita celah bibir dan langit-langit sudah muncul
sejak penderita lahir. Derita psikis yang dialami pula oleh penderita setelah
menyadari dirinya berbeda dengan yang lain. Secara fisik adanya celah akan
membuat kesukaran minum karena adanya daya hisap yang kurang dan banyak
yang tumpah atau bocor ke hidung, Se1ain itu terjadi permasalahan dalam segi
estetik/kosmetik, perkembangan gigi yang tidak sempuma serta gangguan
pertumbuhan rahang dan gangguan bicara berupa suara sengau. Penyulit yang
juga mungkin terjadi pada penderita celah bibir adalah infeksi pada telinga tengah
hingga gangguan pendengaran.
1.2.

Epidemiologi
Insiden celah bibir dan palatum terbanyak dalam suatu populasi sekitar 1

diantara 700 kelahiran. Paling banyak ditemukan sekitar 86% untuk dua celah,
68% untuk satu celah. Seperti yang kita ketahui ada 14 jenis cacat bawaan pada

celah muka, namun celah bibir dan palatum yang paling sering dijumpai. Pada
tipe unilateral, lebih banyak terjadi pada kiri daripada kanan dan lebih sering
mengenai anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan, Pada populasi orang
kulit putih ditemukan 1 diantara 1000 kelahiran celah pada bibir dan palatum atau
tanpa palatum. Pada orang Asia, dua kali lebih banyak dari orang kulit putih,
setengah dari orang Asia ditemukan pada orang Afrika dan Amerika.
Prevalensi nasional Bibir Sumbing adalah 0,2% (berdasarkan keluhan
responden atau observasi pewawancara). Sebanyak 7 provinsi mempunyai
prevalensi Bibir Sumbing diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan
Riau, DKI Jakarta, dan Nusa Tenggara Barat. Provinsi DKI Jakarta ternyata
menduduki peringkat teratas untuk prevalensi bibir sumbing, yaitu sebesar 13,9
jauh di atas angka nasional (2,4), sedangkan provinsi lain seperti Sumatera
Selatan (10,6), Kep. Riau (9,9), Nusa Tenggara Barat (8,6), Nanggroe
Aceh Darussalam (7,8), menempati urutan sesudahnya. Prevalensi terendah
terdapat di Provinsi Jambi, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat masingmasing
sebesar 0,4.
1.3.
Etiologi
Penyebab

terjadinya

labioschisis

belum

diketahui

dengan

pasti.

Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari


kombinasi faktor genetik dan faktor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat
dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang
mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis.
Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan

labioschisis meningkat bila

keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat


labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin
(terutama asam folat) selama trimester pertama
diabetes akan lebih cenderung

kehamilan,

atau menderita

melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis.

Kelainan genentik yang berhubungan dengan kejadian sumbing bibir adalah van

der Woude syndrome. Mikrodelesi pada kromosom 22q dapat menyebabkan


velocardiofacial, DiGeorge, dan sindroma anomaly conotruncal diyakini
mempunyai hubungan dengan kejadian sumbing bibir.
Beberapa hipotesis yang dikemukakan dalam perkembangan kelainan ini
antara lain :
-

Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional


dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas
(defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn).

Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal.

Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.

Faktor genetic.

1.4.

Klasifikasi

Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:


1.

Inkomplit

2.

Komplit

Berdasarkan lokasi/jumlah kelainan :


1. Unilateral
2. Bilateral
Celah pada bibir dapat ditemukan tipe unilateral (saiu sisi ) atau bilateral
(dua sisi), tipe komplit atau inkomplit. Kerusakan terjadi hingga pada daerah
alveolar sehingga menjadi sebuah perencanaan dalam pembedahan sebagai
perbaikan. Umumnya kelainan celah pada kelahiran terbagi dalam:
1. Unilateral komplit. Jika celah sumbing yang terjadi hanya di salah satu sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung atau dengan kata lain unilateral
komplit memberikan gambaran keadaan dimana te1ah terjadi pemisahan pada
salah satu sisi bibir, cuping hidung dan gusi. Unilateral komplit memiliki dasar
dari palatum durum yang merupakan daerah bawah daripada kartilago hidung.
2. Unilateral Inkomplit. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir

dan tidak memanjang hingga ke hidung atau dengan kata lain bahwa unilateral
inkomplit memberikan gambaran keadaan dimana terjadi pemisahan pada salah
satu sisi bibir, namun pada hidung ridak rnengalami kelainan.
3. Bilateral Komplit. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung. Dapat terlihat adanya penonjolan pada daerah
premaxilla, Oleh karena terjadi ketidakadaannya hubungan dengan daerah
lateral daripada palatum durum.
4. Bilateral Inkomplit. Jika celah ini terjadi secara inkomplit dimana kedua
hidung dan daerah kedua premaxilla tidak mengalarni pemisahan dan hanya
menyertakan dua sisi bibir.

Gambar 1. A. sumbing bibir mikroform. B. sumbing bibir unilateral


inkomplit. C. sumbing bibir unilateral komplit. D. sumbing bibir bilateral
komplit. E. sumbing bibir bilateral inkomplit.
1.5.
Manifestasi Klinis
- Masalah asupan makanan

Meupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis.


Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan
hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan
labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan
tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi
dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih
banyak udara pada saat menyusu.

Memegang bayi dengan posisi tegak lurus

mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung


bayi secara berkala juga daapt membantu.
Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada
palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis
biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam
dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan
labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan
makanan tertentu.
-

Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah

tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari


gigi geligi pada arean dari celah bibir yang terbentuk. Infeksi telinga Anak
dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga
karena

terdapatnya

abnormalitas

perkembangan

dari

otot-otot

yang

mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.


-

Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas

pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum


mole tidak dapat menutup ruang/

rongga nasal pada saat bicara, maka

didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of

speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot


tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin
tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan
untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, and ch", dan terapi bicara
(speech therapy) biasanya sangat membantu.
1.6.

Tata Laksana
Penderita CLP mengalami berbagai permasalahan yang ditimbulkan akibat

cacat ini adalah psikis, fungsi dan estetik dimana ketiganya saling berhubungan.
Untuk fungsi dan nilai estetik baik untuk bibir, hidung dan rahangnya diperlukan
pembedahan. Disamping jasa seorang spesialis Bedah Plastik juga dibutuhkan
sebuah tim dokter lain yang terdiri dati dokter THT, dokter gigi spesialis
ortodentis, dokter anak, tim terapi bicara dan pekerja sosial. Penderita CLP
paling utama terjadi gangguan dalam berbicara, penyakit pada telinga dan
mungkin saja jalan nafas menjadi ikut terganggu. Oleh karena itu dibutuhkan
seorang ahli THT untuk melihat gangguan yang terjadi ini.
Teknik Pembedahan Celah Langitan
Grabbers (1940) mengatakan bahwa bila terdapat kelianan pada pertumbuhan
maksila diikuti dengan penutupan dini langitan maka operasi sumbing langitan
harus ditunda sampai usia anak 4-6 tahun, namun waktu yang tepat untuk
dilakukan operasi bibir sumbing dan langitan adalah saat bayi belum dapat
berbicara yakni pada saat anak berusia 18-24 bulan. Saat ini terdapat dua
pendapat tentang waktu yang tepat dalam melaksanakan operasi sumbing bibir
dan langitan, yakni:
a. Two stage repair berupa rekonstruksi palatum durum dan veloplasty.
Veloplasty dilakukan pada perlengkatan bibir.
b. Single stage repair. Teknik ini dilakukan pada usia anak 11-12 bulan
Veau Wardil dan Kilner mengatakan bahwa operasi sumbing langitan
biasanya dilakukan dengan menggunakan single stage repair, two flap
palatoplasty dengan intraveoplasty untuk modifikasi.

Satu lagi teknik operasi sumbing langitan yang sering dipakai adalah
teknik Von Langen Back two flap.
Teknik Pembedahan Celah Bibir
a) Teknik untuk unilateral cleft lip
Beberapa prosedur bedah untuk memperbaiki unilateral cleft lip telah
dikemukakan dengan variasi yang beragam antara lain "Rose-Thompson Straight
Line Closure, Randall-Tennison triangular flap repair, Mulard rotationadvancement repair, LeMesurier quadrilateral flap repair, Lip adhesion, and
Skoog dan Kernahan-Bauer upper dan lower lip Z-plasty repair. Dan masih
banyak lagi teknik-teknik yang lain seperti teknik Delaire dan teknik Poole.
Setiap teknik tersebut bertujuan untuk mengembalikan kontuinitas dan fungsi dari
musculus orbicularis dan menghasilkan anatomis yang simetris. Kesemuanya
mencoba untuk memperpanjang pemendekan philtrum pada bagian bercelah
dengan melekatkan jaringan dari elemen bibir lateral ke elemen bibir medial,
dengan menggunakan berbagai kombinasi antara lain merotasi, memajukan. dan
mentransposisikan penutup.
Teknik Rose-Thompson straight line closure merupakan teknik untuk
penyambungan linear defek minimal tanpa distorsi lantai nostril diawali dengan
pertimbangan mengenai titik anatomis yang ada.
Dua teknik yang sering digunakan yaitu teknik rotasi Millard dan teknik
triangular. Teknik Millard membuat dua flap yang berlawanan di mana pada sisi
medial dirotasi ke bawah dari kolumella untuk menurunkan titik puncak ke posisi
normal dan sisi lateral dimasukkan ke arah garis tengah untuk menutupi defek
pada dasar kolumella.
Keuntungan dari teknik rotasi Millard adalah jaringan parut yang
terbentuk berada pada jalur anatomi normal dari collum philtral dan batas hidung
Teknik triangular dikembangkan oleh Tennison dan kawan-kawan dengan
menggunakan flap triangular dari sisi lateral, dimasukkan ke sudut di sisi medial

dari celah tepat di atas batas vermillion, melintasi collum philtral sampai ke
puncak cupid. Triangle ini menambah panjang di sisi terpendek dari bibir. Teknik
ini menghasilkan panjang bibir yang baik tetapi jaringan parut yang terbentuk
tidak terlihat alami.
Teknik Milliard Rotation Advancement adalah teknik yang dikembangkan
oleh Milliard dengan perbaikan bertahap cocok untuk memperbaiki baik cleft lip
komplit maupun inkomplit. Teknik ini sederhana, tapi diperlukan mata yang baik
dan tangan yang bebas karena merupakan teknik-teknik 'cut as you go' bagian
nasal rekonstruksi harus didudukkan pada posisi anatomi sphincter oral, rotasi
seluruh crus lateral + medial dari kartilago lateral, rekonstruksi dasar hidung
(baik lebar dan tingginya) dengan koreksi asimetris maksila yang hipoplastik
untuk meninggikan ala bawah yang mengalami deformitas dan penempatan
kolumella dan septum nasi ke midline untuk memperoleh nostril yang simetris.
Bagian bibir yang normal disiapkan untuk menerima bagian sisi yang
sumbing pada teknik Miliard, untuk itu maka sisi yang sehat dengan cupids bow.
harus diiris sepanjang bawah kolumella dan dibebaskan ke bawah, ke arah
estetika normal. Bagian bibir yang sumbing harus diiris sedemikian rupa untuk
mengisi gap celah yang telah disiapkan pada bibir yang sehat.
b) Teknik untuk complit dan incomplit bilateral cleft lip
Apabila celah bilateral komplit pada satu sisi dan inkomplit pada sisi yang
lain tidak hanya terjadi defisiensi bilateral tapi juga asimetris dari distorsi.
Adaptasi prinsip rotation advancement terbagi kepada dua tahap, cleft komplit
dirotasi dan diangkat untuk menutupi supaya suplai darah ke prolabium dialirkan
deft incomplete. lika kolurnella terdapat pemendekan unilateral flap c digunakan
untuk pemanjangan. Satu bulan lebih kemudian, sisi yang kedua dirotasi dan
ditarik supaya simetris.
c) Teknik untuk complete bilateral cleft lip
Complit bilateral cleft terdapat tiga masalah tambahan yang biasanya

tidak terdapat di incomplete cleft (1) premaksilla yang menonjol. (2) kolumella
yang inadekuat atau tidak ada (3) satu-satunya suplai darah ke prolabium adalah
melalui kolumella dan premaksilla.
1.7. Komplikasi Pasca Pembedahan
2. Embriologi Mulut dan Hidung
Pada akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis (tonjolan
wajah) yang terutama terdiri dari mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan
dibentuk terutama oleh pasangan pertama arkus faring. Di sebelah lateral dari
stomodeum

dapat

dibedakan

prominensia

maksilaris,

dan

prominensia

mandibularis ditemukan disebelah kaudal dari struktur ini (Gambar.1).


Prominensia frontonasalis yang dibentuk oleh proliferasi mesenkim yang terletak
ventral dari vesikel otak, membentuk batas atas stomodeum. Di kedua sisi
prominensia frontonasalis, muncul penebalan local ectoderm permukaan, plakoda
nasalis (olfaktoria), dibawah pengaruh induktif baguan ventral otak depan (Sadler,
2006).
Selama minggu kelima, plakoda nasalis (lempeng hidung) tersebut
mengalami untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Dalam prosesnya,
terbentuk suatu bubungan jaringan yang mengelilingi masing-masing lekukan dan
membentuk prominensia nasalis. Tonjolan dibatas luar lekukan adalah
prominensia nasalis lateralis, tonjolan dibatas dalam adalah prominensia nasalis
mediana (Gambar 2). Selama dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris
tersebut bertambah besar. Secara bersamaan, tonjolan ini tumbuh ke arah medial,
menekan prominensia nasalis mediana ke arah garis tengah. Selanjutnya, celah
antara prominensia nasalis mediana dan prominensia maksilaris lenyap dan
keduanya menyatu. Karena itu, bibir atas dibentuk oleh dua prominensia nasalis
mediana dan dua prominensia maksilaris. Bibir bawah dan rahang dibentuk oleh
prominensia mandibularis yang menyatu di garis tengah (Sadler, 2006).

Gambar.1 A. Pandangan lateral mudigah pada akhir minggu keempat yang


memperlihatkan posisi arkus-arkus faring. B padangan frontal mudigah 4,5
minggu yang memperlihatkan prominensia mandibularisdan maksilaris.
Plakoda nasalis juga tambak dikeuda sisi prominensia frontonasalis. C
mikrograf electron scanning mudigah manusia pada tahap perkembangan
seperti gambar B.
Pembentukan hidung dimulai dari terbentuknya segmen intermaksila
akibat pertumbuhan prominensia maksilaris ke medial, kedua prominensia
nasalis mediana menyatu tidak hanya di permukaan tetapi juga di bagian yang
lebih dalam. Struktur ini terdiri dari komponen bibir yang membentuk filtrum
bibir atas; komponen rahang atas yang membawa empat gigi seri; dan komponen
palatum yang membentuk palatum primer yang berbentuk segitiga. Segmen
intermaksila bersambungan dengan bagian rostral septum nasale yang dibentuk
oleh prominensia frontalis (Sadler, 2006).

Gambar. 2. A mudigah 5 minggu. B mudigah 6 minggu, prominensia nasalis


secara bertahap terpisah oleh alur dalam. C foto mudigah manusia selama
perkembangan seperti gambar B.
Meskipun palatum primer berasal dari segmen intermaksila, bagian utama
palatum definitif dibentuk oleh dua pertumbuhan berbentuk bilah (shelves) dari
prominensia maksilaris. Pertumbuhan keluar ini, palatine shelves (bilah-bilah
palatum), muncul pada minggu keenam perkembangan dan mengarah oblik ke
bawah di kedua sisi lidah. Namun, pada minggu ketujuh, bilah-bilah palatum
bergerak ke atas untuk memperoleh posisi horizontal di atas lidah dan menyatu,
membentuk palatum sekunder (Sadler, 2006).
Selama minggu keenam, fovea nasalis menjadi semakin dalam, sebagian karena
pertumbuhan prominensia nasalis sekitar dan sebagian karena penetrasi ke
mesenkim di bawahnya. Mula-mula membrane oronasalis memisahkan kedua
lekukan dari ringga mulut primitive melalui foramen yang baru terbentuk yakni

choana primitive. Kedua choana ini terletak dikedua sisi garis tengah dan tepat
dibelakang palatum primer. Kemudian, dengan terbentuknya palatum sekunder
dan perkembangan lebih lanjut rongga hidung primitive, terbentuk choana
definitive ditaut antara rongga hidung dan faring (Sadler, 2006).

Anda mungkin juga menyukai