Bab I
Bab I
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Labiopalatoschisis
1.1.
Definisi
Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada
bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi
bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisis
unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama
yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang
diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi,
stres pada kehamilan, trauma dan faktor genetik.
Permasalahan pada penderita celah bibir dan langit-langit sudah muncul
sejak penderita lahir. Derita psikis yang dialami pula oleh penderita setelah
menyadari dirinya berbeda dengan yang lain. Secara fisik adanya celah akan
membuat kesukaran minum karena adanya daya hisap yang kurang dan banyak
yang tumpah atau bocor ke hidung, Se1ain itu terjadi permasalahan dalam segi
estetik/kosmetik, perkembangan gigi yang tidak sempuma serta gangguan
pertumbuhan rahang dan gangguan bicara berupa suara sengau. Penyulit yang
juga mungkin terjadi pada penderita celah bibir adalah infeksi pada telinga tengah
hingga gangguan pendengaran.
1.2.
Epidemiologi
Insiden celah bibir dan palatum terbanyak dalam suatu populasi sekitar 1
diantara 700 kelahiran. Paling banyak ditemukan sekitar 86% untuk dua celah,
68% untuk satu celah. Seperti yang kita ketahui ada 14 jenis cacat bawaan pada
celah muka, namun celah bibir dan palatum yang paling sering dijumpai. Pada
tipe unilateral, lebih banyak terjadi pada kiri daripada kanan dan lebih sering
mengenai anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan, Pada populasi orang
kulit putih ditemukan 1 diantara 1000 kelahiran celah pada bibir dan palatum atau
tanpa palatum. Pada orang Asia, dua kali lebih banyak dari orang kulit putih,
setengah dari orang Asia ditemukan pada orang Afrika dan Amerika.
Prevalensi nasional Bibir Sumbing adalah 0,2% (berdasarkan keluhan
responden atau observasi pewawancara). Sebanyak 7 provinsi mempunyai
prevalensi Bibir Sumbing diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan
Riau, DKI Jakarta, dan Nusa Tenggara Barat. Provinsi DKI Jakarta ternyata
menduduki peringkat teratas untuk prevalensi bibir sumbing, yaitu sebesar 13,9
jauh di atas angka nasional (2,4), sedangkan provinsi lain seperti Sumatera
Selatan (10,6), Kep. Riau (9,9), Nusa Tenggara Barat (8,6), Nanggroe
Aceh Darussalam (7,8), menempati urutan sesudahnya. Prevalensi terendah
terdapat di Provinsi Jambi, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat masingmasing
sebesar 0,4.
1.3.
Etiologi
Penyebab
terjadinya
labioschisis
belum
diketahui
dengan
pasti.
kehamilan,
atau menderita
Kelainan genentik yang berhubungan dengan kejadian sumbing bibir adalah van
Faktor genetic.
1.4.
Klasifikasi
Inkomplit
2.
Komplit
dan tidak memanjang hingga ke hidung atau dengan kata lain bahwa unilateral
inkomplit memberikan gambaran keadaan dimana terjadi pemisahan pada salah
satu sisi bibir, namun pada hidung ridak rnengalami kelainan.
3. Bilateral Komplit. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung. Dapat terlihat adanya penonjolan pada daerah
premaxilla, Oleh karena terjadi ketidakadaannya hubungan dengan daerah
lateral daripada palatum durum.
4. Bilateral Inkomplit. Jika celah ini terjadi secara inkomplit dimana kedua
hidung dan daerah kedua premaxilla tidak mengalarni pemisahan dan hanya
menyertakan dua sisi bibir.
Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah
terdapatnya
abnormalitas
perkembangan
dari
otot-otot
yang
Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas
didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of
Tata Laksana
Penderita CLP mengalami berbagai permasalahan yang ditimbulkan akibat
cacat ini adalah psikis, fungsi dan estetik dimana ketiganya saling berhubungan.
Untuk fungsi dan nilai estetik baik untuk bibir, hidung dan rahangnya diperlukan
pembedahan. Disamping jasa seorang spesialis Bedah Plastik juga dibutuhkan
sebuah tim dokter lain yang terdiri dati dokter THT, dokter gigi spesialis
ortodentis, dokter anak, tim terapi bicara dan pekerja sosial. Penderita CLP
paling utama terjadi gangguan dalam berbicara, penyakit pada telinga dan
mungkin saja jalan nafas menjadi ikut terganggu. Oleh karena itu dibutuhkan
seorang ahli THT untuk melihat gangguan yang terjadi ini.
Teknik Pembedahan Celah Langitan
Grabbers (1940) mengatakan bahwa bila terdapat kelianan pada pertumbuhan
maksila diikuti dengan penutupan dini langitan maka operasi sumbing langitan
harus ditunda sampai usia anak 4-6 tahun, namun waktu yang tepat untuk
dilakukan operasi bibir sumbing dan langitan adalah saat bayi belum dapat
berbicara yakni pada saat anak berusia 18-24 bulan. Saat ini terdapat dua
pendapat tentang waktu yang tepat dalam melaksanakan operasi sumbing bibir
dan langitan, yakni:
a. Two stage repair berupa rekonstruksi palatum durum dan veloplasty.
Veloplasty dilakukan pada perlengkatan bibir.
b. Single stage repair. Teknik ini dilakukan pada usia anak 11-12 bulan
Veau Wardil dan Kilner mengatakan bahwa operasi sumbing langitan
biasanya dilakukan dengan menggunakan single stage repair, two flap
palatoplasty dengan intraveoplasty untuk modifikasi.
Satu lagi teknik operasi sumbing langitan yang sering dipakai adalah
teknik Von Langen Back two flap.
Teknik Pembedahan Celah Bibir
a) Teknik untuk unilateral cleft lip
Beberapa prosedur bedah untuk memperbaiki unilateral cleft lip telah
dikemukakan dengan variasi yang beragam antara lain "Rose-Thompson Straight
Line Closure, Randall-Tennison triangular flap repair, Mulard rotationadvancement repair, LeMesurier quadrilateral flap repair, Lip adhesion, and
Skoog dan Kernahan-Bauer upper dan lower lip Z-plasty repair. Dan masih
banyak lagi teknik-teknik yang lain seperti teknik Delaire dan teknik Poole.
Setiap teknik tersebut bertujuan untuk mengembalikan kontuinitas dan fungsi dari
musculus orbicularis dan menghasilkan anatomis yang simetris. Kesemuanya
mencoba untuk memperpanjang pemendekan philtrum pada bagian bercelah
dengan melekatkan jaringan dari elemen bibir lateral ke elemen bibir medial,
dengan menggunakan berbagai kombinasi antara lain merotasi, memajukan. dan
mentransposisikan penutup.
Teknik Rose-Thompson straight line closure merupakan teknik untuk
penyambungan linear defek minimal tanpa distorsi lantai nostril diawali dengan
pertimbangan mengenai titik anatomis yang ada.
Dua teknik yang sering digunakan yaitu teknik rotasi Millard dan teknik
triangular. Teknik Millard membuat dua flap yang berlawanan di mana pada sisi
medial dirotasi ke bawah dari kolumella untuk menurunkan titik puncak ke posisi
normal dan sisi lateral dimasukkan ke arah garis tengah untuk menutupi defek
pada dasar kolumella.
Keuntungan dari teknik rotasi Millard adalah jaringan parut yang
terbentuk berada pada jalur anatomi normal dari collum philtral dan batas hidung
Teknik triangular dikembangkan oleh Tennison dan kawan-kawan dengan
menggunakan flap triangular dari sisi lateral, dimasukkan ke sudut di sisi medial
dari celah tepat di atas batas vermillion, melintasi collum philtral sampai ke
puncak cupid. Triangle ini menambah panjang di sisi terpendek dari bibir. Teknik
ini menghasilkan panjang bibir yang baik tetapi jaringan parut yang terbentuk
tidak terlihat alami.
Teknik Milliard Rotation Advancement adalah teknik yang dikembangkan
oleh Milliard dengan perbaikan bertahap cocok untuk memperbaiki baik cleft lip
komplit maupun inkomplit. Teknik ini sederhana, tapi diperlukan mata yang baik
dan tangan yang bebas karena merupakan teknik-teknik 'cut as you go' bagian
nasal rekonstruksi harus didudukkan pada posisi anatomi sphincter oral, rotasi
seluruh crus lateral + medial dari kartilago lateral, rekonstruksi dasar hidung
(baik lebar dan tingginya) dengan koreksi asimetris maksila yang hipoplastik
untuk meninggikan ala bawah yang mengalami deformitas dan penempatan
kolumella dan septum nasi ke midline untuk memperoleh nostril yang simetris.
Bagian bibir yang normal disiapkan untuk menerima bagian sisi yang
sumbing pada teknik Miliard, untuk itu maka sisi yang sehat dengan cupids bow.
harus diiris sepanjang bawah kolumella dan dibebaskan ke bawah, ke arah
estetika normal. Bagian bibir yang sumbing harus diiris sedemikian rupa untuk
mengisi gap celah yang telah disiapkan pada bibir yang sehat.
b) Teknik untuk complit dan incomplit bilateral cleft lip
Apabila celah bilateral komplit pada satu sisi dan inkomplit pada sisi yang
lain tidak hanya terjadi defisiensi bilateral tapi juga asimetris dari distorsi.
Adaptasi prinsip rotation advancement terbagi kepada dua tahap, cleft komplit
dirotasi dan diangkat untuk menutupi supaya suplai darah ke prolabium dialirkan
deft incomplete. lika kolurnella terdapat pemendekan unilateral flap c digunakan
untuk pemanjangan. Satu bulan lebih kemudian, sisi yang kedua dirotasi dan
ditarik supaya simetris.
c) Teknik untuk complete bilateral cleft lip
Complit bilateral cleft terdapat tiga masalah tambahan yang biasanya
tidak terdapat di incomplete cleft (1) premaksilla yang menonjol. (2) kolumella
yang inadekuat atau tidak ada (3) satu-satunya suplai darah ke prolabium adalah
melalui kolumella dan premaksilla.
1.7. Komplikasi Pasca Pembedahan
2. Embriologi Mulut dan Hidung
Pada akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis (tonjolan
wajah) yang terutama terdiri dari mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan
dibentuk terutama oleh pasangan pertama arkus faring. Di sebelah lateral dari
stomodeum
dapat
dibedakan
prominensia
maksilaris,
dan
prominensia
choana primitive. Kedua choana ini terletak dikedua sisi garis tengah dan tepat
dibelakang palatum primer. Kemudian, dengan terbentuknya palatum sekunder
dan perkembangan lebih lanjut rongga hidung primitive, terbentuk choana
definitive ditaut antara rongga hidung dan faring (Sadler, 2006).