Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

KOLELITIASIS

Oleh
Gilang Purnama Alam
09310111
Pembimbing :
dr. Asep Hermana, Sp.B
dr. Irwan Adenin, Sp.B

BAGIAN BEDAH
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSUD 45 KUNINGAN TAHUN 2013

BAB I
PENDAHULUAN

LAPORAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Status perkawinan :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan
:
Agama
:
Alamat
:
Tanggal masuk
:

Yeti
34 tahun
Perempuan
Kawin
Pedagang Bubur
Islam
Sukamulya
17 Desember 2013

ANAMNESA

Keluhan Utama
Nyeri perut sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan nyeri perut yang hilang timbul sebelah kanan,
nyeri dirasakan 1 bulan yang lalu, nyeri seperti diperas/melilit. Nyeri
dirasakan di perut kanan kemudian menjalar ke ulu hati dan terasa sampai
pinggang kanan. Nyeri tidak hilang walaupun os beristirahat. Os menceritakan 1
bulan yang lalu pernah muntah sebanyak 7 kali, muntah berupa makanan. Os
menyangkal ada demam. Os juga menyangkal pernah BAK berpasir atau terdapat
batu dan keluhan saat BAK. Gangguan saat BAB disangkal oleh Os.
Saat ini os menggunkan alat kontasevsi implan sebelumnya os
menggunakan jenis kontrasevi suntik. Os mengangku tiap bulan menstruasi tetapi
bulan ini belum menstruasi. Os menyangkal pernah terbentur atau terjatuh
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan seperti Os
Riwayat Penyakit Sebelumnya

Os pernah di rawat 1 bulan yang lalu di ruang bedah dengan diagnosa


terdapat batu pada kantung empedu. Os belum di operasi dan berobat jalan untuk
memperbaiki keadaan umum terlebih dahulu.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Kesadaran umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

A.

:
:
:
:

Tanda Vital
Tekanan darah
HR
RR
Suhu

110/90 mmHg
86 x/menit
26 x/menit
36,5 C

B. Pemeriksaan Fisik Umum


a. Kepala-leher
Kepala
Mata
Leher
b. Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
c. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

: Normochepali
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/: Pembesaran KGB (-)
:
:
:
:

Bentuk dada simetris, tidak tampak jejas (-)


Gerakan dinding dada simetris
Sonor
Vesikuler, suara tambahan (-)

: Distensi (-), darm contour (-), steifung (-)


: BU (+) Normal
: Defans muskular (-) hepar dan lien tidak teraba, ginjal
tidak teraba.

d. Ekstremitas
Atas
Bawah

: deformitas -/-, edema -/-, akral hangat


: deformitas -/-, edema -/-, akral hangat

Status Lokalis

Abdomen Quadran Kanan Atas - Bawah


Inspeksi

: Distensi (-),darm contour (-), steifung (-)

Palpasi

: Defans Muskular (-), Nyeri Tekan (+), Nyeri


Lepas (-), Nyeri Alih (-), Nyeri ketok CVA (+)
- Psoas Sign (+)
- Obturator Sign (+)

IV.
USULAN PEMERIKSAAN
- Laboratorium darah lengkap (Hb, leukosit, LED, trombosit, glukosa sewaktu,
-

ureum, kreatinin, albumin, globulin, SGOT, SGPT,)


EKG
Foto thorax
USG

Hasil pemeriksaan darah rutin

Hb
Leukosit
LED
Trombosit
Glukosa sewaktu
Ureum
Kreatinin
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

14,3
7100
19
290.000
100
21
0,77
3,85
2,05
13
14

Hasil USG

Ekpertise : Besar normal, dinding tak menebal, tampak batu multiple dengan
Kesan

ukuran 0,5 cm.


: Kolealitiasis multiple.

V.
DIAGNOSA BANDING
Kolelitiasis
Nefrolitiasis
Appendisitis
VI.

DIAGNOSA KERJA
Kolealitiasis

VII.

PENATALAKSANAAN
Kolesistektomy

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad fungsionam

: ad bonam
: ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam
kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur
yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu. Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliarycalculus.
B. EPIDEMIOLOGI
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika
Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas,
sedangkan pada anak-anak jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko
tiga kali lipat untuk menderita batu empedu. Insiden pada laki-laki dan wanita
pada batu pigmen tidak terlalu banyak berbeda.
Diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu, tetapi secara tidak
langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini disokong oleh
peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat
biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap
biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana
bila keluarga menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita penyakit
tersebut dua kali lipat dari orang normal.
C. ANATOMI
Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear
yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi
fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol
dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding
anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan
dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus

untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica
kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah
arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung
empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi
lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi
lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari
plexus coeliacus.
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang
terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus
menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran
empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih
besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus
hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus
pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus.
Bagian terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot
sirkular, dikenal sebagai Sfingter Oddi.

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan


empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang
dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke
duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke
duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan
pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung
empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10
kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan
mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan
ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan
pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam
duodenum.

D. FISIOLOGI
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar
50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk
membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang
satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti

sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak
mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam
septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris
komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke
kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
Pengosongan kandung empedu Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi
dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan
masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan
pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian
masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat
yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan
ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke
dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting
untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan
absorbsi lemak.
E. ETIOLOGI
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun
yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan
di luar empedu.

F. FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor risiko di bawah
ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin

besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara


lain :
1. Jenis kelamin. Wanita memiliki resiko 3 kali lipat terkena kolitiasis
dibandingkan pria. Ini dikarenakan hormon estrogen berpengaruh
terhadap peningkatan ekskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang meningkatkan kadar estrogen juga meningkatkan
resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi
hormon (estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia >60 tahun lebih cenderung
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang usia yang lebih
muda.
3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini
dikarenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.
4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
(seperti setelah operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan
terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis
mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat
keluarga.
6. Aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh
7.

kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.


Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan
kolelitiasis adalahcrohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan

ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama
mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi,
karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga

10

resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung


empedu.

G. PATOFISIOLOGI KOLELITIASIS
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali
batu

pigmen.

Supersaturasi

empedu

dengan

kolesterol

terjadi

bila

perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol


turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam
media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh
pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh
mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol
yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin,
merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan
untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.
H. KLASIFIKASI KOLELITIASIS

11

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di


golongkankan atas 3 (tiga) golongan.
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3
faktor utama : a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan
infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar
enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi
kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan
didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu
pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran
empedu dalam empedu yang terinfeksi.

b. Batu pigmen hitam.


Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam adalah tipe
batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis
hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.
12

I. GEJALA KLINIS KOLEAITIASIS


Gejala Klinis Kolelitiasis Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala
selama berpuluh tahun, 70% hingga 80% pasien tetap asimtomatik seumur hidupnya
(Robbins,2007). Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis
akut atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen
bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan
bahu kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanankiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama
berjam-jam atau dapat kembali terulang.
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan
tanda-tanda fisik kurang nyata. Sering kali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi
lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu
empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak
menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling
sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi pada duktus
sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermitten
dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding kandung empedu dan
menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau menyebakan
ruptur dinding kandung empedu.

J. DIAGNOSA KOLESISTITIS
1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahanlahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis

13

kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah


sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
nafas.

b. Batu saluran empedu


Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan
saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.
3. Pemeriksaan labolatorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan
banyak tes biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes
fungsi hati. Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung
dan langsung dari reaksi Van den bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik.
Walaupun

sering

peningkatan

bilirubin

serum

menunjukkan

kelainan

hepatobiliaris, bilirubin serum bisa meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada


banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna hemolisis intravaskular
dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim peningkatan bilirubin serum timbul
sekunder terhadap kolestatis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi parenkim
hati atau kolestatis ekstrahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu
akibat batu empedu, keganasan, atau pankreas jinak.
Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bilirubin serum memuncak
25 sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi bilirubin sama dengan
produksi harian. Nilai >30 mg per 100 ml berarti terjadi bersamaan dengan
hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati. Keganasan ekstrahepatik paling
sering menyebabkan obstruksi lengkap (bilirubin serum 20 mg per 100 ml),
sedangkan batu empedu biasanya menyebabkan obstruksi sebagian, dengan
bilirubin serum jarang melebihi 10 sampai 15 mg per 100 ml.
Alanin aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat-oksalat
transaminase) dan Aspartat aminotransferase (dulu SGPT, serum glutamat-

14

piruvat transaminase) merupakan enzim yang disintesisi dalam konstelasi tinggi


di dalam hepatosit. Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan
kelainan sel hati, tetapi peningkatan enzim ini ( 1-3 kali normal atau kadangkadang cukup tinggi tetapi sepintas) bisa timbul bersamaan dengan penyakit
saluran empedu, terutama obstruksi saluran empedu.
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesisi dalam sel epitel
saluran empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat
karena sel duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi,
sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetapi fosfatasi alkali juga
ditemukan di dalam tulang dan dapat meningkat pada kerusakan tulang. Juga
meningkat selama kehamilan karena sintesis plasenta.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.
b. USG
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan
oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam
usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
Ultrasonografi sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik
penyaring, tidak hanya dilatasi duktus biliaris ekstra dan intra hepatik yang
bisa diketahui secara meyakinkan, tetapi kelainan lain dalam parenkim hati
atau pankreas (seperti massa atau kista) juga bisa terbukti. Pada tahun
belakangan ini, ultrasonografi jelas telah ditetapkan sebagai tes penyaring
awal untuk memulai evaluasi diagnostik bagi ikterus. Bila telah diketahui
duktus intrahepatik berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestatis
ekstrahepatik.

Jika

tidak

didapatkan

dilatasi

duktus,

maka

ini

menggambarkan kolestatis intrahepatik. Ketepatan ultrasonografi dalam

15

membedakan antara kolestatis intra dan ekstrahepatik tergantung pada derajat


dan lama obstruksi saluran empedu, tetapi jelas melebihi 90% .Distensi usus
oleh gas mengganggu pemeriksaan ini.
c. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum
diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

K. PENATALAKSANAAN KOLELITIASIS
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparoskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 8090% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil
resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal)
dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan
pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r

16

seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien. Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini sukses. Disolusi
medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya
batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Dilusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter
yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu
empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biayamanfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada
pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
L. PROGNOSIS

Prognosis dari kolelitiasis adalah tergantung pada keberadaan dan tingkat


keparahan komplikasi. Diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat
mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil

17

BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kolelitiasis, seperti Jenis
kelamin, Usia, Makanan dan sebagianya.
Diagnosa dan penangan yang tepat dapat menurunkan mortalitasa dan
morbilitas pada penyakit ini.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Beckingham, IJ. Gallstone disease. 2001. In: ABC of Liver, Pancreas and
GallBladder. London: BMJ Books.
2. K e s h a v.S . T h e G a s t r o i n t e s t i n a l S y s t e m a t a G l a n c e . L o n d o n
: B l a c k w e l l Science; 2004.
3. Kumar, Ramzi S. Cotran & Stanley
L.Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Penerbit EGC. Jakarta. 2007
4. P r i c e , S y l v i a A n d e r s o n , Wi l s o n , L o r r a i n e M c C a r t y . P a t o f i s i
o l o g i K o n s e p Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta :
Penerbit Buku KedokteranEGC. 2006
5. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah
(Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2000. 459-464.
6. Sekijima J.H, Lee, Sum P. Gallstones and Cholecystitis. In: Humes D,
DuponL, editors. Kelleys Textbook of Internal Medicine.
7. S j a m s u h i d a j a t R , d e J o n g W. B u k u Aj a r I l m u B e d a h . E d i s i
2 . J a k a r t a : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005.hal: 570-57912.
8. Snell, Richard S.. Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 266.
PenerbitEGC, Jakarta. 2002

19

Anda mungkin juga menyukai

  • Surat Tindakan Medik
    Surat Tindakan Medik
    Dokumen1 halaman
    Surat Tindakan Medik
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Bag Akhir
    Bag Akhir
    Dokumen19 halaman
    Bag Akhir
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Borang CHF
    Borang CHF
    Dokumen9 halaman
    Borang CHF
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Rancangan Aktualisasi
    Rancangan Aktualisasi
    Dokumen35 halaman
    Rancangan Aktualisasi
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • TETANUS
    TETANUS
    Dokumen6 halaman
    TETANUS
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Bag Awal
    Bag Awal
    Dokumen3 halaman
    Bag Awal
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Borang
    Borang
    Dokumen8 halaman
    Borang
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Borang CHF
    Borang CHF
    Dokumen9 halaman
    Borang CHF
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Persentasi KDS
    Persentasi KDS
    Dokumen45 halaman
    Persentasi KDS
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Persentasi KDS
    Persentasi KDS
    Dokumen45 halaman
    Persentasi KDS
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Pneumonia
    Laporan Kasus Pneumonia
    Dokumen24 halaman
    Laporan Kasus Pneumonia
    Saddam Muhdi
    100% (1)
  • Vertigo Doc 2003
    Vertigo Doc 2003
    Dokumen36 halaman
    Vertigo Doc 2003
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • TETANUS
    TETANUS
    Dokumen6 halaman
    TETANUS
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Pneumonia
    Laporan Kasus Pneumonia
    Dokumen24 halaman
    Laporan Kasus Pneumonia
    Saddam Muhdi
    100% (1)
  • Borang CHIROSIS HEPATIS
    Borang CHIROSIS HEPATIS
    Dokumen7 halaman
    Borang CHIROSIS HEPATIS
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Borang DM
    Borang DM
    Dokumen7 halaman
    Borang DM
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Etiologi chf1
    Etiologi chf1
    Dokumen1 halaman
    Etiologi chf1
    fscribd
    Belum ada peringkat
  • Borang DM
    Borang DM
    Dokumen7 halaman
    Borang DM
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Rancangan Aktualisasi
    Rancangan Aktualisasi
    Dokumen35 halaman
    Rancangan Aktualisasi
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Vertigo Doc 2003
    Vertigo Doc 2003
    Dokumen36 halaman
    Vertigo Doc 2003
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Rancangan Aktualisasi
    Rancangan Aktualisasi
    Dokumen13 halaman
    Rancangan Aktualisasi
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Gabung
    Lapsus Gabung
    Dokumen8 halaman
    Lapsus Gabung
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Diare
    Laporan Kasus Diare
    Dokumen38 halaman
    Laporan Kasus Diare
    Putra Mahautama
    100% (1)
  • Dosis Obat
    Dosis Obat
    Dokumen3 halaman
    Dosis Obat
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Tifoid
    Lapsus Tifoid
    Dokumen5 halaman
    Lapsus Tifoid
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Borang CHF
    Borang CHF
    Dokumen9 halaman
    Borang CHF
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Bag Akhir
    Bag Akhir
    Dokumen19 halaman
    Bag Akhir
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Refrat Orto CTS
    Refrat Orto CTS
    Dokumen22 halaman
    Refrat Orto CTS
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat
  • Referat CHF
    Referat CHF
    Dokumen28 halaman
    Referat CHF
    Dera Fakhrunnisa Rukmana
    100% (2)
  • Referat OMSK
    Referat OMSK
    Dokumen22 halaman
    Referat OMSK
    Gilang Purnama Alam
    Belum ada peringkat