sebagainya. Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada setiap saat dalam
kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap
trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi ialah ruptura uteri yang dinamakan
ruptura uteri violenta. Di sini karena distosia sudah ada regangan segmen bawah
uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya
ruptura uteri. Hal ini misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang
dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut.
Kemungkinan besar yang lain ialah ketika melakukan embriotomi. Berhubungan
dengan itu, setelah tindakan-tindakan tersebut di atas dan juga setelah ekstraksi
dengan cunam yang sukar, perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan
tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptura uteri. Gejala-gejala ruptura uteri
violenta tidak berbeda dengan ruptura uteri spontan.RUPTURA JARINGAN PARUT
SEKSIO SESAREAPada wanita yang memiliki riwayat seksio sesarea, ruptura
dapat terjadi di tempat parut luka lama. Banyak studi melaporkan bahwa wanita
yang memiliki riwayat seksio sesarea satu kali dengan insisi low-horizontal, risiko
terjadinya ruptura adalah 0.5 sampai 1.%. Wanita dengan riwayat seksio sesarea
lebih dari satu kali memiliki risiko ruptura yang sedikit lebih besar.Risk of Uterine
Rupture with Low Transverse Uterine Scars* Revised 10/14/2002Number of
Previous CesareansSuccessful VBACsRupture RatePerinatal
Mortality10,880 Planned VBACs with one prior
scar83%0.6%0.018%1,586 Planned VBACs with two prior
scars76%1.8%0.063%241 Planned VBACs with three prior scars79%1.2%0Source:
Miller, D. A., F. G. Diaz, and R. H. Paul.1994. Obstet Gynecol 84 (2): 255258Diantara parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang telah terjadi sesudah
seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptura uteri daripada parut
bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal ini disebabkan
oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus
yang lebih tenang dapat masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga
parut lebih kuat. Ruptura uteri pada bekas parut seksio sesaria klasik juga lebih
sering terjadi pada kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa
tersebut pada parut bekas seksio sesaria profunda umumnya terjadi pada waktu
persalinan. Ruptura uteri pasca seksio sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala
seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak
menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan yang
mendadak, melainkan lambat laun jaringan di sekitar bekas luka menipis untuk
akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptura uteri. Di sini biasanya
peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptura uteri inkompleta. Pada
peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang
untuk sebagian berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar.
Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih
ada.
Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada
perabaan tempat bekas luka. Jika arteri besar terluka, gejala-gejala perdarahan
dengan anemia dan syok; janin dalam uterus meninggal pula.
Williams
(1921) beranggapan bahwa uterus sembuh melalu regenerasi serat-serat otot
dan bukan oleh pembentukan jaringan parut. Schwarz dkk. (1938) menyimpulkan
bahwa penyembuhan terjadi terutama melalui proliferasi fibroblas.
IV.
MEKANISME TERJADINYA RUPTURA UTERI
Mekanisme utama dari ruptura
uteri disebabkan oleh peregangan berlebihan dari uterus yang kadang disertai
pembentukan cincin retraksi patologis pada ruptura uteri. Bila disproporsi yang
terjadi sedemikian besar maka uterus menjadi sangat teregang dan kemudian
dapat menyebabkan ruptura. Walaupun jarang, dapat timbul konstriksi atau
cincin lokal uterus pada persalinan yang berkeapanjangan. Yang paling sering
adalah cincin retraksi patologis Bandl.Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila
dijumpai 2-3 jari di atas simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada
terhadap kemungkinan adanya ruptura uteri iminens (RUI).Rumus mekanisme
terjadinya Ruptura Uteri:
R=H+O
dimana R = Ruptura
H = His kuat (tenaga)
O = Obstruksi (halangan)Pada waktu in partu, korpus uteri mengadakan
kontraksi sedang SBR tetap pasif dan serviks menjadi lembek (effacement dan
pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang
korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif
akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis- lingkaran Bandl ikut
meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi- Ruptura
Uteri.V. GEJALA RUPTURA UTERIGejala Ruptura Uteri IminensPartus telah lama
berlangsungPasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri di
perut.Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang
kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.Pernafasan
dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.Ada tanda dehidrasi karena partus yang
lama (prolonged labor), yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas
(demam).His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terusmenerus.Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal
dan keras, terutama sebelah kiri atau keduanya.Pada waktu datang his, korpus
uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau
ditekan.Di antara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan
melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan SBR yang
semakin tipis dan teregang. Sering lingkaran Bandl ini dikelirukan dengan
kandung kemih yang penuh, untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat
peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat
kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubunubun belakang.Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik
dan teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka
pada kateterisasi ada hematuri.Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin
tidak teratur (asfiksia).Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai tanda-tanda
obstruksi seperti edema porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang
besar.
Bila ruptura uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat
akan terjadilah ruptura uteri.Penemuan Klinis Ruptura UteriA . Anamnesis dan
InspeksiPada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar
biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah,
takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps. Pernafasan jadi dangkal dan
cepat, kelihatan haus.Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum. Syok,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur .Keluar perdarahan
pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan
atau kepala sudah jauh turun, dan menyumbat jalan lahir.Kadang-kadang ada
perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan di bahu.Kontraksi uterus
Nyeri perut
+di SBR
Palpasi
Defans muskuler
Uteri in-bois
Biasa
dan floatingHis
Hilang
Kuat
BiasaDJJ
+VT
Robekan
Ketuban tegang
Jaringan
plasentaPlasenta
Biasa
Tipis, cekung
Robek di
pinggir
VII. KOMPLIKASI Infeksi post operasiKerusakan ureterEmboli cairan
amnionDICKematian maternalKematian perinata
lIX. PENATALAKSANAAN
Pada kasus ruptura uteri harus dilakukan tindakan
segera. Jiwa wanita yang mengalami ruptura uteri paling sering tergantung dari
kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi keadaan hipovolemia dan
mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin
tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat
dikendalikan, karena itu, dengan adanya alasan ini, keterlambatan dalam
tindakan pembedahan tidak bisa diterima. Sebaliknya, darah harus ditransfusi
dengan cepat dan seksio sesarea atau laparatomi segera dimulai. Malahan
penderita hendaknya dirawat 3 minggu sebelum jadwal persalinan. Dapat
dipertimbangkan pula untuk melakukan seksio sesarea sebelum jadwal
persalinan dimulai, asal kehamilannya benar-benar lebih dari 37 minggu.
Apabila sudah terjadi ruptura uteri, tindakan yang terbaik adalah laparatomi.
Janin dikeluarkan lebih dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus (hal yang
terakhir ini jika janin sudah tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan