Disusun Oleh:
Nat Wahyu Srikuning (2014023292)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
DAFTAR GAMBAR 4
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
50
DAFTAR GAMBAR
26
29
32
51
67
71
DAFTAR TABEL
43
29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Era perdagangan bebas sudah dimulai. Babak baru dunia perindustrian kian
menghadapi tantangan yang semakin ketat dalam dunia perdagangan akan
berlangsung. Era ini memiliki sejumlah karakteristik antara lain : kinerja
perusahaan harus mampu memenuhi harapan pihak terkait, adanya tuntutan
agar perusahaan selalu menyempurnakan kinerjanya, ketatnya persaingan
antar produk sejenis dan diantara produk tertentu dengan substitusinya,
menguatnya saling ketergantungan antara satu perusahaan dengan lain dan
cepatnya perubahan selera pelanggan. Tantangan ini harus ditindak lanjuti
oleh setiap perusahaan apabila ingin tetap eksis.
Menghadapi kondisi seperti tersebut diatas, perusahaan telah berupaya
menyesuaikan diri sedemikian rupa demi mempertahankan keberadaannya.
Berdiri pada tahun 1968, PT Indesso yang terdiri dari PT Indesso Aroma
(manufaktur)
dan
PT
Indesso
Niagatama
(distributor)
berhasil
PT
Indesso
Aroma,
yaitu aromatic
oils (clove oil, patchouli oil, nutmeg oil, ginger oil, dan lain-lain), natural
(seasonings,
ini
lima
kali
berturut-turut
mendapatkan
penghargaan
(outsource)
dan
seringkali
mendapat
masalah
keterlambatan
proses
penanganan order yang cukup panjang dan lead time pengiriman barang
yang lama yang disebabkan ada beberapa aktivitas yang tidak memberikan
nilai tambah dalam kegiatan distribusi. Munculnya pemborosan (waste) pada
beberapa sektor dalam distribusi PT Indesso Niagatama menjadi faktor
utama dari minimnya efisiensi dalam distribusi PT Indesso Niagatama.
Dalam pelaksaanya proses distribusi PT Indesso Niagatama hanya
didasari oleh biaya operasional tiap bulannya. Meskipun kenyataannya biaya
distribusi masih dibawah target yang ditetapkan perusahaan namun hal ini
tidak dapat menjadi tolak ukur dari kualitas alur proses distribusi tersebut.
Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk mengukur kualitas dari
proses distribusi sekaligus membuat perancangan peningkatan kualitas
adalah dengan menggunakan metode Lean Six Sigma. Konsep Lean-Six
Sigma pada awalnya diterapkan secara terpisah namun semakin lama
banyak
perusahaan
yang
menerapkan
secara
bersamaan
karena
penngabungan ke dua metode ini dinilai lebih efektif dari pada dilakukan
secara terpisah. Kelebihan dari metode ini adalah fokus masalah yang
dibahas, dimana fokus utama metode Lean adalah mengurangi waste dan
fokus utama Six-Sigma adalah mengurangi variasi. Kedua masalah ini dapat
teratasi sekaligus dalam metode Lean-Six Sigma.
1. Menjelaskan
aktivitas
distribusi
PT
Indesso
Niagatama.
dan
rekomendasi
metode
analisis
sebagai
alat
bantu
10
menerapkan
konsep-konsep
11
Bab I - Pendahuluan
Bab ini berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan kerangka analisis yang digunakan, sasaran dan ruang
lingkup, manfaat, serta metode pengumpulan data. Selain itu, dalam
bab ini juga dijelaskan mengenai sistematika penulisan laporan
penelitian.
12
melakukan
perhitungan
dan
analisis
di
bab
13
14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Distribusi Logistik
Distribusi logistik merupakan kegiatan dan usaha pengurusan dalam
penyelenggaraan penyaluran dan penyampaian kebutuhan logistik kepada
unit-unit kerja yang membutuhkan. Dari pengertian ini dapat ditekankan
bahwa dalam kegiatan distribusi logistik tidak sekedar memberikan atau
menyerahkan logistik kepada unit kerja yang memerlukan, tapi lebih dari itu
dituntut adanya kegiatan perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian
yang tepat sehingga tercipta suatu cara kerja, prosedur kerja dan sistem
kerja
dalam
penyaluran
logistik
secara
teratur,
tertib,
dan
dapat
15
profesionalitas dalam pegelolaan kegiatan distribusi logistik ini. Kegiatankegiatan manajemen yang bertujuan untuk mencapai daya guna yang
optimal di dalam memanfaatkan barang dan jasa.
16
perusahaan industri
hanya
pendekatan Lean.
Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua
product itu
dan
peningkatan
terus-menerus
(continuous
improvement).
Pemikiran ini merupakan hal mendasar untuk mewujudkan sebuah
value stream yang ramping atau Lean. Untuk dapat mengaplikasikan konsep
Lean
didalam
perusahaan
diperlukan
pemahaman
akan
kebutuhan
17
18
19
pabrikasi,
tempat
diproduksi
berjuta-juta
komponen
dengan
20
atau
aktivitas-aktivitas
yang
tidak
bernilai
tambah
melalui
21
Kapabilitas
Cacat / Kesalahan
Cpk
%
DPM
Sigma
1
69,15%
691,462 DPM
0,33
2
30,85%
308,536 DPM
0,67
3
6,68%
66,807 DPM
1,00
4
0,62%
6210 DPM
1,33
5
0,0233%
233 DPM
1,67
6
0,00034%
3,4 DPM
2,00
berbentuk kurva lonceng dari parameter atau karakteristik kualitas
22
pemborosan
yang
terdapat
sepanjang
proses
value
stream,
yang
yang
mengakibatkan
penumpukan
pada
produk
23
4. Over Processing.
Pemborosan pada proses disebabkan oleh proses yang berlebihan
yang tidak diinginkan oleh pelanggan. Perusahaan membuat
spesifikasi produk diluar keinginan pelanggan sehingga sering
menciptakan limbah dalam produksi.
5. Movement.
Movement merupakan jenis pemborosan yang disebabkan oleh
gerakan yang tidak diperlukan oleh seorang operator atau mekanik
seperti berjalan, mencarai alat atau bahan. Ini dikatakan limbah
ketika melihat seorang operator yang aktif bergerak dan terlihat
sibuk sehingga sering melakukan gerakan yang tidak diperlukan.
6. Inventory.
Inventory termasuk jenis pemborosan klasik, semua inventory
termasuk pemborosan kecuali jika diterjemahkan langsung untuk
penjualan. Inventory dapat berupa raw materials, work in process
atau finished goods.
7. Defect Product.
Jenis pemboran ini dapat disebut scrap yang disebabkan oleh
ketidakpuasan konsumen terhadap produk sehingga produk
dikembalikan ke perusahaan selain itu proses yang tidak baik.
`
waste
dari
lingkungan
manufaktur
24
ke
lingkungan
distribusi
untuk
MANUFAKTUR
DISTRIBUSI
O
1
2
3
4
5
6
7
Over production
Waiting
Excessive transportation
Inppropriate processing
Unnecesassry inventory
Unnecessary motion
Defects
25
berpengalaman.
Dalam
konteks
ini,
aktivitas
inspeksi,
dan
dapat
dihilangkan
dengan
segera.
Misalnya
26
2.6. E-DOWNTIME
Merupakan akronim untuk memudahkan praktisi bisnis dan industri
mengidentifikasi 9 jenis pemborosan yang selalu ada dalam bisnis dan
industri, yaitu:
E
O =
W =
menggunakan
pengetahuan,
keterampilan
dan
Transportation,
transportasi
jenis
pemborosan
yang
terjadi
karena
M =
27
penelitian
menunjukkan
bahwa
terdapat
hubungan
28
Temuan/simpulan
Kobayashi
(1995)
Wu (2003)
1997)
Imai 1997)
komunikasi
Tabel 2.3 Temuan Penelitian Terhadap Keterkaitan Antar Waste
Sumber: Rawabdeh (2005)
29
dan
lain-lain.
Meskipun
demikian,
pendekatan-pendekatan
30
31
32
Input adalah barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu proses
untuk menghasilkan output. Input tidak hanya berupa material atau bahan
mentah yang diperlukan untuk proses produksi, akan tetapi juga dapat pula
berupainformasi yang kemudian input ini akan diolah lebih lanjut di dalam
proses.
3. Process (Proses)
Proses adalah langkah-langkah yang diperlukan baik langkah-langkah
yang memberikan nilai tambah terhadap produk maupun yang tidak untuk
membuat produk mulai dari bahan mentah sampai menjadi produk jadi.
4. Output (Hasil)
Output adalah produk jadi, baik itu barang ataupun jasa atau
informasi, yang dihasilkan oleh proses dimana hasil ini kemudian dikirimkan
kepada konsumen.
5. Customer (Pelanggan)
Pelanggan adalah orang, departemen atau perusahaan yang
menerima output, dan juga bisa bersifat eksternal maupun internal terhadap
perusahaan. Pelanggan eksternal adalah pelanggan yang berasal dari luar
perusahaan yang biasanya membeli produk jadi, sedangkan pelanggan
internal adalah pelanggan yang berasal dari dalam perusahaan yang
biasanya berupa proses atau divisi yang selanjutnya yang akan menerima
hasil dari proses sebelumnya (Evans, 2007).
33
sangat
baik.
Dasar
perhitungan
tingkat
Sigma
adalah
DPU =
D
U
Dimana:
D = jumlah defective atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses
produksi.
U = jumlah unit yang diperiksa.
2. Defect Per Opportunity DPO. Menunjukkan proporsi cacat atas jumlah
total peluang dalam sebuah kelompok.
DPO=
D
U x OP
34
Dimana:
OP (Opportunity = karaketristik yang berpotensi untuk menjadi cacat).
3. Defect Per Million Opportunities DPMO. DPMO mengindikasikan berapa
banyak cacat akan muncul jika ada satu juta peluang.
DPMO=DPO x 1.000.000
atau
departemen
yang
memberikan
informasi
ke
35
suatu
terdapat
perusahaan
aktifitas
terdapat
non
value
proses
added
produksi,
sehingga
apabila
akan
mengakibatkan pemakaian sumber daya mulai dari energi, biaya, usaha, dan
waktu semakin tinggi, maka proses produksi tersebut tidak efisien. Peneliti
mencoba melakukan efisiensi dengan mengevaluasi dan mereduksi aktivitas
non-value added atau waste (pemborosan) yang terjadi pada departemen
produksi. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode untuk mengidentifikasi
waste secara menyeluruh dengan menggunakan metode Value Stream
36
tersebut
dimulai
dari
adanya
permintaan
product,
secara
berkesinambungan.
Atas
latar
belakang
itulah
efisiensi
produksi
didasarkan
dengan
37
diperlukan
oleh
pelanggan.
Identifikasi
CTQ
membutuhkan
bersangkutan
harus dengan
jelas mendefinisikan
bagaimana karakteristik CTQ ini dapat diukur dan dilaporkan. CTQ yang
merupakan karakteristik kualitas yang ditetapkan seharusnya berhubungan
langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara
langsung dari persyaratan-persyaratan
kunci
proses
dan
pengendalian
sehingga
perusahaan
dapat
tidak hanya dalam ruang lingkup perusahaan namun juga pada area
lain dalam supply chain. Konsep dasar dari tool ini adalah
memetakan setiap tahap aktivitas yang terjadi mulai dari operasi,
transportasi,
inspeksi,
delay,
dan
storage,
kemudian
penambahan nilai.
Supply Chain Response Matrix
Merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara inventory
dengan Lead time pada jalur distribusi, sehingga dapat diketahui
adanya peningkatan maupun penurunan tingkat persediaan dan
waktu distribusi pada tiap area dalam supply chain. Dari fungsi yang
diberikan, selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
manajemen untuk menaksir kebutuhan stock apabila dikaitkan
pencapaian Lead time yang pendek. Tujuannya untuk memperbaiki
dan mempertahankan tingkat pelayanan pada setiap jalur distribusi
dengan biaya rendah.
Selain itu, tools ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan area
bottleneck pada desain proses. Dengan fungsi-fungsi tersebut,
selanjutnya
dapat digunakan
untuk merencanakan
perbaikan
kualitas
yang
sering
terjadi
dilakukan
untuk
b. Scrap defect
Sering disebut juga sebagai internal defect, dimana cacat ini
masih berada dalam internal perusahaan dan berhasil diseleksi
pada saat proses atau inspeksi.
c. Service defect
Permasalahan yang dirasakan customer berkaitan dengan cacat
kualitas pelayanan. Hal yang paling utama berkaitan dengan
cacat kualitas pelayanan adalah ketidaktepatan waktu pengiriman
(terlambat atau terlalu cepat). Selain itu dapat disebabkan karena
permasalahan dokumentasi, kesalahan proses packing maupun
labeling, kesalahan jumlah (quantity), dan permasalahan faktur.
d. Demand Amplification Mapping
40
Peta
yang
digunakan
adanya
perubahan
permintaan,
me-manage
perhatian
pada
area
yang
mungkin
belum
41
Waste
Process
Supply
Productio
Quality
Demand
Desicio
Physical
activity
chain
filter
amplificatio
structur
Mappin
response
funnel
mappin
n mapping
analysis
matrix
Over production
Waiting
Excessive
transportation
Inppropriate
processing
Unnecesassry
inventory
Unnecessary
motion
defects
variety
point
e
mappin
g
M
L
L
H
42
metode problem
solving
yang
bertujuan
untuk
mengidentifikasi akar dari masalah tertentu yang muncul pada sistem atau
proses.
Root Cause Analysis (RCA) adalah sebuah pendekatan terstruktur
untuk mengidentifikasi berbagai faktor diantaranya alam, situasi dan kondisi,
magnitude, lokasi, manusia, waktu terjadinya masalah dari kejadian-kejadian
dimasa lalu untuk mengidentifikasi penyebab masalah yang bisa diperbaiki
untuk mencegah masalah yang sama terjadi kembali. RCA juga berguna
untuk mengidentifikasi pelajaran yang dapat dipetik untuk mencegah
kerugian kembali terjadi dalam proses.
RCA dapat diarahkan kepada banyak tujuan yang spesifik. Para
praktisi continuous improvement merumuskan lima pendekatan dasar yang
dapat dilakukan dengan RCA. Mereka adalah:
43
RCA
systems-based
ini
adalah
pendekatan
gabungan
yang
merangkul pendekatan-pendekatan RCA yang lain, dengan konsepkonsep yang diadaptasi dari berbagai sudut pandang, seperti
change management, risk management dan systems analysis.
Walaupun RCA memiliki banyak variasi pendekatan, namun pada
dasarnya prinsipnya tetap sama, yaitu menelaah sedalam-dalamnya hingga
ditemukan akar dari suatu masalah yang terjadi. RCA dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai tools, seperti analisa 5 Whys, Fishbone
(Ishikawa) diagram, diagram sebab-akibat, Pareto chart, dan sebagainya.
44
Pada
dasarnya
diagram
pareto
dapat
dipergunakan
sebagai
alat
interprestasi untuk:
1. Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah
atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
2. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat
ranking
terhadap
masalah-masalah
atau
penyebab-penyebab
dari
Menentukan
masalah
yang
akan
diteliti.
Contohnya
masalah
data
apa
yang
dibutuhkan
dan
bagaimana
diagram
masalah merupakan salah satu tool analisis dapat megidentifikasi sebab dan
akibat dari hubungan-hubungan antara berbagai aspek dalam situasi yang
kompleks. Melalui interrelationship diagram, kita dapat membedakan isu apa
yang merupakan driver (pemicu terjadinya masalah) dan isu apa yang
merupakan outcome (akibat dari masalah).
Dengan
kata
lain,
diagram keterkaitan
merupakan
alat
untuk
46
logis yang saling terkait antara sebab dan akibat. Ini adalah proses kreatif
yang memungkinkan untuk Multi-directional daripada linier berpikir yang
akan digunakan.
Diagram keterkaitan digunakan jika sedang berupaya memahami
hubungan antara beberapa isu atau ide yang berkaitan dalam sebuah
proses. Interrelationship diagram sangat membantu jika isu yang sedang
dianalisis merupakan isu yang kompleks. Tool ini biasanya dibuat setelah
diagram afiniti, diagram fishbone, atau diagram pohon dengan tujuan lebih
memahami hubungan antara ide-ide. Selain itu, interrelationship diagram
juga dapat berguna dalam mengidentifikasi root cause meskipun data yang
objektif tidak tersedia.
47
kegagalan karena kekuatan yang tidak tepat, material yang tidak sesuai, dan
lain-lain. FMEA Proses akan menghilangkan kegagalan yang disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal kondisi diluar
batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat,
tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lainlain. Penelitian tugas akhir ini menggunakan metode FMEA Proses.
Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai failure modes and
effect analysis, definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila
dievaluasi lebih dalam memiliki arti yang serupa. Definisi failure modes and
effect analysis tersebut disampaikan oleh :
Menurut Roger D. Leitch, definisi dari failure modes and effect
analysis adalah analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tepat dan
waktu yang tepat akan memberikan nilai yang besar dalam membantu
proses pembuatan keputusan dari engineer selama perancangan dan
pengembangan. Analisa tersebut biasa disebut analisa bottom up, seperti
dilakukan
pemeriksaan
mempertimbangkan
pada
proses
produksi
tingkat
awal
dan
kegagalan
sistem
yang
merupakan
hasil
dari
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
49
DEFINE
MEASURE
Diagram SIPOC
Analisis Distribusi
DPMO
DPMO
Identifikasi Waste
QTC
QTC
QTC
VALSAT
VALSAT
IMPROVE
ANALYSIS
FMEA
Diagram 5 why
Diagram Interrelationship
CONTROL
Analisis Akar Permasalahan
Control Sheet
50
STRATEGI DISTRIBUSI
Rancangan Strategi Distribusi 2015 - 2018
pada
proses
distribusi.
Kemudian
waste
yang
ditemukan
51
jumlah ranking total. Tahapan ini akan digunakan sebagai acuan dalam
prioritas peningkatan kualitas sistem yang ada.
adalah melihat secara detil seberapa besar waste yang terjadi dapat
mempengaruhi alur proses distribusi.
kemudian
dicari
masing-masing
akar
permasalahan
52
Peninjauan Proses
Langkah pertama dalam tools FMEA adalah meninjau ulang proses
kesalahan
paham
terhadap
proses
dilakukan untuk
tersebut.
Dengan
menggunakan peta atau bagan alir tersebut, tahapan ini dilakukan dengan
peninjauan
lapangan
(process
walk-through)
untuk
meningkatkan
pemahaman terhadap proses yang dianalisa. Bila peta proses atau bagan
alir belum ada maka tim harus menyusun peta proses atau bagan alir
tersebut sebelum memulai proses FMEA itu sendiri.
2.
Brainstorming
berbagai
bentuk
kegagalan proses
53
kemungkinan
kesalahan
atau
54
terbagi dalam skala 5 atau skala 10. Nilai 1 terendah dam nilai 5 atau 10
tertinggi. Penilaian peringkat dari ketiga variabel yang dinilai dilakukan
secara konsensus dan disepakati oleh seluruh anggota tim.
4.
5.
dampaknya
Penilaian yang diberikan menunjukkan seberapa jauh kita dapat
mendeteksi kemungkinan terjadinya kesalahan atau timbulnya dampak dari
suatu kesalahan. Hal ini dapat diukur dengan seberapa jauh pengendalian
atau indikator terhadap hal tersebut tersedia. Bila tidak ada makan nilainya
rendah, tetapi bila indikator sehingga kecil kemungkinan tidak terdeteksi
maka nilainya tinggi.
7.
dan dampaknya
55
8.
56
Hitung ulang RPN yang tersisa untuk mengetahui hasil dari tindak
dengan
overheating.
Berapa
kira-kira
penurunan
RPN
bila
dibandingkan dengan kondisi awal, yaitu tanpa indicator panas dan tanpa
pemutus otomatis untuk overheating dengan sesudah dilakukan tindak
57
Penulis akan
58
Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui aliran fisik, aliran
informasi dan Lead time pengiriman dalam proses distribusi yang
dilakukan di PT indesso Niagatama.
Observasi
Observasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data waktu,
selama proses distribusi dimulai dari penerimaan sampai dengan
pengiriman barang.
Data sekunder, diperoleh dari buku, koran, majalah, jurnal, hasil riset,
dan portal berita terkait jaringan distribusi dalam industri flavour dan fragrant
di Indonesia. Data sekunder yang diperoleh dan digunakan untuk
mendukung data primer.
3.3. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah
yang
dilakukan
dalam
perancangan
strategi
59
1.
4.
5.
interrelationship diagram.
11. Melakukan analisa secara mendetil terhadap masing masing akar
permasalahan.
12. Memilih skema hedging yang membutuhkan kas terkecil untuk
membayar kewajiban.
60
13.
distribusi
14. Membuat control plan untuk masing-masing akar permasalahan yang
15.
terjadi
Membuat perancangan strategi distribusi berdasarkan visi dan usulan
perbaikan
16.
dengan
mempertimbangkan
faktor
biaya
investasi,
17.
61
BAB IV
PROFIL PERUSAHAAN
PT Indesso merupakan salah satu perusahaan nasional terkemuka
yang bergerak dalam bidang food, flavor, dan fragrance ingredients produk
indesso berkonsentrasi pada food dan ingredients dengan 3 jenis produk
utama
yang
dihasilkan
PT
Indesso
Aroma,
yaitu aromatic
chemical dan essential oils (clove oil, patchouli oil, nutmeg oil, ginger oil, dan
lain-lain), natural
dan savoury
62
serfikat FSSC (Food Safety System Certification pada tahun 2011. Indesso
pada saat ini, sepenuhnya menangani standar yang berhubungan dengan
produk Halal dan Kosher.
Perusahaan
Indesso
mengembangkan
bisnisnya
dengan
Indonesia.
Tahun 1980 : Indesso menjadi distributor tunggal Nexira di
Indonesia.
63
Indonesia.
Tahun 1994 : Indesso mulai memproduksi natural extracts.
Tahun 1996 : Indesso mendapatkan sertifikasi ISO 9002 dan FSSC
22000.
Tahun 2001 : Indesso membangun pabrik baru di Cileungsi, Jawa
Barat.
Tahun 2007 : Indesso mulai menerapakan SAP ERP system.
Tahun 2008 : Indesso mulai memproduksi Culinaroma seasonings.
Tahun 2009 : Indesso mendapatkan award Best Performing
Exporter .
Tahun 2009 : Indesso menjadi distributor tunggal Kraftfoods.
Tahun 2010 : Indesso mendapatkan sertifikat Organic Certified.
Tahun 2011 : Indesso mulai memproduksi Naturarte.
4.2.2. Misi
Membantu perkembangan di Indonesia dan Asia Tenggara berbasis
ingredients untuk menciptakan produk baru dalam industri makanan, rasa
dan aroma.
64
dan
dasar
sebagai
jajaran
pedoman
manajemen
tentang bagaimana
bertindak
setiap
hari,
Ramah lingkungan
Perusahaan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk
memastikan bahwa operasional perusahaan memberikan dampak
65
66
menjalankan
proses
bisnisnya,
PT.Indesso
Niagatama
yang terkait. Apabila product yang dibeli dari vendor telah sampai maka kepala
gudang akan membuat LPB (Laporan Penerimaan Barang). Kemudian bagian
purchasing akan menerima invoice dari pihak vendor. Bagian purchasing
membuat PP (Permintaan Pembayaran) yang akan diberikan kepada accounting
staff untuk dilunasi.
67
4.4.3.
Proses forecasting
Bagian head of departement supply chain akan melakukan forecasting
68
supplier dilakukan tiap hari dengan dasar tingkat urgency suatu product dan
kapasitas gudang.
Pada proses manufaktur PT Indesso Niagatama menyerahkan product
kepada bagian manufaktur yang dikelola oleh PT Indesso Aroma dengan tiga
lokasi pabrik yang berada di Cileungsi, Purwokerto dan Sokaraja. Barang yang
sudah selesai produksinya akan serahkan kembali ke PT Indesso Niagatama
untuk melakukan proses distribusi ke costumer.
Proses Outbond PT Indesso Niagatama memiliki satu distribution center
(DC) yang berlokasi di Cileungsi dan dua Regional Dostribution center (RDC)
yang berlokasi di Semarang dan surabaya.
Terdapat lima pembagian area pengiriman dalam pendistribusian produk
PT Indesso Niagatama. DC Indesso Cileungsi (INCIL) menangani pengiriman
untuk costumer internasional, costumer area luar jawa dan costumer regional
Jabodetabek dan Jawa Barat. Untuk RDC Indesso Semarang (INSEM)
menangani pengiriman untuk costumer regional Jawa Tengah, sedangkan RDC
Indesso Surabaya (INSUR) menangani pengiriman untuk costumer regional Jawa
Timur.
Sistem pengiriman dalam pendistribusian produk PT indesso Niagatama
menggunakan sistem Less Than Truck (LTL) dengan jadwal pengiriman senin dan
69
rabu untuk pengiriman costumer lokal, selasa dan kamis untuk pengiriman ke
manufaktur, dan jumat untuk pengiriman eksport.
PT Indesso Niagatama selalu berusaha menggunakan jenis pengiriman
multidrop dimana dalam satu kendaran ekspedisi yang digunakan didalamnya
terdapat lebih dari satu tujuan costumer dengan tujuan meminimalisir biaya
pengiriman. Terdapat 10 Third Party Logistic (3PL) yang sering digunakan PT
Indesso Niagatama untuk pengiriman lokal dan eksport. Aliran rantai pasok
PT
70
DAFTAR PUSTAKA
Bevan, H. Westwood, N., Crowe, R. dan OConnor, M. (2006). Lean Six Sigmathe basic concepts, NHS Institute for Innovation and Improvement.
Gaspersz, Vincent. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma
Terintegrasi Dengan ISO 9001:2000, MBNQA dan HACCP. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Gaspersz, Vincent. 2006. Continuous Cost Reduction Through Lean Sigma
Approach. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz, Vincent. (2007). Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
Industries. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gunasekaran, A., Patel, C., McGaughey, E. Ronald. (2003). A framework for
supply
chain
performance
measurement.
71
International
Journal
of
Harelstad, C., Swartwood, D., dan Malin, J. (2004). The Value of Combining Best
Practices. ASQ Six Sigma Forum Magazine August.
Hines, Peter and Taylor, David. (2000). Going Lean, Proceeding of Lean
Enterprise Research Centre, Cardiff Business School, UK.
Lee, H.L. (2000). Creating Value Through Supply Chain Integration. Supply Chain
Management Review 4 (4)
Martin, W. James. (2007). Lean Six Sigma for Supply Chain Management The 10Step Solution Process. McGraw-Hill. 1221 Avenue of the America, New
York, NY 10020.
Normann, R., Ramirez, R., (1993). From value chain to value constellation:
designing interactive strategy. Harvard Business Review.
Pande, Peter S, Neuman, Robert P., Cavanagh, Rolland R. (2000). The Six Sigma
Way Bagaimana GE, Motorola dan Perusahaan Terkenal Lainnya
Mengasah Kinerja Mereka. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Supply Chain& Logistic/ Chaine dapprovisionnement et Logistique Canada.
(2006). Logistic and Supply Chain Management (SCM) Key Performace
Indicators (KPI) Analysis A Canada/ United States Aerospace Sector
Supply Chain.
Supply Chain Council. (2003). Bridging the Gap from Supply Chain Strategy to
Continuous Improvement. SCOR/SixSigma/Lean Convergence Forum.
San Diego. USA
72
73