Anda di halaman 1dari 74

PERANCANGAN STRATEGI DISTRIBUSI DENGAN PENDEKATAN

LEAN-SIX SIGMA STUDI KASUS PADA PT INDESSO NIAGATAMA


TAHUN 2015-2018

Program Magister Manajemen Wijawiyata Manajemen


Angkatan LXXI

Disusun Oleh:
Nat Wahyu Srikuning (2014023292)

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN PPM


JAKARTA
2015

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
DAFTAR GAMBAR 4
DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.......................................................................................6


1.2. Rumusan Masalah.................................................................................9
1.3. Tujuan Penelitian...................................................................................9
1.4. Sasaran dan Ruang Lingkup...............................................................10
1.5. Manfaat Penelitian...............................................................................11
1.7. Batasan Penelitian...............................................................................12
1.8. Sistematika Penulisan.........................................................................12
BAB II LANDASAN TEORI 15
2.1. Distribusi Logistik.................................................................................15
2.2. Lean Management...............................................................................16
2.2.2. Metodologi Lean Thinking.............................................................18
2.3. Six Sigma.............................................................................................19
2.3.1 Metodologi Six sigma.....................................................................20
2.4. Konsep Lean Six Sigma...................................................................21
2.5. Konsep Dasar Waste...........................................................................22
2.6. E-DOWNTIME.....................................................................................27
2.7. Aplikasi Lean........................................................................................30
1

2.8. Tools Lean Six Sigma.......................................................................31


2.8.1 Diagram SIPOC..............................................................................31
2.8.2. Perhitungan tingkat Sigma............................................................34
2.9. Big Picture Mapping.............................................................................35
2.10. Value Stream Mapping......................................................................36
2.11. Critical to Quality (CTQ).....................................................................38
2.12. Value Stream Mapping Tools (VALSAT)............................................38
2.13. Root Cause Analisys..........................................................................43
2.13.1. Diagram Pareto...........................................................................45
2.13.2. Diagram Five Why.......................................................................46
2.13.3. Interrelationship diagram.............................................................47
2.14. FMEA (Failure Modes and Effect Analysis).......................................48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

50

3.1. Kerangka Analisis................................................................................50


3.1.1. Tahapan Define.............................................................................51
3.1.2. Tahapan Measure..........................................................................52
3.1.3. Tahapan Analisis............................................................................53
3.1.4. Tahapan Improve...........................................................................53
3.1.5. Tahapan Control............................................................................58
3.1.6. Perancangan Strategi....................................................................59
3.2. Metode Pengumpulan Data.................................................................59

3.3. Teknik Analisis Data.............................................................................60


BAB IV PROFIL PERUSAHAAN 63
4.1. Sejarah Perusahaan............................................................................63
4.2. Visi, Misi, Nilai-Nilai Perusahaan.........................................................65
4.2.1. Visi.................................................................................................65
4.2.2. Misi................................................................................................66
4.2.3. Nilai Nilai Perusahaan................................................................66
4.3. Struktur Organisasi PT.Indesso Niagatama.........................................67
4.4. Analisis Sistem yang Berjalan.............................................................68
4.5. Alur Rantai Pasokan (Supply Chain Flow)...........................................69
DAFTAR PUSTAKA 72

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Un-LeanTraditional Work Activity yang Tipikal


Gambar 2.2 Model Dasar Hubungan Antar Waste
Gambar 2.3 Bentuk Diagram SIPOC

26

29

32

Gambar 3.1. Kerangka Analisis Penelitian

51

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT.Indesso Niagatama,

67

Gambar 4.2 Aliran rantai pasok PT Indesso Niagatama

71

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hubungan Kuantitatif antara Sigma, DPM dan Cpk 22


Tabel 2.2 Penyesuaian Waste Antara Lingkungan Manufaktur dan Distribusi
25
Tabel 2.3 Temuan Penelitian Terhadap Keterkaitan Antar Waste
Gambar 2.3 Bentuk Diagram SIPOC (Sumber: Google.com) 32
Tabel 2.4 VALSAT (Value Stream Analysis Tools)

43

29

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Era perdagangan bebas sudah dimulai. Babak baru dunia perindustrian kian
menghadapi tantangan yang semakin ketat dalam dunia perdagangan akan
berlangsung. Era ini memiliki sejumlah karakteristik antara lain : kinerja
perusahaan harus mampu memenuhi harapan pihak terkait, adanya tuntutan
agar perusahaan selalu menyempurnakan kinerjanya, ketatnya persaingan
antar produk sejenis dan diantara produk tertentu dengan substitusinya,
menguatnya saling ketergantungan antara satu perusahaan dengan lain dan
cepatnya perubahan selera pelanggan. Tantangan ini harus ditindak lanjuti
oleh setiap perusahaan apabila ingin tetap eksis.
Menghadapi kondisi seperti tersebut diatas, perusahaan telah berupaya
menyesuaikan diri sedemikian rupa demi mempertahankan keberadaannya.
Berdiri pada tahun 1968, PT Indesso yang terdiri dari PT Indesso Aroma
(manufaktur)

dan

PT

Indesso

Niagatama

(distributor)

berhasil

mengembangkan dan menurunkan berbagai macam produk yang bergerak


di bidang food, flavor, dan fragrance ingredients serta menjadi distributor
bagi perusahaan lain yang bergerak dibidang sejenis. produk Indesso
berkonsentrasi pada food dan ingredients dengan 3 jenis produk utama yang
dihasilkan

PT

Indesso

Aroma,

yaitu aromatic

chemical dan essential

oils (clove oil, patchouli oil, nutmeg oil, ginger oil, dan lain-lain), natural

extracts (coffee, tea, cocoa, tamarind),dan savoury products

(seasonings,

cheese powder, meat extracts ).


PT Indesso, dalam kurun waktu hampir 50 tahun, terbilang
mempunyai progres sangat cepat dalam mengembangkan industrinya.
Sebanyak 80 persen produk-produk turunan dari minyak cengkeh dan
berbagai produk lain yang diekspor ke berbagai belahan benua, membuat
perusahaan

ini

lima

kali

berturut-turut

mendapatkan

penghargaan

Primaniyarta. Penghargaan Primaniyarta merupakan penghargaan tertinggi


yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada eksportir yang dinilai
paling berprestasi dibidang ekspor dan dapat menjadi teladan bagi eksportir
lain.
PT Indesso Niagatama menjadi distributor bagi perusahaanperusahan seperti PT Firmenich Flavor & Fragrance, PT Nexira Gum Arabic
(bergerak di food ingredients), Kraft Foods Ingredients Cheese Powder,
PureCircle Natural Stevia Extracts, dan ADM Ingredients. Dengan jumlah
customer yang terbilang ribuan untuk lokal dan internasional. Sebanyak
14.000 pengiriman pada tahun 2014 dengan rata-rata pengiriman sebesar 3
ton tiap harinya. Tidak mudah bagi PT Indesso Niagatama untuk menjaga
kredibilitas dalam memenuhi keinginan klien. Untuk dapat terus memenuhi
keinginan customer

lokal maupun internasional, PT Indesso Niagatama

terus meningkatkan performa dari sistem distribusinya, namun sampai saat


ini PT Indesso Niagatama masih belum puas dengan sistem distribusi
mereka saat ini dimana distribusi produk sangat bergantung pada vendor
luar

(outsource)

dan

seringkali

mendapat

masalah

keterlambatan

pengantaran produk kepada customer. Berdasarkan wawancara dengan


kepala bagian gudang, sistem distribusi PT Indesso Niagatama sudah
mampu mengirimkan produk sesuai dengan due date yang diberikan
customer, dengan ketepatan pengiriman tiap bulannya sebesar 98%, namun
didalam proses distribusinya masih terdapat masalah seperti

proses

penanganan order yang cukup panjang dan lead time pengiriman barang
yang lama yang disebabkan ada beberapa aktivitas yang tidak memberikan
nilai tambah dalam kegiatan distribusi. Munculnya pemborosan (waste) pada
beberapa sektor dalam distribusi PT Indesso Niagatama menjadi faktor
utama dari minimnya efisiensi dalam distribusi PT Indesso Niagatama.
Dalam pelaksaanya proses distribusi PT Indesso Niagatama hanya
didasari oleh biaya operasional tiap bulannya. Meskipun kenyataannya biaya
distribusi masih dibawah target yang ditetapkan perusahaan namun hal ini
tidak dapat menjadi tolak ukur dari kualitas alur proses distribusi tersebut.
Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk mengukur kualitas dari
proses distribusi sekaligus membuat perancangan peningkatan kualitas
adalah dengan menggunakan metode Lean Six Sigma. Konsep Lean-Six
Sigma pada awalnya diterapkan secara terpisah namun semakin lama
banyak

perusahaan

yang

menerapkan

secara

bersamaan

karena

penngabungan ke dua metode ini dinilai lebih efektif dari pada dilakukan
secara terpisah. Kelebihan dari metode ini adalah fokus masalah yang
dibahas, dimana fokus utama metode Lean adalah mengurangi waste dan
fokus utama Six-Sigma adalah mengurangi variasi. Kedua masalah ini dapat
teratasi sekaligus dalam metode Lean-Six Sigma.

Metode ini sesuai digunakan oleh PT Indesso Niagatama karena


pembahasan masalah yang dibahas sesuai dengan permasalahan yang
terjadi pada proses distribusi PT Indesso Niagatama. Dilihat dari visi PT
Indesso dimana efisiensi dan kepuasan stakeholder menjadi prioritas utama
maka penggunaan dari metode ini dapat diadaptasi secara maksimal. Hasil
dari penerapan metode Lean-Six Sigma berupa usulan perbaikan dari
masalah yang terjadi. dan dapat digunakan sebagai acuan dari perancangan
strategi distribusi untuk tiga tahun mendatang.

1.2. Rumusan Masalah


Dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1 Bagaimana aktivitas distribusi PT Indesso Niagatama. dan apa saja
Masalah yang terjadi?
2 Berapa besar pemborosan yang terjadi, dapat mempengaruhi kualitas
proses distribusi?
3 Seberapa dalam akar permasalahan yang menjadi penyebab dari
pemborosan yang terjadi?
4.

Strategi seperti apa yang dapat diterapkan oleh PT Indesso


Niagatama dengan pertimbangan masalah yang terjadi beserta visi
dari perusahaan?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini berdasarkan dari latar belakang dan rumusan
masalah yang dipaparkan sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan

aktivitas

distribusi

PT

Indesso

Niagatama.

dan

mengidentifikasi jenis-jenis pemborosan yang dihadapi.


2. Menganalisis besar pemborosan yang terjadi pada proses distribusi
sehingga kualitas distribusi dapata selalu terjaga.
3. Menemukan akar permasalahan dari masing masing waste beserta
hubungan keterkaitan antara masing masing akar permasalahan
tersebut
4. Menyusun

rekomendasi

metode

analisis

sebagai

alat

bantu

pengambilan keputusan terkait akar permasalahan yang ditemukan


dalam proses diryibusi PT Indesso Niagatama
5. Merancang strategi yang sesuai pada proses distribusi PT Indesso
Niagatama dengan pertimbangan pada visi perusahaan juga pada
penyelesaian atas masalah yang terjadi.

1.4. Sasaran dan Ruang Lingkup


Sasaran dari penelitan ini adalah untuk merancang strategi distribusi
untuk tahun 2015-2018 dengan melihat keterkaitan antara visi dan masalah
yang terjadi selama proses ditribusi dengan menggunakan metode Lean-Six
Sigma. Penelitian akan dilakukan pada Distributor Center PT Indesso
Niagatama di Cileungsi.

1.5. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut
.

10

a. Manfaat untuk perusahaan


Mendapat rekomendasi dan masukan dari hasil perhitungan

kualitas Sigma dan hasil analisis yang akan dilakukan, mengenai


waste, value add activity, serta usulan perbaikan yang sebaiknya
diterapkan perusahaan dalam upaya mengelola dan meningkatkan
kualitas proses distribusi PT Indesso Niagatama
b. Manfaat untuk akademisi
Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan
pengetahuan bagi para akademisi serta menjadi bahan referensi
dalam melakukan penelitian sejenis tentang penerapan metode LeanSix Sigma melalui analisis studi DPMO, VALSAT, Cause Root
Analysis, dan Value Stream Map diperusahaan PT. Indesso
Niagatama, khususnya perusahaan yang memiliki alur proses
distribusi yang luas.
c. Manfaat untuk penulis
1. Memperoleh pembelajaran mengenai konsep Lean-Six Sigma,
Value Stream Map, Critical to Quality, value Stream Map serta
Cause Root Analysis pada perusahaan beserta analisis hasil
perhitungannya.
2. Memperoleh
kesempatan

menerapkan

konsep-konsep

manajemen operas khususnya bidang manajemen logistik


untuk diterapkan pada kasus nyata sekaligus memperoleh
wawasan industri, bisnis, dan manajerial secara nyata.
3. Melatih kemampuan menghitung, menganalisis, menyusun ide,
dan menuangkannya pada bentuk tulisan akademis (hardskill).

11

1.7. Batasan Penelitian


Penelitian ini dilakukan berdasarkan kondisi internal PT Indesso
Niagatama. oleh sebab itu, data yang digunakan adalah data distribusi
internal milik PT Indesso Niagatama. Data internal yang digunakan adalah
data tahun 2014-2015. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan akses terhadap
data internal perusahaan.

1.8. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan pada penelitian ini akan dibagi ke dalam 6 bab.
Penjelasan singkat mengenai setiap bab dijabarkan di bawah ini:

Bab I - Pendahuluan
Bab ini berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan kerangka analisis yang digunakan, sasaran dan ruang
lingkup, manfaat, serta metode pengumpulan data. Selain itu, dalam
bab ini juga dijelaskan mengenai sistematika penulisan laporan
penelitian.

Bab II - Landasan Teori


Dalam bab ini akan diulas mengenai teori distribusi mencakup
framework yang biasa digunakan di dalamnya, Lean management,
Six Sigma, dan metode Lean Six Sigma beserta metode analisis yang
dapat digunakan.

12

Bab III - Metodologi dan Kerangka Penelitian


Bab ini akan menjelaskan mengenai tahapan penelitian beserta
rincian penjelasan dari masing-masing tahapan. Bab ini juga akan
menampilkan setiap rumusan persamaan yang akan digunakan dalam
proses analisis serta jenis-jenis data yang dibutuhkan untuk setiap
tahapan penelitian yang akan dikerjakan.

Bab IV Profil Perusahaan


Pada bagian ini, pemabahasan mengenai sejarah perusahaan,
visi dan misi perusahaan, struktur perusahaan, dan ruang lingkup
aktiitas bisnis yang dijalankan perusahaan. Dalam penelitian ini yang
menjadi objek adalah PT Indesso Niagatama. Setelah itu akan
menjelaskan pula mengenai aktivitas terkait alur proses distribusi

Bab V - Analisis dan Pembahasan


Pada bab ini, dilakukan pembahasan dan analisis dari setiap
tahapan yang dikerjakan sesuai metodologi penelitian. Bab ini akan
menampilkan hasil dari setiap analisis atas proses pengumpulan data
dan hasilnya.

Bab VI - Kesimpulan dan Saran


Setelah

melakukan

perhitungan

dan

analisis

di

bab

sebelumnya, pada bab ini akan ditampilkan mengenai kesimpulan

13

secara keseluruhan atas hasil yang dikerjakan selama penelitian.


Selain itu, akan ditampilkan juga beberapa usulan rekomendasi
mengenai langkah strategis perusahaan dalam merencanakan
strategi distribusi.

14

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Distribusi Logistik
Distribusi logistik merupakan kegiatan dan usaha pengurusan dalam
penyelenggaraan penyaluran dan penyampaian kebutuhan logistik kepada
unit-unit kerja yang membutuhkan. Dari pengertian ini dapat ditekankan
bahwa dalam kegiatan distribusi logistik tidak sekedar memberikan atau
menyerahkan logistik kepada unit kerja yang memerlukan, tapi lebih dari itu
dituntut adanya kegiatan perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian
yang tepat sehingga tercipta suatu cara kerja, prosedur kerja dan sistem
kerja

dalam

penyaluran

logistik

secara

teratur,

tertib,

dan

dapat

dipertanggungjawabkan, serta mendukung efektifitas dan efisiensi dalam


upaya pencapaian tujuan organisasi (Adiatama, 2002).
Kegiatan distribusi logistik pada dasarnya merupakan kelanjutan dari
proses penyimpanan atau penggudangan logistik, ataupun secara empirik
yang merupakan satu bagian dari kegiatan penggudangan logistik itu sendiri.
Kegiatan distribusi barang ini pada dasarnya juga merupakan suatu bagian
kegiatan dari serangkaian kegiatan guna memenuhi kebutuhan logistik bagi
unit-unit kerja dalam suatu organisasi. Oleh karena itu, kegiatan distribusi
logistik ini tidak boleh dianggap sepele dalam penyelenggaraan kegiatan
dalam suatu organisasi, tetapi sebaliknya kegiatan ini harus mendapat
perhatian yang proporsional karena efektifitas dan efisiensi kerja setiap unit
kerja maupun organisasi secara keseluruhan sangat ditentukan oleh

15

profesionalitas dalam pegelolaan kegiatan distribusi logistik ini. Kegiatankegiatan manajemen yang bertujuan untuk mencapai daya guna yang
optimal di dalam memanfaatkan barang dan jasa.

2.2. Lean Management


Lean adalah suatu filosofi bisnis, bukan hanya teknik-teknik atau
alat-alat. Lean berarti mengerjakan sesuatu dengan cara sederhana dan seefisien mungkin, namun tetap memberikan kualitas superior dan pelayanan
yang sangat cepat kepada pelanggan. Manajemen organisasi perlu
menyerap pemikiran Lean agar proses bisnis menjadi ramping. Hal itu perlu
menanamkan dalam bentuk kultur (culture), ukuran-ukuran (metrics),
kebijakan-kebijakan (policies), prosedur-prosedur (procedures), dan pada
akhirnya adalah alat-alat atau teknik-teknik Lean (lean tools or techniques).

2.2.1. Lean Thinking


Pada dasarnya konsep Lean adalah konsep perampingan atau
efisiensi. Konsep ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur maupun
jasa, karena pada dasarnya konsep efisiensi akan selalu menjadi suatu
target yang ingin dicapai oleh perusahaan. Konsep Lean thinking ini
diciptakan oleh sistem produksi Toyota di Jepang. Lean dirintis di Jepang
oleh Taichi Ohno dan Sensei Shigeo Shingo dimana implementasi dari
konsep ini didasarkan pada 5 prinsip utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu:

16

Mengidentifikasi nilai product (barang dan atau jasa) berdasarkan


perspektif pelanggan, di mana pelanggan menginginkan produk
(barang dan atau jasa) berkualitas superior, dengan harga yang

kompetitif pada penyerahan yang tepat waktu.


Mengidentifikasi value stream process mapping (pemetaan proses
pada value stream) untuk setiap produk (barang dan atau jasa).
Catatan: kebanyakan manajemen

perusahaan industri

hanya

melakukan pemetaan proses bisnis atau proses kerja, bukan


melakukan pemetaan proses produk. Hal ini berbeda dengan

pendekatan Lean.
Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua

aktivitas sepanjang proses value stream itu.


Mengorganisasikan agar material, informasi, dan

product itu

mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream

menggunakan sistem tarik (pull system).


Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan
(improvement tools and techniques) untuk mencapai keunggulan
(excellence)

dan

peningkatan

terus-menerus

(continuous

improvement).
Pemikiran ini merupakan hal mendasar untuk mewujudkan sebuah
value stream yang ramping atau Lean. Untuk dapat mengaplikasikan konsep
Lean

didalam

perusahaan

diperlukan

pemahaman

akan

kebutuhan

costumer dan apa yang dipentingkan oleh costumer. Dari penggambaran


value stream dari perusahaan akan diketahui aktivitas-aktivitas yang tidak
berguna yang bisa dihilangkan, sehingga nantinya costumer tidak perlu
membayar suatu aktivitas yang tidak memberikan manfaat dalam proses.

17

Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan


sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste)
atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-added
activities), melalui peningkatan radikal terus menerus (radical continuous
improvement), dengan cara mengalirkan produk (RM, WIP, FG) dan
informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal
dan eksternal. Langkah ini bertujuan untuk mengejar keunggulan dan
kesempurnaan produk-produk berkualitas superior yang diproduksi dengan
cara-cara paling efisien, untuk memperoleh biaya minimum dan dapat
diserahkan tepat waktu kepada pengguna atau pelanggan.

2.2.2. Metodologi Lean Thinking


Langkah langkah yang dilakukan dalam proses Lean thinking
adalah sebagai berikut (Hines dan Taylor,2000) :
1. Understanding waste.
Pada langkah ini, pemborosan harus diketahui. Prinsip yang
digunakan adalah pemilahan aktivitas-aktivitas menjadi tiga
jenis, yaitu value adding, non value adding, serta necessary
but non-value adding.
2. Setting the direction.
Pada tahap ini, ditentukan arah dan tujuan dari perbaikan. Arah
berupa alat ukur keberhasilan, target keberhasilan untuk setiap
alat ukur, pendefinisian proses-proses inti, serta proses yang
membutuhkan pemetaan secara detail.

18

3. Understanding the big picture.


Pada tahap ini keinginan konsumen, aliran fisik serta aliran
informasi dari proses pemenuhan konsumen harus diketahui.
4. Detailed mapping.
Pada tahap ini dilakukan pemetaan secara detail.
5. Getting suppliers and customers involved.
Implementasi Lean Thinking harus melibatkan supplier dan
pelanggan dalam inisiatif perbaikan.
6. Checking the plan fits the direction and ensuring buy-in.
2.3. Six Sigma
Six sigma dapat didefinisikan sebagai suatu metodologi yang
menyediakan alat-alat untuk peningkatan proses bisnis dengan tujuan
menurunkan variasi proses dan meningkatkan kualitas produk. Pendekatan
Six sigma merupakan sekumpulan konsep dan praktik yang berfokus pada
penurunan variasi proses dan penurunan kegagalan atau kecacatan produk
(Gaspersz, 2011).
Six sigma merupakan suatu falsafah dan kativitas perbaikan mutu
berkelanjutan menuju zero defect. Dengan Six sigma, cacat dan kesalahan
yang terjadi atas produk sebesar 3,4 unit per sejuta keluaran. Six sigma
mewakili enam simpangan baku Sigma berasal dari huruf Yunani yang
digunakan untuk menyatakan simpangan baku dalam statistik atas rata-rata
dari data. Metodologi Six sigma menyediakan peralatan dan teknik untuk

19

meningkatkan kinerja dan mengurangi cacat dalam proses manapun yang


kita laksanakan. Six sigma dimulai penerapannya pada Motorola, yaitu pada
divisi

pabrikasi,

tempat

diproduksi

berjuta-juta

komponen

dengan

menggunakan proses sama yang dilaksanakan berulangkali. Dengan cepat,


Six sigma berhasil meningkatkan mutu keluaran sehingga diterapkan pula
pada divisi selain divisi pabrikasi.
Six sigma digunakan perusahaan untuk meningkatkan mutu pada
proses bisnis yang ada dengan cara meninjau ulang secara tetap dan
memperbaiki proses tersebut. Untuk mencapai hal tersebut, Six sigma
menggunakan suatu metodologi yang dikenal sebagai DMAIC gambarkan
peluang/ define, ukur capaian/ measure, teliti kesempatan/ analyze
opportunity, tingkatkan capaian/ improve performance dan kendalikan
kinerja/ control performance.

2.3.1 Metodologi Six sigma


Metodologi Six sigma yaitu menggunakan siklus define, measure,
analysis, improve, control (DMAIC).
Siklus DMAIC (George, 2002), yaitu :
1. Define, mengkonfirmasikan kesempatan dan mendefinisikan batasan
dan tujuan dari suatu proyek. Pada tahap ini dilakukan identifikasi
permasalahan.
2. Measure, mengumpulkan data untuk membangun suatu current
state apa yang terjadi secara aktual ditempat kerja dengan proses

20

yang terjadi dilapangan. Pada tahap ini dilakukan untuk memvalidasi,


mengukur, menganalisis permasalahan berdasarkan data yang ada.
3. Analyze, penggunaan data dan tool untuk memahami penyebab yang
dapat mempengaruhi hubungan proses, yaitu mengintepretasikan
data untuk membangun sebab akibat.
4. Improve, mengembangkan modifikasi dengan perbaikan yang valid
terhadap proses dari sistem.
5. Control, mengimplementasikan prosedur-prosedur untuk meyakinkan
bahwa perbaikan-perbaikan dapat berlangsung lama.
2.4. Konsep Lean Six Sigma
Lean Six sigma merupakan kombinasi antara Lean dan Six Sigma
yang dapat didefiniskan sebagai suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik
dan sitematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan
(waste)

atau

aktivitas-aktivitas

yang

tidak

bernilai

tambah

melalui

peningkatan terus-menerus radikal untuk mencapai tingkat enam Sigma,


dengan cara mengalirkan produk dan informasi menggunakan sistem tarik
dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan
kesempurnaan berupa hanya memproduksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta
kesempatan atau operasi. Integrasi Lean dan Six Sigma akan meningkatkan
kinerja bisnis dan industri melalui peningkatan kecepatan dan akurasi.
Pendekatan Lean bertujuan menyingkapkan non value added dan value
added serta membuat value added mengalir secara lancar sepanjang value

21

stream processes, sedangkan Six Sigma akan mereduksi variasi value


Added tersebut (Gaspersz, 2011) .
Dari prespektif pengukuran, Six Sigma mewakili tingkatan kualitas
dimana kesalahan paling banyak berjumlah 3,4 cacat per satu juta
kemungkinan. Jika perusahaan sudah mencapai level 6 Sigma berarti dalam
proses tersebut mempunyai peluang untuk cacat atau melakukan kesalahan
sebanyak 3,4 kali dari1.000.000 kemungkinan. Sekumpulan data yang
sangat besar atau dapat dikatakan sebagai populasi, rata-ratanya dikenal
dengan mu dan standar deviasinya dikenal sebagai sigma .Sebuah
NO
1
2
3
4
5
6
distribusi

Kapabilitas
Cacat / Kesalahan
Cpk
%
DPM
Sigma
1
69,15%
691,462 DPM
0,33
2
30,85%
308,536 DPM
0,67
3
6,68%
66,807 DPM
1,00
4
0,62%
6210 DPM
1,33
5
0,0233%
233 DPM
1,67
6
0,00034%
3,4 DPM
2,00
berbentuk kurva lonceng dari parameter atau karakteristik kualitas

menunjukkan luas area dibawah kurva normal yang beradadiantara atau


diluar nilai batas dari rata-rata terhadap 1, 2, 3, 4, 5 dan
6.

Tabel 2.1 Hubungan Kuantitatif antara Sigma, DPM dan Cpk

2.5. Konsep Dasar Waste


Waste dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak
memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output
sepanjang value stream mapping. Berdasarkan perspektif Lean, semua jenis

22

pemborosan

yang

terdapat

sepanjang

proses

value

stream,

yang

mentransformasi input menjadi output harus dihilangkan guna meningkatkan


nilai produk barang atau jasa dan selanjutnya meningkatkan customer value
(Gaspersz ,2011).
Secara umum terdapat Seven Type of Waste yang terdapat pada
sistem produksi yaitu:
1. Over Production.
Over production merupakan jenis pemborosan yang terburuk yang
mempengaruhi keenam jenis pemborosan lainnya. Over production
terjadi karena memproduksi suatu produk melebihi kebutuhan
pelanggan

yang

mengakibatkan

penumpukan

pada

produk

sehingga memerlukan pengangkutan, penyimpanan, pemeriksaan,


serta memungkinkan akan mengakibatkan kecacatan. Selain itu,
over production terjadi karena variasi produk yang diproduksi oleh
perusahaan.
2. Waiting Time Delay.
Waiting time disebabkan karena tidak seimbangan pada lintasan
produksi sehingga keterlambatan tampak melalui orang-orang yang
sedang menunggu mesin , peralatan dan bahan baku.
3. Transportation.
Transportation merupakan pemborosan yang berupa pergerakan di
sekitar lantai produksi. Transportasi terjadi diantara langkah proses
pembuatan, aliran pengolahan serta pengiriman ke pelanggan.

23

4. Over Processing.
Pemborosan pada proses disebabkan oleh proses yang berlebihan
yang tidak diinginkan oleh pelanggan. Perusahaan membuat
spesifikasi produk diluar keinginan pelanggan sehingga sering
menciptakan limbah dalam produksi.
5. Movement.
Movement merupakan jenis pemborosan yang disebabkan oleh
gerakan yang tidak diperlukan oleh seorang operator atau mekanik
seperti berjalan, mencarai alat atau bahan. Ini dikatakan limbah
ketika melihat seorang operator yang aktif bergerak dan terlihat
sibuk sehingga sering melakukan gerakan yang tidak diperlukan.
6. Inventory.
Inventory termasuk jenis pemborosan klasik, semua inventory
termasuk pemborosan kecuali jika diterjemahkan langsung untuk
penjualan. Inventory dapat berupa raw materials, work in process
atau finished goods.
7. Defect Product.
Jenis pemboran ini dapat disebut scrap yang disebabkan oleh
ketidakpuasan konsumen terhadap produk sehingga produk
dikembalikan ke perusahaan selain itu proses yang tidak baik.
`

Menurut Singgih dan Pramono (2007) melakukan penyesuaian

waste

dari

lingkungan

manufaktur

24

ke

lingkungan

distribusi

untuk

mempermudah pengidentifikasian waste dibidang pendistribusian. Tabel 3.1


menunjukkan waste yang telah disesuaikan dalam bidang distribusi.

MANUFAKTUR

DISTRIBUSI

O
1
2
3
4
5
6
7

Over production
Waiting
Excessive transportation
Inppropriate processing
Unnecesassry inventory
Unnecessary motion
Defects

faster than necessary pase


Waiting
Conveyance
Processing
Excess stock
Unnecessary motion
Correction of mistake

Tabel 2.2 Penyesuaian Waste Antara Lingkungan Manufaktur dan Distribusi


Pada dasarnya dikenal dua kategori utama pemborosan, yaitu Type
One Wastedan Type Two Waste (Gaspersz, 2011).
1. Type one waste adalah aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai
tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang
value stream, namun aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat
dihindarkan karena berbagai alasan. Misalnya, aktivitas inspeksi dan
penyortiran dari perspektif Lean merupakan aktivitas tidak bernilai
tambah sehingga merupakan waste, namun pada saat sekarang kita
masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin dan
peralatan yang digunakan sudah tua sehingga tingkat keandalan
kurang. Demikian pula pengawasan terhadap orang, misalnya
merupakan aktivitas tidak bernilai tambah berdasarkan perspektif
Lean, namun pada saat sekarang kita masih harus melakukannya,

25

karena orang tersebut baru saja direktut oleh perusahaan sehingga


belum

berpengalaman.

Dalam

konteks

ini,

aktivitas

inspeksi,

penyortiran, dan pengawasan dikategorikan sebagai Type One Waste


harus dapat dihilangkan atau dikurangi.
2. Type Two Waste merupakan aktivitas yang tidak menciptkan nilai
tambah

dan

dapat

dihilangkan

dengan

segera.

Misalnya

menghasilkan produk cacat defect atau melakukan kesalahan error


yang harus dihilangkan segera. Type Two Waste ini sering disebut
waste, karena benar-benar merupakan pemborosan yang harus dapat
diidentifikasi dan dihilangkan dengan segera.
Konsep value added activity, incidential non value added activity atau
type one waste, dan type two waste waste dapat di lihat pada bagan berikut
ini:

Gambar 2.1 Un-LeanTraditional Work Activity yang Tipikal


Sumber: (Gaspersz 2011)

26

2.6. E-DOWNTIME
Merupakan akronim untuk memudahkan praktisi bisnis dan industri
mengidentifikasi 9 jenis pemborosan yang selalu ada dalam bisnis dan
industri, yaitu:
E

Environmental, Healt and Safety EHS, jenis pemborosan yang


terjadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS.

Defect, jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau


kegagalan produk (barang dan/atau jasa).

O =

Overproduction, jenis pemborosan yang terjadi karena produksi


melebihi kuantitas yang dipesan oleh pelanggan.

W =

Waiting, jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.

Not utilizing employees knowledge, skilss and abilities, jenis

pemborosan sumber daya manusia (SDM), yang terjadi karena


tidak

menggunakan

pengetahuan,

keterampilan

dan

kemampuan karyawan secara optimum.


T

Transportation,
transportasi

jenis

pemborosan

yang

terjadi

karena

yang berlebihan sepanjang proses value stream.

Inventories, jenis pemborosan yang terjadi karena inventories


yang berlebihan.

M =

Motion, jenis pemborosan yang terjadi karena pergerakan yang


lebih banyak daripda yang seharusnya proses value stream.

27

Excess processing, jenis pemborosan yang terjadi karena


langkah-langkah proses yang lebih panjang daripada yang
seharusnya sepanjang value stream.

Secara konseptual, waste adalah segala aktifitas dan kejadian di


dalam value stream aliran nilai yang termasuk non value added NVA.
Penggolongan ini mengacu pada kategorisasi aktivitas dalam sebuah
perusahaan oleh Hines dan Taylor (2000) yang mengelompokkan aktivitas
dalam organisasi menjadi tiga:
1. Value added VA
2. Non value added NVA
3. Necessary but non value added NNVA
Aktivitas disebut VA jika ia memberikan nilai tambah bagi konsumen
akhir, sedangkan jika tidak memberikan nilai tambah bagi konsumen akhir
maka aktivitas tersebut tergolong NVA. Diantara dua kelompok tersebut
terdapat kelompok NNVA terakhir yang tidak memberikan nilai tambah tetapi
diperlukan misalkan material handling ataupun inspeksi. Menurut (Gaspersz
2007), kelompok NNVA, meskipun tidak harus segera, sebisa mungkin
dikurangi atau dihilangkan sedangkan NVA harus segera diprioritaskan untuk
dihilangkan.
Beberapa

penelitian

menunjukkan

bahwa

terdapat

hubungan

pengaruh antara satu jenis waste dengan waste lainnya. Sebagaimana


didiskusikan oleh (Rawabdeh 2005) penelitian -penelitian termaksud dapat
diringkas dalam tabel sebagai berikut :

28

Penulis & Tahun

Temuan/simpulan

Kobayashi

Over production adalah jenis waste yang paling kritis karena

(1995)

ia dapat menaikkan resiko terjadinya semua waste lainnya

Wu (2003)

Over production adalah jenis waste yang paling kritis karena


ia dapat menaikkan resiko terjadinya semua waste lainnya

Hines and Rich

Over production mengurangi kelancaran aliran barang atau

1997)

jasa dan sangat mungkin akan menghambat produktifitas


dan berisiko pada kualitas
Inventory dapat mempengaruhi over production,
defect,motion dan transportation dalam tingkat yang sama

Imai 1997)

Excessive inventory cenderung meningkatkan lead


time,menghalangi diketahuinya masalah secara cepat dan
dapat meningkatkan kebutuhan ruang, serta menghambat

komunikasi
Tabel 2.3 Temuan Penelitian Terhadap Keterkaitan Antar Waste
Sumber: Rawabdeh (2005)

Berdasarkan simpulan tersebut, (Rawabdeh 2005) berkeyakinan


bahwa semua jenis dari waste adalah saling mempengaruhi dalam artian
selain memberi pengaruh terhadap yang jenis waste lainnya, ia juga secara
simultan dipengaruhi oleh jenis waste yang lain.

29

Gambar 2.2 Model Dasar Hubungan Antar Waste


Sumber:Rawabdeh (2005)

Sepanjang tahun 1990-an dan awal 2000-an beberapa metode dan


kerangka kerja terkait permasalahan seputar waste telah dikembangkan
Rawabdeh, 2005. Beberapa diantaranya adalah practical program of
revolution in factories PPORF oleh Kobayasi, pendekatan perbaikan terusmenerus atau kaizen oleh Imai, holistic framework oleh Lim dan rekanrekanya, penggunaan 5S secara praktis untuk pengurangan waste oleh
OhEocha

dan

lain-lain.

Meskipun

demikian,

pendekatan-pendekatan

tersebut tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap hubungan antara


jenis waste. Oleh karena itu diperlukan suatu alat eliminasi waste yang
cukup komprehensif yang dapat memberikan analisa yang memadai untuk
menentukan strategi eliminasi waste tanpa memberikan pengaruh negatif
pada waste jenis lain (Rawabdeh, 2005) .

2.7. Aplikasi Lean


Ada beberapa aplikasi yang bisa diterapkan pada suatu sistem yang
menjalankan Lean, adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengurangi ukuran lot produksi.


Mengurangi waktu set up.
Fokus pada pemasok tunggal.
Menjalankan kegiatan pemeliharaan preventif preventive maintenance
Penurunan cycle time.
Mengurangi persediaan stock untuk mengekpos manufaktur, distribusi

dan masalah penjadwalan.


7. Menggunakan peralatan yang baru atau teknologi.
8. Menggunakan teknik change over cepat.
9. Continous atau one pieces flow.

30

10. Produksi menggunakan sistem tarik atau kanban.


11. Menghapus kemacetan (bottleneck) .
12. Menggunakan teknik pemeriksaan kesalahan atau pokayoke,
13. Menghilangkan waste.
Ada beberapa persyaratan dan landasan bagi perusahaan untuk
menyebarkan Lean production meliputi:
1.Kombinasikan berfikir Lean dengan strategi bisnis.
2.Integrasikan dengan para penyalur (supplier dan pelanggan customer).
3.Komitmen manajemen dan keterlibatan semua staff.

2.8. Tools Lean Six Sigma


2.8.1 Diagram SIPOC (Supplier Input Process Output Customer)
Diagram SIPOC adalah peta tingkat tinggi yang digunakan untuk
menentukan batasan proyek Six Sigma dengan cara mengidentifikasi proses
yang sedang dipelajari, input dan output proses tersebut serta pemasok dan
pelanggannya. Dengan informasi yang cukup mengenai fungsi-fungsi yang
terkait dalam perusahaan itu, dapat dipahami dan diketahui jalannya proses
yang ada didalam perusahaan dari awal sampai akhir sehingga dapat
melakukan perbaikan terhadap masalah yang ada di dalam proses secara
tepat. Pembuatan diagram ini biasanya dilakukan pada awal dari penelitian,
bila menggunakan metode DMAIC maka pembuatan diagram SIPOC berada
pada tahap define karena akan digunakan sebagai dasar pedoman bagi
perbaikan yang akan dilakukan. Bentuk dari diagram SIPOC dapat dilihat
pada Gambar 2.3.

31

Gambar 2.3 Bentuk Diagram SIPOC (Sumber: Google.com)

Adapun penjelasan dari masing-masing bagian pada diagram SIPOC di atas


yaitu:
1. Supplier (Pemasok)
Supplier adalah orang, proses, perusahaan yang menyalurkan dan
menyediakan bahan dan segala sesuatu yang dikerjakan di dalam proses.
Pihak supplier ini bisa berupa supplier eksternal dan supplier internal. Yang
dimaksud dengan supplier eksternal adalah adalah supplier yang berasal
dari luar perusahaan. Sedangkan yang dimaksud dengan supplier internal
adalah supplier yang berasal dari dalam perusahaan yang biasanya berasal
dari proses sebelumnya.
2. Input (Masukan)

32

Input adalah barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu proses
untuk menghasilkan output. Input tidak hanya berupa material atau bahan
mentah yang diperlukan untuk proses produksi, akan tetapi juga dapat pula
berupainformasi yang kemudian input ini akan diolah lebih lanjut di dalam
proses.
3. Process (Proses)
Proses adalah langkah-langkah yang diperlukan baik langkah-langkah
yang memberikan nilai tambah terhadap produk maupun yang tidak untuk
membuat produk mulai dari bahan mentah sampai menjadi produk jadi.
4. Output (Hasil)
Output adalah produk jadi, baik itu barang ataupun jasa atau
informasi, yang dihasilkan oleh proses dimana hasil ini kemudian dikirimkan
kepada konsumen.
5. Customer (Pelanggan)
Pelanggan adalah orang, departemen atau perusahaan yang
menerima output, dan juga bisa bersifat eksternal maupun internal terhadap
perusahaan. Pelanggan eksternal adalah pelanggan yang berasal dari luar
perusahaan yang biasanya membeli produk jadi, sedangkan pelanggan
internal adalah pelanggan yang berasal dari dalam perusahaan yang
biasanya berupa proses atau divisi yang selanjutnya yang akan menerima
hasil dari proses sebelumnya (Evans, 2007).

33

2.8.2. Perhitungan tingkat Sigma


Dalam pendekatan Six sigma, proses yang terjadi dalam suatu pabrik atau
perusahaan diukur kinerjanya dengan menghitung tingkat Sigma-nya.
Semakin nilai Sigma mendekati enam sigma maka kinerja dari proses dapat
dikatakan

sangat

baik.

Dasar

perhitungan

tingkat

Sigma

adalah

menggunakan DPMO untuk data atribut.


Perhitungan DPMO dan tingkat sigma untuk data atribut dapat
dilakukan sesuai langkah-langkah perhitungan berikut ini:
1. Defect Per Unit DPU. Ukuran ini merefleksikan jumlah rata -rata dari
cacat, semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan
sampel.

DPU =

D
U

Dimana:
D = jumlah defective atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses
produksi.
U = jumlah unit yang diperiksa.
2. Defect Per Opportunity DPO. Menunjukkan proporsi cacat atas jumlah
total peluang dalam sebuah kelompok.

DPO=

D
U x OP

34

Dimana:
OP (Opportunity = karaketristik yang berpotensi untuk menjadi cacat).
3. Defect Per Million Opportunities DPMO. DPMO mengindikasikan berapa
banyak cacat akan muncul jika ada satu juta peluang.
DPMO=DPO x 1.000.000

2.9. Big Picture Mapping


Big Picture Mapping merupakan sebuah tool yang digunakan untuk
menggambarkan aliran informasi dan aliran fisik suatu sistem secara
keseluruhan. Langkah-langkah dalam menggambar Big Picture Mapping
adalah:
1. Menggambarkan aliran informasi dari customer ke distributor yang
berisi antara lain informasi pemesanan dari customer ke distributor,
organisasi

atau

departemen

yang

memberikan

informasi

ke

perusahaan, serta berapa lama informasi muncul sampai diproses.


2. Menggambarkan aliran fisik, dapat berupa langkah-langkah utama
aliran fisik dalam perusahaan, berapa lama aliran fisik dilakukan.
3. Menghubungkan aliran informasi dan aliran fisik dengan anak panah
yang dapat memberi informasi jadwal yang digunakan, instruksi kerja
yang dihasilkan, dari dan untuk apa informasi dan intruksi dikirim,
kapan dan dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik.
4. Melengkapi peta atau gambar aliran informasi dan aliran fisik yang
dilakukan dengan menambahkan Lead time dan value adding time
dibawah gambaran aliran yang dibuat.

35

2.10. Value Stream Mapping


APICS Dictionary (2005) mendefinisikan value stream sebagai
proses-proses untuk membuat, memproduksi, dan menyerahkan product
(barang dan/atau jasa) ke pasar. Untuk proses pembuatan barang (good),
value stream mencakup pemasok bahan baku, manufaktur dan perakitan
barang, dan jaringan pendistribusian kepada pengguna dari barang itu.
Untuk proses jasa (service), value stream terdiri dari pemasok, personel
pendukung dan teknologi, produsen jasa, dan saluran-saluran distribusi dari
jasa itu. Suatu value stream dapat dikendalikan oleh satu bisnis tunggal atau
jaringan dari beberapa bisnis.
Value stream mapping memberikan gambaran yang nyata dan
kekuatan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas tambahan
yang tidak bernilai didalam perusahaan. Menghilangkan muda atau waste
merupakan kata kunci penting dalam Lean thinking. Setiap aktivitas yang
ditemukan dalam value stream mapping, wajib dihilangkan apabila memakai
sumber daya, tetapi tak menyumbangkan nilai.
Dalam
didalamnya

suatu

terdapat

perusahaan
aktifitas

terdapat

non

value

proses
added

produksi,
sehingga

apabila
akan

mengakibatkan pemakaian sumber daya mulai dari energi, biaya, usaha, dan
waktu semakin tinggi, maka proses produksi tersebut tidak efisien. Peneliti
mencoba melakukan efisiensi dengan mengevaluasi dan mereduksi aktivitas
non-value added atau waste (pemborosan) yang terjadi pada departemen
produksi. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode untuk mengidentifikasi
waste secara menyeluruh dengan menggunakan metode Value Stream

36

Mapping Tools, dimana pemilihan tool menggunakan metode VALSAT.


Dimana tools yang terpilih antara lain adalah process activity mapping,
supply chain response matrix dan quality filter mapping. Untuk meminimasi
waste tersebut diberikan rekomendasi perbaikan, seperti rekomendasi
perbaikan memberikan training bagi operator untuk meningkatkan kesadaran
dan kedisiplinan kerja serta memberi pemahaman mengenai pentingnya
kualitas dan membuat standart produksi sehingga dapat mengurangi jumlah
defect yang terjadi.
Untuk meningkatkan mutu dan pelayanan terhadap customer pada
product furniture maka perusahaan harus memperhatikan tahap-tahap dalam
proses produksi

tersebut

dimulai

dari

adanya

permintaan

product,

perencanaan produksi dan pemesanan bahan baku. Selain itu perusahaan


perlu mengadakan evaluasi proses produksi yang terjadi di dalam
perusahaan

secara

berkesinambungan.

Atas

latar

belakang

itulah

perusahaan memandang perlunya memperbaiki performa perusahaan


dengan cara meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja secara optimal.
Permasalahan yang dihadapi perusahaan saat ini adalah terjadinya inefisiensi pada proses produksi yang disebabkan oleh banyaknya aktivitas
non value added atau sering disebut dengan pemborosan (waste) yang
dapat merugikan perusahaan, seperti jumlah cacat proses yang masih tinggi.
Hal ini mengindikasikan kurangnya performa dan efisiensi perusahaan.
mengidentifikasikan

efisiensi

produksi

didasarkan

dengan

mempertimbangkan bobot pengerjaan ulang akibat dari suatu kegagalan


atau ketidaksesuaian produksi.

37

2.11. Critical to Quality (CTQ)


Critical To Quality adalah kebutuhan yang sangat penting dari produk
yang

diperlukan

oleh

pelanggan.

Identifikasi

CTQ

membutuhkan

pemahaman akan suara pelanggan voice of customer yaitu kebutuhan


pelanggan yang diekspresikan dalam bahasa pelanggan itu sendiri.
Perusahaan yang

bersangkutan

harus dengan

jelas mendefinisikan

bagaimana karakteristik CTQ ini dapat diukur dan dilaporkan. CTQ yang
merupakan karakteristik kualitas yang ditetapkan seharusnya berhubungan
langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara
langsung dari persyaratan-persyaratan

output dan pelayanan. Pada

akhirnya, perusahaan tersebut harus menghubungkan pengukuran CTQ


pada

kunci

proses

dan

pengendalian

sehingga

perusahaan

dapat

menentukan bagaimana meningkatkan proses (Pande, 2002).

2.12. Value Stream Mapping Tools (VALSAT)


Pada prinsipnya, value stream analysis tool digunakan sebagai alat
bantu untuk memetakan secara detail aliran nilai (value stream) yang
berfokus pada value adding process. Detail mapping ini kemudian dapat
digunakan untuk menemukan penyebab waste yang terjadi. Terdapat 7
macam detail mapping tools yang paling umum digunakan, yaitu:

Process Activity Mapping


Merupakan pendekatan teknis yang biasa dipergunakan pada
aktivitas-aktivitas di lantai produksi. Walaupun demikian, perluasan
dari tool ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan Lead time
dan produktivitas baik aliran produk fisik maupun aliran informasi,
38

tidak hanya dalam ruang lingkup perusahaan namun juga pada area
lain dalam supply chain. Konsep dasar dari tool ini adalah
memetakan setiap tahap aktivitas yang terjadi mulai dari operasi,
transportasi,

inspeksi,

delay,

dan

storage,

kemudian

mengelompokkannya ke dalam tipe-tipe aktivitas yang ada mulai dari


value adding activities, necessary non value adding activities, dan
non value adding activities. Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk
membantu memahami aliran proses, mengidentifikasikan adanya
pemborosan, mengidentifikasikan apakah suatu proses dapat diatur
kembali menjadi lebih efisien, mengidentifikasikan perbaikan aliran

penambahan nilai.
Supply Chain Response Matrix
Merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara inventory
dengan Lead time pada jalur distribusi, sehingga dapat diketahui
adanya peningkatan maupun penurunan tingkat persediaan dan
waktu distribusi pada tiap area dalam supply chain. Dari fungsi yang
diberikan, selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
manajemen untuk menaksir kebutuhan stock apabila dikaitkan
pencapaian Lead time yang pendek. Tujuannya untuk memperbaiki
dan mempertahankan tingkat pelayanan pada setiap jalur distribusi
dengan biaya rendah.

Production Variety Funnel


Merupakan teknik pemetaan visual yang mencoba memetakan
jumlah variasi produk di tiap tahapan proses manufaktur. Tools ini
dapat digunakan untuk mengidentifikasikan titik dimana sebuah
product generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik.
39

Selain itu, tools ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan area
bottleneck pada desain proses. Dengan fungsi-fungsi tersebut,
selanjutnya

dapat digunakan

untuk merencanakan

perbaikan

kebijakan inventory (apakah dalam bentuk bahan baku, produk

setengah jadi atau produk jadi).


Quality Filter Mapping
Merupakan tool yang digunakan untuk mengidentifikasikan letak
permasalahan cacat kualitas pada suplay chains yang ada. Evaluasi
hilangnya

kualitas

yang

sering

terjadi

dilakukan

untuk

pengembangan jangka pendek. Tools ini mampu menggambarkan


tiga tipe cacat kualitas yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
a. Product defect
Cacat fisik produk yang lolos ke customer karena tidak berhasil
diseleksi pada saat proses inspeksi.

b. Scrap defect
Sering disebut juga sebagai internal defect, dimana cacat ini
masih berada dalam internal perusahaan dan berhasil diseleksi
pada saat proses atau inspeksi.
c. Service defect
Permasalahan yang dirasakan customer berkaitan dengan cacat
kualitas pelayanan. Hal yang paling utama berkaitan dengan
cacat kualitas pelayanan adalah ketidaktepatan waktu pengiriman
(terlambat atau terlalu cepat). Selain itu dapat disebabkan karena
permasalahan dokumentasi, kesalahan proses packing maupun
labeling, kesalahan jumlah (quantity), dan permasalahan faktur.
d. Demand Amplification Mapping

40

Peta

yang

digunakan

untuk memvisualisasikan perubahan

demand disepanjang supplay chains. Fenomena ini menganut law


of industrial dynamics, dimana demand yang ditransmisikan
disepanjang supplay chains melalui rangkaian kebijakan order
dan inventory akan mengalami variasi yang semakin meningkat
dalam setiap pergerakannya mulai dari downstream sampai
dengan upstream. Dari informasi tersebut dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan dan analisa lebih lanjut baik untuk
mengantisipasi

adanya

perubahan

permintaan,

me-manage

fluktuasi, serta evaluasi kebijakan inventory.


e. Decision Point Analysis
Menunjukkan berbagai option sistem produksi yang berbeda,
dengan trade off antara Lead time masing-masing option dengan
tingkat inventory yang diperlukan untuk meng-cover selama
proses Lead time.
f. Physical Structure.
Merupakan sebuah tools yang digunakan untuk memahami
kondisi supplay chains dilevel produksi. Hal ini diperlukan untuk
memahami kondisi industri itu, bagaimana operasinya, dan dalam
mengarahkan

perhatian

pada

area

yang

mungkin

belum

mendapatkan perhatian yang cukup untuk pengembangan.


Pemakaian dari 7 tools diatas berdasarkan pada pemilihan yang
tepat berdasarkan kondisi perusahaan itu sendiri. Agar lebih mudah
dilakukan berdasarkan sistem bobot, seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.4
dibawah ini.

41

Waste

Process

Supply

Productio

Quality

Demand

Desicio

Physical

activity

chain

filter

amplificatio

structur

Mappin

response

funnel

mappin

n mapping

analysis

matrix

Over production

Waiting

Excessive

transportation
Inppropriate

processing
Unnecesassry

inventory
Unnecessary

motion
defects

variety

point

e
mappin
g

M
L

L
H

Tabel 2.4 VALSAT (Value Stream Analysis Tools)


Keterangan :
H (High Correlation and Usefulness) : faktor pengali = 9
M (Medium Correlation and Usefulness) : faktor pengali = 3
L (Low Correlation and Usefulness) : faktor pengali = 1

2.13. Root Cause Analisys


Diagram ini menggambarkan seluruh penyebab kegagalan dari level
rendah hingga level tertinggi. Diagram ini digunakan untuk menganalisa dan
menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam
menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari penyebab-penyebab
yang sesungguhnya dari suatu masalah. Adapun langkah-langkah dalam
menyusun RCA ini (Andersen and Pettersen,1996) :

42

Root Cause Analysis (RCA) adalah salah satu tool continuous


improvement dan

metode problem

solving

yang

bertujuan

untuk

mengidentifikasi akar dari masalah tertentu yang muncul pada sistem atau
proses.
Root Cause Analysis (RCA) adalah sebuah pendekatan terstruktur
untuk mengidentifikasi berbagai faktor diantaranya alam, situasi dan kondisi,
magnitude, lokasi, manusia, waktu terjadinya masalah dari kejadian-kejadian
dimasa lalu untuk mengidentifikasi penyebab masalah yang bisa diperbaiki
untuk mencegah masalah yang sama terjadi kembali. RCA juga berguna
untuk mengidentifikasi pelajaran yang dapat dipetik untuk mencegah
kerugian kembali terjadi dalam proses.
RCA dapat diarahkan kepada banyak tujuan yang spesifik. Para
praktisi continuous improvement merumuskan lima pendekatan dasar yang
dapat dilakukan dengan RCA. Mereka adalah:

RCA satefy-based merupakan usaha identifikasi permasalahan yang


berkaitan dengan keselamatan. RCA dilakukan dengan analisa
kecelakaan yang pernah terjadi dan penyebab-penyebabnya, untuk
meningkatkan kesehatan dan keselamatan pekerja.

RCA production-based berasal dari konsep quality control untuk


manufaktur, RCA produksi fokus kepada analisa penyebab cacat dan
masalah yang terjadi pada proses produksi mencakup mesin,
operator, dan peralatan.

RCA process-based pada dasarnya merupakan perluasan dari


konsep RCA production-based, namun dengan ruang lingkup yang

43

lebih luas, termasuk analisa penyebab masalah yang terjadi pada


business process.

RCA failure-based berasal dari praktek failure analysis yang dilakukan


pada proses engineering dan maintenance, bertujuan untuk
mengetahui akar masalah yang menjadi penyebab masalah pada
kedua proses tersebut.

RCA

systems-based

ini

adalah

pendekatan

gabungan

yang

merangkul pendekatan-pendekatan RCA yang lain, dengan konsepkonsep yang diadaptasi dari berbagai sudut pandang, seperti
change management, risk management dan systems analysis.
Walaupun RCA memiliki banyak variasi pendekatan, namun pada
dasarnya prinsipnya tetap sama, yaitu menelaah sedalam-dalamnya hingga
ditemukan akar dari suatu masalah yang terjadi. RCA dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai tools, seperti analisa 5 Whys, Fishbone
(Ishikawa) diagram, diagram sebab-akibat, Pareto chart, dan sebagainya.

2.13.1. Diagram Pareto


Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi
ditunjukkan oleh grafik batang yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi
sebelah kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi
ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan
pada sisi sebelah kanan.

44

Pada

dasarnya

diagram

pareto

dapat

dipergunakan

sebagai

alat

interprestasi untuk:
1. Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah
atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
2. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat
ranking

terhadap

masalah-masalah

atau

penyebab-penyebab

dari

masalah itu dalam bentuk signifikan.


Langkah-langkah membuat diagram pareto adalah sebagai berikut:
1.

Menentukan

masalah

yang

akan

diteliti.

Contohnya

masalah

keterlambatan pengiriman barang, keterlambatan pelayanan, item yang


rusak dan lain sebagainya.
2. Menentukan

data

apa

yang

dibutuhkan

dan

bagaimana

mengklasifikasikan atau mengkategorikan data itu. Contohnya klasifikasi


berdasarkan keterlambatan, lokasi, proses, mesin, shift, operator atau
pekerja, metode, dll.
3. Menentukan metode dan periode pengumpulan data. Termasuk dalam
hal menentukan unit pengukuran dan periode waktu yang dikaji.
2.13.2. Diagram Five Why
Diagram five why berasal dari kebudayaan yang telah lama
ditanamkan diperusahaan besar seperti Toyota. Seorang petinggi Toyota
bernama Taiichi Ohno mengemukakan bahwa pemecahan masalah
45

sebenarnya membutuhkan identifikasi akar penyebab bukan sumber, karena


yang biasanya tersembunyi dibalik sumber adalah akar penyebab masalah.
Diagram five why berusaha untuk mengungkapkan akar dari permasalahan
untuk dapat diperbaiki dengan tepat dengan bertanya sebanyak lima kali
mengapa ketika suatu ketidaksesuaian terjadi pada proses. Langkahlangkah dalam melakukan analisa 5 analisa yaitu:
1. Menentukan suatu penyebab masalah, bisa dari diagram sebab akibat
atau grafik batang yang tertinggi pada diagram pareto dan pastikan
pengertian penyebab masalah tersebut diketahui. (Why 1)
2. Bertanya Mengapa hal tersebut terjadi? (Why 2)
3. Menentukan salah satu dari alasan untuk Why 2 dan bertanya
Mengapa halitu terjadi? (Why 3) (Jeffrey, 2006).
2.13.3. Interrelationship diagram
Diagram keterkaitan atau disebut juga Interrelation

diagram

masalah merupakan salah satu tool analisis dapat megidentifikasi sebab dan
akibat dari hubungan-hubungan antara berbagai aspek dalam situasi yang
kompleks. Melalui interrelationship diagram, kita dapat membedakan isu apa
yang merupakan driver (pemicu terjadinya masalah) dan isu apa yang
merupakan outcome (akibat dari masalah).
Dengan

kata

lain,

diagram keterkaitan

merupakan

alat

untuk

menemukan pemecahan masalah yang memiliki hubungan kausal yang


kompleks. Hal ini membantu untuk menguraikan dan menemukan hubungan

46

logis yang saling terkait antara sebab dan akibat. Ini adalah proses kreatif
yang memungkinkan untuk Multi-directional daripada linier berpikir yang
akan digunakan.
Diagram keterkaitan digunakan jika sedang berupaya memahami
hubungan antara beberapa isu atau ide yang berkaitan dalam sebuah
proses. Interrelationship diagram sangat membantu jika isu yang sedang
dianalisis merupakan isu yang kompleks. Tool ini biasanya dibuat setelah
diagram afiniti, diagram fishbone, atau diagram pohon dengan tujuan lebih
memahami hubungan antara ide-ide. Selain itu, interrelationship diagram
juga dapat berguna dalam mengidentifikasi root cause meskipun data yang
objektif tidak tersedia.

2.14. FMEA (Failure Modes and Effect Analysis)


FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur
terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode
kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumbersumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode
kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan
dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau
perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari
produk itu.
Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA
Desain) dan dalam proses (FMEA Proses). FMEA Desain akan membantu
menghilangkan kegagalan-kegagalan yang terkait dengan desain, misalnya

47

kegagalan karena kekuatan yang tidak tepat, material yang tidak sesuai, dan
lain-lain. FMEA Proses akan menghilangkan kegagalan yang disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, misal kondisi diluar
batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat,
tekstur dan warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lainlain. Penelitian tugas akhir ini menggunakan metode FMEA Proses.
Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai failure modes and
effect analysis, definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila
dievaluasi lebih dalam memiliki arti yang serupa. Definisi failure modes and
effect analysis tersebut disampaikan oleh :
Menurut Roger D. Leitch, definisi dari failure modes and effect
analysis adalah analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tepat dan
waktu yang tepat akan memberikan nilai yang besar dalam membantu
proses pembuatan keputusan dari engineer selama perancangan dan
pengembangan. Analisa tersebut biasa disebut analisa bottom up, seperti
dilakukan

pemeriksaan

mempertimbangkan

pada

proses

produksi

tingkat

awal

dan

kegagalan

sistem

yang

merupakan

hasil

dari

keseluruhan bentuk kegagalan yang berbeda.


Menurut John Moubray, definisi dari failure modes and effect analysis
adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan
yang mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan
pengaruh kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan.

48

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Analisis


Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, tujuan penelitian ini
adalah menganalisa waste yang terjadi dalam proses distribusi hingga dapat
ditemukan akar permasalahannya. Kemudian, hasil analisis tersebut akan
digunakan dalam perancangan strategi distribusi untuk tahun 2015-2018 ,
Penelitian ini terbagi dalam lima tahapan penelitian, dimulai dengan tahapan
define kemudian measure, analysis , improvement lalu control kemudian
yang terakhir adalah perancangan strategi berdasarkan keempat tahapan
analisis tersebut. kerangka analisis dapat dilihat pada Gambar 3.1.

49

DEFINE

MEASURE

Diagram SIPOC

Analisis Distribusi

Big Picture Mapping

DPMO
DPMO

Identifikasi Waste
QTC
QTC
QTC

VALSAT
VALSAT

IMPROVE

ANALYSIS

FMEA

Diagram 5 why

Diagram Interrelationship
CONTROL
Analisis Akar Permasalahan

Control Sheet

50

STRATEGI DISTRIBUSI
Rancangan Strategi Distribusi 2015 - 2018

Gambar 3.1. Kerangka Analisis Penelitian

3.1.1. Tahapan Define


Tahapan ini dilakukan dengan tujuan menggambarkan aliran distribusi
PT Indesso beserta waste yang terjadi selama proses distribusi. Dimulai
dengan membuat diagram SIPOC untuk melihat secara garis besar aliran
rantai pasok PT Indesso kemudian detil mengenai aliran informasi beserta
aliran produk akan di gambarkan pada Big Picture Mapping. Penggambaran
Big Picture Mapping juga bertujuan untuk lebih memahami sistem yang
diamati dan memudahkan dalam mencari potensi pemborosan, penyebab,
akibat serta solusi yang mungkin dapat diterapkan.
Kemudian langkah berikutnya adalah mengidentifikasi waste yang
terjadi pada masing masing sektor kerja. Dalam penelitian ini, dilakukan
wawancara dan observasi lapangan untuk mengidentifikasi waste yang
terjadi

pada

proses

distribusi.

Kemudian

waste

yang

ditemukan

dikelompokkan berdasarkan kategori waste dalam distribusi.


Setelah didapatkan gambaran waste yang terjadi dalam proses
distribusi maka tahap selanjutnya adalah mencari critical to quality dengan
cara dilakukan pembobotan waste menggunakan metode borda untuk
mengetahui tipe waste yang paling sering terjadi. Bobot masing-masing jenis
waste diperoleh dengan membagi ranking pada setiap jenis waste dengan

51

jumlah ranking total. Tahapan ini akan digunakan sebagai acuan dalam
prioritas peningkatan kualitas sistem yang ada.

3.1.2. Tahapan Measure


Didalam tahapan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur kualitas
proses distribusi yang selama ini dilakukan. langkah pertama dalam tahapan
ini adalah menganalisa proses distribusi produk ke konsumen. Data yang
digunakan adalah data pengiriman dan return produk pada tahun 2014-2015.
Kemudian dari data tersebut akan diolah hingga didapati presentase
kegagalan distribusi beserta penyebabnya. Jumlah kegagalan distribusi
tersebut akan digunakan sebagai dasar dalam perhitungan DPMO sehingga
akan didapati nilai Sigma dalam proses distribusi tersebut. Kemudian hasil
temuan waste kritis dari analisa QTC akan di masukkan ke dalam salah satu
dari tujuh tool

dari Value Stream Analysis Tools. Tujuan dari analisa ini

adalah melihat secara detil seberapa besar waste yang terjadi dapat
mempengaruhi alur proses distribusi.

3.1.3. Tahapan Analisis


Tahapan ini dimulai dengan menganalisa waste yang sudah
teridentifikasi

kemudian

dicari

masing-masing

akar

permasalahan

menggunakan diagram 5 why, dimana diagram ini menggambarkan akar


permasalahan dari suatu waste dengan pertanyaan bertingkat untuk
mendapatkan suatu sumber masalah. Langkah selanjutnya adalah mencari
hubungan masing-masing akar permasalahan dan mengkategorikan akar

52

permasalahan menggunakan diagram interrelationship dengan maksud


untuk mencari akar permasalahan yang memiliki dampak terbesar maupun
dampak pada masalah kritis dalam distribusi PT Indesso Niagatama.
Langkah terakhir dalam tahapan ini adalah melakukan analisa secara
mendetil pada masing masing akar permasalan

3.1.4. Tahapan Improve


Dalam tahapan ini bertujuan untuk menganalisa keandalan suatu
sistem dan penyebab kegagalannya untuk mencapai persyaratan keandalan
dan keamanan sistem, desain dan proses dengan memberikan informasi
dasar mengenai prediksi keandalan sistem, desain, dan proses.

Terdapat sepuluh langkah dalam penerapan FMEA, yaitu ;


1.

Peninjauan Proses
Langkah pertama dalam tools FMEA adalah meninjau ulang proses

bisnis atau bagan alir yang ada untuk di analisis. Ini


mendapatkan

kesalahan

paham

terhadap

proses

dilakukan untuk
tersebut.

Dengan

menggunakan peta atau bagan alir tersebut, tahapan ini dilakukan dengan
peninjauan

lapangan

(process

walk-through)

untuk

meningkatkan

pemahaman terhadap proses yang dianalisa. Bila peta proses atau bagan
alir belum ada maka tim harus menyusun peta proses atau bagan alir
tersebut sebelum memulai proses FMEA itu sendiri.
2.

Brainstorming

berbagai

bentuk

kegagalan proses

53

kemungkinan

kesalahan

atau

Setelah melakukan peninjauan lapangan terhadap proses yang akan


di analisis maka langkah selanjutnya adalah melakukan brainstorming
terhadap kemungkinan kesalahan atau kegagalan yang dapat terjadi dalam
proses tersebut. Proses brainstorming ini dapat berlangsung lebih dari satu
kali untuk memperoleh satu daftar yang komperehensif terhadap segala
kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi. Hasil brainstorming ini kemudian
dikelompokkan menjadi beberapa penyebab kesalahan seperti manusia,
mesin/peralatan, material, metode kerja dan lingkungan kerja. Cara lain
untuk mengelompokkan adalah menurut jenis kesalahan itu sendiri, misalnya
kesalahan pada proses welding, kesalahan elektrik, kesalahan mekanis dan
lain-lain. Pengelompokkan ini akan mempermudah proses analisis nantinya
dan untuk mengetahui dampak satu kesalahan yang mungkin menimbulkan
kesalahan yang lain.
3.

Membuat daftar dampak tiap-tiap kesalahan


Setelah diketahui semua daftar kesalahan yang mungkin terjadi maka

dimulai menyusun dampak dari masing-masing kesalahan tersebut. Untuk


setiap kesalahan, dampak yang terjadi bisa hanya satu, tetapi mungkin juga
bisa lebih dari satu. Bila lebih dari satu maka semuanya harus ditampilkan.
Proses ini harus dilaksanakan dengan cermat dan teliti, karena apa yang
terlewat dari proses ini tidak akan mendapatkan perhatian untuk ditangani.
Kriteria dampak, kemungkinan dan deteksi ini harus ditetapkan terlebih
dahulu. Kriteria mula-mula secara kualitatif dan kemudian dibuat secara
kuantitatif. Apabila bias langsung dibuat secara kuantitatif akan lebih baik.
Skala kriteria untuk ketiga jenis penilaian ini juga harus sama, misalnya

54

terbagi dalam skala 5 atau skala 10. Nilai 1 terendah dam nilai 5 atau 10
tertinggi. Penilaian peringkat dari ketiga variabel yang dinilai dilakukan
secara konsensus dan disepakati oleh seluruh anggota tim.
4.

Menilai tingkat dampak (severity) kesalahan


Penilaian terhadap tingkat dampak adalah perkiraan besarnya

dampak negatif yang diakibatkan apabila kesalahan terjadi. Bila pernah


terjadi maka penilaian akan lebih mudah, tetapi bila belum pernah maka
penilaian dilakukan berdasarkan perkiraan.

5.

Menilai tingkat kemungkinan terjadinya (occurance) kesalahan


Sama dengan langkah keempat, bila tersedia cukup data maka dapat

dihitung probabilitas atau frekuensi kemungkinan terjadinya kesalahan


tersebut. Bila tidak tersedia maka harus digunakan estimasi yang didasarkan
pada pendapat ahli (expert judgement) atau metode lainnya.
6.

Melihat tingkat kemungkinan deteksi dari tiap kesalahan atau

dampaknya
Penilaian yang diberikan menunjukkan seberapa jauh kita dapat
mendeteksi kemungkinan terjadinya kesalahan atau timbulnya dampak dari
suatu kesalahan. Hal ini dapat diukur dengan seberapa jauh pengendalian
atau indikator terhadap hal tersebut tersedia. Bila tidak ada makan nilainya
rendah, tetapi bila indikator sehingga kecil kemungkinan tidak terdeteksi
maka nilainya tinggi.
7.

Hitung tingkat prioritas risiko (RPN) dari masing-masing kesalahan

dan dampaknya

55

Nilai prioritas risiko (RPN) merupakan perkalian dari :


RPN = (NILAI DAMPAK) X (NILAI KEMUNGKINAN) X (NILAI DETEKSI)
Total nilai RPN ini dihitung untuk tiap-tiap kesalahan yang mungkin
terjadi. Bila proses tersebut terdiri dari kelompok-kelompok tertentu maka
jumlah keseluruhan RPN pada kelompok tersebut dapat menunjukkan
bahwa betapa gawatnya kelompok proses tersebut bila suatu kesalahan
terjadi. Jadi terdapat tingkat prioritas tertinggi untuk jenis kesalahan dan jenis
kelompok proses.

8.

Urutkan prioritas kesalahan yang memerlukan penanganan lanjut


Setelah dilakukan perhitungan RPN untuk masing-masing potensi

kesalahan maka dapat disusun prioritas berdasarkan nilai RPN tersebut.


Apabila digunakan skala 10 untuk masing-masing variable maka nilai
tertinggi RPN adalah = 10 x 10 x 10 = 1000. Bila digunakan skala 5, maka
nilai tertinggi adalah = 5 x 5 x 5 =125. Terhadap nilai RPN tersebut dapat
dibuat klasifikasi tinggi, sedang dan rendah atau ditentukan secara umum
bahwa untuk nilai RPN di atas 250 (cut-off points) harus dilakukan
penanganan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dan
dampaknya serta pengendalian deteksinya. Penentuan klasifikasi atau nilai
batas penanganan ditentukan oleh kepala tim atau oleh manajemen sesuai
dengan jenis proses yang dianalisis.
9.

Lakukan tindak mitigasi terhadap kesalahan tersebut


Idealnya semua kesalahan yang menimbulkan dampak tinggi harus

dihilangkan sepenuhnya. Penanganan dilakukan secara serentak untuk


ketiga aspek, yaitu meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi kesalahan,

56

mengurangi dampak kesalahan bila terjadi. Salah satu contoh untuk


mendeteksi adanya kesalahan adalah adanya indikator panas pada mesin
mobil bila terjadi overheating. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh berbagai
hal: misalnya kipas radiator tidak bekerja, kebocoran pipa air pendingin,
pompa air radiator tidak bekerja dan lain-lain. Sedangkan cara untuk
mencegah dampak kesalahan bila sudah terjadi adalah dengan memasang
kontak pemutus aliran listrik ke mesin sehingga mesin mati bila
terjadi overheating. Dengan demikian, mesin tidak akan rusak karena
overheating berlanjut. Untuk mengurangi terjadinya kesalahan, caranya
adalah dengan menyusun suatu prosedur pemeriksaan berkala terhadap
semua peralatan tersebut: kipas radiator, pompa air radiator, pengisian air
radiator dengan cairan yang khusus untuk itu dan lain-lain.
10.

Hitung ulang RPN yang tersisa untuk mengetahui hasil dari tindak

lindung yang dilakukan.


Segera setelah tindak lindung risiko dilaksanakan, harus dilakukan
pengukuran ulang atau perkiraan nilai deteksi, nilai dampak dan nilai
kemungkinan timbulnya kesalahan. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai
tingkat prioritas risiko kesalahan tadi. Hasil tindak lindung tadi harus
menghasilkan penurunan nilai RPN yang cukup signifikan ke tingkat yang
cukup aman. Bila belum tercapai maka tetap perlu dilakukan tindak lindung
lebih lanjut. Contohnya dengan menggunakan ilustrasi pada langkah ke-9
terkait

dengan

overheating.

Berapa

kira-kira

penurunan

RPN

bila

dibandingkan dengan kondisi awal, yaitu tanpa indicator panas dan tanpa
pemutus otomatis untuk overheating dengan sesudah dilakukan tindak

57

lindung melalui pemasangan indicator panas mesin dan pemutus otomatis


untuk overheating.

3.1.5. Tahapan Control


Tahapan kontrol adalah fase sustain, untuk memastikan improvement
dan hasil yang telah dicapai akan bertahan lama.

Penulis akan

mengembangkan SOP, mengembangkan sistem dan menetapkan kapabilitas


proses yang berhubungan dengan improvement yang dilakukan. tahapan ini
dilakukan dengan membuat form pengendalian dimana di dalamnya terdapat
target pencapaian, PIC, dan pembagian berdasarkan struktur managerial.

3.1.6. Perancangan Strategi


Setelah menyelesaikan tahapan DMAIC diatas , langkah terakhir yang
dilakukan adalah merancang strategi distribusi dengan jenjang waktu tiga
tahun. Fokus perancangan strategi dititik beratkan pada visi dan hasil analisa
masalah. Hasil masalah yang sudah dianalisa akan di kelompokkan
berdasarkan suatu kategori tertentu sehingga dapat dijadikan pertimbangan
dalam pembuatan strategi distribusi.
Untuk pemilihan usulan strategi yang dirasa paling sesuai untuk
diterapkan akan di dinilai berdasarkan indikator visi, biaya investasi,
kecepatan, dan cakupan masalah yang dapat teratasi. Pemilihan usulan
strategi akan menggunakan software expert choice AHP.

58

3.2. Metode Pengumpulan Data


Metode penelitian untuk mendapatkan data primer dan sekunder
yang mendukung penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut.
Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung. Kebutuhan
data primer antara lain:

Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui aliran fisik, aliran
informasi dan Lead time pengiriman dalam proses distribusi yang
dilakukan di PT indesso Niagatama.
Observasi
Observasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data waktu,
selama proses distribusi dimulai dari penerimaan sampai dengan
pengiriman barang.
Data sekunder, diperoleh dari buku, koran, majalah, jurnal, hasil riset,
dan portal berita terkait jaringan distribusi dalam industri flavour dan fragrant
di Indonesia. Data sekunder yang diperoleh dan digunakan untuk
mendukung data primer.
3.3. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah

yang

dilakukan

dalam

perancangan

strategi

distribusi untuk perusahaan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

59

1.

Menggambarkan alur proses distribusi menggunakan diagram SIPOC


untuk mendapatkan gambaran umun bagai mana pergerakan barang

dari supplier ke costummer


2. Menggabarkan secara utuh aliran barang dan informasi dari hulu ke
hilir menggunakan Big Picture Mapping hingga didapatkan lead time
3.

dan value adding time pada proses distribusi.


Mengidentiifikasi waste yang timbul selama proses distribusi beserta
pengelompokan berdasarkan sektor kerja dimana masalah tersebut
muncul. Data ini di dapatkan dari hasil observasi lapangan dan

4.
5.

wawancara terhadap pihak terkait.


Menentukan Critical To Quality
Menganalisa data costummer dan data pengiriman tahun 2014-2015.
Hasil analisa akan didapatkan data total pengiriman, total kegagalan
pengiriman, total costummer beserta pembagian sektor daerahnya,

total costummer, dan total transporter yang digunakan


6. Menghitung DPMO dengan fokus waste hasil analisa CTQ sehingga
7.

akan didapatkan nilai SIGMA


Memilih tools VALSAT yang sesuai terhadap waste kritis dengan

memasukkan rangking waste kritis pada tabel korelasi VALSAT.


8. Melakukan analisa kategori waste kritis secara mendetil dengan
menggunakan salah satu tool VALSAT.
9. Mengidentifikasi semua akar permasalahan berdasarkan semua
10.

waste yang muncul dengan menggunakan five why diagram.


Mencari hubungan antara akar permasalahan yang terjadi dengan

interrelationship diagram.
11. Melakukan analisa secara mendetil terhadap masing masing akar
permasalahan.
12. Memilih skema hedging yang membutuhkan kas terkecil untuk
membayar kewajiban.

60

13.

Melakukan analisis FMEA untuk mendapatkan usulan perbaikan yang


paling sesuai dan dapat diterapkan tanpa mengurangi kinerja

distribusi
14. Membuat control plan untuk masing-masing akar permasalahan yang
15.

terjadi
Membuat perancangan strategi distribusi berdasarkan visi dan usulan
perbaikan

16.

dengan

mempertimbangkan

faktor

biaya

investasi,

kecepatan implementasi, dan masalah yang kritis


Memilih usulan strategi yang dinilai paling mungkin dilakukan dengan
menggunakan software AHP.

17.

61

BAB IV
PROFIL PERUSAHAAN
PT Indesso merupakan salah satu perusahaan nasional terkemuka
yang bergerak dalam bidang food, flavor, dan fragrance ingredients produk
indesso berkonsentrasi pada food dan ingredients dengan 3 jenis produk
utama

yang

dihasilkan

PT

Indesso

Aroma,

yaitu aromatic

chemical dan essential oils (clove oil, patchouli oil, nutmeg oil, ginger oil, dan
lain-lain), natural

extracts (coffee, tea, cocoa, tamarind),

dan savoury

products (seasonings,cheese powder, meat extracts ). Saat ini Elnusa


memiliki dua anak perusahaan yang mendukung proses bisnis yang
dijalankannya. Kedua anak perusahaan tersebut adalah PT Indesso Aroma,
dan PT Indesso Niagatama

4.1. Sejarah Perusahaan


Indesso pertama didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah Indonesia
pada tahun 1968 oleh Robert H.Gunawan. Perusahaan ini sekarang dikenal
sebagai penyedia utama bahan kimia. Setelah bertahuntahun Indesso
berkembang dari sebuah

perusahaan lokal kecil menjadi perusahaan

multinasional yang menawarkan berbagai macam natural extracts, essential


oils, dan aromatic chemicals menggunakan teknologi ekstraksi terbaru.
Pada tahun 1992, Indesso memulai produksi produk baru berupa
Eugenol dan minyak cengkeh. Kualitas produksi dari Indesso telah diakui
oleh beberapa kalangan baik dari customer maupun pihak lainnya. Hal ini
dibuktikan melalui penerimaan sertifikat ISO 9002 pada tahun 1996 dan

62

serfikat FSSC (Food Safety System Certification pada tahun 2011. Indesso
pada saat ini, sepenuhnya menangani standar yang berhubungan dengan
produk Halal dan Kosher.
Perusahaan

Indesso

mengembangkan

bisnisnya

dengan

membangun sebuah pabrik kimia aromatic di Cileungsi, Jawa Barat pada


September 2001. Sebagai tambahan, disiapkan satu fasilitas untuk
pengolahan ekstrak alami pada tahun 2005, dan diperluas untuk produksi
bumbu Culinaroma pada tahun 2008. Kedua pabrik tersebut dilengkapi
dengan peralatan yang memiliki teknologi terbaru dan ramah lingkungan
serta sepenuhnya berjalan dengan otomatis dan terkomputerisasi.
Pihak perusahaan melakukan restrukturisasi mulai tanggal 1 Januari
1998, yakni dengan membagi Indesso menjadi tiga perusahaan, yaitu PT
Indesso Primatama sebagai holding company, PT Indesso Aroma sebagai
manufacturing company, dan PT.Indesso Niagatama sebagai trading
company.
PT.Indesso Niagatama berlokasi pada Jalan Tanah Abang II No.78
Jakarta Pusat yang merupakan anak perusahaan dari Indesso, yang
menangani bagian distributor dari produk aromatic chemicals, natural
extracts, essential oils serta flavor dan fragrance. Adapun Milestones dari
Indesso dapat dijabarkan sebagai berikut :

Tahun 1968 : Indesso pertama kali didirikan.


Tahun 1974 : Indesso menjadi distributor tunggal Firmenich di

Indonesia.
Tahun 1980 : Indesso menjadi distributor tunggal Nexira di
Indonesia.

63

Tahun 1992 : Indesso menjadi leader dibagian flavor fragrance di

Indonesia.
Tahun 1994 : Indesso mulai memproduksi natural extracts.
Tahun 1996 : Indesso mendapatkan sertifikasi ISO 9002 dan FSSC

22000.
Tahun 2001 : Indesso membangun pabrik baru di Cileungsi, Jawa

Barat.
Tahun 2007 : Indesso mulai menerapakan SAP ERP system.
Tahun 2008 : Indesso mulai memproduksi Culinaroma seasonings.
Tahun 2009 : Indesso mendapatkan award Best Performing

Exporter .
Tahun 2009 : Indesso menjadi distributor tunggal Kraftfoods.
Tahun 2010 : Indesso mendapatkan sertifikat Organic Certified.
Tahun 2011 : Indesso mulai memproduksi Naturarte.

4.2. Visi, Misi, Nilai-Nilai Perusahaan


4.2.1. Visi
PT Indesso memegang teguh dan menetapkan segala tujuannya
sesuai dengan visi
Menjadi perusahaan terkemuka yang menyediakan nilai tambah
yang signifikan bagi para stakeholders melalui inovasi, efisiensi dan praktek
bisnis yang berkelanjutan.

4.2.2. Misi
Membantu perkembangan di Indonesia dan Asia Tenggara berbasis
ingredients untuk menciptakan produk baru dalam industri makanan, rasa
dan aroma.

64

4.2.3. Nilai Nilai Perusahaan


Dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, PT Indesso meletakkan
beberapa prinsip-prinsip
segenap karyawan

dan

dasar

sebagai

jajaran

pedoman

manajemen

tentang bagaimana

bertindak

setiap

hari,

berkembang hingga berhubungan, baik diinternal perusahaan maupun


eksternal perusahaan. Prinsip-prinsip itu terangkum dalam nilai-nilai
perusahaan, sebagai berikut:

Ramah lingkungan
Perusahaan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk
memastikan bahwa operasional perusahaan memberikan dampak

negatif yang paling sedikit bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.


Peduli terhadap masyarakat sekitar
Perusahaan secara pro-aktif memperhatikan apa yang diperlukan
oleh masyarakat sekitar dengan melakukan program tanggung jawab
sosial seperti merenovasi rumah dan sekolah, menyediakan air
bersih untuk desa-desa, perawatan kesehatan tahunan gratis dan

pengobatan bagi masyarakat desa, dll


Menaati peraturan dan kepatuhan agama

65

4.3. Struktur Organisasi PT.Indesso Niagatama

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT.Indesso Niagatama,


Sumber : Head of HRD PT Indesso Niagatama Tahun 2012

66

4.4. Analisis Sistem yang Berjalan


Dalam

menjalankan

proses

bisnisnya,

PT.Indesso

Niagatama

menggunakan aplikasi mySAP ERP dengan database Oracle. Proses bisnis PT


Indesso Niagatama dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, berupa :
4.4.1.

Proses penjualan ke customer


Marketing Staff akan melakukan kunjungan ke customer dan melakukan

penawaran produk terhadap apa yang diinginkan oleh customer. Apabila


customer tertarik dan ingin membeli produk yang ditawarkan maka marketing staff
akan membuat SQ (Sales Quotation). Apabila SQ telah disetujui oleh customer
maka marketing staff akan membuat SO (Sales Order) yang nantinya akan
dikonfirmasi menjadi DO (Delivery Order). Kepala gudang akan membuat DO
berdasarkan SO. Kemudian kepala gudang akan membuat TT (Tanda Terima)
yang akan diberikan kepada customer jika barang telah sampai. Setelah itu
bagian accounting staff akan membuat invoice yang ditujukan kepada costumer.
Apabila customer sudah melakukan pembayaran maka bagian accounting staff
akan mengecek nya melalui transaksi bank.
4.4.2.

Proses pembelian product dari vendor


Bagian purchasing akan membuat PO (Purchase Order) kepada vendor

yang terkait. Apabila product yang dibeli dari vendor telah sampai maka kepala
gudang akan membuat LPB (Laporan Penerimaan Barang). Kemudian bagian
purchasing akan menerima invoice dari pihak vendor. Bagian purchasing
membuat PP (Permintaan Pembayaran) yang akan diberikan kepada accounting
staff untuk dilunasi.

67

4.4.3.

Proses retur barang


Apabila ada keluhan customer terhadap barang yang telah dikirim maka

bagian QA (Quality Assignment) akan mengecek ke lapangan dan melakukan


verifikasi terhadap product yang rusak tersebut. Jika memenuhi proses verifikasi
maka QA akan membuat laporan verifikasi return kepada accounting staff.
Kemudian accounting staff akan membuat return invoice. Kemudian kepala
gudang akan membuat laporan return yang akan diberikan kepada kepala
gudang, sales admin dan accounting staff .
4.4.4.

Proses forecasting
Bagian head of departement supply chain akan melakukan forecasting

berdasarkan laporan pembelian, laporan penjualan dan laporan persediaan


barang setiap bulannya. Proses forecasting itu, dilakukan dengan proses MRP
(Material Requirement Planning) yang kemudian akan dipakai oleh bagian
purchasing untuk menentukan jumlah dan kapan melakukan pembelian product.
Hasil dari proses forecasting tersebut akan disimpan ke dalam database dan
kemudian akan digunakan sebagai acuan untuk tahap forecasting selanjutnya.

4.5. Alur Rantai Pasokan (Supply Chain Flow)


Rantai pasokan yang dilalui oleh PT Indesso Niagatama terbagi menjadi
tiga proses utama yaitu proses inbound, outbond dan proses manufaktur.

68

Pada proses inbound PT indesso Niagatama bekerja sama dengan


supplier lokal dan internasional. Firmenich sebagai supplier utama yang bekerja
sama untuk

pemesanan tiap bulannya, sedangkan penerimaan barang dari

supplier dilakukan tiap hari dengan dasar tingkat urgency suatu product dan
kapasitas gudang.
Pada proses manufaktur PT Indesso Niagatama menyerahkan product
kepada bagian manufaktur yang dikelola oleh PT Indesso Aroma dengan tiga
lokasi pabrik yang berada di Cileungsi, Purwokerto dan Sokaraja. Barang yang
sudah selesai produksinya akan serahkan kembali ke PT Indesso Niagatama
untuk melakukan proses distribusi ke costumer.
Proses Outbond PT Indesso Niagatama memiliki satu distribution center
(DC) yang berlokasi di Cileungsi dan dua Regional Dostribution center (RDC)
yang berlokasi di Semarang dan surabaya.
Terdapat lima pembagian area pengiriman dalam pendistribusian produk
PT Indesso Niagatama. DC Indesso Cileungsi (INCIL) menangani pengiriman
untuk costumer internasional, costumer area luar jawa dan costumer regional
Jabodetabek dan Jawa Barat. Untuk RDC Indesso Semarang (INSEM)
menangani pengiriman untuk costumer regional Jawa Tengah, sedangkan RDC
Indesso Surabaya (INSUR) menangani pengiriman untuk costumer regional Jawa
Timur.
Sistem pengiriman dalam pendistribusian produk PT indesso Niagatama
menggunakan sistem Less Than Truck (LTL) dengan jadwal pengiriman senin dan

69

rabu untuk pengiriman costumer lokal, selasa dan kamis untuk pengiriman ke
manufaktur, dan jumat untuk pengiriman eksport.
PT Indesso Niagatama selalu berusaha menggunakan jenis pengiriman
multidrop dimana dalam satu kendaran ekspedisi yang digunakan didalamnya
terdapat lebih dari satu tujuan costumer dengan tujuan meminimalisir biaya
pengiriman. Terdapat 10 Third Party Logistic (3PL) yang sering digunakan PT
Indesso Niagatama untuk pengiriman lokal dan eksport. Aliran rantai pasok

PT

Indesso Niagatama secara menyeluruh dapat digambarkan dengan gambar 4.2

Gambar 4.2 Aliran rantai pasok PT Indesso Niagatama

70

DAFTAR PUSTAKA

Bevan, H. Westwood, N., Crowe, R. dan OConnor, M. (2006). Lean Six Sigmathe basic concepts, NHS Institute for Innovation and Improvement.
Gaspersz, Vincent. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma
Terintegrasi Dengan ISO 9001:2000, MBNQA dan HACCP. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Gaspersz, Vincent. 2006. Continuous Cost Reduction Through Lean Sigma
Approach. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz, Vincent. (2007). Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
Industries. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gunasekaran, A., Patel, C., McGaughey, E. Ronald. (2003). A framework for
supply

chain

performance

measurement.

Production Economics 87 (2004)

71

International

Journal

of

Harelstad, C., Swartwood, D., dan Malin, J. (2004). The Value of Combining Best
Practices. ASQ Six Sigma Forum Magazine August.
Hines, Peter and Taylor, David. (2000). Going Lean, Proceeding of Lean
Enterprise Research Centre, Cardiff Business School, UK.
Lee, H.L. (2000). Creating Value Through Supply Chain Integration. Supply Chain
Management Review 4 (4)
Martin, W. James. (2007). Lean Six Sigma for Supply Chain Management The 10Step Solution Process. McGraw-Hill. 1221 Avenue of the America, New
York, NY 10020.
Normann, R., Ramirez, R., (1993). From value chain to value constellation:
designing interactive strategy. Harvard Business Review.
Pande, Peter S, Neuman, Robert P., Cavanagh, Rolland R. (2000). The Six Sigma
Way Bagaimana GE, Motorola dan Perusahaan Terkenal Lainnya
Mengasah Kinerja Mereka. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Supply Chain& Logistic/ Chaine dapprovisionnement et Logistique Canada.
(2006). Logistic and Supply Chain Management (SCM) Key Performace
Indicators (KPI) Analysis A Canada/ United States Aerospace Sector
Supply Chain.
Supply Chain Council. (2003). Bridging the Gap from Supply Chain Strategy to
Continuous Improvement. SCOR/SixSigma/Lean Convergence Forum.
San Diego. USA

72

73

Anda mungkin juga menyukai