Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA OSTEOPOROSIS

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Keperawatan Medikal Bedah III
yang dibina oleh Ibu Tavip Dwi Wahyuni S.Kep, Ns

Oleh: KELOMPOK 2/ 2A
1. Indra Dwi A
2. Daniar Ade S
3. Amanda Rusyda
4. Devilia R
5. Anggyta Puspitasari
6. Renita Amelia Sari
7. Irzam Beni K
8. Saidatul Arifah
9. Lailatun Nisak
10.Fina Aula R
11. M. Sahrul M
12.Riris Eka Utari
13.Ika Yesika Sari
14.Farchia Yunitasari
15.Olivia Maulina

(1301100001)
(1301100006)
(1301100011)
(1301100014)
(1301100018)
(1301100019)
(1301100026)
(1301100030)
(1301100037)
(1301100038)
(1301100039)
(1301100043)
(1301100049)
(1301100050)
(1301100055)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN
DIII KEPERAWATAN MALANG
JUNI 2015

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul

Asuhan

Keperawatan Osteoporosis dapat selesai tepat waktu.


Penulis menyadari bahwa makalah ini disusun dengan kerja sama dan
bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih kepada pembimbing, yaitu Ibu Tavip
Dwi Wahyuni S.Kep, Ns. Terima kasih kepada kedua orang tua, Bapak/Ibu Dosen,
dan teman-teman yang turut memberikan dukungan maupun bantuan atas
tersusunya makalah ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat untuk
penyusunan makalah selanjutnya.

Malang, Juni 2015

Penulis

BAB 1
PENDALAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan pada usia lanjut yang sering di temui dan perlu
mendapat

perhatian

adalah

penyakit

osteoporosis.

Osteoporosis

atau

pengeroposan tulang memang rawan menyerang orang - orang berusia di atas 40


tahun, terutama pada kaum perempuan. Insiden osteoporosis lebih tinggi pada
wanita

dibandingkan

laki-laki

dan

merupakan

problem

pada

wanita

pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur


tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi
tanpa disertai trauma yang jelas.
Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki
risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit
osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak
mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia
lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 19902025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5
juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Beberapa fakta seputar penyakit
osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis di
Indonesia adalah Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk
wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun
untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang
di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. Mereka. Satu dari tiga
perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau
keretakan tulang. Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit

osteoporosis. Berdasarkan data Depkes, jumlah klien osteoporosis di Indonesia


jauh lebih besar dan merupakan negara dengan klien osteoporosis terbesar ke 2
setelah Cina.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum :
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses pembelajaran
mahasiswa dalam memahami Osteoporosi dan Asuhan Keperawatan dari
Osteoporosis.
Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian osteoporosis
b. Mahasiswa mampu memahami etiologi osteoporosis
c. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi osteoporosis
d. Mahasiswa mampu memahami manifestasi osteoporosis
e. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik osteoporosis
f. Mahasiswa mampu memahami komplikasi osteoporosis
g. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan osteoporosis
h. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan osteoporosis

BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1 Definisi
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati,
2006).
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan resorbsi
tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan
massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah
patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan
pengaruh pada tulang normal. (Keperawatan Medikal Bedah, 2335)
Osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang disebabkan karena
meningkatnya resorbsi tulang melebihi pembentukan tulang. Dua penyebab
ketidakseimbangan ini yang paling penting adalah fungsi gonad yang menurun
dan proses penuaan normal. (Patofisiologi volume 2, 1359)
2.2 Klasifikasi Osteoporosis
Menurut pembagiannya, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Osteoporosis primer, Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak
diketahui penyebabnya. Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi
osteoporosis primer menjadi 2 tipe, yaitu :

Osteoporosis tipe

I yang

disebut juga

osteoporosis

pasca

menopause. Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi

estrogen akibat menopause.


Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan
oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan
hiperparatiroidisme

sekunder

yang

mengakibatkan timbulnya

osteoporosis.
2) Osteoporosis sekunder, osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang
diketahui nyebabnya, yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang
mendasari, defisiensi atau konsumsi obat yang dapat menyebabkan
osteoporosis.
Penyebab genetik (kongenital) seperti : Kistik fibrosis, Ehlers
Danlos syndrome, penyakit penyimpanan glikogen, penyakit

Gaucher, Hemokromatosis.
Keadaan hipogonad, seperti : Insensitifitas androgen, Anoreksia

nervosa/ bulimia nervosa, Hiperprolaktinemia, dll


Gangguan endokrin, seperti : Akromegali, Insufisiensi adrenal ,
Sindroma

Cushing

Diabetes

Melitus,

Hiperparatiroidism,Hipertiroidisme, Hipogonadism, Kehamilan,

Prolaktinoma, dll.
Gangguan yang diinduksi obat, seperti : Glukokortikoid, Heparin,
Antikonvulsan.

2.3 Etiologi
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh
hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35
tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45
tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia
75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami
kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium
menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku

Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki
risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia
rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan
menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik
memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti
kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga
pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya
mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid,
penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang
keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr.
Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di
Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan
keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih
banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses
pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang
menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga
Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses
osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan
massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka
otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok
sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya
mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga
membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang
sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses

pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa


mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke
seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan
tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara
langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang
memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus
terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai
terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang
akanmengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
(Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit
asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab,
kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan anti
kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum
mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi,
dan aktivitas fisik. Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis
hanya fokus pada masalah hormon dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga.
Padahal, Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa olahraga sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang.
Mereka yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian
dari pengobatan. Olahraga teratur dan cukup takarannya tidak hanya membentuk
otot, melainkan juga memelihara dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan
demikian, latihan olahraga dapat mengurangi risiko jatuh yang dapat memicu
fraktur (patah tulang). (Mulyaningsih, 2008).

2.4 Patofisiologi
Ostoporosis Primer

Pada pasien yang mengalami penyait osteoporosis, secara garis besar


disebabkan karena meningkatnya sel osteoclas pada tulang yang biasanya pada
usia lanjut terjadi penurunan kadar hormon. sehingga proses reabsorbsi tulang
akan lebih besar dari pada proses pembentukan tulang itu sendiri, dalam proses ini
lama - kelamaan akan mengakibatkan adanya penipisan masa tulang dan mudah
terjadi fraktur yang di sebabkan trauma ringan. Mekanisme terjadinya fraktur
pada osteoporosis biasanya didahului adanya trauma yang sangat minimal kadangkadang tanpa trauma pada mereka yang mempunyai desnsitas tulang yang
rendah. Densitas tulang yang rendah disebabkan oleh karena meningkatnya massa
tulang yang hilang dan proses pembentukan (peak bone mass ) yang tidak
adekuat. Proses hilangnya massa tulang maupun peak bone mass sangat
dipengaruhi oleh faktor herediter. Sebaliknya hilangnya massa tulang yang
berlebihan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, umur, menopause, faktor
lokal dan faktor sporadis. Dalam keadaan normal

maka terjadi proses

pembentukan dan penghancuran tulang yang senantiasa seimbang sehingga


tulang itu akan menjadi keras dan kuat. Proses pembentukan tulang dilaksanakan
oleh sel-sel osteoblast dan penghancuran tulang dilakukan oleh sel-sel osteoklast.
Berbagai hormon berperan dalam proses pembentukan dan penghancuran tulang
tersebut. Hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid (tiroksin) dalam keadaan normal
, hormon tumbuh (Growth hormon), hormon testosteron dari testis dan hormon
estrogen dari ovarium meningkatkan aktifitas osteoblast.
Sebaliknya hormon paratiroid (HPT), glukokortikoid yang dihasilkan kelenjar
adrenal dan hormon tiroksin yang meningkat akan meningkatkan aktifitas
osteoklast. Bila aktifitas osteoklast lebih besar dari osteoblast maka resorpsi
tulang meningkat dan ekskresi kalsium di urine meningkat. Pada keadaan ekskresi
kalsium meningkat maka hormon paratiroid meningkat (hiperparatiroidisme
sekunder) menyebabkan resorpsi tulang meningkat dan osteoprosis dapat terjadi.
Kebutuhan kalsium diperoleh dari makanan yang dimakan sehari-hari
diserap diusus dengan bantuan HP, kalsitonin dan 1,25 (OH)2 D. Bila ada
defisiensi HPT, kalsitonin dan 1,25 (OH)2 D maka absorpsi kalsium menurun ,
proses pembentukan tulang oleh osteoblast menurun menyebabkan osteoporosis
dapat terjadi. Dapat disimpulkan bahwa osteoporosis terjadi akibat aktifitas

osteoklast yang meningkat atau aktifitas osteoblast menurun. Dalam proses


remodelling ini ada 3 hormon yang bekerja antara lain hormon paratiroid,
kalsitonin dan vitamin D . Ketiga hormon ini bekerja pada tempat kalsium
memasuki tubuh yaitu di usus, ginjal (ekskresi kalsium ) dan pada tulang untuk
penyimpanan kalsium.
Fraktur akibat osteoporosis biasanya dijumpai pada vertebra berupa fraktukompresi, panggul, dan radius bagian distal. Pada osteoporosis sekunder
patogenesis terjadinya kehilangan massa tulang sudah jelas misalnya akibat
tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, sindroma cushing,pengobatan dengan
kortikosteroid jangka panjang, alkoholisme, mieloma multipel, diabetes melitus,
hiperprolaktinemia dan lain-lain.

2.5 Manifestasi
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1.

Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.

2.

Nyeri timbul mendadak.

3.

Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.

4.

Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.

5.

Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan
aktivitas.

6.

Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang

vertebra

yang

memberikan

gambaran picture-frame

vertebra.
b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk
menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis

apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan
dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang)
bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD
berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1.

Single-Photon Absortiometry (SPA)


Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi
photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA
digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak
yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus

2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)


Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya
berupa sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi
yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup
tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan
tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah
leher femur dan vetrebrata.
3.

Quantitative Computer Tomography (QCT)


Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas
tulang secara volimetrik.

c. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan
menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu
pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta
kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur
trabekula.
e. Biopsi tulang dan Histomorfometri
f. Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan
metabolisme tulang.
g. Radiologis

Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks
dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
h. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral
vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra
atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm 3 ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
i. Pemeriksaan Laboratorium
1.

Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang


nyata.

2.

Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct


(terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)

3.

Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.

4.

Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat


kadarnya

2.7 Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh
dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Berbagai fraktur
yang terjadi akibat komplikasi dari osteoporosis antara lain ; fraktur vertebra,
fraktur pinggul, fraktur femur, fraktur pergelangan tangan, dan berbagai macam
fraktur lainnya.
2.8 Penatalaksanaan
a.

Pengobatan
Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau

menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan

mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya. tujuan dari pengobatan ini adalah
mencegah terjadinya fraktur (patah tulang)
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja
osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat
yang beredar pada umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat
antiresorpsi misalnya: esterogen, kalsitonin, bifosfonat. Sedangkan Kalsium
dan Vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator tulang,
tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses
pembentukan tulang oleh sel osteoblas.
Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel
osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi
estrogen dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai
Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit,
mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri
payudara

(mastalgia),

retensi

cairan,

peningkatan

berat

badan,

tromboembolisme, dan pada pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan


risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah:
kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan
uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma
ovarium, dan penyakit hait yang berat Beberapa preparat estrogen yang
dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi, adalah estrogen terkonyugasi
0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1 2mg/ hari, 17-estradiol perkutan 1,5
mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25 50 mg setiap 6 bulan. Kombinasi
estrogen dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker endometrium
dan harus diberikan pada setiap wanita yang mendapatkan TSH, kecuali
yang telah menjalani histerektomi.
Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen mulai
digalakkan pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa penelitian menyatakan
memberikan hasil yang baik untuk keluhan defisiensi estrogen, atau
mencegah osteoporosis. Fitoestrogen terdapat banyak dalam kacang kedelai,
daun semanggi.

Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu


golongan Raloksifen yang disebut juga Selective Estrogen Receptor
Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen-b
sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara.
Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF yang
dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel
osteoklas.

Bifosfonat

Bifosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan


osteoporosis. Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2
asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh atom karbon. Bifosfonat dapat
mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara berikatan dengan
permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi
produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas. Pemberian
bifosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat
buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum). Absorpsi juga akan
terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen
lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi
hari dalam keadaan perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan
makan apapun minimal selama 30 menit, dan selama itu penderita harus
dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20 50% bifosfonat yang
diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12 24 jam.
Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bifosfonat
akan tetap berada di dalam tulang selama berbulan-bulan bahkan
bertahuntahun, tetapi tidak aktif lagi. Bifosfonat yang tidak melekat pada
tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan
diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati
pemberiannya pada penderita gagal ginjal.
Generasi Bifosfonat adalah sebagai berikut:
1) Generasi I : Etidronat, Klodronat
2) Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat
3) Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat

Hormon lain : hormon-hormon ini akan membatu meregulasi kalsium


dan fosfat dalam tubuh dan mencegah kehilangan jarungan tulang.
1) Kalsitonin
2) Teriparatide
Kalsium: kalsium dan vtamin D diperlukan untuk meningkatkan
kepadatan tulang.
1)
Konsumsi perhari sebanyak 1200-1500 mg (melalui makanan dan
2)

suplemen).
Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk
meningkatkan kepadatan tulang.

b.

Latihan pembebanan (olahraga)


Olahraga merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan

maupun

pengobatan

osteoporosis.

Program

olahraga

bagi

penderita

osteoporosis sangat berbeda dengan olahraga untuk pencegahan osteoporosis.


Gerakan-gerakan tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah tulang harus
dihindari. Jenis olahraga yang baik adalah dengan pembebanan dan ditambah
latihan kekuatan otot yang disesuaikan dengan usia dan keadaan individu
masing-masing. Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan kurang
bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita dapat menimbulkan gangguan
pola haid yang justru akan menurunkan densitas tulang. Jadi olahraga sebagai
bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilangan mineral tulang,
membantu mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan kebugaran secara
umum untuk mengurangi risiko jatuh. Monoklonal antibodi RANK-Ligand.
Seperti diketahui terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas
sel osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L
sangat berperan. RANK-L akan bereaksi dengan reseptor RANK pada
osteoklas dan membentuk RANK- RANKL kompleks, yang lebih lanjut akan
mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk
mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah monoklonal antibodi
(MAbs) dari RANK-L yang dikenal dengan: denosumab. Besarnya dosis yang
digunakan adalah 60 mg dalam 3 atau 6 bulan.
2.9 Pencegahan

a. Mengurangi asupan protein hewani: Protein hewani meningkatkan


kehilangan kalsium. Studi lintas budaya telah menemukan hubungan yang
kuat antara asupan protein hewani dan risiko patah tulang pinggul.
Tingginya asupan daging (lima atau lebih porsi per minggu) secara
signifikan meningkatkan risiko retak tulang lengan bawah pada
perempuan, dibandingkan dengan makan daging kurang dari sekali per
minggu. Wanita lansia yang mengkonsumsi sejumlah besar daging
kehilangan tulang lebih cepat dan risiko lebih besar terkena retak tulang
pinggul.Risiko masalah tulang tampaknya berkurang ketika protein hewani
diganti dengan protein dari sumber nabati, terutama kedelai. Dalam studi
klinis dengan wanita menopause, makanan kedelai telah ditemukan
mencegah keropos tulang. Penelitian telah menunjukkan hubungan positif
antara protein kedelai dan kepadatan mineral tulang pada wanita
menopause. Hal ini mungkin karena konsentrasi senyawa yang relatif
tinggi yang disebut isoflavon dalam protein nabati.
b. Peningkatan konsumsi buah dan sayuran. Penelitian telah menunjukkan
bahwa diet kaya buah-buahan dan sayur-sayuran berkaitan dengan
kepadatan mineral tulang lebih tinggi pada pria dan wanita. Asosiasi ini
mungkin karena kalium, magnesium, dan vitamin K dalam buah-buahan
dan sayuran.
c. Mengurangi asupan natrium. Beberapa studi telah menemukan bahwa
asupan tinggi natrium menyebabkan hilangnya kalsium dari tubuh.
Namun, efek dari pembatasan natrium terhadap integritas tulang jangka
panjang dan risiko patah tulang masih belum jelas dan memerlukan
penelitian lebih lanjut.
d. Pola makan rendah lemak. Studi telah menemukan bahwa asupan lemak
yang lebih tinggi dikaitkan dengan kehilangan tulang yang lebih besar dan
risiko patah tulang lebih besar. Mekanisme yang mungkin meliputi
kecenderungan asupan lemak yang berlebihan mengurangi penyerapan
kalsium dan mempengaruhi produksi hormon. Secara khusus, asam lemak
omega-6 dapat menyebabkan hilangnya tulang dengan mengorbankan
pembentukan tulang baru.
e. Moderasi dalam penggunaan kafein. Penelitian telah menemukan bahwa
perempuan yang mengkonsumsi paling banyak kafein telah mempercepat

kehilangan tulang belakang dan hampir tiga kali lipat risiko terkena patah
tulang pinggul. Resiko kehilangan tulang tampak tertinggi pada wanita
yang mengkonsumsi lebih dari 18 ons kopi per hari, atau 300 mg kafein
dari sumber lain.
f. Membatasi suplemen vitamin A. Penelitian telah menunjukkan bahwa
asupan vitamin A yang terlalu tinggi, baik dengan makanan atau suplemen,
dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko
fraktur pinggul. Asupan sehat dan cukup vitamin A dapat dipastikan
dengan beta-karoten dari sumber tanaman, sayuran terutama oranye dan
kuning.
g. Kombinasi suplemen vitamin D dan kalsium. Pada klien dengan obat-yang
menyebabkan osteoporosis, kombinasi dari kedua nutrisi tampaknya
bermanfaat signifikan dalam mengurangi kehilangan tulang lebih lanjut.
Suplemen vitamin D (500 sampai 800 IU/hari) dan kalsium (1200-1300
mg/hari) juga telah ditemukan meningkatkan kepadatan tulang dan
penurunan kehilangan tulang dan risiko patah tulang pada wanita dewasa
yang lebih tua. Klien wanita dengan diagnosa osteoporosis harus
mendapatkan asupan kalsium total dari pola makan dan suplemen sekitar
1500 mg/hari dalam dosis terbagi tiga atau lebih, ditambah sedikitnya 400
sampai 800 IU vitamin D setiap hari. Namun, klien yang tidak berisiko
tinggi untuk osteoporosis mungkin tidak memerlukan suplemen kalsium.
Hal ini terutama berlaku untuk pria, yang mungkin memiliki peningkatan
risiko terkena kanker prostat jika mereka mengkonsumsi terlalu banyak
kalsium atau susu.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny A


DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
PADA PASIEN OSTEOPOROSIS

I. Pengkajian
A. IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama
:A
Umur
: 41 tahun
Agama
: Islam
Suku / bangsa
: Sumbawa / Indonesia
Pendidikan
: Sarjana
Pekerjaan
: PNS
Status perkawinan
: Sudah kawin
Alamat
: Kelurahan Pekat
No. RM
:Tgl masuk RS
: 26 April 2012
Tgl pengkajian
: 26 April 2012
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama
:N
Umur
: 30 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: Sarjana
Suku / bangsa
: Sumbawa / Indonesia
Pekerjaan
: Pegawai Negeri
Status perkawinan
: Sudah kawin
Alamat
: Kelurahan Pekat
Hub. dengan klien
: Saudara kandung
B. Riwayat kesehatan
.1 Keluhan utama : pasien mengatakan nyeri pada punggung dan susah
.2

bergerak.
Riwayat perjalanan penyakit : osteoporosis yang diderita pasien
disebabkan oleh usia yang telah memasuki 63 tahun. Sehingga
menyebabkan

kekurangan

estrogen

yang

membantu

mengatur

pengangkutan kalsium dalam tulang. Keluhan utama pasien adalah nyeri


pada punggung. Pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter dan
.3

hanya minum obat mengurangi rasa nyeri.


Riwayat Kesehatan Sebelumnya
.a Penyakit kronis yang pernah dialami : Klien mengatakan tidak pernah
mengalami penyakit kronis, seperti jantung, diabetes mellitus, dan
hipertensi.
.b Operasi yang pernah dialami : Klien mengatakan belum pernah

mengalami operasi.
.c Alergi : Klien mengatakan tidak mengalami alergi.
C. Pengkajian Pola Fungsi
a. Bernafas secara normal

Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat melakukan pemasukan


dan pengeluaran napas tanpa sesak.
Setelah sakit : Pasien mengatakan dapat melakukan pemasukan dan
pengeluaran napas tanpa sesak . (RR : 18 x/menit)
b. Makan dan minum yang mencukupi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat menghabiskan 1 porsi
makanan yang disediakan dan minum 8 gelas sehari, kebutuhan

nutrisi terpenuhi.
Setelah sakit : Pasien mengatakan hanya dapat menghabiskan
porsi makanan dan minum kurang

dari 8 gelas sehari, kebutuhan

nutrisi tidak terpenuhi.


c. Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat melakukan BAB dan

BAK tanpa bantuan, eleminasi secara normal.


Setelah sakit : Pasien mengatakan dapat melakukan BAB dan BAK
dengan bantuan keluarga atau perawat, eleminasi tidak normal.

d. Gerak dan Ketahanan tubuh


Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat melakukan berbagai
aktivitas dan bergerak dengan bebas untuk mempertahankan
kondisi tubuh dalam keadaan sehat, gerak dan ketahanan tubuh

dalam keadaan normal.


Setelah sakit : Pasien mengatakan tidak dapat melakukan berbagai
aktivitas dan bergerak dengan bebas, gerak dan ketahanan tubuh

tidak normal
e. Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak

dan istirahat yang cukup, tidur dan istirahat normal.


Setelah sakit : Pasien mengatakan tidak dapat tidur dengan
nyenyak dan istirahat yang tidak cukup, terkadang mengalami

insomnia, gangguan istirahat tidur karena nyeri pada punggung


f. Memilih Pakaian yang Tepat
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat memilih pakaian sesuai

dengan keinginan, memilih pakaian yang sesuai


Setelah sakit : Pasien mengatakan susah memilih pakaian yang
tepat, di anjurkan memakai pakaian yang memudahkan tenaga

medis dalam melakukan pemeriksaan misalnya pakaian yang


berkancing depan.
g. Suhu Tubuh
Sebelum sakit : pasien mengatakan suhu tubuh dalam batas normal,

suhu 370C.
Setelah sakit : pasien mengatakan suhu tubuh meningkat dalam

batas normal 36,50C


h. Kebersihan Tubuh dan Kerapihan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat melakukan perawatan
diri dari ujung rambut sampai ujung kaki tanpa bantuan, dapat

melakukan kebersihan dan kerapihan secaara normal.


Setelah sakit : Pasien mengatakan melakukan perawatan diri dari
ujung rambut sampai ujung kaki dengan bantuan keluarga atau

perawat (susah merawat diri)


i. Menjaga Lingkungan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat mempertahankan
keamanan dan kesehatan lingkungan, menjaga lingkungan secara

normal.
Setelah sakit : Pasien mengatakan tidak dapat mempertahankan
keamanan dan kesehatan lingkungan, susah menjaga lingkungan

sekitar.
j. Komunikasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat berkomunikasi baik
berbicara, mendengar maupun mengerti pembicaraan orang lain,

komunikasi dalam keadaan normal


Setelah sakit : Pasien mengatakan dapat berkomunikasi baik
berbicara, mendengar maupun mengerti pembicaraan orang lain,

komunikasi dalam keadaan normal


k. Beribadah Sesuai dengan Satu Kepercayaan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat melaksanakan ibadah,
melakukan ibadah secara normal, misalnya pada agama islam yaitu

melakukan sholat dengan cara berdiri


Setelah sakit : Pasien mengatakan dapat melaksanakan ibadah,
melaksanakan ibadah secara tidak normal, misalnya pada agama

islam yaitu melakukan sholat dengan cara duduk atau berbaring


l. Prestasi pekerjaan

Sebelum sakit : Pasien mengatakan memiliki prestasi kerja yang


memuaskan dengan kondisi kesehatan yang baik serta dapat
menyelesaikan pekerjaan dalam 1 atau 2 hari, prestasi pekerjaan

terus meningkat.
Setelah sakit : Pasien mengatakan prestasi kerja mengalami
penurunan, karena kondisi kesehatan yang tidak baik serta tidak
dapat menyelesaikan segala pekerjaan yang ada, prestasi pekerjaan

menurun.
m. Rekreasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat melakukan liburan atau

rekreasi ke tempat yang diinginkan, rekreasi normal.


Setelah sakit : Pasien mengatakan tidak dapat melakukan liburan
atau rekreasi ke tempat yang diinginkan karena kondisi yang tidak

memungkinkan, rekreasi tidak normal.


n. Pengetahuan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak mengetahui mengenai

penyakitnya, tidak ada pengetahuan mengenai osteoporosis


Setelah sakit : Pasien mengatakan mengetahui mengenai
penyakitnya setelah mendapat informasi dari tenaga medis,

mengerti tentang osteoporosis


D. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan : PCH (-), RR : 18x/mnt normal reguler, mengi (-),
ronchi (+)
2. Sistem Kardiovaskuler
a) Takhikardia, denyut nadi : 90 x/mnt
b) Tensi meningkat, TD : 140/90 mmHg
c) Dehidrasi (kurangnya kebutuhan akan cairan dan elektrolit)
3. Psikososial
Ansietas : takut mati, takut menderita, panik, gelisah, takut karena tidak
bisa beraktiitas dengan normal.
4. Kemampuan Bergerak
a. Ekstremitas atas dan bawah.
Akral dingin. Bentuk tangan simetris dekstra dan sinestra, jumlah jari
lengkap. Ada pembatasan gerak tangan kanan karena terpasang infus
dekstra 5 % 20 tetes/menit.Bentuk kaki simetris, tidak terdapat gejala
odema, tidak terdapat adanya pembatasan gerak ekstremitas bawah.

5. Sistem saraf
Orientasi, daya ingat, perhatian dan perhitungan tidak ada
gangguan. GCS : 14, kesadaran compos mentis
6. Sistem pencernaan
Ascites (-), Bising usus : 12 x/mnt, massa (-), nyeri tekan pada apendik (-),
timpani, konstipasi (-), mulut dan membran mukosa kering
7. Sistem komunikasi
a)
Keterbatasan mobilitas fisik.
b)
Adanya ketergantungan pada orang lain.
E. Rencana Pulang
a. Pasien masih tinggal dengan orang tua.
b. Pasien pulang dengan kendaraan pribadi, yaitu mobil.
c. Untuk megantisipasi masalah kambuh penyakit, pasien secara rutin
d.

berkonsultasi dengan tenaga medis yang terkait dengan penyakit tersebut.


Pemberian obat-obatan pada pasien, dapat di sesuaikan dengan resep dosis

e.

yang telah di berikan dokter.


Untuk mengantisipasi masalah keuangan, pasien dapat meminta bantuan

f.
g.

orang tua maupun saudara yang ada.


Untuk mengantisipasi masalah perawatan di rumah yaitu dengan terapi.
Bantuan yang diperlukan dari keluarga / orang tua yang paling utama
adalah dukungan moril untuk mempercepat kesembuhan pasien. Akan
tetapi bantuan ini juga tidak terlepas dari bantuan materi.

F. Pemeriksaan penunjang
a) Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat
b) Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi Ca menurun.
c) Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga meningkat
kadarnya.

G. Terapi

Sumplemen kalsium : 1000 sampai 1500 mg/hari, 1500 mg/hari setelah

menopause, disertai dengan peningkatan masukan cairan


Suplemen vitamin D : 100 sampai 500 IU/hari (catatan : bila vitamin D
digunakan dalam hubungannya dengan kalsitrio, kadar kalsium plasma
harus dipantau setiap minggu selama 4 sampai 6 minggu dan kemudian
frekuensinya menurun)

Terapi estrogen dosis rendah; 0,3 sampai 0,625 mg/hari unuk wanita pasca
menopausal, disertai pemeriksaan payudara mandiri setiap bulan,
pemeriksaan payudara klinis regular dan mamografi dengan Pap smear

untur memonitor efek samping


Kalsitonin Salmon parenteral; dosis yang disetujui FDA adalah 100 IU
setiap hari. Seringkali 100 IU/hari, tiga kali seminggu pada awalnya;
kemudian setelah pemeriksaan rontgen dan evaluasi kalsium serum, dosis

dapat menurun sampai 50 IU/hari setiap 1-3 hari


Natrium florida; biasanya 60 mg/hari pada waktu yang berbeda dari
pemberian kalsium

ANALISA DATA
No Symptom

Etiologi

Problem

DS : Pasien mengatakan nyeri pada proses reabsorbsi tulang lebih


punggung

saat

bergerak,

nyeri

seperti ditusuk pada tulang, skala 7-

Nyeri akut

besar dari pada proses


pembentukan tulang

8, nyeri hilang timbul


DO :
-

Pasien tampak menahan


nyeri

berkurang/penipisan tulang

Pasien memegangi dan


menggosok

area

yang

nyeri
-

Kepadatan tulang

Terjadi fraktur dan deformitas

Pasien

merintih

tulang

kesakitan, grimace (-)


-

Skala nyeri : 7-8

TD : 140/90 mmHg

RR : 18 x/menit

Nadi : 90x/menit

S : 36,50C
2 DS : Pasien mengatakan susah

Nyeri akut

bergerak
Pasien

Kepadatan tulang
berkurang/penipisan tulang

mengatakan

stamina

menurun
DO :

Terjadi fraktur dan deformitas


-

Pasien tampak lemah

Kemampuan

tulang belakang (kifosis)

bergerak

pasien menurun
-

Postur tulang belakang

Nyeri akut

kifosis
-

Pasien

menggunakan

penyanggah
belakang

tulang

Hambatan mobilitas fisik

Hambatan
mobilitas fisik

DS : -

Kepadatan tulang

DO :

berkurang/penipisan tulang
-

Pasien

menggunakan

penyanggah

tulang Terjadi fraktur dan deformitas

belakang
-

Risiko jatuh

Klien
kemampuan
menurun

tulang belakang (kifosis)


lamah,
gerak
Penurunan kekuatan otot dan
aktivitas otot
Risiko jatuh

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Nyeri akut berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
spasme otot, deformitas tulang ditandai dengan klien mengeluh nyeri
-

punggung
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder klien mengatakan badan terasa

lemah, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.


Risiko jatuh berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.

3.
No.
1.

INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan
dengan dampak sekunder
dari
fraktur
vertebra
spasme otot, deformitas
tulang ditandai dengan
klien mengeluh nyeri
punggung

Tujuan dan Kriteria Hasil


Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
pasien dapat mengontrol nyeri
dengan indicator :
- Mengenali faktor penyebab
- Mengenali onset (lamanya
sakit)
- Menggunakan
metode
pencegahan
- Menggunakan
metode
nonanalgetik
untuk
mengurangi nyeri
- Menggunakan
analgetik
sesuai kebutuhan
- ekspresi nyeri pada wajah
- posisi tubuh protektif (-)
- kurangnya istirahat (-)
- ketegangan otot (-)
- perubahan pada frekuensi
pernafasan (-)
- perubahan nadi (-)
- perubahan tekanan darah (-)
- perubahan ukuran pupil (-)
- keringat berlebih (-)

Intervensi
- lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
- observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
- gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
- kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- kurangi faktor presipitasi
- ajarkan tentang teknik relaksasi progresif
- ajarkan senam osteoporosis
- anjurkan untuk tidak membawa beban terlalu berat
- berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- tingkatkan istirahat

- kehilangan selera makan (-)


Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
tingkat
mobilitas
pasien
meningkat dengan indikator:
- keseimbangan tubuh
- posisi tubuh
- gerakan otot
- gerakan sendi
- kemampuan
berpindah
- ambulasi: berjalan

2.

Hambatan mobilitas fisik


berhubungan
dengan
disfungsi sekunder akibat
perubahan
skeletal
(kifosis), nyeri sekunder
atau fraktur baru klien
mengatakan badan terasa
lemas, stamina menurun,
dan terdapat penurunan
tinggi badan.

3.

Risiko jatuh berhubungan Setelah dilakukan tindakan


dengan dampak sekunder keperawatan selama 3x24 jam,
perubahan skeletal dan
risiko tidak terjadi
ketidakseimbangan tubuh

- Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.


- Rencanakan tentang pemberian program latihan :
1) Bantu klien jika diperlukan latihan
2) Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari hari yang
dapat dikerjakan
3) Ajarkan pentingnya latihan
- Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan aktivitas
hidup sehari hari secara mandiri.
- Peningkatan latihan fisik secara adekuat :
1) Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti
berjalan
2) Instruksikan klien untuk latihan selama kurang lebih 30
menit dan selingi dengan istirahat dengan berbaring
selama 15 menit
3) Hindari latihan fleksi, membungkuk tiba tiba, dan
penangkatan beban berat
- bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
cegah terhadap cedera
- beri alat bantu bila pasien memerlukan
- ajarkan cara merubah posisi dan bantuan jika diperlukan
- Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman :
1) Tempatkan klien pada tempat tidur rendah
2) Amati lantai yang membahayakan klien
3) Berikan penerangan yang cukup

Klien

mampu

mempertahankan
keseimbangan
-

Klien

mengetahui

cara

pencegahan

jatuh
-

Perilaku pencegahan
jatuh oleh klien dan
pemberi asuhan

4) Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan


mudah untuk diobservasi
5) Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat
pengaman di ruangan.
Berikan dukungan ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
Kaji kebutuhan untuk berjalan
Konsultasi dengan ahli therapist
Anjurkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan
Ajarkan klien untuk berjalan dan keluar ruangan
Bantu klien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari
secara hati-hati.
Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan, tidak naik
tanggga, dan mengangkat beban berat.
Ajarkan pentingnya diet untuk mencegah osteoporosis :
Rujuk klien pada ahli gizi
Ajarkan diet yang mengandung banyak kalsium
Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti

menggunakan rokok atau kopi


- Ajarkan tentang efek rokok terhadap pemulihan tulang
- Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan

4.

IMPLEMENTASI

No. Hari/tanggal Dx
Implementasi
1
Kamis/ 26 1,2,3
1. Mengevaluasi
April 2012

TTD
keluhan

/ketidaknyamanan,
lokasi

dan

nyeri

perhatikan
karakteristik

termasuk intensitas (skala 1-10).


2. Perhatikan
nonverbal

petunjuk

nyeri

(perubahan

pada

tanda vital dan emosi/prilaku).


3. Mengajarkan

klien

tentang

alternative lain untuk mengatasi


dan mengurangi rasa nyerinya.
4. Mendorong

menggunakan

teknik manajemen stress contoh


relaksasi
nafasa

progresif,
dalam,

latihan
imajinasi

visualisasi, sentuhan teraupetik.


5. Mengajarkan

senam

osteoporosis
6. Menganjurkan
cukup

dan

stirahat

yang

mengurangi

kebisingan
7. Mengkaji tingkat kemampuan
klien yang masih ada.
8. Merencanakan

tentang

pemberian

latihan,

program

ajarkan klien tentang aktivitas


hidup sehari-hari yang dapat
dikerjakan.
9. Membantu
klien
untuk
menggunakan
walker
saat
berjalan dan cegah terhadap
cedera

10. Memanipulasi lingkungan yang


aman bagi pasien (memberikan
bed rail, penerangan, hindari
lantai basah, bel di samping
tempat tidur, walker)
11. Berkolaborasi

dengan

ahli

fisioterapi dalam mengajarkan


teknik ambulasi
12. Memberikan analgetik sesuai
advise dokter

5. Evaluasi
Hari/tanggal
Dx
Kamis, 26 April I

Catatan Perkembangan
S : Pasien mengatakan

2012

berkurang

Paraf
nyeri

O:
-

Pasien

tampak

tidak

merintih
-

TD : 130/80 mmHg

S: 36,5oC

Nadi : 70x/ menit

RR : 20x/ menit

Skala nyeri : 6-7 (0-10)

Menggosok area nyeri (+)

A : MTS
P : Lanjutkan intervensi.

II

S : Pasien mengatakan badan tetap


lemah
O:
-

Pasien

tampak

tidak

mampu dalam ADL


-

Klien berbaring lemah di


tempat tidur

Pasien

belum

mampu

menggunakan walker
-

Klien

dapat

berpindah

dari

tidur

menjadi

berbaring
A : MTS
III

P : Lanjutkan intervensi
S:O:
-

Terpasang bedrail, lampu


penerangan cukup, lantai
tidak licin, bel di samping
tempat tidur

Tidak

dilaporkan

kejadian jatuh
-

Klien

mengetahui

tindakan

pencegahan

cidera
A : MTS
P : Lanjutkan intervensi

DAFTAR PUSTAKA

Tandra,

H. 2009. Segala Sesuatu

Osteoporosis

Mengenal,

Yang Harus Anda

Mengatasi

dan

Ketahui Tentang

Mencegah

Tulang

Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.


Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis
Pada Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal

Kedokteran

dan

Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-12


Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua,
Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta :
Publishing
Iwan Sain, S. Kep, ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang :
OSTEOPOROSIS.pdf
Anonim.

OSTEOPOROSIS(Askep

Osteoporosis.pdf).

http://www.4shared.com/office/rBkkM-fK/Askep_Osteoporosis.html,

diakses

pada 10 September 2013 13.20 WITA


Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lane, Nancy E. 2001. Lebih Lengkap Tentang: Osteoporosis. Jakarta: Fajar
Interpratama Offset.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai