TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut Eucheuma cottonii
Rumput laut atau sea weeds merupakan komoditi hasil laut yang melimpah di
Indonesia. Pada mulanya orang menggunakan rumput laut hanya untuk sayuran tanpa
tahu kandungan zat-zat yang terdapat didalamnya. Seiring dengan perkembangan
pengetahuan dan peradaban yang semakin maju akhirnya diketahui kandungan zat-zat
yang terdapat didalam rumput laut tersebut sehingga pemanfaatannya akan dapat
dioptimalkan tidak hanya sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung secara
sederhana tetapi juga merupakan bahan dasar pembuatan produk pangan rumah
tangga maupun industri makanan skala besar (Anggadireja, dkk., 2008).
Rumput laut dapat menghasilkan devisa serta pendapatan masyarakat
terutama masyarakat pesisir. Karena rumput laut yang utamanya dari kelas
rhodophyceae (ganggang merah) selain mengandung karaginan dan agar-agar juga
mempunyai kandungan gizi yang penting yaitu yodium. Salah satu jenis rumput laut
merah yang bernilai ekonomis penting yaitu rumput laut Eucheuma cottonii.
Eucheuma cottonii adalah rumput laut penghasil karaginan (carragenophyte).
Jenis
karaginan yang dihasilkan dari rumput laut ini adalah kappa karagenan (Winarno,
2008).
Ciri-ciri
Eucheuma
licin;
cartilageneus (menyerupai tulang rawan/muda); serta berwarna hijau terang, hijau
olive dan cokelat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul,
B2, B6, B12, C, serta mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan
yodium (Anggadireja, et al., 2008). Komposisi kimia Eucheuma cottonii dapat
dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut Eucheuma cottonii
No
Komposisi
1
Air
2
Protein
3
Lemak
4
Serat Kasar
5
Mineral Ca
6
Mineral Fe
7
Mineral Cu
8
Tiamin
9
Ribovlamin
10
Vitamin C
11
Karagenan
12
Abu
13
Kadar Pb
Sumber : Istini, et al., 1986 dalam Yani 2006
Nilai
13.90 %
2.69 %
0.37 %
0.95 %
22.39 ppm
0.121 ppm
2.763 ppm
0.14 (mg/100 g)
2.7 (mg/100 g)
12 (mg/100 g)
61.52 %
17.09 %
0.04 ppm
67,5% yang terdiri dari 39,47% serat makanan yang tak larut air dan 26,03% serat
makanan yang larut air sehingga karaginan berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan
makanan yang menyehatkan. Hal Ini didasarkan pada banyak penelitian bahwa
makanan berserat tinggi mampu menurunkan kolesterol darah dan gula darah (Kasim,
2004).
Karaginan sangat penting peranannya sebagai penstabil, bahan pengentalan,
pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam
industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya
(Winarno, 2008).
Karaginan mempunyai sifat pembentuk gel. Sifat dasar karaginan terdiri dari
tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan lambda karaginan. Tipe karaginan yang
paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Eucheuma cottoni
terpenting dari kappa karaginan. Kemampuan pembentukan gel pada kappa karaginan
terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena memiliki gugus
sulfat yang paling sedikit dan mudah untuk membentuk gel (Doty, 1987 dalam
Samsuari, 2006).
Rumput laut merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi penting
karena penggunaannya yang luas. Menurut Anggadiredja, et al., (2008), ada beberapa
manfaat dari rumput laut antara lain :
1) Rumput laut sebagai bahan pangan
Rumput laut sebagai bahan pangan umumnya dikonsumsi dalam bentuk lalapan,
dibuat acar, dimasak sebagai sayur, dibuat urap atau ditumis.
2) Rumput laut dalam industri farmasi
Beberapa jenis rumput laut digunakan sebagai obat-obatan tradisional seperti
antiseptik, obat cacing, bronchitis, asma, batuk, bisul, mimisan, gangguan
pencernaan, gangguan kekurangan iodium dan obat penyakit urinari. Metabolit
primer dari rumput laut merupakan senyawa polisakarida yang bersifat
hidrokoloid seperti agar-agar, alginat, karagenan dan fulcelaran.
3) Rumput laut dalam industri makanan
Hasil ekstrak rumput laut seperti karagenan, agar dan alginat banyak digunakan
dalam industri makanan. Misalnya karagenan sebagai bahan suspense dalam
yohgurt, penstabil dalam es krim dan pencegah sineresis dalam keju. Agar-agar
dapat digunakan dalam pembuatan jelly, es krim dan permen.
2.2
Permen
Permen merupakan salah satu hasil olahan yang banyak diminati oleh
masyarakat baik tua maupun muda bahkan anak-anak. Permen atau kembang gula
telah dikenal secara internasional sebagai confectionary/candy, yaitu jenis pangan
padat yang terdiri dari gula sebagai komponen utamanya. Istilah confectionary
berasal dari bahasa latin, confecto artinya penambahan (to compound). Sedangkan
istilah candy berasal dari bahasa arab quan yang berarti gula (Ketaren, 1986 dalam
Sudaryati, dkk, 2010).
Permen secara umum adalah produk yang dibuat dengan mendidihkan
campuran gula, air bersama dengan bahan pewarna dan pemberi rasa sampai tercapai
kadar air kira-kira 3%. Biasanya suhu digunakan sebagai penunjuk kandungan
padatan. Sesudah adonan permen dipanaskan sampai mencapai kandungan padatan
yang diinginkan yaitu suhunya sekitar 150oC kemudian adonan permen dituangkan
pada cetakan dan dibiarkan tercetak (Buckle, et, al., 1987).
Saat ini banyak dijumpai beraneka ragam jenis permen dengan bentuk, rasa,
warna dan tesktur yang berbeda-beda. Permintaan konsumen akan permen tidak akan
pernah berhenti, sehingga dihasilkan beraneka jenis permen baru dengan rasa, warna dan
bentuk yang menarik di pasaran. Permen yang banyak beredar di kalangan
masyarakat berjenis permen keras (hard candy) dan lunak (soft candy) (Ningsih,
2010 dalam Nurhasanah, 2011).
penampakan yang bening seperti kaca dan biasanya diproduksi dari gula dan sirup
glukosa dengan penambahan zat aditif lainnya untuk menghasilkan rasa yang disukai dan
dimakan dengan cara dihisap (Ningsih, 2010 dalam Nurhasanah, 2011).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 3547.1:2008), bahwa kembang
gula keras adalah jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau
campuran gula dengan pemanis lain dengan atau tanpa penambahan bahan pangan
lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, tidak
menjadi lunak jika dikunyah. Syarat mutu kembang gula keras disajikan pada Tabel
2.
Tabel 2. Syarat mutu kembang gula keras berdasarkan SNI 3547.1:2008
No
1
1.1
1.2
2
3
4
5
6
6.1
6.2
6.3
6.4
7
8
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
8.6
Kriteria uji
Keadaan
Bau
Rasa
Kadar air
Kadar abu
Gula reduksi (dihitung sebagai gula inverse)
Sakarosa
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Cemaran arsen
Cemaran mikroba
Angka lempeng total
Bakteri coliform
E.coli
Staphylococcus aureus
Salmonella
Kapang/khamir
Satuan
Persyaratan
% fraksi massa
% fraksi massa
% fraksi massa
% fraksi massa
Normal
Normal
Maks. 3,5
Maks. 2,0
Maks. 24
Min. 35
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 2,0
Maks. 2,0
Maks. 40
Maks. 0,03
Maks. 1,0
Koloni/g
APM/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g
Koloni/g
Maks. 5 x 102
Maks. 20
<3
Maks. 1 x 10 2
Negatif/25 g
Maks. 1 x 10 2
seperti agar, gum, pektin, pati, karagenan, gelatin dan lain-lain yang digunakan untuk
modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk kenyal, harus dicetak dan diproses
aging (Penyimpanan produk dalam kondisi dan waktu tertentu untuk mencapai
karakter produk yang diinginkan) terlebih dahulu sebelum dikemas. Syarat mutu
kembang gula lunak disajikan pada Tabel 3.
Kriteria uji
Keadaan
Bau
Rasa
2
Kadar air
3
Kadar abu
4
5
6
6.1
6.2
6.3
6.4
7
8
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
8.6
Satuan
Persyaratan
Bukan Jelly
Jelly
Normal
Normal
(Sesuai label)
Normal
Normal
(Sesuai label)
Maks. 7,5
Maks. 20,0
Maks. 2,0
Maks. 3,0
Maks. 20,0
Maks. 25.0
Min. 35,0
Min. 27,0
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 2,0
Maks. 2,0
Maks. 40,0
Maks. 0,03
Maks. 1,0
Maks. 2,0
Maks. 2,0
Maks. 40,0
Maks. 0,03
Maks. 1,0
Koloni/g
APM/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g
Koloni/g
Maks. 5 x 102
Maks. 20
<3
Maks. 1 x 10 2
Negatif/25 g
Maks. 1 x 10 2
Maks. 5 x 104
Maks. 20
<3
Maks. 1 x 10 2
Negatif/25 g
Maks. 1 x 10 2
% fraksi
massa
% fraksi
massa
% fraksi
massa
% fraksi
massa
aren dari nira aren dan gula tebu dari tebu. Gula merah yang banyak dipasarkan atau
diproduksi oleh masyarakat Gorontalo dan sekitarnya adalah gula merah dari bahan
dasar nira aren. Gula aren dilihat dari segi warna, aroma dan rasa berbeda dengan
gula lainnya sebab gula aren terasa lebih manis, lebih jernih dan lebih segar (Dyanti,
2002).
Menurut Reine (1985), gula aren adalah hasil olahan dari nira pohon aren
(Arenga pinata). Gula aren dalam kehidupan sehari-hari bagi orang Indonesia sangat
dibutuhkan. Terutama rasa dan aromanya yang khas sehingga tidak dapat digantikan
dengan gula lain. Tingginya gula pereduksi menyebabkan gula merah bersifat
hidroskopis sehingga mudah mencair karena itu tidak dapat dibiarkan di udara tanpa
pengemasan yang baik.
Gula merah memiliki rasa manis dengan sedikit rasa asam. Rasa asam
disebabkan karena adanya kandungan asam-asam organik didalamnya. Adanya asamasam
ini menyebabkan gula merah mempunyai aroma yang khas, sedikit asam dan berbau
karamel. Karamel pada gula merah disebabkan adanya reaksi karamelisasi akibat panas
selama pemasakan. Karamelisasi juga menyebabkan timbulnya warna coklat pada gula
merah (Nengah, 1990).
Gula merah berbentuk cetakan dan berwarna kuning sampai coklat tua. Gula ini
memiliki tekstur dan struktur kompak, serta tidak terlalu keras sehingga mudah
dipatahkan dan member kesan empuk. Rasa manis pada gula merah disebabkan
karena gula merah mengandung beberapa senyawa jenis gula seperti sukrosa,
fruktosa, glukosa dan maltose (Santoso, 1990).
Syarat Gula merah yang sehat untuk dikonsumsi berdasar Uji Standar
SNI.013743.1995 adalah,
a. Bau
: Normal
b. Rasa
: Normal, Khas
c. Warna
d. Air
: Max. 10%bb
e. Abu
: Max. 2%bb
Dilihat dari kadar zat gizi gula merah cukup kaya karbohidrat dan unsur protein,
seperti yang terlihat pada Tabel 4 :
Tabel 4 : Komposisi Zat Gula Merah Per 100 gram Bahan
No
Zat Gizi
Jumlah
1
Kalori
386 Kal
2
Karbohidrat
76 g
3
Lemak
10 g
4
Protein
3g
5
Kalsium
76 mg
6
Fosfor
37 mg
7
Air
10 g
Sumber : Santoso (1993) dalam Oktavianti (2003)
2.3.2 Santan
Santan merupakan hasil perasan dari parutan daging buah kelapa dan biasanya
tersedia dalam bentuk santan cair, berwarna putih kental dan rasanya gurih. Hampir
seluruh masakan tradisional Indonesia menggunakan santan sebagai bahan dasar.
Pengolahan kelapa menjadi santan di Indonesia sebagian besar masih dilakukan
dengan cara tradisional dalam skala rumah tangga. Namun cara tradisional tersebut
dianggap kurang praktis karena banyak memakan waktu dan tenaga, apalagi jika
diperlukan dalam jumlah besar (Srihari, 2012).
Sundari (1984) menyatakan bahwa santan dalam pengolahan bahan makanan
dapat berfungsi sebagai media penghantar panas pada waktu pemasakan, menaikkan
kelezatan (polabilitas) makanan dengan mempertinggi flavor, Penambahan santan ini
akan memperbaiki kenampakan produk pangan dan lebih mengkilap.
Peran santan dalam industri makanan sangat penting baik sebagai sumber gizi,
penambahan aroma, cita rasa, flavor dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan.
Hal ini sebabkan karena santan mengandung senyawa nonylmethylketon, dengan
suhu yang tinggi akan menyebabkan sifat volatile dan menimbulkan bau yang enak
(Khairulanam, 2008).
Menurut Ruwono (2010), ada banyak manfaat dari susu kelapa, antara lain:
1. Susu kelapa mengandung vitamin, mineral dan elektrolit penting yang
menyediakan beragam manfaat bagi tubuh. Kelapa mengandung kalsium, kalium,
klorida, vitamin A dan E.
2. Susu kelapa mengandung asam laurat yang memiliki anti bakteri, anti-mikroba,
anti jamur dan anti virus yang dapat membantu memperkuat sistem kekebalan
tubuh
3. Susu kelapa juga bermanfaat bagi jantung. Susu kelapa mengandung asam laurat
yang membantu untuk menjaga arteri dan hati tetap bersih dan sehat. Meskipun
susu kelapa mengandung lemak jenuh, kehadiran asam laurat dalam susu kelapa
membuatnya sempurna melawan penyakit jantung dan atherosclerosis.
Ditinjau dari segi nutrisi, dalam 1 cangkir susu kelapa mengandung kalori
sebesar 552 kal, total lemak 57,2 g, kolesterol 0 mg, natrium 36 mg, total karbohidrat
13,3 g, protein 5,5 g, vitamin C 11%, kalsium 4%, dan besi 22% (Ruwano, 2010).
2.4 Pengujian Organoleptik
Pengujian Organoleptik atau pengujian sensori adalah pengujian yang
dilakukan dengan menggunakan indra untuk menilai kualitas dan keamanan suatu
makanan atau minuman. Pengujian Organoleptik pada produk pangan sangat penting,
meskipun nilai gizinya sangat tinggi dan higienis. Jika rasanya sangat tidak enak,
maka nilai gizinya dapat tidak termanfaatkan karena tidak seorangpun yang mau
mengkonsumsinya. Dapat dikatakan bahwa selera manusia sangat menentukan dalam
penerimaan dan nilai suatu produk. Produk yang direspon secara positif oleh indra
manusia karena menghasilkan kesan subjektif yang menyenangkan dan memuaskan
harapan konsumen, disebut memiliki kualitas sensori yang tinggi. Pengujian
organoleptik bukanlah hal yang baru dalam industri pangan, akan tetapi aplikasinya
sebagai metode dasar dalam pengembangan produk dan pengawasan mutu masih
belum optimal (Setyaningsih, dkk, 2010).
2.4.1 Uji Hedonik (Uji kesukaan)
Setyaningsih, dkk, (2010) menyatakan bahwa uji hedonik atau uji kesukaan
merupakan suatu kegiatan pengujian yang dilakukan oleh seorang atau beberapa
orang panelis yang mana memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau
ketidaksukaan konsumen tersebut terhadap suatu produk tertentu. Panelis diminta
tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan. Uji hedonik paling sering
(2006) sebagai
berikut :
1. Bentuk meliputi lunak rapi, lunak kurang rapi, agak lunak rapi, agak keras kurang
rapi, muncul titik-titik warna yang berbeda dari warna spesifik, agak lembek,
lembek, mulai meleleh dan cair.
2. Rasa meliputi sangat enak spesifik jenis, enak spesifik jenis, agak enak spesifik
jenis, hambar, mulai pahit rasa tambahan mulai muncul, agak pahit, pahit dan
sangat pahit.
3. Bau meliputi spesifik jenis kuat segar tanpa bau tambahan, spesifik jenis segar
tanpa bau tambahan, spesifik jenis berkurang, segar tanpa bau tambahan, spesifik
jenis hilang netral, mulai muncul bau tengik, agak tengik, tengik dan busuk.