demam tinggi, mialgia, malaise, dan nyeri kepala. Gejala-gejala ini mungkin disebabkan oleh
produksi sitokin epitel saluran pernafasan dan tidak menggambarkan penyebaran sistemik
virus. Lamanya demam adalahh 2-4 hari. Batuk dapat menetap dalam waktu yang lebih lama,
dan bukti adanya disfungsi adanya disfungsi saluran nafas bagian bawah sering ditemukan
beberapa minggu kemudian. Anggota keluarga lain atau kontak erat sering menderita sakit
yang sama. Manifestasi klinis mungki n terjadi di beberapa lokasi saluran nafas, dan dapat
berkembang menjadi croup, bronkiolitis, atau pneumonia.
nafas. Diare dapat menyebabkan dehidrasi sedang sampai berat. Maka, berbeda dengan
dewasa, bayi daan anak kecil sebenarnya menunjukan gejala gastric flu.
Kejang yang dicetuskan oleh demam diaporkan sebagai indikasi rawat inap pada pasien
dengan influenza. Lebih dari 35% anak yang terserang influenza jenis A menderita kejang
demam dan sebagian besar berumur kurang dari 3 tahun, sesuai dengan kerentanan anak
golongan umur tersebut untuk menderita kejang demam.
Laringotrakeobronkitis (croup) telah dikenal sebagai gejala yang menonjol sebagai
gemabaran klinis pad bayi dengan influenza A. Gejalanya lebih berat dibandingkan dengan
sindrom croup yang disebabkan oleh infeksi virus parainfluenza. Adanya sekret yang kental
dapat sampai menyebabkan adanya indikasi untuk trakeostomi khususnya pada pasien yang
dirawat di rumah sakit. Pada bayi baru lahir, infeksi influenza dapat berupa gejala sepsis
bakterial, seperti : letargi, tidak mau makan, petekiae, penurunan sirkulasi perifer sampai
apneic spells. Influenza A pernah dilaporkan menimbulkan infeksi nosokomial di sebuah
rumah sakit.
DIAGNOSIS
Influenza lebih mudah dikenal dari data epidemiologi, dibandingkan dari gejala klinis.
Pemeriksaan laboratorium rutin kurang berperan dalam menegakkan diagnosis banding
influenza dengan penyakit saluran nafas yang disebabkan karena temuan laboratorium klinik
yang dikaitkan dengan influenza adalah nonspesifik. Leukopenia relatif sering ditemukan,
namun pada bayi tampak gambaran leukosistosis. Radiografi dada menunjukan buki adanya
ateletaksis atau infiltrat pada sekitar 10% anak. Foto thoraks brmanfaat untuk melihat adanya
penyulit pneumonia lobaris atau intersitial.
Diagnosis pasti influenza bergantung pada isolasi virus dan sekresi saluran nafas atau adanya
kenaikan yang bermakna titer antibodi serum pada masa kovalesens. Berbeda dengan
adenovirus atau herpes simpleks dari saluran nafas, maka tidak ada pengidap virus influenza,
sehingga adanya isolasi virus sudah menunjukan tanda pasti adanya infeksi virus influenza.
Antigen influenza dapat pula dideteksi secara cepat dari sel epitel nasofaring dengan antibodi
fluoresens yang spesifik.
Diagnostik serologik dapat dilakukan dengan tehnik complement-fixation atau
hemagglutination-inhibition. Reagen uji komplemen fiksasi tersedia secara komersial, dan
banyak digunakan di laboratorium. Kekurangan dari uji dengan antibodi komplemen fiksasi
ialah karena waktu pemeriksaan yang lama, sampai 6 bulan. Pendekatan yang tampaknya
menunjukan hasil yang baik adalah pengukuran antibodi terhadap hemaglutinin influenza
denan menggunakan metode ELISA. Uji ini sederhana dan mempunai kelebihan dapat
mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgA, IgM, IgG. Banyak penyakit demam sebagai
diagnosis banding influenza, khususnya yang disebabkan oleh virus saluran nafas dan
Streptococcus pyogenes.
PENYULIT
Infeksi Bakteri
Penyulit influenza yang terbanyak adalah pneumonia, otitis media dan sinusitis. Penyulit
timbul pada masa dini penyembuhan , terjadi oleh karena adanya invasi bakteri pada saluran
nafas yang menyebabkan rusaknya silia epitel sehingga mengganggu transport mukosilier.
Infeksi nosokomial yang disebabkan oleh mukosilier. Infeksi nosokomial yang disebabkan
oleh influenza A dapat menyerang bangsal bayi, biasanya pada bayi dengan penyakit jantung
paru. Penyulit terjadi pada 10% bayi, dengan gejala terbanyak otitis media. Angka kejadian
otitis media setelah terkena infeksi influenza A dan B dapat sampai 28% kasus, dan biasanya
menunjukan adanya infeksi yang berulang.
Pneumokokus merupakan penyebab terbanyak pneumonia bakteri, diikuti pneumonia
stafilokokus. Gambaran foto ditandai dengan infiltrat difus. Klinis terihat adanya sesak yang
berat dan terlihat perbaikan setelah diberikan antimikroba dan pengobatan suportif.
Pneumonia Stafilokokus dapat terjadi sebahai penyulit pneumonia virus yang dapat melanjut
menjadi pneumatoceles dan empyema. Pneumonia Stafilokokus yang berhubungan dengan
influenza, biasanya ganas dan dapat berakhir dengan kematian. Infeksi Staphylococus aureus
pada infeksi virus A anak menunjukan gejala pneumonitis necrotizing dengann mikroabses.
Miosistis Akut
Miosistis akut timbul pada masa penyembuhan dini sebagai gambaran yang khusus dari
penyakit influenza. Nyeri yang hebat dapat terjadi pada kedua tungkai yang datang secara
tiba-tiba sehingga anak tersebut tidak dapat berjalan. Meskipun dapat menyerang semua
kelompok otot gastroknemius dan soleus yang biasanya terkena. Baik influenza B maupun A
dapat menyebabkan penyulit ini, ditandai dengan adanya peningkatan kadar fosfokinase
serum dan aspartat transferase. Penyulit semacam ini pada anak biasanya self-limited.
pada 9 di antara 23 kasus sindrom Reye. Pada kasus yang bertahan hidup dapat ditemukan
virus dari sekret nasotrakeal, cairan serebrospinal, hati dan otot gastrocnemius, yang
menunjukkan adanya penyebaran menyeluruh pada perjalanan penyakit ini. Secara klinis
sindrom Reye, biasanya ditemukan pada anak laki-laki berkulit putih, dengan gejala mual,
muntah, dan stupor pada masa penyembuhan dari penyakit, disertai dengan gejala saluran
nafas. Ditemukan peningkatan transaminase serum dan kadar amonia darah. Penemuan ini
cukup menegakan diagnosis. Diperkirakan 31 sampi 58 kasus kemungkinan terkena sindrom
Reye pada 100.000 yang terinfeksi influenza B. Dicurigai adanya hubungan antara
pemakaian salisilat dengan terjadinya sindrom Reye, untuk itu diperingatkan agar tidak
menggunakan salisilat pada anak yang terkena influenza.
Selain ensefalopati atau sindrom Reye, kelainan saraf yng berat jarang ditemukan pada
infeksi virus influenza. Sindrom Guillain Bare dn mielitis transversa juga merupakan penyulit
yang jarang pada influenza. Dari pemeriksaan laboratorium dan data epidemiologi terdapat
tanda-tanda yang meunjukan sejumlah kasus penyakit parkinson yang diakibatkan oleh virus
influenza.
Pengobatan
Sebagian besar kasus infeksi influenza tidak menimbulkan penyulit, tetapi meskipun
demikian influenza merupakan penyakit yang mengganggu, oleh karena itu pengobatan
utama dalam tatalaksana. Pasien perlu pula istirahat, hidrasi yang cukup, pengendalian
demam dan nyeri otot dengan pemberian asetaminofen, mempertahankan kenyamanan
bernafas dengan dengan pemberian dekongestan nasal. Pemberian antibiotik sebagai tindakan
pencegahan tidak dianjurkan. Batuk kering yang menetap pada fase penyembuhan dapat
dikurangi dengan pemberian kodein atau dekstrometrofan.
Penyulit diobati sesuai dengan gejala klinis. Adanya infeksi bakteri ditandai dengan adanya
peningkatan suhu atau berulangnya demam pada saat pasien memasuki masa awal
penyembuhan. Sebaiknya segera diambil biakan darah dan pengobatan antibiotik disesuaikan
dengan hasil pewarnaan Gram. Penyebab infeksi terbanyak biasanya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Sterptococcus pyogens, maka ampisilin atau
amoksisilin biasanya dapat mengatasi masalah ini. Penyebab lain yang dapat menyebabkan
gambaran klinis berat seperti pneumoniae, seingkali disebabkan oleh Staphylococcus aureus
atau bakteri patogen Gram-negatif.
Amantadin hidroklorida dapat digunakan pada pengendalian wabah influenza tipe A, dalam
institusi, dan untuk terapi pada kasus perseorangan. Jika diberikan dalam 48 jam pertama,
obat ini mengurangi keparahan dan lamanya gejala influenza. Keracunan dan
ketidakmampuan berkonsentrasi atau mengantuk ditemukan pada sebagian kecil anak yang
diberi amantadin hidroklorida tidak efektif melawan influenza tipe B, informasi mengenai
strain yang sedang bersirkulasi sangat penting untuk pengguanaan obat yang rasional.
Sampai saat ini obat antivirus yang berkhasiat baik terhadap influenza A dan B adalah
ribavirin. Sama seperti obat antivirus yang lain, obat ini terbukti berhasil untuk pasien
dewasa, tetapi kurang baik untuk pasien anak. Pada kasus influenza tanpa penyulit,
prognosisnya sangat baik. Prognosis menjadi kurang baik apabila terjadi penyulit yang
menyerang saluran pernafasan.