Anda di halaman 1dari 10

Status Periodontal Pasien terinfeksi HIV yang Mendapat Terapi Antiretroviral

Dibandingkan dengan yang Tidak Mendapat Terapi : Sebuah Penilitian Case Control

ABSTRAK
Latar Belakang : Meskipun

infeksi oportunistik oral yang berat menurun dengan

pelaksanaan terapi antiterotrival yang sangat aktif, periodontitis masih merupakan masalah
yang sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui kemungkinan perbedaan parameter periodontal antara pasien yang diterapi
dengan antiretroviral dengan pasien yang tidak diterapi antiretroviral.
Metode: Populasi penelitian terdiri dari 80 pasien terinfeksi HIV yang dibagi ke dalam dua
kelompok. Kelompok pertama mendapatkan terapi antiretroviral dan kelompok kedua yang
tidak mendapat terapi antiretroviral. Parameter yang dinilai adalah : kedalaman poket, resesi
gingiva, tingkat perlekatan klinis, skor perdarahan papilla, index skrining periodontal dan
indeks. gigi yang mengalami pembusukkan, hilang dan gigi yang terisi. Kuisioner tentang
kebersihan mulut, perawatan gigi dan kebiasaan merokok diisi oleh pasien.
Hasil : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan mengenai parameter periodontal antar
kedua kelompok kecuali pada penanda klinis untuk peradangan, skor perdarahan papilla
dimana dua kali lebih tinggi (P < 0.0001) pada kelompok yang tidak diobati antiretroviral
(0.58 0.40 versus 1.02 0.59). Para sampel penelitian ini secara umum menunjukan
prevalensi periodontitis yang sebanding pada objek yang sehat. Hasil kuisioner sebanding
antara kedua kelompok.
Kesimpulan : Tidak ada indikasi kerusakan periodontal pada pasien yang terinfeksi HIV
dibandingkan dengan pasien yang tidak terinfeksi pada kelompok usia yang sama. Karena
penurunan daya tahan tubuh, pasien yang terinfeksi HIV harus dimonitor untuk mencegah
kerusakan periodontal yang irreversible. Monitoring periodontal dan terapi dini dianjurkan
untuk indikasi terapi antiretroviral yang sangat aktif.
Kata kunci : HIV, HAART, PBS, Periodontitis, PSI

PENDAHULUAN
Pengobatan

pada

pasien

terinfeksi

HIV,

monotherapi,azythomidine ditemukan. Pada saat itu,

pada

tahun

1986,

saat

manifestasi oral pada sindrom

defisiensi imun dipergunakan, bersama dengan parameter diagnostic lainnya sebagai penanda
perkembangan penyakit. Dengan demikian candida oral berhubungan dengan defisiensi imun
progresif, sehingga candida esophagitis didefinisikan sebagai progresi untuk acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS; pusat pengendalian system klasifikasi penyakit;
kategori C).
Pada tahun 1983, 13 tahun setelah virus terdeteksi, dibuat terapi jangka panjang yang
efektif dengan menggabungkan tiga substansi antiretroviral. Setelah pelaksanaan terapi
antiretroviral yang sangat aktif ini (HAART), pada tahun 1996 angka kesakitan dan kematian
pasien terinfeksi HIV menurun drastis. Jumlah infeksi oportunistik seperti sarcoma kaposis
oral, kandidiasis oral, penyakit periodontal nekrosis dan hairy leukoplakia juga menurun.
Namun demikian, penyakit ini masih merupakan bukti kerusakan system imun yang diberi
terapi maupun yang tidak. Terutama penyakit nekrosis periodontal mungkin menunjukan
jumlah sel CD4+ dibawah 200 sel/L. Untuk menekan resiko infeksi oportunistik, termasuk
manifestasi oral, asosiasi kesehatan internasional membuat pedoman untuk memulai
pengobatan antiretroviral. Untuk pasien yang tidak bergejala, pedoman ini menganjurkan
untuk memulai pengobatan ketika jumlah CD4+ pasien dibawah 350 sel/L tergantung pada
kofaktor virus, usia dan perkembangan klinis.
Untuk dokter gigi yang terlibat dalam perawatan pasien HIV, infeksi mukosa dan/atau
infeksi gingiva berulang, misalnya, human papilloma virus, maupun proses peradangan
gingiva dan nekrosis periodontitis ulseratif, masih menjadi masalah. Pemulihan kuantitatif
sistem imun dan peningkatan jumlah sel CD4+ dibawah HAART tidak selalu berkolerasi
dengan perolehan kualitatif dari ketrampilan imunologis. Tingkat kerusakan imunitas dan
kemampuan untuk kembali dengan terapi tidak dapat diperkirakan. Dengan kondisi tersebut,
lesi oral (seperti candidiasis) masih sebagai penanda untuk penurunan kekebalan tubuh.
Namun demikian, resiko terjadinya infeksi oportunistik oral yang berat menurun dengan
terapi antiretroviral yang cukup.
Kebanyakan penelitian dan penyidikan mengenai prevalensi dan terapi penyakit
periodontal pada infeksi HIV kembali pada era pre HAART dan segera berakhir setelah
periode ini. Penelitian selanjutnya dan investigasi dinilai baik dalam parameter darah, seperti

ekspresi sitokin pada pasien HIV maupun membandingkan stastus periodontal pada HIV
positif dengan pasien HIV negatif. Penanda inflamasi khususnya tingkat sitokin menjadi
semakin relevan pada diagnosis dan pengobatan periodontal. Pasien dengan HIV positif
menunjukan ekspresi level interleukin-18 dan interleukin-2 yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kondisi periodontal yang sehat, pada infeksi oral juga memiliki kadar yang lebih
tinggi. Telah tercatat bahwa pasien dengan HIV positif memiliki derajat periodontitis yang
lebih berat dibandingkan dengan pasien HIV negatif. Hingga saat ini belum ada penelitian
yang membandingkan keadaan gigi dan periodontal antara pasien yang diberi terapi dengan
yang tidak diberi terapi. Sehingga, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan prevalensi dan tingkat keparahan penyakit periodontal antara pasien HIV
positif yang tidak diberi terapi dengan pasien yang mendapat pengobatan dengan jumlah
virus dibawah batas deteksi 40 cop/mL.
MATERIAL DAN METODE
Sampel
Penelitian telah disetujui oleh komite etik dari Hannover Medical School (no.4201)
dan dilakukan dengan pemahaman dan persetujuan tertulis dari setiap subjek. Populasi
penelitian terdiri dari 80 pasien terinfeksi HIV (7 wanita dan 73 laki-laki), dengan usia antara
21 tahun hingga 60 tahun (rata-rata 41.7 tahun 7.2). Peserta dibagi kedalam dua kelompok:
pasien dengan terapi antiretroviralyang sangat aktif (kelompok HAART, n = 40) dan pasien
tanpa terapi antiretroviral (kelompok naive, n = 40).
Kriteria inklusi untuk pasien adalah usia 18 tahun atau lebih; pengobatan
antiretroviral yang stabil (HAART) dengan jumlah virus dibawah batas deteksi (40 cop/mL)
selama enam bulan terakhir pada kelompok HAART; dan jumlah sel CD4+ dibawah 350
sel/L dan tidak ada pengobatan pada kelompok naive (mengikuti pedoman internasional).
Kriteria ekslusi meliputi kehamilan, diabetes mellitus, pasien imunosupresi, dan jumlah virus
yang terdeteksi dalam kelompok HAART.
Uji Klinis
Para pasien diperiksa di Departemen Konservasi Gigi, Periodontologi dan Preventif
Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Hannover atau di praktek pribadi dokter gigi (Georgstrasse,
Hannover, Germany). Semua uji klinis dilakukan oleh dokter gigi yang berpengalaman
dengan menggunakan periodontal probe dari World Health Organization (WHO 2002) untuk

memastikan konsistensi pengukuran. Pemeriksaan periodontal dilakukan, termasuk beberapa


parameter (lihat tabel 1 untuk definisi lengkapnya). Mengukur kedalaman poket (PPD) dan
resesi gingiva (GR) dicatat di empat lokasi pada tiap gigi (mesio-bukal, disto-bukal, distooral dan mesio-oral). Tingkat perlekatan klinis (CAL) dihitung sebagai hasil penjumlahan
dari PPD dan GR. Skor perdarahan papilla (PBS) didefinisikan sebagai munculnya
perdarahan setelah pemasukkan aproksimal dari probe periodontal. Skor perdarahan papilla
0-5 ditentukan pada semua papilla anterior geraham ke dua dan menghilangkan pembacaan
pada buccal dan garis antara lidah dan gingiva. Indeks penyaringan periodontal (PSI) adalah
system deteksi yang digunakan WHO untuk mendeteksi penyakit gigi dan dibagi menjadi
lima kode. Kode 0 menunjukan keadaan sehat, kode 1 dan 2 menunjukan radang gusi, kode 3
dan 4 menunjukan periodontitis (lihat table 1 untuk definisi lengkap). Pada akhirnya, index
DMFT menggambarkan jumlah total gigi yang mengalami pembusukkan, hilang dan terisi
kecuali gigi molar tiga.
Informasi tentang fitur dermografi, kesehatan umum, riwayat infeksi HIV dan status
imunologi, diperoleh dari kuisioner anamnesis dan rekam medis pasien. Selain itu, pasien
mengisi kuisioner tentang kebiasaan merokok mereka, penyalahgunaan narkoba dan
kebersihan mulut.
Tabel 1. Parameter Periodontal dan Dental
Parameter
PPD
GR
CAL

Deskripsi
Jarak antara gingiva dan bagian bawah sulkus periodontal, dalam milimeter
Jarak antara gingiva dan enamel-cemetum-junction, dalam milimeter
Penjumlahan dari PPD dan GR
Diklasifikasikan berdasarkan peningkatan inflamasi (grade 0-5), berdasarkan
pada kekuatan perdarahan setelah pemasukkan probing pada gingiva

PBS

PSI

0= gingiva yang sehat; tidak ada perdarahan


1= gingiva edema, memerah; tidak ada perdarahan
2= perdarahan tidak mengalir
3= perdarahan mengalir sepanjang margin gingiva
4= perdarahan hebat
5= peradangan hebat, ditandai dengan kemerahan dan edema, kecenderungan
untuk perdarahan spontan
Terbagi menjadi lima kode dan memperkirakan parameter klinis dari plak,
perdarahan dan kedalaman saku.
Kode 0 = Permukaan berwarna probe tetap terlihat di semua kantong
sekstan. Tidak ada kalkulus dan tidak ada kerusakan margin pada restorasi.
Tidak ada perdarahan saat probing.

Kode 1 = sama dengan Kode 0, tetapi perdarahan terdeteksi saat probing.


Kode 2 = terdapat kalkulus, di atas atau di bawah gingiva marginal. Juga
digunakan untuk menunjukkan margin restoratif yang rusak. Daerah
berwarna pada probe masih benar-benar terlihat.
Kode 3 = luas berwarna probe hanya terlihat sebagian, minimal kedalaman
satu saku sektan, PPD 3,5 mm-5,5 mm.
Kode 4 = luas berwarna probe tidak terlihat minimal kedalaman satu saku
sekstan, PPD lebih dari 5,5 mm.
DMF-T
Total jumlah gigi yang membusuk, hilang dan terisi (kecuali gigi molar tiga)
CAL: clinical attachment level; DMF-T: decayed-missed-filled-teeth; GR: gingival recession;
PBS: papilla bleeding score; PPD: probing pocket depth; PSI: periodontal screening index.

Analisis Statistik
Kekuatan dan ukuran sampel diukur dengan menggunakan nQuer Advisor 6.0 (Solusi
statistik, Saugas, MA, USA). Perhitungan kekuatan pada 80 sampel penelitian ini memiliki
kekuatan sebesar 80%. Dokumentasi dan analisis data ditampilkan dengan program pengolah
data SPSS versi 17.0. untuk Windows (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Unit statistik untuk
semua tes adalah setiap subjek individu. Nilai median dan rentang dihitung untuk seluruh
parameter. Tes non parametrik (Mann-Whitney-Test) dengan tingkat signifikansi P<0,05
digunakan untuk menganalisi adanya perbedaan antara dua kelompok. Analisis untuk
kuisioner pasien dilakukan dengan uji Chi-square.

HASIL
Berdasarkan data menunjukan jumlah virus 50.636 68.382 cop / mL pada kelompok
naif dan <40 cop/ mL pada kelompok HAART. Jumlah sel CD4+ 500,5 241.4 sel/L pada
kelompok naif dan 627.5 316.3 sel/L pada kelompok HAART.
Data demografi menunjukkan usia rata-rata 44 6.12 tahun dengan durasi infeksi 14
6.31 tahun pada kelompok HAART sedangkan pada kelompok naIf menunjukan usia ratarata 36 8.48 tahun dan durasi infeksi 6 4,24 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan
(P> 0,05) pada usia atau jumlah sel CD4+ antar kedua kelompok, sedangkan durasi infeksi
menunjukan nilai P sebesar 0,001. Untuk kelompok HAART data penggolongan kelas obat,
regimen terapi, nadir dan durasi HAART di analisis. Hasilnya ditunjukan pada table 2.
Riwayat kesehatan mereka menunjukkan bahwa 15% (n=6) dari kelompok perlakuan

memiliki koinfeksi hepatitis C. Tidak ada pasien dengan infeksi hepatitis C pada kelompok
naif.
Kebiasaan merokok mereka tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
antar kedua kelompok (kelompok HAART, 61% perokok dan 39% non-perokok; kelompok
naif, 65,4% perokok dan 34,6% non-perokok). Merokok memiliki pengaruh yang signifikan
pada parameter CAL (P = 0,039) secara independen pada kelompok, tetapi tidak
mempengaruhi ukuran parameter periodontal lainnya .
Hasil kuisioner menunjukan tidak adanya perbedaan kebiasaan kebersihan mulut pada
kedua kelompok (tabel 3).
Seperti ditunjukkan dalam gambar 1, periodontitis (kode PSI 3 dan 4) didiagnosis
70,2% pada kelompok HAART dan 73,7% pada kelompok naif.
Tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai kelompok PSI (kelompok HAART =
2,7 0,84; kelompok naif = 2,9 0,70), CAL (kelompok HAART = 3,6 1,96 mm;
kelompok naif= 3,2 1,7 mm) atau DMF-T (kelompok HAART=16.46 6.63, kelompok
naif = 14.57 5.75). Seperti yang terpapar pada gambar 2, nilai nilai untuk PBS secara
signifikan lebih tinggi (P <0,0001) pada kelompok naif (1.02 0.59) dibandingkan dengan
kelompok HAART (0.58 0.40).

Tabel 2. Antiretroviral parameter (Kelompok HAART)

Tabel 3. Kebiasaan kebersihan mulut, teknik, frekuensi, dan durasi

DISKUSI
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan mengenai
status periodontal pada pasien terinfeksi HIV yang diberi pengobatan antiretrovirus dengan
yang tidak diberi terapi antiretrovirus. Sebelumnya, sudah terdapat penelitian yang
membandingkan pasien yang terinfeksi HIV dengan pasien yang tidak terinfeksi. Hasil kami
meunjukan bahwa secara signifikan tingkat inflamasi gingiva lebih tinggi pada kelompok
yang tidak di terapidengan antiretrovirus meskipun pasien berusia lebih muda dan memiliki
durasi infeksi HIV yang lebih singkat. Tidak didapatkan perbedaan signifikan pada parameter
periodontal lain yang di uji. Demografis data menunjukan distribusi data jenis kelamin pada

kedua kelompok tidak homogen. Perbedaan ini terlihat dari data epidemiologi Institut Robert
Koch dan hasil dari kelompok berisiko tinggi, pria yang berhubungan sex dengan pria,
mewakili mayoritas pasien terinfeksi HIV di negara maju. Perbedaan usia pasien dan durasi
infeksi antara kelompok ini konsisten dengan data penelitian lain, di mana usia rata-rata
memulai pengobatan antiretroviral adalah 36 tahun.
Untuk hasil yang sebanding dengan pasien HIV negatif kelompok ke tiga sebanyak 40
orang seharusnya dimasukan untuk menjamin konsistensi pemeriksaan klinis. Tahun 2006,
penelitian kesehatan oral Jerman

merupakan penelitian yang tepat digunakan untuk

mencocokan pasien kami dengan subjek yang sehat. Penelitian tersebut meneliti status
kesehatan oral pasien pada kelompok usia yang berbeda, dan pada kelompok usia 35-45
tahun sesuai dengan analisis saat ini. Hasil pemeriksaan peserta, didapatkan 73,2%
menunjukan periodontitis sedang sampai berat (PSI kode 3 dan 4), dengan DMF-T berkisar
antara 12,9 dan 15,6. Hasil yang sama untuk penelitian dan kutipan ini merupakan bukti
menurunnya manifestasi oral dan merubah kondisi periodontal pada pasien terinfeksi HIV.
Namun, prevalensi 73,2% menggambarkan pentingnya pemantauan periodontal yang adekuat
dan terapi dini yang efektif. Prevalensi yang hamper sama antara subjek yang sehat dengan
yang terinfeksi HIV seharusnya tidak menyembunyikan kenyataan bahwa tidak hanya
parameter klinis seperti PSI dan perawatan gigi sendiri merupakan prediktor untuk status dan
perkembangan penyakit periodontal pada pasien terinfeksi HIV. Kemampuan imunologi
merupakan penanda sukses atau gagalnya terapi antiretroviral serta resiko terkena infeksi
oportunistik. Seorang dokter gigi harus sangat mengamati pasien pada pengobatan lini kedua
dan ketiga dimana telah terjadi kegagalan imunologi.
Disamping hasil pemeriksaan klinis, semua pasien mengisi kuisioner tentang
frekuensi dan durasi kebersihan mulut mereka serta kebiasaan merokok mereka.
Sekitar dua per tiga pasien adalah perookok, seperti yang dijelaskan sebagai faktor
resiko utama penyakit periodontal. Penelitian ini juga menunjukan bahwa merokok
memperparah hilangnya perlekatan jaringan periodontal. Sebenarnya, merokok memiliki
hubungan dengan periodontitis dan resiko menderita periodontitis kronis derajat sedang
sampai berat pada orang yang merokok dua hingga delapan kali lebih tinggi dibanding
dengan individu yang tidak merokok.
Table 3 menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kebiasaan
kebersihan mulut diantara kedua kelompok. Hasilnya berdasarkan jawaban dari pasien.

Pelaporan sendiri dari frekuensi dan durasi menyikat gigi adalah subjektif dan mungkin
secara positif dipengaruhi oleh pedoman dan rekomendasi yang umum. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa keterangan yang disampaikan pasien mungkin menajadi bias.
Kebanyakan penelitian yang dipublikasikan adalah tentang HIV pada periodontitis
pada 10 tahun terakhir yang membedakan antara pasien HIV positif dan HIV negatif atau
mewakili prevalensi dari infeksi oprtunistik oral di negara tidak berkembang. Baru-baru ini
dan diprediksikan yang akan datang akan lebih banyak pasien di negara maju yang tidak
mempunyai riwayat pre-HAART dan seharusnya tidak terkena infeksi oportunistik terutama
dari oral dan penyakit periodontal yang irreversible. Kelompok HAART pada penelitian ini
menunjukkan rata-rata periode infeksi HIV adalah 14 tahun. Berdasarkan implementasi
HAART pada 1996, kemunculan efek samping oral telah menurun.
Penelitian ini terutama difokuskan pada parameter klinik ginggiva dan/atau variasi
periodontal pada kelompok perlakuan. Penelitian lebih jauh mengenai parameter
laboratorium , tanda inflamasi dan pengaruhnya pada penyakit periodontal pada pasien yang
terinfeksi HIV dengan atau tanpa terapi antiretroviral dibutuhkan untuk memberikan
penjelasan lebih detail dari hasil dari penelitian ini.
Gambar 1. Presentase terjadinya periodontitis berdasarkan periodontal screening index
coding

Gambar 2. Nilai rata-rata dan standar deviasi dari skor perdarahan papilla

KESIMPULAN
Nilai PBS dua kali lebih tinggi pada kelompok naif dibandingkan dengan kelompok
HAART. Meskipun dari faktanya kelompok naif memiliki rata-rata periode infeksi HIV yang
lebih singkat dan usia yang lebih muda, ini menunjukkan level inflamasi periodontal yang
lebih tinggi, selama progresi kerusakan periodontal disamakan pada kedua kelompok.
Penjelasan mengenai tingkat inflamasi yang lebih tinggi hanya dapat diberikan sebagian dan
membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengkorelasikan data klinik dan data imunologis
pada status periodontal pasien HIV yang diberi terapi dan yang tidak diberi terapi. Ini dapat
disimpulkan bahwa HAART terkesan menghindarkan progresifitas kerusakan periodontal
pada subyek dengan periode HIV yang lebih panjang.
Dibandingkan dengan kondisi periodontal pasien HIV positif pada penelitian saat ini
dengan populasi HIV negatif di Jerman (DMS IV), tidak ada perbedaan pada keparahan dan
prevalensi penyakit periodontal. Merokok memiliki pengaruh yang kuat pada progresi
penyakit periodontal tidak tergantung dari status imunologi.
Diagnosis periodontal dan terapi diusulkan tidak tergantung pada indikasi HAART di
kedua kelompok. Prevalensi tinggi untuk periodontitis sangat disarankan sebagai pencegahan,
diagnosis awal, dan terapi adekuat.

Anda mungkin juga menyukai