Disusun oleh:
Yuti Purnamasari 030.09.282
Amanda F. Kadar 030.10.024
Pembimbing:
dr. Achmad Rizky Herda Pratama, SpU
BAB I
PENDAHULUAN
Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna. Hampir 40%
dari pasien yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae mempunyai
lesi jinak. Perhatian yang lebih sering diberikan pada lesi maligna karena kanker
payudara merupakan lesi maligna yang paling sering terjadi pada wanita di negara
barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna payudara adalah lebih tinggi
berbanding lesi maligna.
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif
tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker
payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya
ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang
(Moningkey, 2000). Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada
wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000 wanita didiagnosis menderita kanker
payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang menyerang wanita. Bahkan,
disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara yang berobat ke rumah sakit,
44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya (Oemiati, 1999). American
Cancer Society memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta
dan 460.000 di antaranya meninggal antara 1990-2000 (Moningkey, 2000).
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan
dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan
lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut.
Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah. Tjindarbumi
(1982) mengatakan, bila penyakit kanker payudara ditemukan dalam stadium dini,
angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun,
dikatakannya pula bahwa 70-90% penderita datang ke rumah sakit setelah penyakit
parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Embriologi Payudara
Payudara mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio berupa penebalan
ectodermal di sepanjang garis yang terbentang dari aksila sampai regio inguinal.
Setelah lahir, terjadi penurunan kadar estrogen yang merangsang hipofisis untuk
memproduksi prolaktin. Prolaktin inilah yang menimbulkan perubahan pada
payudara.
II.
Anatomi Payudara
Batas payudara yang normal terletak antara iga 2 di superior dan iga 6 di inferior,
serta linea sternokostal di medial dan linea aksilaris anterior di lateral. Pada bagian
lateral atasnya, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya kearah aksila yang disebut
penonjolan Spence. Dua pertiga bagian atas mammae terletak dia atas otot pektoralis
mayor, sedangkan sepertiga bawahnya terletak di atas otot serratus anterior, otot
oblikus eksternus abdominis, dan otot rektus abdominis.
Setiap payudara terdiri dari 12-20 lobulus kelenjar, masing-masing mepunyai saluran
bernama duktus laktiferus yang akan bermuara ke papilla mammae. Diantara kelenjar
susu dengan fasia dan kulit dengan kelenjar terdapat jaringan lemak. Diantara lobules
terdapat jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi kerangka untuk
payudara.
Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes anterior dari
arteri mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris,
dan beberapa arteri interkostalis.
Persarafan payudara berasal dari nervus supraklavikula yang berasal dari cabang ke-3
dan ke-4 pleksus servikal untuk bagian superior. Bagian medial dipersarafi oleh
cabang kutaneus lateralis dari nervus interkostalis. Bagian kulit dipersarafi oleh
cabang pleksus servikal dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri
dipersarafi oleh persarafan simpatis. Nervus interkostobrakialis dan nervus kutaneus
brakius medialis mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas.
Pembuluh limfatik di payudara antara lain kelompok limfatik vena aksilaris, mamaria
eksterna, scapular, sentral, subklavikular, dan intrapektoral. Sekitar 75% airan limfatik
payudara mengalir ke kelompok limfatik aksila. Saluran limfatik dari seluruh
payudara akan dialirkan ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, dan
kelenjar aksila bagian dalam dan akan berlanjut ke kelenjar servikal bagian kaudal
dalam di fossa supraklavikular.
III.
Fisiologi Payudara
Fase perkembangan payudara timbul sebagai hasil efek mamotropik sekresi hormone
ovarium dan hipofisis anterior. Hormon luteinisasi (LH) gonadotropik dan hormone
perangsang folikel (FSH) gonadotropik disekresikan dari sel basophil yang terletak
dalam glandula hipofisis anterior. Sel asidofil hipofisis menghasilkan hormone
laktogenik luteotropik prolactin (LTH). Jaras neurohormonal dari hipotalamus
mempunyai peranan biofeedback untuk produksi dan/atau pelepasan hormone
gonadotropik.
Dalam payudara adolesen, estrogen memulai pertumbuhan bagian epidermis tunas
payudara dengan pertumbuhan ke dalam duktus lactiferus, sel mioepitel dan alveoli
parenkim payudara. Efek aditif progesterone memulai perkembangan jaringan asinus
(sekresi) payudara. Dengan pembenturkan fungsi ovarium siklik dalam pubertas,
maka efek mamotropik estrogen menjadi terbukti. Resesus asinus sinus dan ductus
perkembangan epitel menjadi lebih terbukti. Lobulus yang tegas dibentuk, unsur
stroma membesar dengan pertumbuhan sejajar dan replikasi epitel duktus.
Pertumbuhan payudara isometric dengan pembesaran dan pigmentasi putting susu dan
areola. Efek aditif estrogen dan progesterone menyokong kelengkapan pembentukan
struktur lobules dan asinus payuara matang dalam 12-18 bulan setelah mulainya
menarke.
Dalam kehamilan, sintesis dan pelepasan susu dimulai sekitar bulan kelima. Laktasi
timbul sebagai hasil rangsangan dari LTH yang dilepaskan oleh hipofisis anterior.
Pengeluaran susu timbul pada waktu reflex mengisap dari rangsangan langsung dari
oksitosisn atas sel mioepitel alveolus payudara.
Dalam menopause, efek estrogen dan progestasional varium berhenti dan dimulai
involusi progresif. Regresi ke epitel atrofi atau hipoplastik jelas di dalam duktus dan
lobules serta stroma diganti dengan jaringan fibrosa periduktus padat. Pada
pemeriksaan payudara pascamenopause sering asimetris dengan ketidakteraturan
komponen lobules dan pembentukan kista dalam ukuran bervariasi. Karena
kandungan lemak dan fibrostoma periduktus penyokong terdepresi, maka payudara
tua menjadi suatu struktur pendulosa, homogeny dengan kehilangan bentuk dan
konfiguasi.
IV.
Faktor Risiko
Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang
wanita. Satu dari delapan keganasan payudara invasive ditemukan pada wanita
berusia di bawah 45 tahun. Dua dari tiga keganasan payudara invasive ditemukan
pada wanita berusia 55 tahun. Pada perempuan, besarnya insidens ini akan
berlipat ganda setiap 10 taun, tetapi kemudian akan menurun drastic setelah masa
menopause. Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun
ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause, adapun pada usia sebelum 35
tahun, yang paling sering menyebabkan benjolan pada payudara adalah
fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker dapat didiagnosis pada wanita
premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih
agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga
survival rates-nya lebih rendah
2.
Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan
wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang
tinggal di daerah industrialisasi.
3.
5. Hormonal
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru
memberikan efek protektif. WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan
maupun penurunan insidens Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan
kotrasepsi
injeksi
seperti
depot-medroxyprogesterone
acetate
(DMPA).
6.
8.
9.
10.
11.
Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa
penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara
kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Sumber
estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione
menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas
berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang. Penelitian
membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan langsung dengan
berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih
tinggi daripada wanita tidak obese.
12.
Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah
menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis,
dan yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan
TBC paru, mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure
multiple dengan dosis yang relative kecil beresiko sama dengan exposure tunggal
dosis besar.
13.
14.
15.
Perubahan Genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and
BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan
dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan tidak mempunyai
reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal
carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon.
Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker
payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk
berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
Patogenesis
Tumorigeneis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya berkaitan
dengan satu mutasi tertentu atau lebih gen regulator minor atau mayor. Terdapat dua
jenis sel utama pada payudara orang dewasa, sel mioepitel dan sel sekretorik lumen.
Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam perjalanan
menuju keganasan. Hiperplasia ductal, ditandai oleh proliferasi sel-sel epitel
poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk inti-intinya saling
bertumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering menjadi tanda awal
kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relative emiliki sedikit sitoplasma dan batas
selnya tidak jelas dan secara sitologis jinak. Perubahan dari hyperplasia ke
hyperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan
tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara klinis meningkatkan
risiko kanker payudara.
Setelah hyperplasia atipik, tahap berikutnya adalah tibulnya karsinoma in situ, baik
karsinoma ductal maupun lobular. Pada karsinoma in situ, terjadi proliferasi sel yang
memiliki gambaran sitologis sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut
belum menginvasi stroma dan menembus membrane basal.
Karsinoma insitu lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan
bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya,
karsinoma in situ ductal merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami
kalsifikasi sehingga memberi penampilan yang beragam.
Setelah sel-sel tumor menembus membrane basal dan menginvasi stroma, tumor
menjadi invasive, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga
menimbulkan metastasis.
Gambar 2.14 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar
dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)
dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi
sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini
adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan
epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy,
atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker
invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
b. Medullary carcinoma (4%)
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
d. Papillary carcinoma (2%)
e. Tubular carcinoma (2%)
T0
Tis
Carcinoma in situ
Tumor 2 cm
T1mic
Microinvasion 0.1
T1a
T1b
T1c
T2
T3
Tumor > 5 cm
T4
T4a
T4b
T4c
T4d
Inflammatory carcinoma
N0
N1
N2
N2a
N2b
N3
N3a
N3b
N3c
pN0b
pN0(i)
pN0(i+)
pN1
pN1mi
pN1a
pN1b
pN1c
pN2
pN2a
pN2b
pN3
pN3a
pN3b
pN3c
M0
M1
Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau
dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB.
Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang
selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC
Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227228.
Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat
edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6
2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba
atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya,
bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6
c. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendukung pemeriksaan klinis , mamografi dan ultrasonografi dpat membantu
deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiologic untuk staging yaitu dengan rontgen
thoraks, usg abdomen (hepar), dan bone scanning.
-
Mamografi
Indikasi mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara,
sebagai tindak lanjut pascamastektomi (deteksi tumor prime kedua dan
rekurensi di payudara kontralateral), dan pasca-breast conserving therapy
(BCT) untuk mendeteksi kambuhnya tumor primer kedua (walaupun lebih
sering dengan MRI), adanya adenokarsinoma metastatic dari tumor primer
yang tidak diketahui asalnya, dan sebagai program skrining. Mamografi
biasa dilakukan pada wanita diatas 35 tahun karena lebih mudah
diinterpretasikan. Temuan mamograf yang menunjukkan kelainan yang
mengarah ke keganasan antara lain tumor berbentuk spikula, distorsi atau
iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang disertai
pembesaran kelnjar limfe. Hasil mamografi dikonfirmasi lebih lanjut
dengan FNAB, core biopsy, atau biopsy bedah.
Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan membedakan
kista dengan tumor solid. Sedangkan, diagnosis kelainan payudaranya
dapat dipastikan dengan melakukan pemeriksaan sitology aspirasi jarum
halus (FNAB), core biopsy, biopsy terbuka, atau sentinel node biopsy.
MRI
MRI dilakukan pada pasien muda, karena gambaran mamografi kurang
jelas pada payudara wanita muda, untuk mendeteksi adanya rekurensi
pasca-BCT, mendeteksi adanya rekurensi dini keganasan payudara yang
dari pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya kurang jelas.
Imunohistokimia
Biopsi
Jenis biopsy yang dapat dilakukan yaitu biopsy jarum halus (fine needle
aspiration biopsy, FNAB), core biopsy (jarum besar), dan biopsy bedah.
FNAB hanya memungkinkan evaluasi sitology, sedangkan biopsy jarum
besar dan biopsy bedah memungkinkan analisis arsitektur jaringan
payudara sehingga ahli patologi dapat menentukan apakah tumor bersifat
invasive atau tidak.
Fine-needle
aspiration
biopsy
(FNAB)
dilanjutkan
dengan
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi
insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan
bila tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya
menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory
carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi
eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7
Tatalaksana
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan
pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant.
Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau modified
radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.
Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi pembedahan yaitu tumor
stage Tis-3, N0-2, dan M0. Jenis pembedahan kuratif yang dapat dilakukan adalah
BCT, mastektomi radikal klasik, mastektomi radikal dimodifikasi, areola, skin-sparing
mastectomy, mastektomi radikal extende, masteksomi simple, atau lumpektomi.
A. Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer
hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB
(kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai
reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan
konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma
mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi
tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan
garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas
karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan
mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor.
Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu
kepada patologis.
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:
yang
mengandung
tumor
dan
kulit
yang
menutupinya
(quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasienpasien dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm).
Mastectomy segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa
radiasi resiko kekambuhannya tinggi.
2. Modified Radical Mastectomy
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara
yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi
merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa
digunakan oleh para ahli bedah.
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M.
Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe
paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang
memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level
tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling
populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.
3. Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup
operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total
mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi
radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan
sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan seharusnya tidak diangkat, juga
ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-sel ganas sebagai
akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk
wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk
mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb
setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis
yang tinggi.
2. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan
pada Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant.
Biasanya
diberikan
kombinasi
CMF
(Cyclophosphamide,
Methotrexate,
Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah
pembedahan