Anda di halaman 1dari 27

HIPOSPADIA

Disusun oleh:
Yuti Purnamasari 030.09.282
Amanda F. Kadar 030.10.024

Pembimbing:
dr. Achmad Rizky Herda Pratama, SpU

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD Kota Karawang


Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna. Hampir 40%
dari pasien yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae mempunyai
lesi jinak. Perhatian yang lebih sering diberikan pada lesi maligna karena kanker
payudara merupakan lesi maligna yang paling sering terjadi pada wanita di negara
barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna payudara adalah lebih tinggi
berbanding lesi maligna.
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif
tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker
payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya
ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang
(Moningkey, 2000). Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada
wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000 wanita didiagnosis menderita kanker
payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang menyerang wanita. Bahkan,
disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara yang berobat ke rumah sakit,
44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya (Oemiati, 1999). American
Cancer Society memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta
dan 460.000 di antaranya meninggal antara 1990-2000 (Moningkey, 2000).
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan
dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan
lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut.
Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah. Tjindarbumi
(1982) mengatakan, bila penyakit kanker payudara ditemukan dalam stadium dini,
angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun,
dikatakannya pula bahwa 70-90% penderita datang ke rumah sakit setelah penyakit
parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Embriologi Payudara

Payudara mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio berupa penebalan
ectodermal di sepanjang garis yang terbentang dari aksila sampai regio inguinal.
Setelah lahir, terjadi penurunan kadar estrogen yang merangsang hipofisis untuk
memproduksi prolaktin. Prolaktin inilah yang menimbulkan perubahan pada
payudara.

II.

Anatomi Payudara

Batas payudara yang normal terletak antara iga 2 di superior dan iga 6 di inferior,
serta linea sternokostal di medial dan linea aksilaris anterior di lateral. Pada bagian
lateral atasnya, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya kearah aksila yang disebut
penonjolan Spence. Dua pertiga bagian atas mammae terletak dia atas otot pektoralis
mayor, sedangkan sepertiga bawahnya terletak di atas otot serratus anterior, otot
oblikus eksternus abdominis, dan otot rektus abdominis.
Setiap payudara terdiri dari 12-20 lobulus kelenjar, masing-masing mepunyai saluran
bernama duktus laktiferus yang akan bermuara ke papilla mammae. Diantara kelenjar
susu dengan fasia dan kulit dengan kelenjar terdapat jaringan lemak. Diantara lobules

terdapat jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi kerangka untuk
payudara.

Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes anterior dari
arteri mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris,
dan beberapa arteri interkostalis.
Persarafan payudara berasal dari nervus supraklavikula yang berasal dari cabang ke-3
dan ke-4 pleksus servikal untuk bagian superior. Bagian medial dipersarafi oleh
cabang kutaneus lateralis dari nervus interkostalis. Bagian kulit dipersarafi oleh
cabang pleksus servikal dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri
dipersarafi oleh persarafan simpatis. Nervus interkostobrakialis dan nervus kutaneus
brakius medialis mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas.
Pembuluh limfatik di payudara antara lain kelompok limfatik vena aksilaris, mamaria
eksterna, scapular, sentral, subklavikular, dan intrapektoral. Sekitar 75% airan limfatik
payudara mengalir ke kelompok limfatik aksila. Saluran limfatik dari seluruh
payudara akan dialirkan ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, dan
kelenjar aksila bagian dalam dan akan berlanjut ke kelenjar servikal bagian kaudal
dalam di fossa supraklavikular.
III.

Fisiologi Payudara

Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormone. Perubahan


pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu masa fertilitas,
sampai klimakterium, hingga menopause.

Fase perkembangan payudara timbul sebagai hasil efek mamotropik sekresi hormone
ovarium dan hipofisis anterior. Hormon luteinisasi (LH) gonadotropik dan hormone
perangsang folikel (FSH) gonadotropik disekresikan dari sel basophil yang terletak
dalam glandula hipofisis anterior. Sel asidofil hipofisis menghasilkan hormone
laktogenik luteotropik prolactin (LTH). Jaras neurohormonal dari hipotalamus
mempunyai peranan biofeedback untuk produksi dan/atau pelepasan hormone
gonadotropik.
Dalam payudara adolesen, estrogen memulai pertumbuhan bagian epidermis tunas
payudara dengan pertumbuhan ke dalam duktus lactiferus, sel mioepitel dan alveoli
parenkim payudara. Efek aditif progesterone memulai perkembangan jaringan asinus
(sekresi) payudara. Dengan pembenturkan fungsi ovarium siklik dalam pubertas,
maka efek mamotropik estrogen menjadi terbukti. Resesus asinus sinus dan ductus
perkembangan epitel menjadi lebih terbukti. Lobulus yang tegas dibentuk, unsur
stroma membesar dengan pertumbuhan sejajar dan replikasi epitel duktus.
Pertumbuhan payudara isometric dengan pembesaran dan pigmentasi putting susu dan
areola. Efek aditif estrogen dan progesterone menyokong kelengkapan pembentukan
struktur lobules dan asinus payuara matang dalam 12-18 bulan setelah mulainya
menarke.
Dalam kehamilan, sintesis dan pelepasan susu dimulai sekitar bulan kelima. Laktasi
timbul sebagai hasil rangsangan dari LTH yang dilepaskan oleh hipofisis anterior.
Pengeluaran susu timbul pada waktu reflex mengisap dari rangsangan langsung dari
oksitosisn atas sel mioepitel alveolus payudara.
Dalam menopause, efek estrogen dan progestasional varium berhenti dan dimulai
involusi progresif. Regresi ke epitel atrofi atau hipoplastik jelas di dalam duktus dan
lobules serta stroma diganti dengan jaringan fibrosa periduktus padat. Pada
pemeriksaan payudara pascamenopause sering asimetris dengan ketidakteraturan
komponen lobules dan pembentukan kista dalam ukuran bervariasi. Karena
kandungan lemak dan fibrostoma periduktus penyokong terdepresi, maka payudara
tua menjadi suatu struktur pendulosa, homogeny dengan kehilangan bentuk dan
konfiguasi.

IV.

Tumor Ganas Payudara

Insidens dan epidemiologi


Saat ini, terjadi peningkatan insindens kanker payudara di negara-negara yang
sebelumnya memiliki insidensi rendah, seperti di Jepang dan Cina. Selain disebabkan
oleh perubahan yang signifikan dalam pola hidup masyarakat Asia, peningkatan ini
juga turut terjadi berkat kemajuan teknologi diagnosis tumor ganas payudara.
Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara
berkembang, yaitu sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara
Inggris yaitu 2 : 1000 wanita tiap tahun, dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada
umur 50 tahun. Kurva insidensi Ca mammae menurut usia terus meningkat sejak usia
30 tahun. Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun.
(Henry M.M, Thompson J.N, 2007).
Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun

Gambar 2.12 Prevalensi Carcinoma mammae


(Henry M.M, Thompson J.N, 2007).

Faktor Risiko

Terdapat berbagai faktor yang diperkirakan meningkatkan risiko kanker


payudara, antara lain faktor usia, genetik dan familial, hormonal, gaya hidup,
lingkungan, dan adanya riwayat tumor jinak.
1.

Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang
wanita. Satu dari delapan keganasan payudara invasive ditemukan pada wanita
berusia di bawah 45 tahun. Dua dari tiga keganasan payudara invasive ditemukan
pada wanita berusia 55 tahun. Pada perempuan, besarnya insidens ini akan
berlipat ganda setiap 10 taun, tetapi kemudian akan menurun drastic setelah masa
menopause. Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun
ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause, adapun pada usia sebelum 35
tahun, yang paling sering menyebabkan benjolan pada payudara adalah
fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker dapat didiagnosis pada wanita
premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih
agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga
survival rates-nya lebih rendah

Grafik 2. Peningkatan Resiko Ca Mammae seiring dengan bertambahnya


usia dimulai pada usia 35 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 65
tahun.

2.

Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan
wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang
tinggal di daerah industrialisasi.

3.

Pernah menderita kanker payudara


Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae primer
mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca mammae
kontralateral. Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif
memiliki risiko tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang
terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat
meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.

4. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara


Kemungkinan ini lebih besar bila keluarga itu menderita kanker bilateral atau
pramenopause.
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi 2-3 kali lebih besar pada wanita yang
ibunya atau saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko
lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40
tahun. Risiko lebih meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga
ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara. Risiko juga meningkat apabila
keluarga menderita kanker bilateral atau saat premenopause.

5. Hormonal
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru
memberikan efek protektif. WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan
maupun penurunan insidens Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan
kotrasepsi

injeksi

seperti

depot-medroxyprogesterone

acetate

(DMPA).

Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan


esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone Replacement Therapy =
HRT) pada wanita perimenopause dan post menopause sedikit meningkatkan
resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika pada wanita yang menerima Estrogen

Hormon Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah menderita kelainan


benigna pada mammae-nya
Faktor diet

6.

The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of


Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak
dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dan dalam jangka
waktu panjang dapat meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat karena,
akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko
kanker. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan
meningkatkan kadar estriol serum
7.

Pernah menderita penyakit payudara non-kanker


Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah
menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya
jumlah saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara
(hiperplasia atipik).

8.

Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun


Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko
menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami
menarche sebelum usia 12 tahun.

9.

Menyusui dan Menopause


Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6
bulan selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca
mammae dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini pendapat itu
tidak lagi disetujui. Untuk wanita yang mengalami menopause pada usia diatas 55
tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali lebih besar dibandingkan dengan
mereka yang mulai menopause sebelum usia 45 tahun. Induksi menopause buatan
dapat menurunkan resiko Ca mammae, misalnya pada wanita-wanita yang
mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35
tahun.

10.

Kepadatan Jaringan Payudara


Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang pemeriksaan
mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk
menjadi kanker payudaranya meningkat

11.

Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa
penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara
kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Sumber
estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione
menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas
berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang. Penelitian
membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan langsung dengan
berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih
tinggi daripada wanita tidak obese.

12.

Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah
menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis,
dan yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan
TBC paru, mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure
multiple dengan dosis yang relative kecil beresiko sama dengan exposure tunggal
dosis besar.

13.

Paritas dan Fertilitas


Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih tinggi
untuk menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang
pernah hamil dan melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae
sekitar 1/3 kali dibandingkan dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya
pada usia diatas 35 tahun. Hal ini berhubungan dengan adanya rangsangan secara
terus menerus oleh esterogen dan kurangnya konsentrasi progesterone dalam
darah, akan tetapi wanita yang hamil dan melahirkan untuk pertama kalinya pada
usia diatas 30 tahun mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih tinggi
dibandingkan nullipara.

14.

Perubahan payudara tertentu


Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat
abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila
memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular
carcinoma in situ [LCIS].

15.

Perubahan Genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and
BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan
dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan tidak mempunyai
reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal
carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon.
Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker
payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk
berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.

Gambar 2.13 Kuadran mammae

Patogenesis
Tumorigeneis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya berkaitan
dengan satu mutasi tertentu atau lebih gen regulator minor atau mayor. Terdapat dua
jenis sel utama pada payudara orang dewasa, sel mioepitel dan sel sekretorik lumen.
Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam perjalanan
menuju keganasan. Hiperplasia ductal, ditandai oleh proliferasi sel-sel epitel
poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk inti-intinya saling
bertumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering menjadi tanda awal
kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relative emiliki sedikit sitoplasma dan batas
selnya tidak jelas dan secara sitologis jinak. Perubahan dari hyperplasia ke
hyperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan
tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara klinis meningkatkan
risiko kanker payudara.
Setelah hyperplasia atipik, tahap berikutnya adalah tibulnya karsinoma in situ, baik
karsinoma ductal maupun lobular. Pada karsinoma in situ, terjadi proliferasi sel yang
memiliki gambaran sitologis sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut
belum menginvasi stroma dan menembus membrane basal.
Karsinoma insitu lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan
bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya,
karsinoma in situ ductal merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami
kalsifikasi sehingga memberi penampilan yang beragam.
Setelah sel-sel tumor menembus membrane basal dan menginvasi stroma, tumor
menjadi invasive, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga
menimbulkan metastasis.

Klasifikasi Kanker Payudara


1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ

Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk


pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar.
Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di
dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan
terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan
(clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro
(microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala
kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi.
DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy
tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat
dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi
kanker invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut
solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering
bersifat progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih
besar dengan bentuk tak beraturan.

Gambar 2.14 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar
dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang
digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar
yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding
lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang
wanita dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive
(lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang
hidupnya.

Gambar 2.15 Lobular carcinoma in situ


2. Invasive carcinoma
I. Pagets disease dari papilla mammae
Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun
1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat
berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan
dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan

dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi
sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini
adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan
epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy,
atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker
invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
b. Medullary carcinoma (4%)
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
d. Papillary carcinoma (2%)
e. Tubular carcinoma (2%)

III. Invasive lobular carcinoma (10%)


Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan
sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam
sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya
multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi
sehingga sulit untuk dideteksi.

Staging Kanker Payudara


AJCC (American Joint Committee on Cancer) menyusun panduan penentuan stadium
dan derajat tumor ganas payudara menurut system TNM.

Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer

Tumor Primer (T)


TX

Tumor primer tidak dapat dinilai

T0

Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis

Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ


Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis(Paget Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan :
's)
Paget's disease yang berhubungan dengan tumor
diklasifikasikan menurut ukuran tumor)
T1

Tumor 2 cm

T1mic

Microinvasion 0.1

T1a

Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b

Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c

Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2

Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3

Tumor > 5 cm

T4

Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke


dinding dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a

Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b

Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara,


atau ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama

T4c

Kriteria T4a dan T4b

T4d

Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah BeningKlinis (N)


NX

KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah


diangkat)

N0

Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1

Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2

Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat


digerakkan atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB
internal mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti
terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N2a

Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling


melekat atau melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b

Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal


mammary ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N3

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa


keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB
supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB
infraklavikula atau aksilla ipsilateral

N3a

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b

Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c

Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening RegionalPatologia anatomi (pN)


pNX

KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat


atau tidak dilakukan pemeriksaan patologi)

pN0b

Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada


pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :
Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor
kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya
dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler

pN0(i)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC


(+), IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm

pN0(mol Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


)
pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,
+)
pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR)

pN1

Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak

pN1mi

Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a

Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b

Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara


mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak

pN1c

Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+)
KGB aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai
pN3b)

pN2

Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke


KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti
terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN2a

Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b

tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara


klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN3

Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau


secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan
terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3
metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis microscopic
metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB
supraklavikular ipsilateral

pN3a

Metastasis ke 10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau


metastasis ke KGB infraklavikula

pN3b

Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral


dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3
metastasis ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary
dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi
KGB sentinel, tidak tampak secara klinis

pN3c

Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)


MX

Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0

Tidak terdapat metastasis jauh

M1

Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau
dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB.
Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang
selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC
Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227228.

Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak

b. Puting susu terasa mengeras


2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit
mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel
kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe
yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai
bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.(4)
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan
meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu
dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara,
massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker
payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya
berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(6)

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat
edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6

Gambar 2. 16 Pemeriksaan Mamae dengan Inspeksi

2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba
atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya,
bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6

Gambar 2.17 Pemeriksaan Mamae dengan Palpasi

c. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendukung pemeriksaan klinis , mamografi dan ultrasonografi dpat membantu
deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiologic untuk staging yaitu dengan rontgen
thoraks, usg abdomen (hepar), dan bone scanning.
-

Mamografi
Indikasi mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara,
sebagai tindak lanjut pascamastektomi (deteksi tumor prime kedua dan
rekurensi di payudara kontralateral), dan pasca-breast conserving therapy
(BCT) untuk mendeteksi kambuhnya tumor primer kedua (walaupun lebih
sering dengan MRI), adanya adenokarsinoma metastatic dari tumor primer
yang tidak diketahui asalnya, dan sebagai program skrining. Mamografi
biasa dilakukan pada wanita diatas 35 tahun karena lebih mudah
diinterpretasikan. Temuan mamograf yang menunjukkan kelainan yang
mengarah ke keganasan antara lain tumor berbentuk spikula, distorsi atau
iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang disertai
pembesaran kelnjar limfe. Hasil mamografi dikonfirmasi lebih lanjut
dengan FNAB, core biopsy, atau biopsy bedah.

Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan membedakan
kista dengan tumor solid. Sedangkan, diagnosis kelainan payudaranya
dapat dipastikan dengan melakukan pemeriksaan sitology aspirasi jarum
halus (FNAB), core biopsy, biopsy terbuka, atau sentinel node biopsy.

MRI
MRI dilakukan pada pasien muda, karena gambaran mamografi kurang
jelas pada payudara wanita muda, untuk mendeteksi adanya rekurensi
pasca-BCT, mendeteksi adanya rekurensi dini keganasan payudara yang
dari pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya kurang jelas.

Imunohistokimia

Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan untuk membantu teraoi


target, antara lain pemeriksaan status ER (estrogen receptor), PR
(progesterone receptor), c-erbC-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, p53
(bergantung situasi), Ki67, dan Bcl2.
-

Biopsi
Jenis biopsy yang dapat dilakukan yaitu biopsy jarum halus (fine needle
aspiration biopsy, FNAB), core biopsy (jarum besar), dan biopsy bedah.
FNAB hanya memungkinkan evaluasi sitology, sedangkan biopsy jarum
besar dan biopsy bedah memungkinkan analisis arsitektur jaringan
payudara sehingga ahli patologi dapat menentukan apakah tumor bersifat
invasive atau tidak.
Fine-needle

aspiration

biopsy

(FNAB)

dilanjutkan

dengan

pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada


biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan
patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan
juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam
mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah
sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar 10%.
Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan massa
dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif,
kecuali

secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya

menunjukkan hasil negatif.


Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat largecore needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah
dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling
dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif,
memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi
ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open

biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi
insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan
bila tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya
menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory
carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi
eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7
Tatalaksana
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan
pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant.
Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau modified
radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi pembedahan yaitu tumor
stage Tis-3, N0-2, dan M0. Jenis pembedahan kuratif yang dapat dilakukan adalah
BCT, mastektomi radikal klasik, mastektomi radikal dimodifikasi, areola, skin-sparing
mastectomy, mastektomi radikal extende, masteksomi simple, atau lumpektomi.
A. Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer
hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB
(kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai
reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan
konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma
mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi
tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan

garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas
karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan
mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor.
Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu
kepada patologis.
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:

Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh


tumornya saja. Cara ini tidak dianjurkan untuk Ca mammae

Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae


yang melekat pada tumor untuk meyakinkan batas jaringan bebas tumor.

Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant


mammae

yang

mengandung

tumor

dan

kulit

yang

menutupinya

(quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasienpasien dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm).
Mastectomy segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa
radiasi resiko kekambuhannya tinggi.
2. Modified Radical Mastectomy
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara
yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi
merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa
digunakan oleh para ahli bedah.

Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon


M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor
dan kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon
memodifikasi prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M.
pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat diangkat dan
saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.

Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss

Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M.
Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe
paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang
memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level
tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling
populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.
3. Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup
operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total
mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi
radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan
sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan seharusnya tidak diangkat, juga
ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-sel ganas sebagai
akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk
wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk
mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb
setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis
yang tinggi.
2. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan
pada Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant.
Biasanya

diberikan

kombinasi

CMF

(Cyclophosphamide,

Methotrexate,

Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah
pembedahan

dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini

menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita.

Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan


kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran, obat-obat
tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor
hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan
pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi
baik.
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru
didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada
pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan
karena

dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik pada

karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi


Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang ditambahkan pada
kemoterapi adjuvan.
Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun
1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir
program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%,
stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk
stasium IV adalah 18%. (6)

Anda mungkin juga menyukai