Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Dalam era globalisasi dan modernisasi dunia saat ini, kemajuan di segala

bidang, termasuk kesehatan dituntut agar lebih berkualitas. Rumah sakit


juga berubah

dalam menjalankan pelayanan kesehatan kepada pasien, di

mana saat ini tidak lagi memfokuskan karya amal saja, tetapi juga
meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik. Perkembangan zaman dan
teknologi menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan pada manusia.
Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya
yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat serta
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan dan fasilitas kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata diseluruh wilayah Republik Indonesia
(Depkes RI,

2010).

Notoatmodjo

(2005) menjelaskan

bahwa ketika

seseorang memiliki penyakit dan merasakan sakit pada dirinya, maka akan
timbul perilaku dan usaha mencari pelayanan medis.

Dari data Profil

Kesehatan Indonesia pada tahun 2010, pasien yang rawat inap

di rumah

sakit berdasarkan 10 penyakit besar berjumlah 333.654 orang dan pasien

rawat jalan berdasarkan 10 penyakit besar berjumlah 1.871.157 orang


(Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Profesionalisme,

manajemen, dan efisiensi adalah hal -hal yang tidak asing

lagi dalam

kalangan medis termasuk juga rumah sakit. Jika rumah sakit yang ada
sekarang tidak mengikuti perkembangan era perdagangan bebas dengan
meningkatkan profesionalisme, manajemen dan efisiensi yang baik, tentunya

akan kalah bersaing dengan para pembeli pelayanan di bidang kesehatan di


luar negeri yang akan masuk ke Indonesia, baik dari segi sarana dan
prasarananya. Dampak lanjutnya rumah sakit yang ada di Indonesia akan
ditinggalkan oleh konsumen atau pengguna jasa kesehatan (Persatuan
Rumah Sakit Indonesia, 2009).

Rumah sakit di Indonesia harus berani

bersaing dengan rumah sakit di luar

negeri, jika tidak rumah sakit di

Indonesia akan jauh ketinggalan. Terutama harus dibenahi terlebih dahulu


pada sistem pelayanan, profesionalisme, manajemen dan efisiensi. Sistem
pelayanan harus ditopang oleh Sumber Daya Manusia (SDM), baik dari segi
keramah -tamahan terhadap pasien maupun sesama pekerja. Dari segi
profesionalisme, dokter (tenaga medis) harus mampu menguasai ilmu
kedokterannya, begitu juga dengan perawat (paramedik keperawatan) harus
mampu menguasai ilmu penunjang medis di masing- masing bidangnya. Dari
segi manajemen, terutama pada

pimpinan-pimpinan baik dari pimpinan

kalangan atas hingga ke pimpinan kalangan bawah harus dapat menguasai


ilmu manajemennya, baik dari segi administrasi, ketenagaan, pelayanan,
kenyamanan, pendistribusian, perlindungan dan kesejahteraan (Depkes RI,
2006).B erdasarkan data International Medical Travel Journal

(2008),

Malaysia dan Singapura adalah negara yang paling sering dikunjungi orang
Indonesia untuk berobat. Jumlah penduduk Indonesia yang berobat ke
Singapura Tahun 2007 sebanyak 226.200 orang, sedangkan yang berobat ke
Malaysia berjumlah 70.414 (Tahun 2006), 221.538 (Tahun 2007), dan
288.000 (Tahun 2008). Jika melihat data ini, maka ada sekitar 500.000 orang
Indonesia yang berobat ke luar negeri. Begitu juga dengan pasien Medan
dan sekitarnya, banyak yang berobat keluar
tetangga Malaysia dan Singapura.

negeri terutama ke negara

Pasien yang berasal dari Sumatera Utara

yang berobat ke luar negeri pada tahun 2011 adalah 5.000 orang tiap bul

annya, Jika dilihat dari jumlah penduduk di Sumatera Utara yang memiliki
masalah kesehatan pada tahun 2010 yaitu berjumlah 615.590, maka pers
entase warga Sumatera Utara yang berobat ke luar negeri adalah

0,97

persen per tahunnya dari total penduduk yang memiliki masalah kesehatan
di Sumatera Utara. Selanjutnya, dari 100 pasien di Sumatera Utara yang
berobat ke luar negeri, 70 persen pasien diantaranya hanya melakukan
check up dan sisanya penanganan pengobatan khusus atau spesialistik jiwa
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) Sjaaf (2009) menyatakan
diketahui ada lima faktor yang memengaruhi

seseorang berobat ke luar

negeri, yaitu : (1) Pelayanan kesehatan di Indonesia kurang baik, (2) Tarif
atau biaya pelayanan yang dikeluarkan memang lebih tinggi dibanding di
dalam negeri, tetapi sebanding dengan pelayanan yang diterima, (3)
Pengelola RS di Indonesia belum mengedepankan pasien sebagai konsumen
(pelayanan terhadappa sien kurang, khususnya dalam hal komunikasi), (4)
waktu tunggu lama, (5) dokter

di Indonesia kurang memberi waktu yang

cukup untuk konsultasi atau dokter di Indonesia selalu terburu-buru dalam


menghadapi pasien.

Sutoto (2009) menyatakan tidak semua pelayanan

kesehatan rumah sakit di Indonesia buruk. Dari segi keterampilan, dokter


Indonesia lebih baik dibanding dokter luar negeri.

Hal ini dapat dilihat

banyaknya kasus medis baik operasi bedah, maupun penyakit dalam dapat
diobati dan pasiennya sembuh. Di samping itu adanya dokter Indonesia yang
menjadi konsultan di rumah sakit luar negeri dan menjadi pengajar di
universitas tersebut, dan banyaknya mahasiswa luar negeri yang belajar di
Indonesia. Adapun untuk peralatan medis
Indonesia

atau teknologi alat kesehatan,

juga tidak kalah dengan negara lainnya. Ada beberapa rumah

sakit di Indonesia yang sudah memiliki peralatan medis yang canggih seperti
yang dimiliki oleh rumah sakit yang ada di luar negeri . (Persatuan Rumah

Sakit Indonesia, 2009). Husain (2009) menyatakan masalah besar di bidang


pelayanan kesehatan di

Indonesia adalah masalah sumber daya manusia

(SDM). Menurutnya, dokter dan perawat di Indonesia kurang ramah, ketus,


ataupun cenderung diam saat menghadapi pasien. Hal ini menunjukkan
komunikasi yang buruk antara dokter dan pasien. Di samping itu, jumlah
dokter yang terbatas membuat dokter tidak bisa mengalokasikan

waktu

yang cukup untuk konsultasi, Ia menyebutkan, jumlah dokter yang aktif


berpraktik di Indonesia kurang lebih 100.000 orang, sementara jumlah
penduduk Indonesia ada 220 juta jiwa.D isisi lain, rasio jumlah dokter di
Indonesia dan jumlah penduduk pada tahun

2007 adalah 1:6.000. Hal ini

jauh lebih besar dari Singapura (1:700) dan Amerika Serikat (1:500) (Pr
ibakti, 2008). Jika di Sumatera Utara, jumlah dokter yang tersebar diseluruh
kawasan Sumatera Utara pada tahun 2011 yaitu berjumlah 4006 orang,
dengan rincian: dokter spesialis berjumlah 855 orang, dokter umum
berjumlah 2.405 orang, dan dokter gigi berjuml ah 746 orang (Alamudi,
2012). Sedangkan jumlah

penduduk yang memiliki masalah kesehatan di

Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah 615.590 orang (Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Maka bisa diperkirakan rasio dari
jumlah dokter dan jumlah penduduk di Sumatera Utara yang memiliki
masalah kesehatan adalah (1:154). Hal ini berarti bahwa setiap 1 orang
dokter menangani 154 orang pasien. Besarnya jumlah pasien yang ditangani
oleh 1 dokter di Indonesia berdampak kepada kinerja dokter yang tidak
optima l dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Dimana kondisi ini
dapat

menyebabkan

dokter

mengalami

burnout.

perasaan lelah akibat tuntutan yang terlalu

Burnout

merupakan

membebankan tenaga dan

kemampuan seseorang dimana beban kerja yang berlebihan menyebabkan


dokter merasakan adanya ketegangan emosional saat melayani pasien

(Sutjipto, 2001).

Menurut Imbalo (2007) kepuasan pasien diukur dengan

indikator akses pelayanan kesehatan, kepuasan


proses layanan kesehatan

mutu layanan kesehatan,

dan sistem layanan kesehatan. Pengukuran

tingkat kepuasan psien mutlak di perlukan dalam upaya peningkatan mutu


layanan kesehatan. Melalui pengukuran tersebut, dapat di ketahui sejauh
mana mutu layanan yang telah diselenggarakan dapat emenuhi harapan
pasien. Namun adakalanya layanan yang diterima tidak sesuai

dengan

harapan pasien, hal ini menyebabkan pasien merasa tidak puas akhirnya
memutuskan untuk menghakiri pengobatan terhadap dirinya dan pasien
pulang sebelum selesai masa pengobatannya, ini dikenal sebagai pulang
atas pe rmintaan

sendiri (PAPS) atau pulang paksa.

Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Deli Serdang merupakan rumah sakit rujukan semua pasien,
baik pasien umum, pasien Askes, pasien Askeskin, dan pasien Jamsostek
yang memerlukan pelayanan kesehatan lanjutan khususnya di Kabupaten
Deli serdang. Oleh karena itu RSUD Deli Serdang diharapkan mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

Sebagai penyelenggara

pelayanan kesehatan, RSUD Deli Serdang memberikan dua jenis pelayanan


kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehat an dan pelayanan administrasi.
Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang
medik dan pelayanan keperawatan.

Berikut gambaran kinerja pelayanan

RSUD Deli Serdang dalam kurun waktu 4 (Empat) tahun terakhir : T abel
1.1. Pencapaian Kinerja Pelayanan RSUD Deli Serdang Periode Tahun 20102013

Tahun Jumlah pasien Dirawat Jumlah Tempat Tidur BOR

ALOS (Hari) BTO (Hari) TOI (Hari)

( % )

NDR GDR 2010 9.082 161 73,28 4

56,4 1,72 19,4 47,56 2011 9.154 185 65,65 5 49,48 2,53 23,49 57,35
2012 10.365 200 60,97 4 51,82 2,74 29,23 55,66 2013 9.980 212
60,83 5 47,07 3,04 24,05 56,21 Standar Depkes

60-85 6-9 40-50 1-

3 <25 45

Sumber : Profil RSUD Deli Serdang Tahun 2013

Dari data di

atas di ketahui bahwa dalam kurun waktu 4 (Empat) tahun terakhir kinerja
RSUD Deli Serdang secara umum mengalami peningkatan , diperoleh data
Tahun 2013 untuk tingkat Bed Occupancy Rate (BOR) s ebesar 60,83% yang
merupakan indikator yang umum digunakan mengukur kinerja rumah sakit
dengan standar yang ditetapkan Depkes RI sebesar 60 -85 %. Indikator lain
yang

menunjukkan kinerja rumah sakit adalah frekuensi Bed Turn Over

(BTO) sebesar 47

kali, dari

Length of Stay (Av LOS) 5

standar yang ditetapkan 40- 50 kali. Average

hari, dari standar yang ditetapkan 6 -9 hari, dan

Turn Over Interval (TOI) 3 hari, sebaiknya 1-3 hari. RSUD Deli Serdang
memiliki ruangan rawat VIP seperti umumnya rumah

sakit biasa. Ruang

rawat inap VIP di RSUD Deli Serdang ada dua, yaitu Teratai dan Anggrek.
Pada Tahun

2013, pasien rawat inap di RSUD Deli Serdang berjumlah 9.980

pasien. Pasien rawat inap di ruang

rawat inap Teratai berjumlah 413

pasiende ngan proporsi pasien rawat inap

4,13%, dan di ruang Anggrek ada

829 pasien dengan proporsi pasien rawat inap 8,30%.

Berdasarkan laporan

tahunan dari Bagian Rawat VIP, diperoleh data tahun

2013 untuk tingkat

BOR sebesar 56,7%, BTO sebesar 37,2 kali, Av LOS 10 hari, dan TOI 6 hari.
Dari

Hasil Laporan Tahuna n pada Bagian Rawat Inap VIP

indicator
dengan

di atas, baik

BOR, BTO, Av LOS, dan TOI adalah rendah jika dibandingkan


standar yang ditetapkan oleh Depkes RI. Dengan rendahnya

indikator tersebut di atas,

Mahmoed dalam Ambarita (2004) m enjelaskan

bahwa keberhasilan pelayanan dapat dilihat dari persepsi atau sikap pasien
terhadap

pelayanan

yang

diterima,

apakah

mengecewakan, termasuk lamanya pelayanan.

memuaskan

atau

Indikator penilaian kinerja

pelayanan rawat inap berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah


Sakit yang ditetapkan dengan surat keputusan

Menti Kesehatan Republik

Indonesia nomor: 129 tahun 2008 bahwa angka kejadian PAPS tidak lebih
dari 5%. Data

yang diperoleh dari bagian data dan informasi RSUD

Deli

Serdang diketahui kejadian pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) di


Ruang VIP masih cukup tinggi dimana pada tahun 2010 sebesar 5,25%
meningkat menjadi 5,38% pada tahun 2011 meningkat lagi sebesar 5,41%
pada tahun 2012 dan

pada tahun 2013 sebesar 5,63%. Perkembangan

jumlah pasien PAPS di

Ruang VIP RSUD Deli Serdang seperti ditunjukkan

pada tabel 1.2.


Serdang

T abel 1.2. Jumlah Pasien PAPS di Ruang VIP RSUD Deli

Tahun 2010-2013

Tahun

Jumlah Pasien

Rawat Inap

Jumlah

Pasien PAPS Persentase Pasien PAPS 2010 2011 2012 2013 1161 1226
1238 1242 61 66 67 70 5,25 5,38 5,41 5,63 Sumber : Bagian Data dan
Informasi RSUD Deli Serdang

Pada Tahun 2013, dari 413 pasien rawat inap

di ruang rawat inap Teratai di RSUD Deli Serdang, ada 6,03% (25 pasien)
yang pulang atas permintaan s endiri (PAPS). Seda ngkan di rua ng rawat
inap Anggrek, dari 829

pasien rawat inap, ada 5,42% (45 pasien) yang

pulang atas permintaan sendiri (PAPS). Jadi, pada Tahun

2013 ada 1242

pasien di ruang rawat inap VIP yang PAPS (proporsi 5,63%).

Berkaitan

dengan hal tersebut di atas, terlihat tingginya angka pasien yang PAPS di
RSUD Deli Serdang di ruang rawat inap VIP , dapat diketahui bahwa
pelayanan rumah sakit ini kurang baik sehingga banyak pasien yang memilih
PAPS. Berdasarkan informasi dari beberapa pasien yang pernah dirawat di
rumah sakit ini

menyatakan keluhan-keluhan kurang puas terhadap

pelayanan yang diterimanya, baik

yang dikemukakan secara langsung

maupun yang dikemukakan melalui media massa. Menurut penelitian Nurna


Fauziah (2013) di Rumah Sakit Umu m Pusat Haji Adam Malik Medan, hasil
penelitian menunjukkan penyebab PAPS pada pasien VIP dan kelas I adalah
karena faktor individu/keluarga, sedangkan pasien kelas II karena faktor

pelayanan dan pasien kelas III karena faktor biaya. Faktor pelayanan yang
dikeluhkan adalah kekurang

tanggapan dan kurangnya komunikasi dari

pemberipe layanan, sedangkan faktor biaya yang dikeluhkan adalah karena


banyaknya

pemeriksaan penunjang medis yang dilakukan pada pasien.

Penelitian Menap (2007)

tentang analisis alasan pasien pulang paksa di

RSUD Praya Kabupaten Lombok Tengah tahun 2006, diperoleh angka


kejadian pulang paksa 5,37% (469 kasus dari 8.733 pasien keluar rumah
sakit). Alasan yang ditemukan terdiri atas: alasan biaya, kecewa dengan
pelayanan yang diberikan dan konflik dengan sikap dan perlakuan petugas.
Berdasarkan survei awal di RSUD Deli Serdang Bulan Januari

Tahun 2014

Wawancara yang d ilakukan dengan

VIP

mengetahui alasan
menyatakan tidak

kepala

Ruangan

untuk

pasien PAPS, diperoleh informasi sebagian pasien


puas terhadap

pelayanan rumah sakit , sedangkan

wawancara yang dilakukan langsung kepada pasien yang akan PAPS adalah
karena ketidak

puasan pasien terhadap

pelayanan

dokter

tentang

penjelasan penyakit yang dideritanya dan tidak memperoleh kepastian


tentang kondisi serta prognosis penyakitnya
memeriksa

tidak

sesuai

dengan

dan Kunjungan dokter untuk

jadwal/waktu

Perawat

berkomunikasi dan m emberikan perawatan kepada pasien tidak


baik.

Informasi tambahan yang diperoleh

dalam

bersikap

dari Instalasi Pengaduan

Masyarakat dan Kepuasan Pelanggan RS UD Deli Serdang

tentang berbagai

keluhan, umumnya keluarga pasien mengeluhkan penanganan pasien yang


lambat baik dari dokter maupun paramedis.

Menurut Sabarguna (2004),

salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan

adalah kepuasan pasien.

Koetler (2002), menyatakan kepuasan merupakan

tingkat di

mana

seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk dan jasa


yangdi terima dengan yang diharapkan. Soejadi (1996),

menyatakan

kepuasan pasien akan tercapai bila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap
pasien dan pelayanan kesehatan
pasien/keluarga. Adanya perhatian

yang memperhatikan kemampuan


terhadap

keluhan, kondisi lingkungan

fisik dan tanggap terhadap kebutuhan pasien. Dalam pelayanan rawat inap,
kepuasan pasien diperoleh melalui pemberian

pelayanan jasa mulai dari

pelayanan penerimaan pasien, pelayanan dokter, pelayanan perawat,


pelayanan makanan dan gizi, pelayanan penunjang medik serta lingkungan
pasien dirawat merupakan komitmen dan tanggung jawab dari manajemen
dan seluruh staf rumah sakit (Mindasari, 2005). Berdasarkan uraian secara
teoritis dan permasalahan yang ditemui di RSUD

Deli Serdang, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai persepsi keputusan


pulang atas permintaan sendiri (PAPS) terhadap mutu

pasien

pelayanan dan

kepuasan di ruang Rawat Inap VIP RSUD Deli Serdang 2014.


1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan
masalah dalam hal ini adalah b agaimana persepsi keputusan pasien pulang
atas permintaan sendiri (PAPS) terhadap mutu pelayanan dan kepuasan di
ruang VIP RSUD Deli Serdang Tahun 2014.
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah u ntuk mengetahui

persepsi keputusan pasien pulang

ataspe rmintaan sendiri (PAPS) terhadap mutu pelayanan dan kepuasan


sehingga dapat

mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan

pasien pulang atas permintaan


Serdang tahun 2014. 1.4.
penelitian ini adalah :

sendiri (PAPS) di ruang VIP

Manfaat Penelitian

RSUD Deli

Adapun manfaat dari

a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi

pihak manajemen pengelola RSUD Deli Serdang, dalam pengambilan


keputusan yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan SDM, khususnya
yang menyangkut dampak mutu pelayanan rumah sakit. b. Bahan masukan

bagi RSUD Deli Serdang untuk lebih meningkatkan kinerjanya, sehingga


pasien rumah sakit mendapat pelayanan yang memuaskan.

c.

Melatih,

menguji dan mengembangkan kemampuan berpikir penulis di dalam


penulisan karya ilmiah dengan menggunakan teori -teori yang ada serta
sebagai

informasi bagi peneliti lain jika ingin melakukan penelitian yang

berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit agar dapat memberikan


kontribusi pada bidang ilmu Administrasi Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai