Anda di halaman 1dari 5

Nilai Tukar Rupiah Sangat Mengkhawatirkan

Peningkatan volatilitas mengakibatkan beberapa dampak yang signifikan. Salah satu dampaknya
berkaitan dengan mata uang rupiah. Pasalnya, peningkatan tersebut mengakibatkan nilai tukar
rupiah menjadi sangat melemah.
Peningkatan volatilitas sendiri diakibatkan dari penarikan dana global yang terus-menerus
khususnya di negara-negara berkembang. Investor asing sendiri sudah melakukan aksi jual mata
uang rupiah hingga mencapai lebih dari Rp. 10 triliun.
Langkah ini diambil bukan tanpa alasan. Investor melakukan tindakan jual ini untuk mengatasi
kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed. Investor masih menunggu kepastian hasil rapat yang
diadakan oleh Federal Open Market Committee.
Rapat ini sendiri akan menentukan langkah yang harus diambil oleh investor selanjutnya khususnya
jika suku bunga di Amerika Serikat jadi dinaikkan. Walaupun level pelemahan nilai tukar rupiah tidak
lebih dari 0.5% namun kondisi ini dinilai sangat mengkhawatirkan.
Secara spesifik, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada pada level Rp. 12.723.
Bahkan, pada perdagangan sebelumnya rupiah anjlok tajam, hampir menyentuh angka Rp, 13.000
per dolar Amerika Serikat.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dari pelemahan tersebut, Bank Indonesia akhirnya
melakukan intervensi. Namun, ekonom melihat bahwa kondisi pelemahan ini tidak hanya dialami
oleh mata uang rupiah saja. Menurut mereka hampir semua mata uang dunia juga mengalami
pelemahan karena masih menunggu hasil rapat FOMC.
Intervensi bukan satu-satunya jalan yang diambil oleh Bank Indonesia, pihaknya juga melakukan
pembelian obligasi pemerintah di pasar sekunder. Tentu saja, semua pihak mengharapkan agar
kondisi segera normal kembali sehingga nilai tukar rupiah berada pada posisi yang aman.
Tidak semua ekonom memiliki pendapat yang sama. Beberapa ekonom juga merasakan keresahan
yang sama. Mereka menilai bahwa pelemahan nilai tukar rupiah sudah terlalu rendah dan tak wajar.
Diprediksi bahwa kondisi ini semakin parah dengan paniknya pasar.
Selain itu, pasokan likuiditas dolar Amerika Serikat juga sangat terbatas dengan persebaran yang
tidak merata. Hal ini terlihat dari pembagian valas yang hanya dimiliki oleh bank-bank besar di dunia
sedangkan bank kecil tidak mendapatkan jatah apapun.
Menurut mereka wajar saja jika nilai mata uang rupiah mengalami tekanan namun seharusnya nilai
pelemahannya tidak sampai pada nilai yang sekarang. Pasalnya, pemerintah sendiri juga sudah
melakukan upaya seperti memperbaiki nilai fiskal melalui pencabutan subsidi bahan bakar minyak.
Efektivitas belanja negara merupakan salah satu hal penting yang perlu diperhatikan oleh
pemerintah saat ini. Rasio hutang juga harus diperbaiki kembali. Utang yang awalnya hanya
digunakan untuk non produktif harus dialihkan pada anggaran yang lebih produktif.
Jika Anda saat ini sedang menjajaki dunia investasi, maka Anda tidak boleh gegabah ataupun panik.
Pelajari semua kondisi kemudian lakukan tindakan yang minim risiko namun tetap memberikan
keamanan dan keuntungan bagi investasi Anda tersebut.

Subsidi Bunga KUR, Senjata Utama Pemerintah Atasi Masalah


Ekonomi
Kondisi Rupiah yang belum lepas dari zona merah membuat banyak pihak khawatir dengan
masalah ini. Sebenarnya, masalah Rupiah maupun masalah perekonomian lainnya dapat
diselesaikan dengan satu solusi. Solusi yang dibutuhkan disini adalah meningkatkan peran dunia
usaha dalam negeri menjadi lebih besar lagi.
Bila dunia usaha di Indonesia, khususnya UKM, berkembang pesat, maka akan tercipta lebih
banyak lapangan pekerjaan. Kesejahteraan rakyat Indonesia juga meningkat serta daya beli
masyarakat akan semakin tinggi. Bila kondisi ini dapat dicapai, maka Indonesia akan terbebas dari
segala permasalahan ekonomi.
Pemerintah saat ini tampaknya fokus pada peningkatan perkembangan dunia usaha di Indonesia.
Hal ini terlihat dari keputusan Pemerintah untuk memberikan subsidi bunga KUR (Kredit Usaha
Rakyat) yang cukup besar. Besar subsidi yang diberikan pemerintah mencapai Rp. 1 triliun.
Menurut Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), pemberian subsidi yang besar ini tidak terlalu
mengkhawatirkan Pemerintah. Pemerintah nantinya akan mengalokasikan anggaran untuk subsidi
kredit pada sektor lainnya untuk digunakan pada subsidi bunga kredit KUR.
JK mengungkapkan subsidi-subsidi kredit dari sektor peternakan, pangan dan lainnya akan
digabung menjadi satu. Nantinya, anggaran ini akan digunakan khusus untuk KUR.
Langkah awal yang dilakukan Pemerintah adalah menurunkan bunga kredit KUR. Suku bunga KUR
sebelumnya yang mencapai 22 persen terlalu tinggi dan diturunkan menajdi 12 persen. Menurut JK,
langkah ini diambil agar pertumbuhan dunia usaha di Indonesia akan semakin meningkat. Dan
pertumbuhan dunia usaha yang pesat akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat.
Namun, langkah penambahan subsidi bunga KUR ini membuat khawatir beberapa pihak,
khususnya bila langkah ini akan memperbesar beban subsidi bunga di APBN 2015. Akan tetapi, JK
memastikan bahwa langkah ini tidak akan berdampak terlalu besar. Pemerintah saat ini mash
sanggup untuk melakukannya tanpa adanya pinjaman dari pihak asing. Kalaupun anggaran yang
tersedia masih kurang, Pemerintah masih sanggup untuk menambahnya.
Menurut Menteri Keuangan RI, Bambang Brodjonegoro, anggaran yang ditetapkan untuk subsidi
bunga kredit seperti dalam APBN 2015 sebesar Rp. 400 miliar. Dengan adanya keputusan untuk
menaikkan subsidi bunga KUR menjadi Rp. 1 triliun, Pemerintah saat ini harus mendapatkan dana
tambahan sebesar Rp. 600 miliar.
Namun, untuk berhasil, penambahan subsidi bunga KUR ini memerlukan dukungan dan langkah
lebih jauh untuk merealisasikannya. Salah satu caranya adalah dengan sosialisasi dan edukasi yang
dilakukan secara terus menerus. Masyarakat harus tahu mengenai cara-cara mendapatkan
pinjaman, langkah untuk mendirikan usaha dan lain sebagainya.
Proses administrasi dan pengurusan pinjaman, serta infrastruktur juga harus diperbaiki. Selama ini,
masyarakat enggan menggunakan fasilitas-fasilitas seperti ini karena adanya proses yang rumit.
Kemudahan dalam mendapatkan pinjaman juga harus diperhatikan, agar lebih banyak masyarakat
yang menggunakan fasilitas ini yang tentunya baik untuk perkembangan dunia usaha Indonesia.

Beberapa Efek Kenaikan Dolar


Saat ini seperti yang kita ketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar memang sangat melemah dari
waktu ke waktu. Mungkin orang awam tidak begitu peduli dengan hal ini. Namun ini tentu menjadi
hal yang sangat diwaspadai bagi pengusaha, investor dan beberapa orang yang setiap harinya
menjalankan bisnisnya. Tentu saja mereka tidak mau gulung tikar seperti ketika tahun 1998 bukan?
Krisis memang bisa terjadi kapan saja ketika keadaan ekonomi seperti saat ini.
Dolar yang semakin menguat memang disebabkan karena Amerika telah berhasil keluar dari krisis
yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Amerika juga berhasil mengurangi angka pengangguran
disana sehingga mereka menarik stimulus yang sebelumnya diberikan kepada beberapa Negara di
Asia. Dengan penarikan stimulus ini tentu sangat berdampak bagi keadaan ekonomi dan
perdagangan di Asia sendiri.

Beberapa Efek Kenaikan Dolar


Saat ini seperti yang kita ketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar memang sangat melemah dari
waktu ke waktu. Mungkin orang awam tidak begitu peduli dengan hal ini. Namun ini tentu menjadi
hal yang sangat diwaspadai bagi pengusaha, investor dan beberapa orang yang setiap harinya
menjalankan bisnisnya. Tentu saja mereka tidak mau gulung tikar seperti ketika tahun 1998 bukan?
Krisis memang bisa terjadi kapan saja ketika keadaan ekonomi seperti saat ini.
Dolar yang semakin menguat memang disebabkan karena Amerika telah berhasil keluar dari krisis
yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Amerika juga berhasil mengurangi angka pengangguran
disana sehingga mereka menarik stimulus yang sebelumnya diberikan kepada beberapa Negara di
Asia. Dengan penarikan stimulus ini tentu sangat berdampak bagi keadaan ekonomi dan
perdagangan di Asia sendiri.
Tidak hanya rupiah yang memang melemah namun hampir semua nilai mata uang asing kecuali
dolar, melemah. Hal ini tentu bukan tanpa dampak atau efek. Lalu apa efek dari kenaikan dolar ini
sendiri? Ada beberapa sektor yang sangat terpengaruh karena kenaikan dolar ini. Apa saja itu?

Sektor-Sektor yang Terkena Dampak Naiknya Dolar


Dolar sendiri semakin menguat bukan hanya karena keadaan ekonomi Amerika yang sudah
menguat. Hal ini juga sebagai dampak dari rencana kenaikan BBM dan juga ketidakstabilan
ekonomi Indonesia beberapa waktu yang lalu. Seperti yang kita ketahui, rupiah memang semakin
melemah sejak setelah lebaran. Rupiah semakin melemah sampai sekarang telah masuk ke angka
Rp. 11.000.
Rupiah yang cenderung melemah ini menyebabkan beberapa usaha makro di Indonesia tidak bisa
berjalan dengan baik. Seperti yang kita ketahui, usaha makro sangat membutuhkan kondisi ekonomi
yang stabil dan bukan labil seperti sekarang ini. Menguatnya dollar juga membuat
ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran yang ada.
Memang ketika rupiah merosot dan dolar naik, ini menunjukkan bahwa permintaan akan mata uang
rupiah di Indonesia sendiri sedang sangat menurun. Jika sudah begini tentu saja malahan membuat
biaya impor beberapa bahan baku ke luar negeri menjadi meningkat juga. Artinya pengusaha akan
membutuhkan dana yang lebih besar ketika akan mengimpor semua hal ke luar negeri.

Selain mempengaruhi impor ke luar negeri, suku bunga juga akan meningkat di beberapa bank
karena banyak sekali perubahan investasi di Indonesia setelah dollar menguat. Efek yang sangat
berbahaya bagi Indonesia adalah inflasi. Inflasi bisa terjadi dan tentu saja ketika inflasi terjadi,
semua harga barang-barang akan merangkak naik.

Segera Cari Solusi dari Dampak Tersebut


Oleh karena itu, sebenarnya BI dan pemerintah harus segera mencari solusi agar semua efek itu
tidak terjadi. Saat ini saja harga beberapa barang memang sudah merangkak naik. Ini tentu kondisi
yang sangat buruk bagi semua masyarakat Indonesia. Dollar yang naik bukan hanya berdampak
bagi investor besar, atau pengusaha saja namun bagi masyarakat kecil.

Kebijakan BI Masih Akan Tetap Ketat


Nilai tukar Rupiah yang melemah dan hingga pekan ini belum keluar dari zona merah membuat
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mengeluarkan beberapa kebijakan. Salah satu yang paling
terkenal adalah menaikkan suku bunga acuan atau BI rate menjadi 7,5%. Pada pekan ini atau
tepatnya hari Selasa, 18 Agustus, BI akan mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG).

Pada RDG kali ini, dipastikan adanya pembahasan mengenai kebijakan BI mengenai suku bunga
acuan yang ditetapkan sejak akhir tahun lalu. Namun, para pengamat ekonomi memprediksi bila BI
akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan tetap pada angka 7,5%. Hal ini akan dilakukan
guna untuk memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha untuk terus berkembang. Nantinya,
kondisi ini diharapkan dapat mengatrol nilai tukar Rupiah yang melemah.
RDG yang diadakan pekan ini merupakan RDG triwulan. Artinya, Gubernur BI, Agus Martowardojo
dan jajaran deputi BI akan menyampaikan langsung mengenai hasil rapat ini. Hasil ini nantinya juga
akan menjadi titik untuk rencana ke depannya guna memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia
tahun ini. Hal ini diperlukan karena selain nilai tukar Rupiah yang terus melemah, pelambatan
ekonomi pada kuartal I tahun ini juga akan dipengaruhi oleh hasil dari RDG kali ini.
Menurut Gundy Cahyadi, ekonom dari DBS, BI diperkirakan masih akan memperketat kebijakan
moneter mereka. Dengan mempertahankan kebijakan BI untuk suku bunga acuan yang tinggi,
diharapkan dapat memperbaiki posisi Rupiah terhadap Dollar AS.
Mungkin hal ini yang harus diutamakan saat ini, karena nilai tukar Rupiah akan menjadi tolak ukur
kondisi perekonomian Indonesia. Dengan memperbaiki posisi Rupiah, diharapkan dapat membuat
sektor lain ikut terangkat yang akan memberikan dampak positif ke depannya.
Sedangkan untuk masalah perlambatan pertumbuhan ekonomi tahun ini, Gundy mengungkapkan
Pemerintah diperkirakan akan mengeluarkan kebijakan baru. Kebijakan ini nantinya akan
berhubungan dan mengatur pengeluaran fiskal negara. Kebijakan ini akan memberikan dampak
besar bagi aktivitas ekonomi Indonesia hingga akhir tahun nanti.
Selain itu, Gundy juga berharap bila Pemerintah akan mendorong realisasi belanja negara. Hal ini
juga akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi.
Pada dasarnya, semua pihak, baik Pemerintah dan BI harus bekerjasama untuk memperbaiki
kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini tidak dapat dikatakan membaik. Kebijakan dan
keputusan yang tepat akan menentukan apakah Indonesia akan mampu mengaruhi tahun ini
dengan baik.
Kebijakan BI dan Pemerintah yang tepat juga akan dapat mendukung UKM Indonesia yang menjadi
penopang utama perekonomian Indonesia serta kehidupan masyarakat. Bila kondisi ideal ini dapat
diwujudkan, maka bukan tidak mungkin Indonesia dapat keluar dari segala masalah perekonomian
seperti yang dihadapi saat ini. Dampaknya, nilai tukar Rupiah akan membaik, ekonomi Indonesia
stabil dan berbagai masalah sosial yang ada dalam masyarakat dapat terselesaikan.

Anda mungkin juga menyukai