Anda di halaman 1dari 3

BAB ##

FUNGSI IJTIHAD
Al-quran dan Al hadis merupakan sumber hukum untuk umat muslim tetapi
tidak semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran
maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran
dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus
berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran
Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau
di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang
dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist.
Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada
sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan
tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al
Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan
Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan
paham Al Quran dan Al Hadist,adapun Orang yang boleh berijtihad harus
memiliki syarat sebagai berikut:
Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam,
Memiliki pemahaman mendalam tentang bahas Arab, ilmu tafsir, usul fiqh,
dan tarikh (sejarah),
Mengenal cara meng-istinbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan qiyas,
Memiliki akhlaqul qarimah.
Sebagaimana diungkapkan oleh Abu Bakar al-Baqilani bahwa setiap ijtihad harus
di orientasikan pada pembaruan, karena setiap periode memiliki ciri tersendiri
sehingga menentukan perubahan hukum.Sedangkan Ibnu Hajid mengatakan bahwa
ijtihad harus merujuk pada aspek-aspek pembaruan terhadap masalah yang belum
pernah di singgung oleh ulama terdahulu,sedangkan masalah yang sudah
diijtihadkan pada masa lalu tidak perlu di perbaharui.
Tidak semua hasil ijtihad merupakan pembaruan bagi ijtihad yang lama,sebab ada
kalanya hasil ijtihad yang baru sama dengan hasil ijtihad yang lama.Bahkan

sekalipun berbeda hasil ijtihad baru tidak bisa merubah status ijtihad yang lama
,hal itu seiring kaidah fiqhiyah al-ijtihadu la yaudlu bi al-ijtihadi(ijtihad tidak
dapat dibatalkan dengan ijtihad pula).
Adapun fungsi ijtihad ,diantaranya:
1. Fungsi Al-Ruju (kembali): mengembalikan ajaran-ajaran islam kepada alQuran dan Sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan.
2. Fungsi Al-ihya(kehidupan) : menghidupkan kembali bagian-bagian dari
nilai dan islam semangat agar mampu menjawab tantangan zaman.
3. Fungsi al-Inabah(pembenahan): memenuhi ajaran-ajaran islam yang telah
di ijtihadi oleh ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan
menurut konteks zaman dan kondisi yang di hadapi.
4. mendapatkan solusi hukum jika ada suatu masalah yang harus diterapkan
hukumnya, tetapi tidak dijumpai dalam Al-Quran maupun hadis.
5. Terciptanya suatu keputusan bersama antara para ulama dan ahli agama
(yang berwenang) untuk mencegah kemudharatan dalam penyelesaian suatu
perkara yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al Quran dan Hadist.
6. Tersepakatinya suatu keputusan dari hasil ijtihad yang tidak bertentangan
dengan All Quran dan Hadist.
7. Dapat ditetapkannya hukum terhadap sesuatu persoalan Ijtihadiyah atas
pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syariat
berdasarkan prinsip-prinsip umum ajaran Islam.

Begitu pentingnya melakukan ijtihad ,sehingga jumhur ulama menunjuk ijtihad


menjadi hujjah dalam menetapkan hukum berdasarkan firman Allah SWT surat anNisa59: Jika kamu mempersengketakan sesuatu maka kembalikanlah sesuatu
tersebut kepada Allah dan Rasul-Nya.
Perintah untuk mengembalikan masalah kepada al-Quran dan Sunnah ketika
terjadi perselisihan hukum ialah dengan penelitian seksama terhadap masalah
terhadap masalah yang nashnya tidak tegas .
Demikian juga sabda Nabi SAW: Jika seorang hakim bergegas memutus perkara
tentu ia melakukan ijtihad dan bila benar hasil ijtihadnya akan mendapatkan dua
pahala.Jika ia bergegas memutus perkara tentu ia melakukan ijtihad dan ternyata
hasilnya salah , maka ia mendapat satu pahala.(HR.Asy-Syafii dari Amr bin
Ash) .Hadits ini bukan hanya memberi legalitas ijtihad, akan tetapi juga
menunjukkan kepada kita bahwa perbedaan perbedaan pendapat hasil ijtihad bisa
di lakukan secara individual (ijtihad fardi) yang hasil rumusan hukumnya tentu
relatif terhadap tingkat kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai