PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kerusakan jalan yang terjadi di berbagai daerah saat ini merupakan permasalah yang
sangat kompleks dan kerugian yangdiderita sungguh besar terutama bagi pengguna jalan,
seperti terjadinya waktu tempuh yang lama, kemacetan, kecelakaan lalu-lintas, dan lain-lain.
Kerugian secara individu tersebut akan menjadi akumulasi kerugian ekonomi global bagi
daerah tersebut.
Banyak kritik yang telah dikirimkan kepada institusi pemerintahan dalam upaya
penanganan dan pengelolaan jalan, agar berbagai kerusakan yang terjadi segera diatasi. Secara
umum penyebab kerusakan jalan ada berbagai sebab yakni umur rencana jalan yang telah
dilewati, genangan air pada permukaan jalan yang tidak dapat mengalir akibat drainase yang
kurang baik, beban lalu lintas berulang yang berebihan (overloaded) yang menyebabkan
umurpakai jalan lebih pendek dari perencanaan. Perencanaan yang tidaktepat, pengawasaan
yang kurang baik dan pelaksanaan yang tidaksesuai dengan rencana yang ada. Selain itu
minimnya biaya pemeliharaan, keterlambatan pengeluaran anggaran serta prioritas
penanganan yang kurang tepat juga menjadi penyebab. Panas dan suhu udara, air dan hujan,
serta mutu awal produk jalan yang jelek juga sangat mempengaruhi. Oleh sebab itu disamping
direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan baik agar dapat melayani
pertumbuhan lalulintas selama umur rencana.
Nilai kondisi jalan ini nantinya dijadikan acuan untuk menentukan jenis program
evaluasi yang harus dilakukan, apakah itu program peningkatan, pemeliharaan berkala, atau
pemeliharaan rutin.
Pemilihan bentuk pemeliharaan jalan yang tepat dilakukan dengan melakukan
penilaian terhadap kondisi permukaan jalan didasarkan pada jenisn kerusakan yang ditetapkan
secara visual. Ada beberapa metode pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan
penilaian kondisi jalan, dimana dua diantaranya adalah metode Bina Marga.
1.2.
Rumusan Masalah
Dengan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan
Tujuan Masalah
Tujuan pengamatan ini adalah untuk :
1) Untuk mengidentifikasi jenis kerusakan yang terjadi .
2) Untuk mengidentifikasi keadaan drainase pada Desa Banjarsari, Kecamatan
Buduran, Sidoarjo ?
3) Untuk menganalisis faktor- faktor yang menyebabkan kerusakan jalan .
4) Untuk mencari alternatif penanganan kerusakan jalan dan pemeliharaan yang tepat
1.4 Manfaat
Tugas pengamatan ini diharapkan memberikan manfaat bagi :
Praktis :
1. Dapat memberikan masukan kepada perencana untuk memperhatikan kondisi
eksiting .
Teoritis :
1. Dapat memberikan wawasan baru kepada mahasiswa dalam bidang ilmu teknik
sipil .
2. Memperkaya literatur tentang faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan raya .
1.5 Lokasi Studi
1) Lokasi survei yang akan dilakukan dalam penulisan ini Desa Banjarsari, Kecamatan
Buduran, Sidoarj
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
aspal
sebagai
bahan
pengikatnya.
Lapisan-lapisan
Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan lentur diberikan pada tabel 2.1 di
bawah ini.
Bahan pengikat
Repetisi beban
Perkerasan lentur
Aspal
Timbul Rutting (lendutan
Perkerasan kaku
Semen
Timbul retak-retak pada
Penurunan tanah
Jalan bergelombang
Perubahan
Modulus kekakuan
temperatur
berubah.
berubah.
Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova,
Bandung
Sesuai dengan pembatasan masalah, maka untuk pembahasan selanjutnya hanya
akan dibahas tentang konstruksi perkerasan lentur saja.
2.2.
menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya,
sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang
diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :
Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar
lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan
bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap
beban
roda.
Pemilihan
bahan
untuk
lapis
permukaan
perlu
dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan
konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup
tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam jenis tanah setempat (CBR >
20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai
2.3.
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada dari agregat itu sendiri.
Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat
elastis yang baik.
a. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari
campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor
pelaksanaan dan sebagainya.
b. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga
dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah
kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah
terjadi pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika
temperature bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan
temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil produksi aspal
berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis
yang sama.
d. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga
agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang
telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses pelaksanaan, terjadi
oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi).
Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi
selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang
besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.
Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
2.4.
Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat
material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan
bahan yang tidak baik.
d. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan
umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan
jalan.
e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh
system pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat
tanah dasarnya yang memang kurang bagus.
f. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.
Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor
saja, tetapi dapat merupakan gabungan penyebab yang saling berkaitan. Sebagai
contoh, retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya
sokongan dari samping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air
meresap masuk ke lapis dibawahnya yang melemahkan ikatan antara aspal dengan
agregat,
hal
ini
dapat
menimbulkan
lubang-lubang
disamping
dan
2.5.
a.
1. Retak halus atau retak garis (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau sama
dengan 3 mm, penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah
dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak
halus ini dapat meresapkan air ke dalam permukaan dan dapat menimbulkan
kerusakan yang lebih parah seperti retak kulit buaya bahkan kerusakan seperti
lubang dan amblas. Retak ini dapat berbentuk melintang dan memanjang,
dimana retak memanjang terjadi pada arah sejajar dengan sumbu jalan,
biasanya pada jalur roda kendaraan atau sepanjang tepi perkerasan atau
pelebaran, sedangkan untuk retak melintang terjadi pada arah memotong
sumbu jalan, dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan.
Metode pemeliharaan dan penanganan :
Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan renggang,
dilakukan metode perbaikan P2 (laburan aspal setempat).
Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan rapat, dilakukan
metode perbaikan P3 (penutupan retak).
bahu atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan truk / kendaraan berat dibahu
jalan. Perbaikan dapat dilakukan seperti perbaikan retak refleksi.
kotak.
Terjadi
pada
lapis
tambahan
(overlay)
yang
9. Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti bulan
sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis
permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan
oleh adanya debu, minyak air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat
tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak
selip pun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan
permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapisan permukaan. Perbaikan
dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dengan dan
menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.
Distorsi (distortion)
Distorsi / perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar,
pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan
akibat beban lalu lintas. Sebelum perbaikan dilakukan sewajarnyalah ditentukan
terlebih dahulu jenis dan penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat
ditentukan jenis penanganan yang tepat.
Distorsi dapat dibedakan atas :
1. Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat
merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan
jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retakretak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat,
dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas
pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula
ketidaknyamanan dalam
Penyebab kerusakan
mengemudi.
ini adalah
rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar
aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus, agregat berbentuk butiran
dan berpermukaan licin, atau aspal yang dipergunakan mempunyai penetrasi
yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum
perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair).
Perbaikan terhadap kerusakan ini dapat dilakukan dengan melakukan metode
perbaikan P6 (perataan) dan juga perbaikan P5 (penambalan lubang) jika
keriting juga disertai dengan timbulnya lubang-lubang pada permukaan jalan.
Kerusakan ini juga dapat diperbaiki dengan :
a. Jika lapis permukaan yang berkeriting itu memiliki lapisan pondasi
agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan mengaruk kembali,
dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis
permukaan baru.
b. Jika lapis permukaan dengan bahan pengikat memiliki ketebalan > 5 cm,
maka lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan diberi
lapis permukaan yang baru.
b. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat
pengaruh cuaca.
c. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul pada
lapis permukaan.
d. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan
mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara:
Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat
dilihat pada lampiran A.
2. Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek
serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan
memberikan lapisan tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir
setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.
lapisan
permukaan
(stripping),
dapat
disebabkan
oleh
kurangnya ikatan antar lapisan permukaan dan lapis dibawahnya, atau terlalu
tipisnya lapis permukaan. Dapat diperbaiki dengan cara digarus, diratakan
dan dipadatkan. Setelah itu dilapis dengan buras.
d.
menjadi
licin,
sehingga
membahayakan
kendaraan.
Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus
terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan
licin, tidak berbentuk cubical. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan
latasir, buras, atau latasbum.
tinggi, aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan
karena bila dibiarkan, akan menimbulkan lipatan-lipatan (keriting) dan lubang
pada permukaan jalan. Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan pemakaian kadar
aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada
pekerjaan prime coat atau tack coat. Dapat diatasi dengan penanganan P1
(Penebaran Pasir) yaitu dengan menaburkan agregat panas dan kemudian
dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan kemudian diberi lapisan penutup.
terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan
dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai
2.6.
tanpa
meningkatkan
kekuatan
struktural,
dan
dilakukan
sepanjang tahun.
2. Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan yang dilakukan terhadap jalan
pada waktu-waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya
meningkatkan kekuatan struktural.
3. Peningkatan jalan adalah penanganan jalan guna memperbaiki pelayanan
jalan yang berupa peningkatan struktural dan atau geometriknya guna
mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan.
2.7.
Drainase
2.7.1 Umum
2.7.1.1 Pengertian Drainasi
Drainasi secara umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebih an dalam suatu konteks
pemanfaatan tertentu. Drainasi dapat dibedakan antara lain untuk daerah:
1. pemukiman
2. kawasan industri dan perdagangan
3. kampus dan sekolah
4. rumah sakit dan fasilitas umum
5. lapangan olah raga
6. lapangan parkir
b. Paralel
c. Alamiah
d. Radial
2.7.2
di perkotaan dan luar perkotaan , drainasi jalan raya selalu mempergunakan drainasi
muka tanah. Di perkotaan saluran muka tanah selalu ditutup sebagai bahu jalan atau
trotoar . walaupun juga sebagaimana di luar perkotaan , ada juga saluran drainasi muka
tanah tidak ditutup , terbuka lebar, dengan sisi atas saluran rata dengan muka jalan ,
sehingga air dapat masuk saluran dengan bebas. Drainase jalan raya di perkotaan ,
elevasi sisi atas saluran selalu lebih tinggi dari sisi atas muka jalan. Air masuk ke
saluran melalui inlet . inlet yang ada dapat berupa inlet tegak ataupun inlet horisontal.
2.7.3
kanan jalan,. Untuk jalan raya yang lebar di mana selain terdapat trotoar atau bahu
jalan , juga terdapat pembatas di tengah tengah jalan sebagai pemisah juga antara dua
jalur jalan. Pembatas ini disebut sebagai median. Jika jalan ke arah lebar miring ke
arah tepi , maka saluran akan terdapat pada sisi tepi jalan atau pada bahu jalan ,
sedangkan jika kemiringan arah lebar ke arah median jalan , maka saluran akan
terdapat pada median jalan tersebut. Jika jalan tidak lurus , menikung, maka
kemiringan jalan satu arah . Kemiringan satu arah pada jalan menikung ini
menyebabkan saluran hanya pada satu sisi jalan, yaitu sisi yang rendah. Untuk
menyalurkan air dari saluran ini pada jarak tertentu, direncanakan adanya pipa riol
yang diposisikan di bawah badan jalan untuk mengalirkan air dari saluran.
Pada umumnya untuk drainasi jalan raya di dalam kota , untuk mengalirkan air
dari jalan raya akibat hujan , ke dalam saluran dipergunakan inlet. Inlet tegak
umumnya berbentuk empat persegi panjang dan inlet datar berbentuk empat persegi
panjang, bujur sangkar atau lingkaran. Inlet hasil produksi pabrik umumnya
mempunyai nilai efisiensi. Pada pendemensian inlet, terlebih dahulu dianalisis luas
lubang berdasarkan debit inlet rencana. Dari luas lubang tersebut akan didapatkan luas
inlet yang relatif selalu lebih luas dari luas lubang. Luas lubang besar sama dengan
jumlah luas lubang kecil dari inlet , luas menjadi lebih besar dari luas lubang karena
adanya tebal kisi-kisi inlet, sehingga luas inlet yang ada merupakan luas lubang
ditambah dengan luas tebal kisi-kisi inlet. Jarak antar dari inlet biasanya direncanakan
sekitar 10 meter sampai 30 meter.
4.7.1
lainnya, seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air ( aquaduct ), pelimpah, pintupintu air, bangunan terjun, kolam tando dan stasiun pompa. Pada system drainase yang
lengkap, sebelum masuk ke badan air penerima air diolah dahulu pada telah memliki
baku mutu tertentu yang dimasukkan ke dalam badan air penerima, biasanya sungai,
sehingga tidak merusak lingkungan ( Suripin, 2004 ).
4.7.2
tidak terjadi banjir di suatu kawasan, ternyata air juga merupakan sumber kehidupan.
Bertolak dari hal tersebut, maka konsep dasar pengembangan sistem drainase yang
berkelanjutan adalah meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta
memperbaiki dan konservasi lingkungan.Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang
komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat struktural
maupun non struktural, untuk mencapai tujuan tersebut ( Suripin, 2004 ). Sampai saat
ini perancangan drainase didasarkan pada filosofi bahwa air secepatnya mengalir dan
seminimal mungkin menggenangi daerah layanan. Tapi dengan semakin timpangnya
perimbangan air ( pemakaian dan ketersedian ) maka diperlukan suatu perancangan
draianse yang berfilosofi bukan saja aman terhadap genangan tapi juga sekaligus
berasas pada konservasi air ( Sunjoto, 1987 ). Konsep Sistem Drainase yang
Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk mengelola limpasan
permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan.
Berdasarkan fungsinya, fasilitas penahan air hujan dapat dikelompokkan menjadi dua
tipe, yaitu tipe penyimpanan dan tipe peresapan ( Suripin, 2004 ). Sedangkan menurut
Sunjoto, 1987, konsepsi perancangan drainase air hujan yang berasaskan pada
konsevasi air tanah pada hakekatnya adalah perancangan suatu system drainase yang
mana air hujan jatuh di atap / perkerasan, ditampung pada suatu system resapan air,
sedangkan hanya air dari halaman bukan perkerasan yang perlu ditampung oleh sistem
jaringan drainase. Pada tesis ini langkah struktural dengan menggunakan tipe
peresapan, Sumur Resapan Air Hujan ( RSAH ) seperti disajikan pada Gambar
dibawah ini
Gambar 2.25. Tata Letak Sumur Resapan Air Hujan ( Suripin, 2004 )
BAB III
PEMBAHASAN
Menurut gambar di atas dan kajian pustaka yang telah dibahas mengenai jenis
kerusakan perkerasan lentur, sehingga dapat di identifikasi tipe kerusakan jalan pada Desa
Banjarsari, Kecamatan Buduran, Sidoarjo adalah retak pinggir (edge crack), retak susut
(shrinkage cracks) dan lubang (potholes), yang merupakan bagian dari tipe kerusakan
cacat permukaan (disintegration).
3.2. Drainase
Kondisi drainase pada Desa Banjarsari, Kecamatan Buduran, Sidoarjo adalah tidak
terlalu baik karena masih terdapat sampah sampah yang menggenangi saluran tersebut dan
mampu menyumbat aliran air yang melintasi. Drainase termasuk dalam wilayah pemukiman,
merupakan drainase buatan bukan alamiah, pola jaringan yang terdapat pada saluran
drainasenya adalah pola siku ,menurut letak nya termasuk dalam drainase muka tanah dan
menurut fungsi termasuk single purpose yang berarti dapat mengalirkan satu jenis air
buangan saja
menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini. Di lokasi retak, air dapat meresap
yang dapat semakin merusak lapisan permukaan. Retak ini lama kelamaan akan
bertambah besar disertai dengan terjadinya lubang- lubang.
2. Retak susut (shrinkage cracks)
retak yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak besar dengan susut
tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan pondasi dan
tanah dasar.
3. lubang (potholes)
Lubang (potholes) biasanya berukuran tidak begitu besar (diameter < 90 cm).
berbentuk seperti mangkuk yang tidak beraturan dengan pinggiran tajam.
pertumbuhan lubang semakin besar diakibatkan kondisi air yang tergenang pada
badan jalan. Lubang pada dasarnya bermula dari retak-retak yang semakin parah
akibat air meresap hingga ke lapisan jalan sehingga menyebabkan sifat saling
mengikat aggregat dalam lapisan menjadi berkurang.
3.4. Cara Perbaikan
Usulan perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Penutupan Retak (crack sealing),
Penutupan retak adalah proses pembersihan dan penutupan atau penutupan ulang retakan
dalam perkerasan aspal,yang dimaksudkan untuk memperbaiki kerusakan dengan
penutupan retakan yang meliputi: retak memanjang, retak melintang, retak diagonal, retak
reflektif, retak sambungan pelaksanaan, pelebaran retakan dan retak pinggir.
Menurut Asphalt Institute MS-16 mengenai penutupan retak, cara yang disarankan adalah:
a. Retak rambut (hairline crack): retak yang lebar celahnya kurang dari 6 mm dan terlalu
kecil untuk diisi secara efektif. Oleh karena itu, biasanya dibiarkan saja kecuali kalau
sudah meluas. Jika retak rambut dalam area perkerasan banyak, maka perawatan
permukaan semacam penutup larutan (slury seal)atau penutup keping (chip seal)dapat
digunakan.
b. Retak kecil (small crack): retak yang lebar celahnya antara 6 20 mm, dan biasanya
perbaikan dibuat kira-kira 3 mm lebih besar dari lebar rata-rata retakan, dan kemudian
Forum Teknik Sipil No. XVIII/3-September 2008 943 dibersihkan dan ditutup dengan
penutup larutan (slury seal). Jika kedalaman retakan lebih besar dari 20 mm, material
penyangga (backer rod) dapat dipasang untuk mengawetkan penutup.
c. Retak sedang (medium crack): retak yang lebar celahnya antara 20 25 mm, biasanya
hanya membutuhkan pembersihan dan penutupan dengan penutup larutan (slury seal).
Jika kedalaman retakan lebih besar dari 20 mm, material penyangga (backer rod) dapat
dipasang untuk mengawetkan penutup.
d. Retak besar (large crack): retak yang lebar celahnya lebih besar dari 25mm. Perbaikan
dilakukan dengan larutan aspal emulsi atau campuran aspal panas (HMA) bergradasi
halus.
Adapun prosedur penutupan retak adalah, sebagai berikut:
a. Retakan dibersihkan dengan menggunakan salah satu alat, seperti: alat semprot
bertekanan tinggi, ledakan pasir (sand blasting),sikat kawat, ledakan udara panas (hot
airblasting) atau air bertekanan tinggi.
b. Sesudah pembongkaran bahan penutup lama pada retakan, dan ataupembersihan
retakan, lalu diukur kedalamannya. Jika kedalamannya lebih dari 20 mm, dibutuhkan
material penyangga (backer road)untuk menutup. Material penyangga harus tidak
mudah mampat, tidak susut, tidak menyerap dengan titik leleh lebih besar dari titik
leleh bahan penutup.
c. Segera sesudah penutupan, periksa retakan untuk menyakinkan kebersihannya, kering
dan material penyangga telah terpasang dengan baik.
d. Penutupan harus dilakukan dari bawah keatas retakan untuk mencegah udara
terperangkap, supaya tidak terbentuk bagian yang lemah pada penutup. Untuk
mencegah adannya tanda bekas jejak roda, penutup harus dipasang 3-6 mm dibawah
puncak dari permukaan retakan.
2. Perawatan Permukaan (Surface Treatment)
Perawatan permukaan adalah istilah yang mencakup beberapa tipe penutup aspal dan ter
batu bara (coal tar)atau gabungan agregate aspal. Perawatan permukaan tebalnya umumnya
tidak lebih dari 25 mm, dan dapat diletakan pada sembarang permukaan perkerasan. Aspal
untuk perawatan permukaan terdiri dari lapis tipis beton aspal yang terbentuk dari
penerapan emulsi aspal, cut back atau pengikat aspal ditambah dengan agregate untuk
melindungi atau memulihkan kondisi permukaan perkerasan yang telah ada.
Tipe dan nama perawatan permukaan termasuk diantaranya adalah: penutup pasir (sand
seal), penutup keping (chip seal) atau kadang kadang disebut lapis penutup(seal coat).
Menurut lavin 2003, perawatan permukaan dapat dibagi kedalam sub kelompok: penutup
perkerasan (pavement sealer),keping penutup (chip seal) dan penutup larutan (slurry seal).
Beda dari ketiganya adalah, pavement sealer tidak mengandung agregate sedangkan chip
seal dan slurry seal berisi agregate dengan porsi yang signifikan.
a. Penutup Perkerasan (pavement sealer)
Penutup perkerasan dapat digunakan untuk pemeliharaan yang sifatnya pencegahan atau
perbaikan, seperti:
1)
Fog seal:Lapis penutup yangberupa fog seal adalah aspal emulsi tipis dengan tipe
ikatan lambat yang biasanya tanpa agregat penutup dan cocok digunakan untuk
memperbaharui permukaan aspal yang telah menjadi kering dan menjadi getas oleh
umur, mengisi retak kecil dan rongga permukaan serta melapisi permukaan partikel
aggregate agar tidak terjadi lepasnya butiran (raveling)
2)
Penutup aspal (asphalt sealers)dan ter batu bara (coal tar): Penutup aspal (asphalt
sealers) atau lapis penutup (seal coat)
penyulingan ter batu bara (coal tar)atau semen aspal dan air. Lapisan ini tidak
menambah kekuatan struktur perkerasan dan umumnya digunakan untuk menutup
retak rambut, mengikat bersamasama permukaan yang mengalami butiran lepas
(raveling)ringan serta membuat oksidasi dan memperlambat penetrasi air.
b. Keping Penutup (chip seal)
Keping Penutup (chip seal) adalah perawatan aspal yang disemprotkan pada lapis
pengikat aspal, emulsi atau cutbackyang diikuti oleh penyebaran agregate diatasnya.
Istilah cheap menunjukan sifat ukuran tunggal dari agregate, yang umumnya berupa
agregate batu pecah. Chip seal ini cocok digunakan pada jalan raya dengan volume
rendah untuk penanganan kerusakan pada area luas dengan retakan kecil yang rapat
(aligator cracking), pelapukan (weathering)atau butiran lepas (raveling), agregate licin
(polished aggregate), dan retak block (block cracking)
dikombinasikan dalam mesin spesial yang dirancang untuk pencampuran dan peletakan
penutup larutan. Penghamparan larutan dilakukan satu tahap, dengan ketebalan antara 310 mm. Karena tipisnya, ukuran maksimum agregate umumnya tidak lebih dari 9-10
mm dan dapat sekecil 4.75 atu 5 mm. Penutup larutan berfungsi untuk: menutup retakan,
menghentikan pelepasan butiran, dan memperbaiki kekesatan permukaan.
3. Penambalan (patching)
Penambalan diseluruh kedalaman cocok untuk perbaikan permanen, sedangkan perbaikan
sementara cukup ditambal dikulit permukaan perkerasan saja. Penambalan cocok untuk
memperbaiki kerusakan:
danalligator
yang
terkait
dengan
kerusakan
ruting,
alligator
cracking
dan
tambalan harus pada elevasi yang sama dengan perkerasan. Urutan prioritas
penanganan kerusakan jalan dilaksanakan berdasarkan nilai PCI, dimana pada unit
penelitian yang memiliki nilai PCI terkecil memperoleh prioritas penanganan
terlebih dahulu. Seperti pada tabel 7 dan 8 Urutan prioritas pertama adalah nomor
unit penelitian 23B yang terletak pada jalur 1 lajur B Jalan Lingkar Selatan dengan
nilai PCI sebesar 22 (rating verry poor)