PEMBAHASAN
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit dengan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi terutama di negara berkembang. Di Indonesia, TB masih
merupakan masalah utama kesehatan karena merupakan negara dengan pasien
TB terbanyak ke-1 di Asia Tenggara. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru
TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah
pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut
pada seluruh kalangan usia.
Penyakit tuberkulosis dapat diderita oleh setiap orang, tetapi terutama
mereka yang mempunyai daya tahan tubuh lemah, kurang gizi atau yang
tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TB, penyakit
kronis, serta orang yang berusia lanjut dengan daya tahan tubuh melemah,
lingkungan yang lembab, gelap dan tidak memiliki ventilasi. Penyakit
Tuberkulosis dapat disembuhkan, namun akibat dari kurangnya memiliki
prevalensi yang besar.
A. Definisi
Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerob tahan asam, yang ditularkan
melalui udara (airborne). Pada hampir semua kasus, infeksi tuberkulosis
didapat melalui inhalasi partikel kuman yang cukup kecil ( sekitar 1-5 m).
Droplet dikeluarkan selama batuk, tertawa atau bersin. Nukleus yang
terinfeksi kemudian terhirup oleh individu yang rentan (hospes). Sebelum
infeksi pulmonari terjadi, organisme yang tehirup terlebih dahulu harus
melawan mekanisme pertahanan dan masuk jaringan paru. (Asih, 2004).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan basil
mycobacterium tuberkulosis yang tahan asam. Bila seseorang yang belum
pernah terpapar TB, menghirup cukup banyak basil TB ke dalam alveoli,
tuberculosishominis
merupakan
penyebab
sebagian
besar
kasus
mycobacterium
lemak sehingga kuman mampu tahan terhadap asam / BTA serta sangat
tahan terhadap zat kimia. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan
lembab. Oleh karena itu dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman
(tidur), tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes, 2006).
D. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit TB (DEPKES RI, 2006) meliputi empat hal ,
yaitu:
a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru
Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura
BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya
BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
o Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif
o Foto toraks
abnormal
menunjukkan
gambaran
tuberkulosis.
o Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
o Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
c. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat
TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan
tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan
atau keadaan umum pasien buruk. Sedangkan TB ekstra-paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus serta tidak menyebabkan
penyakit.setelah berada di bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas
lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
PMN menfagosit bakteri namun tidak membunuhya. Setelah hari pertama,
leukosit diganti makrofag. Alveoli yang terserang akan konsolidasi dan
timbul pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan
sendirinya atau bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Basil juga menyebar ke kelenjar getah bening (KGB). Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran relatif seperti keju
yang disebut nekrosis kaseosa. Jaringan granulasi menjadi lebih lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk kapsul
yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer disebut fokus ghon dan gabungan
terserangnya KGB regional dan lesi primer disebut kompleks ghon. Respon
lainnya adalah pencairan, yaitu bahan cair lepas ke dalam bronkus yang
berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial.
Proses ini dapat berulang kembali di bagian lainnya atau basil dapat terbawa
sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
TB dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Kuman yang lolos akan mencapai aliran darah dan menimbulkan lesi.
Penyebaran ini disebut limfohematogen yang menyebabkan TB milier. Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk ke dalam vaskuler dan tersebar ke organ tubuh.
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), individu yang rentan
menghirup bakteri tuberkolusis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan
melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan memlalui system limfe dan
aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks sereberi, dan
daerah paru lainnya yaitu lobus atas.
penumpukan
eksudat
dalam
alveoli,
mengakibatkan
pleura.
Memadat sehingga menjadi tuberkuloma.
Menjadi kronik dengan komplikasi kolonisasi oleh fungus
dan
histopatologi.
Kegunaan
bonkoskopi
dalam
mendiagnosis TB adalah :
a. Bisa dilakukan pada penderita yang tidak dapat mengeluarkan dahak
secara spontan.
b. Merupakan cara mendapatkan diagnosis dengan cepat (melalui
mukosa,
sekresi
purulen
atau
darah,
terkadang
H. Patologi Klinik
1. Pemeriksaan Radiologi
Secara patologis, gambaran TB Paru biasanya adalah suatu
kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada dewasa, segmen apeks
dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah merupakan
tempat tempat yang sering menimbulkan lesi sehingga terlihat
homogen dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga terlihat adanya
pembentukkan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar biasanya
bilateral. (Price dan Wilson, 2005). Kavitas bisa tunggal maupun ganda.
Bayangan berawan (pathcy) atau berbercak (nodular), adanya kalsifikasi,
adanya bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
serta bayangan milier juga merupakan gambaran foto toraks yang
menunjang diagnosis TB. (Mansjoer dkk, 2009) Ketidaknormalan apa
pun pada foto toraks klien dengan HIV dapat mengindikasikan adanya
penyakit TB. (CDC, 2000a dalam Price dan Wilson, 2005)
laho
demam
alkohol-asam.
Pemeriksaan
dapat
yang
positif
memberikan
petunjuk
awal
untuk
Pada saat ini sudah tersedia berbagai macam tes untuk identifikasi
hampir semua spesies mikobakteri dan di samping itu telah
dikembangkan
menginterpretasi
berbagai
data.
program
Misalnya,
komputer
probe
untuk
asam
membantu
nukleat
dapat
Atau disebut juga dengan uji mantoux. Uji ini dilakukan secara
rutin pada kelompok resiko tinggi yang diduga TB aktif. Uji Mantoux
menggunakan tuberkulin Purified Protein Devrivative (PPD) untuk
mengidentifikasi infeksi TB. Sejumlah kecil (0,1 ml) derivat tersebut
diberikan secara intradermal untuk membentuk bentol di kulit berukuran
6 sampai 10 mm. Bentol tersebut harus diperiksa atau dibaca dalam 48
hingga 72 jam. Adanya indurasi (bentukan keras, teraba, dan meninggi)
dan bukan eritema, mengindikasikan hasil positif. (Black dan Hawks,
2014)
Reaksi indurasi 5 mm Reaksi indurasi 10 mm Reaksi indurasi 15
dianggap positif pada :
Orang
yang
yang
mm dianggap positif
pada :
diduga Imigran baru dari negara Orang
memiliki penyakit TB
Orang
dengan
prevalensi
TB resiko
tinggi
terinfeksi Pengguna obat IV
HIV
Kontak baru dengan TB Penduduk
infeksius
atau
tanpa
faktor
TB
yang
diketahui
pekerja
pada
yang
rontgen mikobakteriologi
konsisten
dengan TB sebelumnya.
Penerima
transplantasi Anak < 4 tahun, atau anak
organ
dewasa
yang
berisiko tinggi.
Orang yang menggunakan
terapi imunosupresan
Tabel 1 : Pengklasifikasian Reaksi Positif Uji Kulit Tuberkulosis
(Centers for Disease Control and Prevention, 2006. Prevention and
control of
5. Pemeriksaan Darah
Pada saat TB baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meninggi. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan
juga 1) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer 2)
Gama Globulin meningkat 3) kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan
tersebut nilainya juga tidak spesifik. (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
Simadibrata, dan Setiati, 2009)
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai yaitu reaksi Takahashi.
Pemeriksaan ini menunjukkan proses TB masih aktif atau tidak. Kriteria
positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini angka
positif palsu dan negatif palsunya masih besar. (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
Simadibrata, dan Setiati, 2009)
Ada pula tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) yaitu merupakan
uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidae
staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
(Mansjoer dkk, 2009) Nilai sensitivitas dari PAP ini sekitar 85-95 %.
Tetapi beberapa peneliti lain meragukannya karena mendapatkan angka
angka yang lebih rendah. PAP masih dapat dipakai, tetapi kurang
bermanfaat bila digunakan tunggal untuk diagnosis TB. Hasil uji PAP-TB
dinyatakan patologis bila pada titer 1 : 10000 didapatkan hasil positif.
Hasil positif palsu kadang kadang masih didapatkan pada pasien
reumatik, kehamilan, dna masa 3 bulan revaksinasi BCG. (Sudoyo,
Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati, 2009)
Uji serologis lain yang hampir sama cara dan nilainya adalah
mycodot. Mycodot yang akan mendeteksi antibodi menggunakan antigen
lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat berbentuk
seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila
terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan
berubah. (Mansjoer dkk, 2009). Antibodi spesifik anti LAM dalam serum
akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir dan intensitasnya
I. Mikrobiologi
Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis.
Dinamakan juga Basil Koch karena pertamakali ditemukan oleh Robert Kohn
pada tahun 1882. Tipe kuman tuberculosis yang menyebabkan penyakit TB
paru pada manusia adalah M. Tuberculosis type human.
Pembagian
sewaktu batuk atau bersin, kuman akan tersebar ke udara dalam bentuk droplet
ataupun percikan dahak. Droplet yang mengandungi kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Jika droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernapasan, orang lain dapat terinfeksi. Selama kuman TB
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran napas atau penyebaran langsung kebagian-bagian
J. Farmakologi
1. Prinsip Pengobatan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No 364. Tahun 2009,
pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi
beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian
OAT-Kombinasi
Dosis
Tetap
(OAT-KDT)
lebih
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
b. Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination) yang terdiri atas :
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu Rifampisin
150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 mg dan Etambutol 275
mg dan
Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu Rifampisin
OAT
yang
digunakan
oleh
Program
Nasional
Penanggulangan TB di Indonesia :
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No 364. Tahun 2009
panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB
di Indonesia :
a. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
c. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3 (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik & Direktorat Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI,
2005)
d. Disamping ketiga kategori ini, disediakan panduan OAT sisipan :
HRZE dan OAT anak : 2HRZ/4HR
6. Panduan OAT dan peruntukannya (Keputusan Menteri Kesehatan No
364. Tahun 2009)
a. Kategori 1
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
1) Pasien baru TB paru BTA positif
2) Pasien TB paru BTA negatif foto thorax positif
3) Pasien TB ekstra paru
Dosis panduan OAT KDT kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
b. Kategori 2
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati sebelumnya :
1) Pasien kambuh
2) Pasien gagal
3) Pasien dengan pengobatan setelah putus obat (default)
Dosis OAT KDT kategori 2 : 2 (HRZE)S/HRZE/5(HR)3E3
c. Kategori 3 :
Kategori ini diberikan untuk :
1) Penderita BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
2) Penderitan TB paru ekstra ringan
e. Kategori anak
Menurut Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI dosis OAT KDT
anak : 2(RHZ)/4(RH)
a. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dan penatalksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
b. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi Rifampisin harus segera dihentikan dan
jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang.
c. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat
dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan artritis gout. Hal ini
mungkin disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang
lain.
4. Etambutol
Etambutol
dapat
menyebabkan
gangguan
penglihatan
berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun
demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai,
jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB
yang diberikan 3 x seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena resiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf VIII yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Resiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita. Resiko
tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal.
Gejala efek samping yang terlihat adalah telinga mndenging (tinitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera
dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25 gr. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan
alat
keseimbangan
makin
parah
dan
menetap
(kehilangan
kemudian
diturunkan
secara
bertahap.
Lama
pemberian
Dokter
Paru
Indonesia
(n.d).
Pedoman
Diagnosis
dan
Aesculapius.
Sudoyo A. W, Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata K. M., Setiati S. (2009) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : InternalPublishing
Black J. M dan Hawks J. H (2014) Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen
untuk Hasil yang Diharapkan Ed. 8 (Joko Mulyanto et al.:Penerjemah).
Jakarta : Salemba Medika.
Price S. A. dan Wilson L. M. (2005) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit Ed.6 (Brahm U. P et al. : Penerjemah). Jakarta : EGC.
.
Astawinata, D. A. W. Pemeriksaan Laboratotium Diagnosis Cepat TB. Jakarta:
RSCM-FKUI