Anda di halaman 1dari 6

TIFOID

Defenisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.
Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus
halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

Epidemologi
Surveilans departemen kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada
tahun 1990 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey
berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan
peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan dengan penyediaan air bersih yang
belum memadai dan serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang
memenuhi syarat kesehatan lingkungan.

Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari
Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil,
berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup
sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini
dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 12
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula
pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

Salmonella typhi

Patogenesis
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.
Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat
hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus
kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah
lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.

Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan
penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan
gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu
tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap
hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu
tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah
ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai
tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi
mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai
somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunoserelogi,
mikrobiologi dan biologi molecular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis,
menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.
1. Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus
atau perforasi.

Hitung leukosit sering rendah( leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.

Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.

LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat

Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

2. Urinalisis

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)

Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.

3. Kimia Klinik Enzim hati ( SGOT, SGPT ) sering meningkat dengan gambaran
peradangan sampai hepatitis akut.
4. Imunologi

Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody ( didalam darah )
terhadap antigen kuman salmonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test
kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di Negara dimanaa
penyakit endemis seperti Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid test ) hasilnya dapat segera
diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi, karena itu antibody jenis ini
dikenal sebagai febrile agglutinin.
Diagnosis demam tifoid / paratifoid dinyatakan bila atau titer O= 1/160, bahkan mungkin
sekali nilai batas tersebut harus tinggi. Titer O meningkat setelah akhir minggu.

Elisa Salmonella typhi/paratyphi igG dan igM


Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih
sensitive dan spesifik dibandingkan uji widal untuk mendeteksi demam tifoid /paratifoid.
Sebagai test cepat ( rapid test ) hasilnya juga dapat segera diketahui. Diagnosis demam
typhoid/ paratyfhoid dinyatakan 1/ bila igM positif menandakan infeksi akut, 2/ jika igG
positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi.

Penatalaksanaan
1. Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan.
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih
selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi
perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara
bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
2. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
3. Obat
Penggunaan antibiotik yang dianjurkan selama ini adalah sebagai berikut :
1. Lini pertama
a. Kloramfenikol, masih merupakan pilihan pertama dalam urutan antibiotik,
diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari secara intravena dalam 4 dosis
selama 10-14 hari. Banyak penelitian membuktikan bahwa obat ini masih cukup
sensitif untuk Salmonella typhi namun perhatian khusus harus diberikan pada
kasus dengan leukopenia (tidak dianjurkan pada leukosit <2000/ul)>.
b.

Ampisilin dengan dosis 150-200 mg/kgBB/hari diberikan peroral/iv selama 14


hari, atau.

c. Kotrimoksazol dengan dosis 10 mg/kgBB/hari trimetoprim, dibagi 2 dosis, selama


14 hari.
2. Lini ke dua, diberikan pada kasus-kasus demam tifoid yang disebabkan S.typhi yang
resisten terhadap berbagai obat (MDR=multidrug resistance), yang terdiri atas :
a. Seftriakson dengan dosis 50-80 mg/kgBB/hari, dosis tunggal selama 10 hari .
Penyembuhan sampai 90% juga dilaporkan pada pengobatan 3-5 hari.
b. Sefiksim dengan dosis 10-12 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama
14 hari, adalah alternatif pengganti seftriakson yang cukup handal.
c. Florokinolon dilaporkan lebih superior daripada derivat sefalosporin diatas,
dengan angka penyembuhan mendekati 100% dalam kesembuhan kinis dan
bakteriologis, di samping kemudahan pemberian secara oral. Namun pemberian
obat ini masih kontroversial dalam pemberian untuk anak mengingat adanya
pengaruh buruk terhadap pertumbuhan kartilago.
d. Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sudah dipakai untuk pengobatan.
Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama pemberian obat dianjurkan 2-10 hari.
Penggunaan obat-obat ini dianjurkan pada kasus demam tifoid dengan MDR.
e. Asitromisin dengan pemberian 5-7 hari juga telah dicoba dalam beberapa
penelitian dengan hasil baik, berupa penurunan demam sebelum hari ke 4.
Aztreonam juga diuji pada beberapa kasus demam tifoid pada anak dengan hasil
baik, namun tidak dianjurkan sebagai pengobatan lini pertama.

Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami
syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga
namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi
mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan
darah turun dan bahkan sampai syok.

2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler
diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c.Komplikasi
d.Komplikasi

paru
hepar

:
dan

pneumoni,
kandung

kemih

empiema,

dan

pleuritis

dan

kolelitiasis

hepatitis

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis


f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,
psikosis, dan sindrom katatonia.

Prognosis
Umumnya baik bila pasien cepat berobat. Prognosis kurang baik bila terdapat gejala
klinis yang berat seperti hiperpireksia atau febris kontinua; penurunan kesadaran, komplikasi
berat seperti dehidrasi, asidosis, perforasi usus dan gizi buruk.

Anda mungkin juga menyukai