Anda di halaman 1dari 16

BRONKOSKOPI

1. DEFINISI
Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang
tenggorokan dan scopos yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi
adalah pemeriksaan visual jalan nafas atau saluran pernafasan paru yang disebut
bronkus. Lebih khusus lagi, bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang
dilakukan oleh dokter yang mempunyai kompetensi di bidangnya dengan
memeriksa bronkus atau percabangan paru-paru untuk tujuan diagnostik dan
terapeutik (pengobatan). Untuk prosedur ini dokter menggunakan bronkoskop,
sejenis endoskop, yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan organ dalam
tubuh. Tergantung pada alasan medis atau indikasi klinis untuk bronkoskopi,
dokter dapat menggunakan bronkoskopi kaku (rigid) atau Fiber Optic
Bronchoscopy (FOB).
2. SEJARAH BRONKOSKOPI
Seorang Otolaryngologist berkebangsaan Jerman, Gustav Killian, melakukan
bronkoskopi yang pertama pada tahun 1897, dengan menggunakan endoskopi
kaku untuk mengeluarkan tulang babi dari bronkus utama kanan (mainsterm
bronkus). Killian berhasil mengeluarkan benda asing tersebut dan mencegah
dilakukannya tracheostomy. Sampai pada akhir abad ke-19 metode ini diterima
secara medis sebagai alat untuk mengeluarkan benda asing. Teknik-teknik ini
terus dikembangkan Killian sehingga indikasi bronkoskopi makin meluas.
Sebagai hasil dari inovasi dan pengembangan bronkoskopi di seluruh dunia,
Killian secara umum dikenal sebagai Bapak Bronkoskopi.
Pada akhir abad ke-19, Chevalier Jackson, seorang laryngologist di Philadelphia,
mengembangkan minat pada endoskopi, dan mulai mengembangkan tabung
endoskopi. Pada tahun 1904, Jackson merubah bronkoskopi kaku, dengan
menambah ocular langsung, tabung suction dan ujung distal untuk pencahayaan
atau iluminasi. Jackson terus merancang dan membuat endoskopi baru serta alatalat tambahan untuk menyempurnakan teknik-teknik baru untuk evakuasi atau

pengeluaran benda asing. Ia juga mengembangkan dan menekankan pentingnya


prosedur untuk protokol keselamatan selama tindakan yang dilakukan dan teknik
ini masih digunakan sampai sekarang. Pada tahun 1907 Jackson menerbitkan
buku monumentalnya yang berjudul Tracheobronchoscopy, Esophagology dan
Bronchoscopy. Jackson memahami pentingnya program-program pelatihan
endoskopi, dan mengajarkan kursus instruksional bronchoesophagology. Dia
dianggap sebagai Bapak Bronchoesophagology Amerika. Pada tahun 1950-an,
perkembangan teknologi untuk fiber optic endoskopi mulai berkembang. Sampai
dengan pertengahan tahun 1960-an, bronkoskopi rigid banyak digunakan oleh ahli
bedah. Pada tahun 1966 Shigeto Ikeda memperkenalkan bronkoskopi fleksibel
(FB) dengan teknologi pencitraan serat optik. Hal ini merupakan revolusi dalam
bidang bronkoskopi. Kemampuan untuk flexi distal ujung bronkoskopi
memungkinkan bronchoscopist (operator bronkoskopi) untuk mencapai ke hampir
semua bagian dari saluran nafas yang lebih kecil dari pohon tracheobronchial
(segmen bronkus atau saluran udara lebih kecil). Sejak diperkenalkan
penggunaannya pada tahun 1960-an oleh Shigeto Ikeda, bronkoskopi serat optik
telah meningkat kegunaannya, dengan kurang lebih 500.000 prosedur telah
dilakukan di USA setiap tahunnya. FOB telah menjadi prosedur yang tetap oleh
ahli paru dan juga sebagai alat diagnostik bagi ahli bedah toraks, anestesi dan juga
intensivist.
3. JENIS BRONKOSKOPI
Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam
bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku (Rigid) dan Bronkoskopi Serat Optik
Lentur (BSOL).
A.BRONKOSKOPI KAKU (RIGID)
Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat
dari bahan stainless steel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi
untuk dewasa biasanya berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 913,5 mm, tebal dinding bronkoskop berkisar 2-3 mm. Bronkoskopi rigid
biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Tindakan

ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang


operasi. Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi
saluran nafas besar dimana dengan FOB tidak dapat dilakukan. Indikasi
umum lainnya adalah:

Mengontrol dan penanganan batuk darah massif


Mengeluarkan benda asing dari saluran trakeobronkial
Penanganan stenosis saluran nafas
Penanganan obstruksi saluran nafas akibat neoplasma
Pemasangan sten bronkus
Laser bronkoskopi

Gambar 1. Bronkoskopi kaku (rigid).


B.BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR (BSOL)
Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic
Bronchoscopy (FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
pada kelainan yang dijumpai di paru-paru, dan berkembang sebagai suatu
prosedur diagnostik invasif paru.

Gambar 2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL).


FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan
saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan
untuk mendapatkan sampel dahak ataupun jaringan. Biasanya 55 cm dari
total panjang tabung FOB mengandung serat optik yang memancarkan
cahaya. Ujung distal FOB memiliki sumber cahaya yang dapat
memperbesar 120o dari 100o lapangan pandang yang diproyeksikan ke
layar video atau kamera.
Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk
melihat sudut 160o-180o keatas dan 100o-130o ke bawah. Hal ini
memungkinkan bronchoscopist FOB untuk melihat ke segmen yang lebih
kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus
utama, dan juga ke depan belakang (anterior dan superior).
4. INDIKASI
Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan diagnosis,
sebagai terapeutik serta pre operatif/post operasi.
Yang termasuk indikasi diagnostik bronkoskopi antara lain:

Batuk
Batuk darah
Mengi dan stridor
Gambaran foto toraks yang abnormal
Pemeriksaan Bronchoalveolar lavage (BAL)
Lymphadenopathy atau massa intrabronkial pada intra toraks
Karsinoma bronkus

Ada bukti sitologi atau masih tersangka


Penentuan derajat karsinoma bronkus
Follow up karsinoma bronkus

Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi antara lain:

Dahak yang tertahan, gumpalan mukus


Benda asing pada trakeobronkial
Pemasangan stent pada trakeobronkial
Dilatasi bronkus dengan menggunakan balon
Kista pada mediastinum
Kista pada bronkus
Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi
Brachytherapy
Laser therapy
Abses paru
Trauma dada
Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)

5. KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi tindakan bronkoskopi terdiri dari kontra indikasi absolut dan
relatif. Yang termasuk kontra indikasi absolut: 10

Penderita kurang kooperatif


Keterampilan operator kurang
Fasilitas kurang memadai
Angina yang tidak stabil
Aritmia yang tidak terkontrol
Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen

Yang termasuk kontra indikasi relatif antara lain :

Asma berat
Hiperkarbia berat
Koagulopati yang serius
Bulla emfisema berat
Obstruksi trakea
High Positive end-expiratory pressure

6. KEAMANAN DAN KOMPLIKASI


Pada umumnya FOB mempunyai batas keamanan yang tinggi dengan angka
mortaliti 0-0,4 % dengan komplikasi mayor (perdarahan pada waktu dilakukan
biopsi, depresi pernafasan, henti jantung, aritmia, dan pneumotoraks) < 1 % pada
waktu tindakan bronkoskopi. Komplikasi ringan seperti kesulitan bernafas,
demam, sakit tenggorokan. Disamping komplikasi yang dapat terjadi pada saat

premedikasi, selama tindakan dan sesudah bronkoskopi, juga dapat terjadi


sekuele. Pada umumnya sekuele ini terjadi akibat adanya tindakan tambahan pada
saat bronkoskopi. Sekuele tersebut dapat berupa jaringan parut atau polypous
granulatin setelah tindakan biopsi.
7. PERSIAPAN BRONKOSKOPI
Dalam survei yang dilakukan American College of Chest Physician (ACCP) pada
umumnya dilakukan prosedur sebelum tindakan bronkoskopi berupa foto toraks,
faal hemostasis, juga dilakukan EKG (Ecocardiography), analisa gas darah,
elektrolit dan spirometri. Evaluasi jantung dilakukan pada penderita dengan
penyakit koroner yang akan dilakukan bronkoskopi, karena penyakit ini dapat
meningkatkan resiko pada saat bronkoskopi.
Disamping pemeriksaan tersebut yang juga penting untuk dipersiapkan adalah
yang berkaitan dengan penderita. Persiapan yang harus dilakukan terhadap
penderita adalah:
1.Informasi yang berkaitan dengan riwayat penyakit sebelumnya, penyakit
sekarang, kondisi fisik dan mental penderita dan riwayat reaksi alergi
terhadap obat yang akan digunakan untuk tindakan bronkoskopi.
2.Memberikan informasi kepada penderita tentang tahapan yang akan
dilakukan mulai dari persiapan bronkoskopi sampai pasca bronkoskopi,
termasuk puasa sebagai persiapan sebelum bronkoskopi yang dilakukan
sekitar 8 jam untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung, penjelasan
tentang tindakan anestesi yang dilakukan dan efek anestesi yang dirasakan
penderita, puasa setelah menjalani tindakan bronkoskopi.
3.Menandatangani informed consent untuk tindakan yang akan dilakukan.
4.Melakukan evaluasi sebelum bronkoskopi untuk mengklasifikasikan
berdasarkan kondisi fisik penderita. Berhubungan dengan kondisi fisik
penderita American Association of Anesthesiologysts (ASA) membuat
klasifikasi sebagai berikut :
ASA I

: Penderita dengan kondisi fisik normal.

ASA II

: Penderita dengan penyakit sistemik ringan.

ASA III

: Penderita dengan penyakit sistemik yang berat dengan


keterbatasan aktifitas.

ASA IV

: Penderita dengan penyakit yang tergantung dengan obatobatan agar dapat bertahan.

ASA V

: Penderita dengan kondisi yang gawat dengan


prediksi tidak akan bertahan hidup dalam 24 jam
dengan atau tanpa bronkoskopi.

Selain persiapan pada penderita juga dilakukan persiapan fasilitas penunjang,


berupa:
Ruangan:

Broncoscopy suite
Ruangan persiapan, ruangan tindakan, ruangan pemulihan,

ruangan desinfeksi alat


Bronkoskopi:
o Kelengkapan televisi, video, foto
o Kelengkapan alat diagnostik dan terapi
Sarana penunjang:
o Oksigen, mesin penghisap lendir (suction).
o Alat pemantau EKG, oksimeter denyut
o Nebulizer
o Resusitator
o Jet ventilation

8. MEDIKASI SEBELUM BRONKOSKOPI


Medikasi diberikan sebelum dilakukan bronkoskopi untuk keamanan dan
keberhasilan prosedur bronkoskopi. Umumnya anti sedatif ringan diberikan 30
menit sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan. Selama prosedur, anestesi topikal
diberikan pada saluran nafas serta sedatif dan analgetik tambahan diberi untuk
mengatasi dan mengurangi kecemasan, nyeri serta batuk.
Antisialagogues diguna untuk mengurangi sekresi, munurunkan respon vasovagal
juga untuk meningkatkan efikasi anestesi topikal. Efek samping yang mungkin
timbul pada pemberian antisialagogues berupa takikardi, hipotensi, aritmia,
retensi urin, glukoma dan penurunan motilitas saluran cerna. Tidak ada data akurat
menunjukkan efikasi pemberian antisialagogues dan tidak selalu diberikan karena
efek sampingnya. Operator umumnya menggunakan kombinasi medikasi
benzodiazepine, opiate narkotik, antisialagogue dan antihistmin umumnya

digunakan secara individual untuk menimbulkan efek amnesia, anxiolysis,


penurunan refleks batuk dan analgesia pada saluran nafas. Obat dengan onset
cepat, masa paruh pendek dan efek samping yang minimal selalu digunakan.
Benzodiazepin biasanya diberikan untuk menimbulkan efek amnesia dan
anxiolysis. Midazolam IV diberi karena onset cepat dan masa paruhnya pendek.
Bolus 0.5-2.0 mg diberi 2-5 menit sampai efek sedasi diperoleh. Lorazepam juga
digunakan sebelum dilakukan tindakan dengan batas keamanan lebih baik
disebabkan retrograde amnesia yang ditimbul oleh midazolam. Flumanezil,
inhibitor kompetetif GABA diguna sebagai antidotum benzodiazepine. Digunakan
untuk mengatasi overdosis benzodiazepine. Mempunyai masa paruh yang pendek.
Opiat menurunkan refleks laryng dan batuk serta sebagai anxiolysis. Dapat
menimbulkan nausea dan disphoria. Fentanyl IV dalam bolus 25-50 mg diguna 25 menit sebelum dilakukan bronkoskopi. Meperidine digunakan sebelum prosedur
bronkoskopi karena metaboliknya aktif dengan masa paruh panjang tetapi
peningkatan resiko kejang dan tidak disarankan untuk selalumdigunakan.
Naloxone digunakan sebagai antidotum untuk sedasi narkotik dengan efek
inhibitor kompetitif. Durasinya lebih pendek dibanding narkotik dan justru
digunakan untuk mengatasi overdosis opiat narkotik.
Anestesi topikal pada traktus aerogigestive atas, area glottis dan bronkial dapat
diperoleh dengan aplikasi lidokain, benzocaine tetracaine dan kokain. Lidokain
paling banyak dipakai karena onset cepat durasi pendek dan efek terapeutik lebar.
Safety margin pada dosis < 7 mg/kg.
9. TINDAKAN BRONKOSKOPI
Sebelum memulai tindakan bronkoskopi, dilakukan pemantauan tekanan darah,
detak jantung, frekwensi pernafasan, denyut nadi oksimetri (oksigen saturasi).
Penderita harus diberikan suplemen oksigen selama dan setelah tindakan
bronkoskopi.
Ada tiga cara untuk melakukan FOB, yaitu melalui hidung (trans nasal), mulut
(trans oral) atau melalui tabung endotrakeal (ETT). Elastisitas FOB
memungkinkan bronkoskop melewati hidung, tenggorokan posterior, pita suara,
trakea, karina membagi bronkus utama kanan dan kiri. Kemudian FOB masuk ke

bronkus dan segmen yang lebih kecil kanan dan kiri paru. Karina dan semua
segmen pada trakeobronkial divisualisasikan pada layar video bronkoskopi.
Karina dinilai ketajamannya. Subsegmen paru dinilai posisi, tekstur, warna,
ukuran dan patency. Mukosa bronkial juga diperiksa apakah ada infiltrasi,
peradangan dan sekresi.
Setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan, penderita dipantau tanda-tanda
vital seperi tekanan darah, denyut nadi, serta penderita tidak boleh mengkonsumsi
apapun sampai dua jam setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan. Batuk
dengan sedikit darah, sakit tenggorokan dan ketidaknyamanan karena alergi
terhadap obat yang diberikan selama prosedur biasa dijumpai setelah tindakan
bronkoskopi. Hal ini akan hilang setelah dua jam prosedur bronkoskopi selesai
dilakukan.
10. KRITERIA PENAMPAKAN GAMBARAN BRONKOSKOPI
Pada saat melakukan bronkoskopi, ada beberapa keadaan yang dapat dijumpai,
seperti:
1.Normal
Dimana pada saat dilakukan bronkoskopi tidak dijumpai kelainan pada
mukosa ataupun cabang-cabang bronkus.

Gambar 3. Skema percabangan utama trakeobronkial

2.Inflamasi
Gambaran inflamasi dapat menyeluruh (misalnya bronkitis kronis)
ataupun lokal (akibat benda asing). Inflamasi dapat terjadi secara akut
(misalnya radang paru yang berhubungan dengan segmental) maupun
kronis (misalnya tuberkulosis).

Gambar 4. Menunjukkan perubahan akibat inflamasi bronkitis kronis


Perubahan peradangan meliputi :
Hiperemis dan peningkatan vaskularisasi dari mukosa (berwarna gelap
atau merah muda atau bahkan merah). Mukosa bronkus normal berupa
palepink atau berwarna merah kuning.
Pembengkakan (swelling).
Pada peradangan ringan, tampak sedikit pinggir dari karina tumpul dan
buram atau kehilangan kontur sehingga tulang rawan bronkial menonjol.
Pada peradangan yang parah terjadi penyempitan mukosa.
Sekresi
Mukosa yang normal hanya sedikit menghasilkan lendir yang berguna
untuk pembersihan. Pada waktu peradangan, sekresi menjadi banyak dan
sifat sangat bervariasi, misalnya mukoid, tebal dan mukus yang kental
(bronkitis kronis), Mukus berupa plague (asma), pus/nanah (infeksi berat).
Perubahan terlokalisir (localized changes)
Reaksi lokal dapat dijumpai pada kelainan seperti pneumonia, abses paru,
TBC, aspirasi benda asing, bronkiektasis, karsinoma, dan lain lain.

Ascociated changes
Terutama terlihat pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK),
dimana dijumpai submukosa atrofi, hipertrofi pada dinding membran
bronkiol.

Gambar 5. Menunjukkan penonjolan dinding trakea kanan oleh


karena tekanan ekstrinsik.
Tuberkulosis
Dijumpai

peradangan

pada

endobronkial,

distorsi

pada

lumen

trakea/bronkus yang disebabkan limfadenofati ekstrabronkial.

Gambar 6. Menunjukkan perubahan inflamasi tuberkulosis dengan serangkaian


sekresi terlihat pada batang utama bronkus kanan.
3.Tumor

Gambaran bronkoskopi pada tumor atau pembesaran kelenjar getah bening


atau metastasis dapat dijumpai tiga perubahan utama :

Distorsi anatomi oleh karena adanya tekanan eksternal pada trakeo


bronkial, biasanya disebabkan oleh limfadenopati sekunder berupa
pelebaran sudut karina, pembengkakan pada dinding trakea/bronkus

utama.
Keterlibatan dari dinding bronkial dengan distorsi lokal atau ulserasi

dari mukosa pada sebagian atau seluruh lumina.


Pertumbuhan intraluminer mungkin merupakan awal dari intralumen
itu sendiri, dijumpai pelebaran atau ruptur dari kelenjar limfe sekunder
melalui dinding bronkial. Pertumbuhan intralumen bisa menutup
lumen secara total atau parsial.

Gambar 7. Menunjukkan fungating tumor di sebelah kiri batang utama bronkus.


Tabel 1. Karakteristik Gambaran Bronkoskopi Tumor.
Tumor

Karakteristik Bronkoskopi

Karsinoma

Berlobus/nekrotik, berwarna putih/krem,


permukaan mukosa tampak penonjolan pembuluh
darah (engorged)

Karsinoid
Berwarna merah cherry, bulat, mudah
berdarah
Kondromata

Halus, permukaan pucat, konsistensi kasar

4.Miscellaneous

Perdarahan bronkial

Dalam beberapa kasus batuk darah (hemoptisis), pemeriksaan bronkoskopi


memberikan gambaran normal. Pada perdarahan yang masif dilakukan
pembersihan dari trakeobronkial dengan normal salin untuk membantu
menemukan sumber perdarahan.
Benda asing
Benda asing sering menyebabkan peradangan lokal, bahkan menyebabkan
infeksi yang luas dan kerusakan pada bronkial dan jaringan paru distal.
Benda asing dapat menghasilkan sekresi purulen.

Sarcoidosis
Tampak dua gambaran utama,yaitu :
1. Pembesaran kelenjar getah bening, karina dan subkarina melebar
dan distorsi trakeobronkial.
2. Perubahan bentuk mukosa trakeobronkial, hiperemis dan sekresi
yang meningkat.

Perubahan radiasi
Perubahan mengikuti pola umum: segera, reaksi peradangan akut,
selanjutnya penyusutan atau hilangnya tumor dengan berkurangnya
peradangan, mukosa pucat dan kontraktif jaringan parut setelah
beberapa bulan dan terjadi fibrosis pada daerah yang terkena.

Trauma trakea
Dijumpai fraktur pada dinding trakea atau bronkus.

Fistula Bronkopleura
Merupakan sekunder dari empiema, abses paru, pecahnya kista paru,
pneumotoraks, trauma atau pasca operasi. Pada gambaran bronkoskopi
tampak gelembung udara, waktu sekresi tampak gerakan pernafasan.

Amiloidosis
Jarang terjadi, dinding bronkial berwarna kuning/abu-abu yang
menyerupai gambaran carsinomatous infiltratif.

11. PENGAMBILAN SPESIMEN


Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilakukan berbagai teknik pengambilan
spesimen untuk dilakukan pemeriksaan sitologi ataupun histopatologi yang sangat
penting untuk membantu menegakkan diagnosis. Spesimen dapat diambil dengan
cara, seperti:
1. Bilasan bronkus (bronchial washing)
Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-cabangnya dengan bantuan
kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop. Bilasan bronkus
dilakukan dengan menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan
melalui saluran yang ada pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai
kelainan dan disedot kembali. Jumlah cairan yang dialirkan 3-5 ml dan dapat
diulang beberapa kali. Sekret yang diperoleh dilakukanpemeriksaan sitologi
cairan bronkus.
2. Sikatan bronkus (bronchial brushing)
Spesimen diperoleh dengan menggunakan kateter, sikat dan jarum, sampel
yang didapat selanjutnya diperiksa secara histologi.

Gambar 8. Aksesori prosedur sikatan bronkus, TBNA dan biopsi forsep.


3.Bronchoalveolar Lavage (BAL)
BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak pada ujung
saluran nafas (alveolus). Cairan salin atau ringer dimasukkan ke ujung
scope bronkoskop kemudian disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali
sampai didapat sampel 100-300 ml untuk mendapatkan material yang
cukup dari alveolus. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi dan sitologi.

4.Biopsi endobronkial
Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan forcep, dimana ujung dari
bronkoskop dekat dengan bidang visual lesi. Sampel yang didapat
dilakukan pemeriksaan histologi.
5.Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA merupakan tindakan invasif minimal yang bertujuan untuk
menegakkan diagnosis dan stage bronchogenik carcinoma dengan cara
mengambil sampel kelenjar limfe mediastinum dengan menggunakan
jarum

atau

forcep.

Ini

merupakan

tindakan

biopsi

menembus

trakeobronkus dengan jarum atau forcep menembus lesi/kelainan yang


menekan trakeobronkial (trakea, bronkus utama, karina dan karina dua).
TBNA juga dapat digunakan untuk mengambil sampel perifer, submukosa
dan endobronkial. American Thoracic Society (ATS) membuat suatu
sistem pemetaan untuk mengetahui lokasi kelenjar

lymph.Untuk

mengambil sampel pada tempat yang letaknya perifer, TBNA dilakukan


dengan panduan fluroskopi untuk menentukan lokasinya.

Gambar 9. Maping Sistem Kelenjar Limfe

6.Biopsi paru transbronkial


Ini merupakan cara yang paling aman untuk mendapatkan biopsi dari parenkim
paru.Prosedur ini sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.
7.Biopsi lesi perifer
Tindakan ini dilakukan dibawah anestesi umum dengan menggunakan instrument
fibrescope yang halus.

Anda mungkin juga menyukai