Anda di halaman 1dari 27

Presentasi Kasus Bedah

Appendiksitis Akut

Pendamping
dr. Kemalasari
Disusun Oleh
dr. Gede Ketut Alit Satria Nugraha

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DEPARTEMEN KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG
RSUD AMBARAWA
2014

LAPORAN KASUS APPENDICITIS AKUT


Topik

: Bedah

Kasus

: Appendiksitis Akut

Oleh

: dr. Gede Ketut Alit Satria Nugraha

Pendamping

: dr. Kemalasari

Tanggal Diskusi : Maret 2014


Objektif

: Bedah

Deskripsi

: Seorang wanita umur 16 tahun datang dengan keluhan nyeri perut


kanan bawah sejak 1 hari yang lalu

Tujuan

: Mampu mengidentifikasi dan melakukan pengelolaan pada kasus


Appendicitis Akut

Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka dan Kasus


Cara Membahas : Diskusi

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah
katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial
dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu
daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior
kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar
dibagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada
apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika
superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus.
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya
berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks
ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut
ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup
oleh peritoneum viserale.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks

berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.


Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia
itu.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis
pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene). Apendiks menghasilkan
lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

Gambar 1. Anatomi Appendix

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti


a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis

berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilicus.

B. Definisi dan Klasifikasi Apendisitis


Apendisitis adalah radang pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah etiologi tersering inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen serta merupakan sebuah kegawatdaruratan abdomen (Smeltzer, 2001).
Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun. Apendisitis
adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian
cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik.
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium.
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat

2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

C. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

D. Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan

pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat


dalam makanan yang rendah.
Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan
muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal.
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
terjadi.

E. Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di
sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat

pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya


perforasi.
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulangulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.

F. Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk
mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah
demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,
diduga sudah terjadi perforasi.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler
abses.

Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.


Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,
dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran
kanan bawah. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri
tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci
diagnosis.
Nyeri lepas timbul karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan
dalam di titik Mc. Burney. Defans muskuler karena rangsangan m. Rektus
abdominis. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh
adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut
menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak

terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)
akan terdapat nyeri pada jam 9-12 .
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado,
yaitu:

G. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan
jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan
penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita,
pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET
(kehamilan diluar kandungan).
Pemeriksaan

radiologi

berupa

foto

barium

usus

buntu

(Appendicogram) dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya


kotoran

(skibala)

didalam

lumen

usus

buntu.

Pemeriksaan

USG

(Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam menegakkan adanya


peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah rongga panggul.

Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan


diagnosis apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan
hanya dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak
dan orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah
biasanya lebih agresif dalam bertindak.

H. Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, seperti:
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
apendisitis akut.
2. Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
3. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut
lebih difus.
4. Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan
pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan
mungkin terjadi syok hipovolemik

5. Kista ovarium terpuntir


Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa
dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok
rectal.
6. Endometriosis ovarium eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena
tidak ada jalan keluar.
7. Urolitiasis pielum/ ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
8. Penyakit saluran cerna lainnya
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti
divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis
akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon,
demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.

I. Tata Laksana
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah
meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya
(operasi appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa
antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus
agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi
dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik

konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit
perut kanan bawah di atas daerah apendiks
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk
kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa
nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara
bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang
dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan
appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih
lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut
diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah
sentimeter sehingga secara kosmetik lebih baik

J. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,
sekum, dan letak usus halus.
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian.
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka,

abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula
tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.

K. Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan
tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda
atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan
lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien,
kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus,
komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga
perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan
secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu
akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara
benar.

II. PRESENTASI KASUS


I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Nn. P

Umur

: 16 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Kupang 03/04 Ambarawa

Pekerjaan

: Siswa SMP

Tanggal Masuk

: 20 Desember 2013

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)


A. Keluhan Utama

: Nyeri perut bagian kanan bawah

B. Keluhan Tambahan

: Perut terasa panas, mual, muntah, tidak bisa kentut


dan buang air besar

C. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri perut
bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan semakin memberat sejak satu hari
yang lalu. Dua hari sebelum rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri di ulu
hati lalu menjalar ke seluruh perut. Setelah itu beberapa waktu kemudian
pasien merasa nyeri berpusat pada perut bagian kanan bawah. Nyeri
dirasakan pasien seperti nyeri tertusuk-tusuk. Selain adanya nyeri perut
bagian kanan bawah, pasien juga mengeluh mengalami kesulitan buang air
besar.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh keluhan nyeri
perutnya semakin memberat. Pasien mengaku hanya mengeluarkan kotoran
sedikit saat buang air besar. Pasien tidak merasakan adanya lendir, darah
atau gatal pada anus. Pasien juga merasakan perutnya kembung dan tidak
bisa kentut. Pasien menyatakan tidak ada masalah buang air kecil. Selain
itu, pasien juga mengeluh mual muntah =. Pasien merasakan muntah hanya
berisi air liurnya. Pasien menyatakan keluhan tersebut tidak berhubungan
dengan siklus menstruasinya dikarenakan pasien telah menstruasi 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit.

Pasien tiga bulan sebelum masuk rumah sakit merasakan keluhan


kesulitan buang air besar dan mual muntah dikarenakan ia mempunyai
kebiasaan makan kurang serat baik sayuran maupun buah-buahan. Selain itu,
pasien cenderung setiap hari mengkonsumsi makanan pedas sehingga
menganggap keluhan itu dikarenakan kebiasaan tersebut. Pasien menyangkal
mengalami keluhan susah atau nyeri ketika BAK.
D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan yang sama disangkal

Riwayat penyakit maag disangkal


- Riwayat penyakit tumor disangkal

Riwayat penyakit kuning disangkal

Riwayat penyakit hernia disangkal

Riwayat gangguan buang air kecil disangkal

Riwayat gangguan buang air besar disangkal

Riwayat operasi disangkal

Riwayat mondok di rumah sakit disangkal


E. Riwayat Pemyakit Keluarga

- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal


III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Vital Sign

: Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 72 x/menit

Suhu (Aksila)

: 36 C

Pernafasan

: 22 x/menit

A. Status Generalis
- Kulit

: Warna sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor


cukup, tidak tampak bekas operasi.

- Kepala

: Simetris, normal, rambut hitam, distribusi merata, tidak


mudah dicabut, tidak tampak jejas trauma dan kelainan
kongenital, tidak tampak bekas operasi

- Muka

: Simetris, tidak tampak ada jejas trauma, tidak tampak


ada kelainan kongenital

- Mata

: Pupil

bulat

isokor

dengan

diameter

3mm/3mm

Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada,


terdapat reflek cahaya pada kedua mata.
- Hidung

: Discharge tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada,


deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada

- Mulut/Gigi

: Bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries


tidak ada, faring tidak hiperemis, tonsil T0-T0

- Telinga

: Simetris, discharge tidak ada, tidak ada kelainan


kongenital

Pemeriksaan Leher
- Inspeksi

: Deviasi trakea tidak ada

- Palpasi

: Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran

Pemeriksaan Thorax
- Jantung
Inspeksi

: Simetris, ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba tak kuat angkat

Perkusi

: Batas atas kiri

: ICS II LPS sinistra

Batas atas kanan

: ICS II LPS dextra

Batas bawah kiri

: ICS V LMC sinistra

Batas bawah kanan : ICS IV LPS dextra


Auskultasi

: S1 > S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak


ada

- Paru
Inspeksi

: Dinding dada simetris pada saat statis dan


dinamis, retraksi tidak ada, ketinggalan gerak
dada tidak ada

Palpasi

: Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri,


ketinggalan gerak tidak ada, massa tidak ada

Perkusi

: Sonor kedua lapang paru

Auskultasi

: Suara dasar: vesikuler kanan dan kiri


Suara tambahan tidak didapatkan

- Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: Perut tidak membuncit, venektasi tidak ada,


sikatrik tidak ada, tidak tampak massa, tidak
tampak bekas jejas trauma, gambaran gerak usus
tidak ada.

Auskultasi

: Terdengar suara bising usus normal

Palpasi

: Terdapat nyeri tekan pada daerah Mc. Burney,


hepar dan lien tidak teraba, defans muskular tidak
ada, tidak teraba massa, ballotemen tidak ada,
buli-buli tidak teraba.

Perkusi

: timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok


sudut costovertebra tidak ada.

- Pemeriksaan RT
Tonus Sfingter Ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa licin,
nodul tidak ada, massa tidak ada, nyeri tekan pada jam 10-11. Setelah
pemeriksaan, terdapat feses kuning di sarung tangan, dan tidak terdapat
lendir dan darah.
- Pemeriksaan Ekstremitas
I

: Trophy : eutrophy

Pa

: KM : 5 5

Gerak involunter ( - )

Tonus

N N

5 5
Pe

: Reflek Fisiologis

N N
+

Reflek Patologis

B. Status Lokalis
Regio Illiaca Dextra :

Inspeksi

Auskultasi :

Perkusi

Tidak tampak benjolan, tidak ada luka bekas operasi.


Terdengar peningkatan peristaltik usus

:Pekak pada perut bagian kanan bawah


Palpasi

Supel, terdapat nyeri tekan

pada daerah Mc.Burney, terdapat tanda Rovsign positif,


terdapat tanda Blumberg positif, terdapat tanda Psoas
positif dan tanda Obturator positif.
IV.

RESUME
A. Anamnesis
-

Pasien perempuan usia 16 tahun

Nyeri perut bagian kanan bawah sejak 1 hari yang lalu

Nyeri berawal dari seluruh perut lalu pasien merasa nyeri berpusat
pada perut bagian kanan bawah

Sulit Buang Air Besar (BAB), perut kembung dan tidak bisa kentut
sejak 2 hari yang lalu

Mual dan muntah sejak 1 hari yang lalu

Kurang diet tinggi serat

Gemar mengkonsumsi makanan pedas

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Vital Sign

: Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 76 x/menit

Suhu

: 36 C

Pernafasan

: 22 x/menit

Pemeriksaan RT
Tonus Sfingter Ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa licin,
nodul tidak ada, massa tidak ada, nyeri tekan pada jam 10-11. Setelah

pemeriksaan, terdapat feses kuning kecoklatan di sarung tangan dan


tidak terdapat lendir dan darah.
C. Status Lokalis
Regio Illiaca Dextra :
Inspeksi

Tidak tampak benjolan, tidak ada luka bekas operasi.

Auskultasi :

Terdengar peningkatan peristaltik usus

Perkusi

Pekak pada perut bagian kanan bawah

Palpasi :

Supel, terdapat nyeri tekan pada titik

Mc.Burney, terdapat tanda Rovsign positif, terdapat


tanda Blumberg positif, terdapat tanda Psoas positif.
V.

DIAGNOSA KERJA
Abdominal Pain et causa Suspek Apendiksitis Akut

VI. DIAGNOSIS BANDING


Ileitis Terminal
Pelvic Inflammatory Disease
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap : Hb, Leukosit, Hematokrit, Eritrosit, Trombosit, MCV,
MCH, MCHC, RDW, MPV, Hitung Jenis Leukosit, PT, APTT, GDS,
Pemeriksaan Fungsi Hepar : SGOT dan SGPT
2. Pemeriksaan USG Abdomen
VIII. PENATALAKSANAAN
Operatif
Appendiktomi
IX.

PROGNOSIS
Dubia et bonam

X. FOLLOW UP BANGSAL
Tanggal
20 Des
2013

Subjektif
Nyeri perut kanan
bawah

Objektif
Ku/kes :
Sedang/
Compos
Mentis

Assesment and
Planning
Ass :
Abdominal Pain
Curiga Appendiksitis
Akut

GCS :
E4M6V5 = 15

Planning :
IVFD RL 20 tpm
VS : TD:
Inj. Cefazolin 2x1gr
100/80
(Skin Test)
N : 76 x/` Inj. Ketorolac
RR : 18
3x30mg
x/
Inj. Ranitidin 2 x 50
T:
mg
36,4C
Diet TKTP
Cek Lab Cito Pro
Psoas Sign +
Appendiktomi
Mc Burney
Sign +
Hasil Lab
Darah Rutin :
Leukositosis
Hasil USG :
Appendiksitis
Akut
21 Des
2013

Nyeri di bekas
operasi
berkurang, Kentut
(+),
BAB (+) BAK (+)
DC

Ku/kes :
Sedang/
Compos
Mentis
GCS :
E4M6V5 = 15

Ass :
Post Appendiktomi
H1

Planning :
IVFD RL 20 tpm
IVFD RL 20 tpm
VS : TD:
Inj. Cefazolin 2x1gr
120/70
(Skin Test)
N : 80 x/` Inj. Ketorolac
RR : 20
3x30mg
x/
Inj. Ranitidin 2 x 50

T:
36,8C

mg
Diet TKTP

Abdomen :
Bising usus
(+) normal
Luka Bekas
Operasi : Pus
(-)
22 Des
2013

Nyeri di bekas
operasi
berkurang,
Kentut (+),
BAB (+) BAK (+)
DC

Ku/kes :
Sedang/
Compos
Mentis

Ass :
Post Appendiktomi
H2

Planning :
GCS :
IVFD RL 20 tpm
E4M6V5 = 15 Inj. Cefazolin 2x1gr
(Skin Test)
VS : TD:
Inj. Ketorolac
110/80
3x30mg
N : 72 x/` Inj. Ranitidin 2 x 50
RR : 16
mg
x/
Diet TKTP
T:
Ganti Balut
36,5C
Luka Bekas
Operasi : Pus
(-)

23 Des
2013

Nyeri di bekas
operasi minimal,
Kentut (+),
BAB (+) BAK (+)
DC

Ku/kes :
Sedang/
Compos
Mentis
GCS :
E4M6V5 = 15

Ass :
Post Appendiktomi
H3

Planning :
IVFD RL 20 tpm
Inj. Cefazolin 2x1gr
VS : TD:
(Skin Test)
110/80
Inj. Ketorolac
N : 80 x/` 3x30mg
RR : 16
Inj. Ranitidin 2 x 50
x/
mg
T:
Diet TKTP
AFF DC
36,8C

Luka Bekas
Operasi : Pus
(-)
24 Des
2013

Nyeri di bekas
operasi minimal,
Kentut (+),
BAB (+) BAK (+)

Ku/kes :
Baik/ Compos
Mentis

Ass :
Post Appendiktomi
H4

GCS :
E4M6V5 = 15

Planning :
IVFD RL 20 tpm
VS : TD:
Inj. Cefazolin 2x1gr
120/70
(Skin Test)
N : 80 x/` Inj. Ketorolac
RR : 16
3x30mg
x/
Inj. Ranitidin 2 x 50
T:
mg
Diet TKTP
36,9C
Luka Bekas
Operasi : Pus
(-)

25 Des
2013

Nyeri di bekas
operasi minimal,
Kentut (+),
BAB (+) BAK (+)

Ku/kes :
Baik/ Compos
Mentis
GCS :
E4M6V5 = 15

Ass :
Post Appendiktomi
H5

Planning :
Aff Infus
VS : TD:
BLPL
130/70
p.o Cefixime 2x1
N : 76 x/` p.o Ketoprofen 3x1
RR : 18
p.o Curcuma 3x1
x/
Diet TKTP
T:
Ganti Balut
Kontrol Poli Bedah
36,4C
Luka Bekas
Operasi : Pus
(-)

III. PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini pasien didiagnosis Apendiksitis Akut. Pasien
didiagnosis apendiksitis akut karena berdasar anamnesis pasien mengeluh nyeri
perut kanan bawah. Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan
nyeri perut bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan semakin memberat sejak satu
hari yang lalu. Awalnya, dua hari yang lalu pasien mengeluhkan nyeri di ulu hati
lalu menjalar ke seluruh perut. Setelah itu beberapa waktu kemudian pasien
merasa nyeri berpusat pada perut bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan pasien
seperti nyeri tertusuk-tusuk.

Selain adanya nyeri perut bagian kanan bawah, pasien juga mengeluh
mengalami kesulitan buang air besar sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengaku
hanya mengeluarkan kotoran sedikit saat buang air besar. Pasien tidak merasakan
adanya lendir, darah atau gatal pada anus. Pasien juga merasakan perutnya
kembung dan tidak bisa kentut. Pasien menyatakan tidak ada masalah buang air
kecil. Selain itu, pasien juga mengeluh mual muntah sejak 1 hari yang lalu.
Pasien merasakan muntah hanya berisi air liurnya. Pasien menyatakan keluhan
tersebut tidak berhubungan dengan siklus menstruasinya dikarenakan pasien telah
menstruasi 2 minggu sebelum keluhan ini dirasakan.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan menunjukkan tanda-tanda rangsang
apendiksitis, seperti Mc Burney Pain, Psoas Sign, Obturator sign menunjukkan
kemungkinan terjadinya apendikstis terjadi sangat besar. Penanganan utama dari
apendiksitis akut adalah dengan dilakukan operasi Appendiktomi. Operasi
dilakukan cito di Instalasi Bedah Central.
Pada hari pertama pasien dirawat post dilakukan apependiktomi, obat yang
diberikan adalah cefazolin, ketorolac, dan ranitidin Hari selanjutnya perawatan
dilanjutkan dengan terapi yang sama dan dievaluasi hasil operasi. Pasien tidak
mengalami keluhan berarti post operasi. Pasien pada hari ke-V sudah
diperbolehkan pulang dan dapat kontrol rawat jalan.
Medikamentosa yang diberikan untuk pasien ini adalah operasi dan obatobatan lain simtomatis. Obat yang diberikan untuk pasien ini adalah infus RL,
cefazolin, ranitidin, ketorolac. Antibiotik yang digunakan adalah cefazolin karena
merupakan antibiotik spektrum luas. Pasien mendapatkan terapi ranitidin karena
pasien sedang mengalami stress, sehingga terjadi peningkatan asam lambung.
Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja
histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam

lambung. Ketorolac berfungsi sebagai analgetik, terutama untuk pasien post


operasi. Pada pasien ini, ketorolac digunakan setelah operasi selesai.
Hasil dari penanganan pasien ini selama lima hari sangat memuaskan.
Outcome yang bagus timbul karena penanganan yang tepat cepat dan dukungan
dari pasien dan keluarga pasien yang banyak berperan dalam kesembuhan pasien.
Pasien disarankan untuk kontrol rawat jalan di Poli Bedah, tiga hari setelah
diperbolehkan pulang dari ruang rawat inap.

DAFTAR PUSTAKA
Andersson N, Griffiths H, Murphy J, et al. Is appendicitis familial? Br Med J 1979
Sep 22; 2: 697e8.
Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May;
215: 337e48.
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of Surgery. 9th
Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
Puylaert JB, Rutgers PH, Lalisang RI, et al. A prospective study
ofultrasonography in the diagnosis of appendicitis. N Engl J Med 1987
Sep 10; 317: 666e9.
Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in
adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81.
Syamsuhidayat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai