Appendiksitis Akut
Pendamping
dr. Kemalasari
Disusun Oleh
dr. Gede Ketut Alit Satria Nugraha
: Bedah
Kasus
: Appendiksitis Akut
Oleh
Pendamping
: dr. Kemalasari
: Bedah
Deskripsi
Tujuan
I. TINJAUAN PUSTAKA
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilicus.
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
C. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
D. Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
E. Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di
sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
F. Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk
mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah
demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,
diduga sudah terjadi perforasi.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler
abses.
terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)
akan terdapat nyeri pada jam 9-12 .
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado,
yaitu:
G. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan
jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan
penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita,
pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET
(kehamilan diluar kandungan).
Pemeriksaan
radiologi
berupa
foto
barium
usus
buntu
(skibala)
didalam
lumen
usus
buntu.
Pemeriksaan
USG
H. Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, seperti:
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
apendisitis akut.
2. Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
3. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut
lebih difus.
4. Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan
pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan
mungkin terjadi syok hipovolemik
I. Tata Laksana
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah
meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya
(operasi appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa
antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus
agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi
dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik
konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit
perut kanan bawah di atas daerah apendiks
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk
kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa
nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara
bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang
dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan
appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih
lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut
diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah
sentimeter sehingga secara kosmetik lebih baik
J. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,
sekum, dan letak usus halus.
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian.
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka,
abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula
tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.
K. Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan
tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda
atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan
lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien,
kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus,
komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga
perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan
secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu
akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara
benar.
: Nn. P
Umur
: 16 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Pekerjaan
: Siswa SMP
Tanggal Masuk
: 20 Desember 2013
B. Keluhan Tambahan
: Sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Vital Sign
: Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 72 x/menit
Suhu (Aksila)
: 36 C
Pernafasan
: 22 x/menit
A. Status Generalis
- Kulit
- Kepala
- Muka
- Mata
: Pupil
bulat
isokor
dengan
diameter
3mm/3mm
- Mulut/Gigi
- Telinga
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi
- Palpasi
Pemeriksaan Thorax
- Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
- Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
- Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
- Pemeriksaan RT
Tonus Sfingter Ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa licin,
nodul tidak ada, massa tidak ada, nyeri tekan pada jam 10-11. Setelah
pemeriksaan, terdapat feses kuning di sarung tangan, dan tidak terdapat
lendir dan darah.
- Pemeriksaan Ekstremitas
I
: Trophy : eutrophy
Pa
: KM : 5 5
Gerak involunter ( - )
Tonus
N N
5 5
Pe
: Reflek Fisiologis
N N
+
Reflek Patologis
B. Status Lokalis
Regio Illiaca Dextra :
Inspeksi
Auskultasi :
Perkusi
RESUME
A. Anamnesis
-
Nyeri berawal dari seluruh perut lalu pasien merasa nyeri berpusat
pada perut bagian kanan bawah
Sulit Buang Air Besar (BAB), perut kembung dan tidak bisa kentut
sejak 2 hari yang lalu
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Vital Sign
: Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 76 x/menit
Suhu
: 36 C
Pernafasan
: 22 x/menit
Pemeriksaan RT
Tonus Sfingter Ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa licin,
nodul tidak ada, massa tidak ada, nyeri tekan pada jam 10-11. Setelah
Auskultasi :
Perkusi
Palpasi :
DIAGNOSA KERJA
Abdominal Pain et causa Suspek Apendiksitis Akut
PROGNOSIS
Dubia et bonam
X. FOLLOW UP BANGSAL
Tanggal
20 Des
2013
Subjektif
Nyeri perut kanan
bawah
Objektif
Ku/kes :
Sedang/
Compos
Mentis
Assesment and
Planning
Ass :
Abdominal Pain
Curiga Appendiksitis
Akut
GCS :
E4M6V5 = 15
Planning :
IVFD RL 20 tpm
VS : TD:
Inj. Cefazolin 2x1gr
100/80
(Skin Test)
N : 76 x/` Inj. Ketorolac
RR : 18
3x30mg
x/
Inj. Ranitidin 2 x 50
T:
mg
36,4C
Diet TKTP
Cek Lab Cito Pro
Psoas Sign +
Appendiktomi
Mc Burney
Sign +
Hasil Lab
Darah Rutin :
Leukositosis
Hasil USG :
Appendiksitis
Akut
21 Des
2013
Nyeri di bekas
operasi
berkurang, Kentut
(+),
BAB (+) BAK (+)
DC
Ku/kes :
Sedang/
Compos
Mentis
GCS :
E4M6V5 = 15
Ass :
Post Appendiktomi
H1
Planning :
IVFD RL 20 tpm
IVFD RL 20 tpm
VS : TD:
Inj. Cefazolin 2x1gr
120/70
(Skin Test)
N : 80 x/` Inj. Ketorolac
RR : 20
3x30mg
x/
Inj. Ranitidin 2 x 50
T:
36,8C
mg
Diet TKTP
Abdomen :
Bising usus
(+) normal
Luka Bekas
Operasi : Pus
(-)
22 Des
2013
Nyeri di bekas
operasi
berkurang,
Kentut (+),
BAB (+) BAK (+)
DC
Ku/kes :
Sedang/
Compos
Mentis
Ass :
Post Appendiktomi
H2
Planning :
GCS :
IVFD RL 20 tpm
E4M6V5 = 15 Inj. Cefazolin 2x1gr
(Skin Test)
VS : TD:
Inj. Ketorolac
110/80
3x30mg
N : 72 x/` Inj. Ranitidin 2 x 50
RR : 16
mg
x/
Diet TKTP
T:
Ganti Balut
36,5C
Luka Bekas
Operasi : Pus
(-)
23 Des
2013
Nyeri di bekas
operasi minimal,
Kentut (+),
BAB (+) BAK (+)
DC
Ku/kes :
Sedang/
Compos
Mentis
GCS :
E4M6V5 = 15
Ass :
Post Appendiktomi
H3
Planning :
IVFD RL 20 tpm
Inj. Cefazolin 2x1gr
VS : TD:
(Skin Test)
110/80
Inj. Ketorolac
N : 80 x/` 3x30mg
RR : 16
Inj. Ranitidin 2 x 50
x/
mg
T:
Diet TKTP
AFF DC
36,8C
Luka Bekas
Operasi : Pus
(-)
24 Des
2013
Nyeri di bekas
operasi minimal,
Kentut (+),
BAB (+) BAK (+)
Ku/kes :
Baik/ Compos
Mentis
Ass :
Post Appendiktomi
H4
GCS :
E4M6V5 = 15
Planning :
IVFD RL 20 tpm
VS : TD:
Inj. Cefazolin 2x1gr
120/70
(Skin Test)
N : 80 x/` Inj. Ketorolac
RR : 16
3x30mg
x/
Inj. Ranitidin 2 x 50
T:
mg
Diet TKTP
36,9C
Luka Bekas
Operasi : Pus
(-)
25 Des
2013
Nyeri di bekas
operasi minimal,
Kentut (+),
BAB (+) BAK (+)
Ku/kes :
Baik/ Compos
Mentis
GCS :
E4M6V5 = 15
Ass :
Post Appendiktomi
H5
Planning :
Aff Infus
VS : TD:
BLPL
130/70
p.o Cefixime 2x1
N : 76 x/` p.o Ketoprofen 3x1
RR : 18
p.o Curcuma 3x1
x/
Diet TKTP
T:
Ganti Balut
Kontrol Poli Bedah
36,4C
Luka Bekas
Operasi : Pus
(-)
III. PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini pasien didiagnosis Apendiksitis Akut. Pasien
didiagnosis apendiksitis akut karena berdasar anamnesis pasien mengeluh nyeri
perut kanan bawah. Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan
nyeri perut bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan semakin memberat sejak satu
hari yang lalu. Awalnya, dua hari yang lalu pasien mengeluhkan nyeri di ulu hati
lalu menjalar ke seluruh perut. Setelah itu beberapa waktu kemudian pasien
merasa nyeri berpusat pada perut bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan pasien
seperti nyeri tertusuk-tusuk.
Selain adanya nyeri perut bagian kanan bawah, pasien juga mengeluh
mengalami kesulitan buang air besar sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengaku
hanya mengeluarkan kotoran sedikit saat buang air besar. Pasien tidak merasakan
adanya lendir, darah atau gatal pada anus. Pasien juga merasakan perutnya
kembung dan tidak bisa kentut. Pasien menyatakan tidak ada masalah buang air
kecil. Selain itu, pasien juga mengeluh mual muntah sejak 1 hari yang lalu.
Pasien merasakan muntah hanya berisi air liurnya. Pasien menyatakan keluhan
tersebut tidak berhubungan dengan siklus menstruasinya dikarenakan pasien telah
menstruasi 2 minggu sebelum keluhan ini dirasakan.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan menunjukkan tanda-tanda rangsang
apendiksitis, seperti Mc Burney Pain, Psoas Sign, Obturator sign menunjukkan
kemungkinan terjadinya apendikstis terjadi sangat besar. Penanganan utama dari
apendiksitis akut adalah dengan dilakukan operasi Appendiktomi. Operasi
dilakukan cito di Instalasi Bedah Central.
Pada hari pertama pasien dirawat post dilakukan apependiktomi, obat yang
diberikan adalah cefazolin, ketorolac, dan ranitidin Hari selanjutnya perawatan
dilanjutkan dengan terapi yang sama dan dievaluasi hasil operasi. Pasien tidak
mengalami keluhan berarti post operasi. Pasien pada hari ke-V sudah
diperbolehkan pulang dan dapat kontrol rawat jalan.
Medikamentosa yang diberikan untuk pasien ini adalah operasi dan obatobatan lain simtomatis. Obat yang diberikan untuk pasien ini adalah infus RL,
cefazolin, ranitidin, ketorolac. Antibiotik yang digunakan adalah cefazolin karena
merupakan antibiotik spektrum luas. Pasien mendapatkan terapi ranitidin karena
pasien sedang mengalami stress, sehingga terjadi peningkatan asam lambung.
Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja
histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam
DAFTAR PUSTAKA
Andersson N, Griffiths H, Murphy J, et al. Is appendicitis familial? Br Med J 1979
Sep 22; 2: 697e8.
Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May;
215: 337e48.
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of Surgery. 9th
Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
Puylaert JB, Rutgers PH, Lalisang RI, et al. A prospective study
ofultrasonography in the diagnosis of appendicitis. N Engl J Med 1987
Sep 10; 317: 666e9.
Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in
adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81.
Syamsuhidayat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta