PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Sindroma koroner akut merupakan sindroma klinis akibat adanya penyumbatan
pembuluh darah koroner baik bersifat intermiten maupun menetap akibat rupturnya plak
atherosklerosis. Yang termasuk dalam kelompok tersebut adalah Angina Pektoris Unstable, Infak
Miokard baik dengan elevasi gelombang ST maupun tanpa elevasi gelombang ST.1
Penggabungan ke 3 hal tersebut dalam satu istilah Sindrom koroner akut, hal ini
didasarkan kesamaan dalam pathofisiologi, proses terjadinya arterosklerosis serta rupturnya plak
atherosklerosis yang menyebabkan trombosis intravaskular dan gangguan suplai darah miokard.
Ketiga keadaan tersebut merupakan keadaan kegawatan dalam kardiovaskuler yang memerlukan
tatalaksana yang baik untuk menghindari terjadinya kematian mendadak.1
Infark miokard merupakan salah satu diagnosa yang paling umum pada pasien yang
dirawat di rumah sakit di negara- negara barat. Di Amerika Serikat, kurang lebih 1,5 juta infark
miokard terjadi setiap tahunnya. Mortalitas karena infark akut kurang lebih 30 persen, dengan
lebih separuh dari kematian terjadi sebelum pasien / penderita masuk rumah sakit. Meskipun
harapan hidup sesudah perawatan di rumah sakit telah meningkat selama dua dekade terakhir,
tambahan 5 10 persen pasien yang selamat meninggal pada tahun pertama sesudah infark
miokard dan jumlah infark miokard setiap tahun di Amerika Serikat sebagian besar tetap tidak
berubah sejak awal tahun 1970-an. Resiko mortalitas berlebihan dan infark miokard non fatal
rekuren menetap pada pasien yang sembuh.2,3,4
Prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia semakin hari semakin meningkat dari
tahun ketahun. Survey Kesehatan Runah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992
menunjukkan bahwa penyakit tersebut telah menempati urutan pertama dalam penyebab
kematian di Indonesia. Di Amerika Serikat, karena upaya masyarakat, pelayanan kesehatan yang
baik dan peranan dari pemerintah dalam menanggulangi penyakit kardiovaskular angka kejadian
penyakit tersebut menurun, namun masih merupakan penyebab utama kematian. 2,3
1.2.
Epidemiologi
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk
Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang
diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering
pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita
setelah umur 65 tahun. 46 Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama
(20%) penduduk Amerika.2
Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk
umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian
akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin
meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang
dikumpulkan oleh Alkatiri diempat rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989),
ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar
antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit
jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%. 2,3
Dilaporkan bahwa setiap tahun terdapat 1,5 juta penderita infark miokard dan terjadi
kematian sejumlah 500.000 pasien pertahun. Ternyata 50 persen dari kematian tersebut justru
terjadi sebelum penderita sampai di rumah sakit,yang terjadi pada jam-jam pertama serangan
akibat komplikasi infark miokard akut terutama fibrilasi ventrikel (VF).2,3,4
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGIS KARDIOVASKULAR
ventrikel, atrium, katup trikuspid, dan mitral. Salah satu perluasan penting dari kerangka jantung
ke dalam ventrikel adalah terbentuknya septum interventrikuler pars membranasea. Bagian
septum ini juga meluas dan berhubungan dengan daun septal katup trikuspid dan sebagian
dinding atrium kanan. 5,6,7
Anatomi dalam, jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta
ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.5,6,7
Katup jantung terdiri atas 4 yaitu katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan
dengan ventrikel kanan, katup mitral atau bikuspid yang memisahkan antara atrium kiri dengan
ventrikel kiri serta dua katup semilunar yaitu katup pulmonal dan katup aorta. Katup pulmonal
adalah katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Katup aorta adalah
katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta. 5,6,7
2.1.1. Atrium Kanan
Darah vena mengalir kedalam jantung melalui vena kava superior dan inferior masuk ke
dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Kemudian selama fase diastol
darah dalam atrium kanan akan mengalir ke dalam ventrikel kanan melewati katup trikuspid. 5,6,7
Secara anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding dengan ventrikel kanan
atau atrium kiri. Pada bagian antero-superior atrium kanan terdapat lekukan ruang atau kantung
berbentuk daun telinga disebut aurikel. Permukaan endokardium atrium kanan tidak sama, pada
posterior dan septal licin dan rata, tetapi daerah lateral dan aurikel permukaannya kasar dan
tersusun dari serabut serabut otot yang berjalan paralel yang disebut otot pektinatus. Tebal ratarata dinding atrium kanan adalah 2 mm. 5,6,7
Kedua vena kava bermuara pada tempat yang berbeda, vena kava superior bermuara
pada dinding supero posterior, sedangkan vena kava inferior bermuara pada infero-latero
posterior. Pada vena kava inferior terdapat katup rudimenter yang disebut katup Eustachii.
Septum interatrial terletak pada postero-inferior dinding media atrium kanan. Pada pertengahan
septum terdapat lekukan dangkal yang berbentuk lonjong yang disebut fosa ovalis, yang
mempunyai lipatan tetap dibagian anterior dan disebut dengan limbus fosa ovalis. Sinus
koronarius, yang memampung darah vena dari dinding jantung dan bermuara pada atrium kanan,
terletak antara vena kava inferior dan katup trikuspid. Pada muara sinus koroner terdapat lipatan
jaringan ikat rudimenter yang disebut katup Thebessi. Pada atrium kanan juga terdapat nodus
4
sumber listrik jantung yaitu nodus sino-atrial, terletak pada pinggir lateral pertemuan antara vena
kava superior dan aurikel, tepat dibawah sulkus terminalis. Sedangkan nodus atrium-ventrikular
(AV nodes) terletak pada antero-medial di bawah katup trikuspid. 5,6,7
2.1.2. Ventrikel Kanan
Letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat dibawah manubrum
sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel kiri dan di medial atrium
kiri. Perbedaan bentuk kedua ventrikel dapat dilihat pada potongan melintang. Ventrikel kanan
berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, berdinding tipis dengan tebal 4 5 mm, hal ini
berguna untuk menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darak
ke dalam arterial pulmonal. Sirkulasi paru merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah
dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel kanan, dibandingkan
tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari ventrikel kiri. Oleh karena itu, beban
kerja ventrikel kanan jauh lebih ringan dari ventrikel kiri. Akibatnya tebal dinding ventrikel
kanan hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel kiri. 5,6,7
Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar.
Ruang alur masuk ventrikel kanan ( right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katup trikuspid,
trabekula anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur keluar ventrikel kanan
(right ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak dibagian
superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau conus arteriosus. Alur masuk dan alur
keluar dipisahkan oleh krista supraventrikuler yang terletak tepat di atas daun katup trikuspid.
Katub trunkus pulmonalis melindungi ostium trunkus pulmonalis dan terdiri dari tiga katup
semilunaris dibentuk oleh lipatan endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa. 5,6,7
2.1.3. Atrium Kiri
Menerima darah teroksigenisasi dari empat vena pulmonal yang bermuara pada dinding
postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena kanan dan kiri. Letak atrium
kiri adalah di posterior-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar tembus dada
tidak tampak. Tebal dindingnya 3 mm, sedikit lebih tebal daripada dinding atrium kanan.
Endokardiumnya licin dan otot pektinatum hanya ada pada aurikelnya. 5,6,7
ejeksi ventrikel , tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta
dan pulmoner sehingga katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan
dipompa ke seluruh tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat
di ventrikel disebut End Systolic Volume. 8,9,10
Dua bunyi jantung utama dalam keadaan normal dapat didengar dengan stetoskop
selama siklus jantung. Bunyi jantung pertama bernada rendah, lunak, dan relatif lama-sering
dikatakan terdengar seperti lub. Bunyi jantung kedua memiliki nada yang lebih tinggi, lebih
singkat dan tajam- sering dikatakan dengan terdengar seperti dup. Bunyi jantung pertama
berkaitan dengan penutupan katup AV , sedangkan bunyi katup kedua berkaitan dengan
penutupan katup semilunar. Pembukaan tidak menimbulkan bunyi apapun. Bunyi timbul karena
getaran yang terjadi di dinding ventrikel dan arteri arteri besar ketika katup menutup, bukan
oleh derik penutupan katup. Karena penutupan katup AV terjadi pada awal kontraksi ventrikel
ketika tekanan ventrikel pertama kali melebihi tekanan atrium, bunyi jantung pertama
menandakan awitan sistol ventrikel. Penutupan katup semilunaris terjadi pada awal relaksasi
ventrikel ketika tekanan ventrikel kiri dan kanan turun di bawah tekanan aorta dan arteri
pulmonalis. Dengan demikian bunyi jantung kedua menandakan permulaan diastol ventrikel. 8,9
2.2.2. Kontraksi Jantung
Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan oleh potensial aksi yang
menyebar melalui membran sel otot. Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat
potensial aksi yang ditimbulkan sendiri, suatu sifat yang dikenal dengan otoritmisitas. Terdapat
dua jenis khusus sel otot jantung yaitu 99% sel otot jantung kontraktil yang melakukan kerja
mekanis, yaitu memompa. Sel sel pekerja ini dalam keadaan normal tidak menghasilkan
sendiri potensial aksi. Sebaliknya, sebagian kecil sel sisanya adalah, sel otoritmik, tidak
berkontraksi tetapi mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang
bertanggungjawab untuk kontraksi sel sel pekerja. 11,12
Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel otoritmik.
Penyebab pergeseran potensial membran ke ambang masih belum diketahui. Secara umum
diperkirakan bahwa hal itu terjadi karena penurunan siklis fluks pasif K + keluar yang langsung
bersamaan dengan kebocoran lambat Na+ ke dalam. Di sel-sel otoritmik jantung, antara potensial
potensial aksi permeabilitas K+ tidak menetap seperti di sel saraf dan sel otot rangka.
11
Permeabilitas membran terhadap K+ menurun antara potensial potensial aksi, karena saluran K+
diinaktifkan, yang mengurangi aliran keluar ion kalium positif mengikuti penurunan gradien
konsentrasi mereka. Karena influks pasif Na+ dalam jumlah kecil tidak berubah, bagian dalam
secara bertahap mengalami depolarisasi dan bergeser ke arah ambang. Setelah ambang tercapai,
terjadi fase naik dari potensial aksi sebagai respon terhadap pengaktifan saluran Ca 2+ dan influks
Ca2+ kemudian fase ini berbeda dari otot rangka, dengan influks Na + bukan Ca2+ yang mengubah
potensial aksi ke arah positif. Fase turun disebabkan seperti biasanya, oleh efluks K + yang terjadi
karena terjadi peningkatan permeabilitas K+ akibat pengaktifan saluran K+. Setelah potensial aksi
usai, inaktivasi saluran saluran K+ ini akan mengawali depolarisasi berikutnya. Sel sel
jantung yang mampu mengalami otoritmisitas ditemukan pada nodus SA, nodus AV, berkas His
dan serat purkinje. 11,12
Kecepatan normal pembentukan potensial aksi di jaringan
otoritmik jantung
Jaringan
Nodus SA ( pemicu normal)
Nodus AV
Berkas His dan serat serat
purkinje
Sebuah potensial aksi yang dimulai di nodus SA pertama kali akan menyebar ke atrium
melalui jalur antar atrium dan jalur antar nodus lalu ke nodus AV. Karena konduksi nodus AV
lambat maka terjadi perlambatan sekitar 0,1 detik sebelum eksitasi menyebar ke ventrikel. Dari
nodus AV, potensial aksi akan diteruskan ke berkas His sebelah kiri lalu kanan dan terakhir
adalah ke sel purkinje. 11,12
Potensial aksi yang timbulkan di nodus SA akan menghasilkan gelombang depolarisasi
yang akan menyebar ke sel kontraktil melalui gap junction. 11,12
12
Kontraksi otot jantung dilihat dari segi biokimia, otot terdiri dari aktin, miosin, dan
tropomiosin. Aktin, G aktin monomerik menyusun protein otot sebanyak 25 % berdasarkan
beratnya. Pada kekuatan ion fisiologik dan dengan adanya ion Mg2+ akan membentuk F aktin.
Miosin turut menyusun 55 % protein otot berdasarkan berat dan bentuk filamen tebal. Miosin
merupakan heksamer asimetrik yang terdiri 1 pasang rantai berat dan 2 pasang rantai ringan.
Troponin ada 3 jenis yaitu troponin T yang terikat pada tropomiosin, troponin I yang
menghambat interaksi F aktin miosin dan troponin C yang mengikat kalsium. 11,12
Mekanisme kontraksi otot, adanya eksitasi pada miosit akan menyebabkan peningkatan
kadar Ca2+ di intraseluler.Eksitasi akan menyebabkan Ca 2+ msk dari ECM ke intrasel melalui L
type channels lalu Ca2+ tersebut akan berikatan dengan reseptor ryanodin- sensitive reseptor di
Sarkoplasmik retikulum dan akan dihasilkan lebih banyak lagi Ca 2+ ( CICR = Ca2+ induced
Ca2+ release). Kalsium yang masuk akan berikatan dengan troponin C dan dengan adanya energi
dari ATP akan menyebabkan kepala miosin lepas dari aktin dan dengan ATP berikutnya akan
menyebabkan terdorongnya aktin ke bagian dalam (M line). Proses ini terjadi berulang ulang
dan akhirnya terjadi kontraksi otot. 11,12
13
Sumber ATP untuk kontraksi berasal dari anaerob glikolisis, glikogenolisis, kreatin
fosfat, dan fosforilasi oksidatif. Sumber ATP pertama sekali adalah cadangan ATP, setelah itu
menggunakan kreatin fosfat diikuti dengan glikolisis anaerob, lalu glikolisis aerob dan akhirnya
lipolisis. 11,12
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah setiap satuan luas pada
pembuluh darah. Tekanan darah terdiri atas tekanan sistol dan diastol (telah dijabarkan diatas
tentang sistol dan diastol). Tekanan dipengaruhi oleh curah jantung dengan resistensi perifer.
Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh tiap tiap ventrikel per menit. Dua
faktor penentu curah jantung adalah kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Volume
sekuncup adalah volume darah yang dipompa per denyut. Peningkatan volume diastolik akhir
akan menyebabkan peningkatan volume sekuncup. Hal ini disebabkan oleh semakin besar
pengisian saat diastol, semakin besar volume diastolik akhir dan jantung akan semakin teregang.
Semakin teregang jantung, semakin meningkat panjang serat otot awal sebelum kontraksi.
Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat pada kontraksi jantung berikutnya dan
dengan demikian dihasilkan volume sekuncup yang lebih besar. Hubungan intrinsik antara
volume diastolik akhir dan volume sekuncup ini dikenal sebagai hukum Frank Starling pada
jantung. 8,9,10
15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Definisi
Menurut Brunner & Sudarth, Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya
jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
Menurut Rokhaeni, Infark miokardium adalah kematian sebagian otot jantung (miokard) secara
mendadak akibat terhentinya sirkulasi koroner yang ditandai dengan adanya sakit dada yang khas
lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat dan dengan pemberian antiangina. Menurut
Suyono, Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu. 13,14,15
Infark miokard akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang berkepanjangan
yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard. Iskemia sendiri
merupakan suatu keadaan transisi dan reversible pada miokard akibat ketidakseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan miokard akan aliran darah yang menyebabkan hipoksia miokard. Infark
miokardium adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung. Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa
gejala pendahuluan. 13,14,15
Berdasarkan gambaran EKG, Infark Miokard dibedakan menjadi infark miokard dengan
ST elevasi dan infark miokard tanpa ST elevasi. 16
3.2. Etiologi
Penyakit Jantung Koroner terjadi akibat penyumbatan sebagian atau total, satu atau
lebih pembuluh darah koroner. Akibat adanya penyumbatan ini, terjadi gangguan pasokan suplai
energi kimiawi ke otot jantung (miokard), sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan. 13,14,15
Intinya infark miokard akut terjadi jika suplai oksigen yang
kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung
tersebut. 13,14,15
16
17
2.
18
Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negative intraseluler dan
penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan
penyakit koroner aterosklerotik 14,17
Hipertensi sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak
langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu
hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada
akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung. 14,17
Obesitas dan dislipidemia
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang
rendah. 14,17
Kurang olahraga
Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit
jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.14,17
Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 24 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya
abnormalitas
metabolisme
lipid,
obesitas,
hipertensi
sistemik,
peningkatan
19
Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih
besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogen yang
bersifat protektive pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan
cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa menopause. 14,17
Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun
merupakan faktor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga
menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa
riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga
dekat. 14,17
Ras
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih
tinggi dibandingkan dengan penduduk lokal, sedangkan angka yang rendah terdapat
pada RAS apro-karibia. 14,17
Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan
bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air,
merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban. 14,17
Tipe kepribadian
Tipe kepribadian yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila
hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat
hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid. 14,17
Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki
terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara dll).
Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami
kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual. 14,17
20
3.4. Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterisklerotik yang sudah
ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, di mana injuri ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. 18,19
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu
lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung
yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. 18,19
Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner/coronary
artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk
dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplai darah dan oksigen
pada jantung). Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada
permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik
total maupun sebagian pada arteri koroner. 18,19
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian
otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung.
Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang rusak itu akan mulai mati. 18,19
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisure,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
thrombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner sehingga di mana
STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik. 18,19
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 merupakan vasokonstriktor lokal poten. Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoproein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor memiliki affinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut
seperti factor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul
21
multivalent yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara stimultan, menghasilkan ikatan
silang platelet dan agregasi. 18,19
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Factor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan
mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. 18,19
Pada sedikit kasus, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik. 18,19
22
23
Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral kiri
dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan
sepertiga septum intraventrikel posterior. 18,19
Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah
dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium
kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian
atrium kiri, dan permukaan diafragmatik ventrikel kiri. 18,19
Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan
disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa
disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan. 18,19
Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan
menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom
disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut
infark subendokardial. 18,19
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan
kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah infark).
Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut:
Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa faktor dibawah ini:
24
3.5. Patogenesis
25
26
arterosklerosis
nyeri
aktivitas
simpatik
cardiac work
cardiac efisiency
disritmia
Iskemi Miokardial
ATP
ion pump
Ca2+
ICE-related protease
activation
Aktivasi protease
Inaktivasi PARP
Kerusakan Membran
Fragmentasi DNA
nekrosis
apoptosis
nekrosis
Nyeri dada tipikal angina merupakan gejala cardinal pasien infark mikard akut,
sehingga harus bisa membedakan nyeri dada angina dengan nyeri dada lainnya.13
Sifat nyeri dada angina antara lain : 13
apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau daru luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang
berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko
seperti hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress, serta riwayat sakit jantung
koroner pada keluarga. 13,20,21
Pada beberapa penderita, sakit tertutupi oleh gejala lain misalnya sesak nafas atau
sinkop. Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hiperventilasi. Pada infark yang
tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
13,20,21
Biasanya penderita juga disertai gejala mual dan muntah. Hal ini disebabkan karena
peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada
infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
13,20,21
Termasuk gejala adanya palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan
gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas) 13,20,21
Kadang-kadang rasa sakit tidak jelas karena terjadinya infark waktu sedang dianestesi
atau waktu terjadinya sumbatan pembuluh darah otak. Jarang adanya infark betul-betul tanpa
rasa sakit. Bila sakit dada sudah dapat dikontrol, pasien dapat tanpa keluhan sama sekali sampai
28
pemulihan, tetapi pada sejumlah penderita dapat timbul berbagai penyulit. Berbagai penyulit
yang terpenting adalah aritmia, renjatan kardiogenik dan gagal jantung. 13,20,21
3.7. Pemeriksaan fisik
Pada fase awal serangan jantung, pasien amat pucat, stress, cemas, gelisah dan dapat
berkeringat dingin akibat perangsangan berlebih saraf parasimpatis. Keadaan umum penderita
membaik bila rasa sakit sudah dikendalikan dan sering sekali dalam beberapa jam penderita
terlihat baik. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang dibawah 380 C juga bisa timbul
setelah 12-24 jam pasca infark. 13,20,21
Volume dan laju denyut nadi bisa normal, tetapi pada kasus berat nadi menjadi kecil dan
cepat. Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat
dengan pemberian analgesic yang adekuat. Aritmia dan bradikardia juga sering dijumpai. Denyut
jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai
komplikasi dari infark. 13,20,21
Tekanan darah biasanya menurun selama beberapa jam atau hari dan pelan-pelan
kembali ke keadaan normal dalam dua atau tiga minggu, tetapi dapat menurun sampai terjadi
hipotensi berat atau syok kardiogenik. Jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat
dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
Kadang-kadang bisa juga terjadi hipertensi transien karena sakit dada yang hebat. Peningkatan
Tekanan darah moderat ini merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin. 13,20,21
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis biasanya normal atau sedikit
meningkat dan dapat juga meningkat sekali pada infark ventrikel kanan. Pulsasi apeks kordis
sulit diraba dan bunyi jantung pertama dan kedua melemah. Penurunan intensitas bunyi jantung
pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Bunyi jantung ke empat (S4) dapat
terdengar pada kebanyakan kasus sedangkan bunyi jantung ke tiga (S3) dapat ditemui bila terjadi
gagal jantung. 13,20,21
Sering terdengar bising pansistolik (murmur midsistolik atau late sistolik apical) yang
bersifat sementara di apeks yang disebabkan regurgitasi melalui katup mitral (disfungsi aparatus
katup mitral) akibat disfungsi muskulus papilaris atau sekunder karena hipertrofi ventrikel kiri.
Bising sistolik yang kasar disebabkan oleh rupture septum interventrikular terdengar di linea
sternalis kiri dan bila di apeks disebabkan oleh rupture muskulus papilaris. Gesekan pericardial
29
(pericardial friction rub) yang transien timbul pada 20% pasien, biasanya pada hari ke dua atau
ke tiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler. 13,20,21
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat gambaran
edema paru pada radiografi. Krepitasi juga sering terdengar dan bila krepitasinya luas ditemui
pada edema paru. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas,
biasanya anterior. 13,20,21
Kebanyakan gejala fisik yang abnormal di atas akan menghilang dalam waktu beberapa
hari setelah serangan infark akut kecuali pada penderita yang kerusakannya luas. 13,20,21
3.8. Pemeriksaan Penunjang
3.8.1. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit
sejak kedatangan di rumah sakit. Pemeriksaan EKG ini merupakan landasan dalam menentukan
keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi. Elevasi segmen ST ini
merupakan tanda paling awal dari infark miokardium dan menetap selama beberapa hari sampai
2 minggu. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tatapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau
pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST. 14,22
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan
perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan
menjauh dari
jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan
depresi ST. 14,22
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi
secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan
cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan
parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan
gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan
30
Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi segmen ST pada sadapan EKG, infark miokard
akut dibagi menjadi :
Dinding yang
dipengaruhi
Septal
Sadapan yang
menampilkan ST
elevasi
V1, V2
Sadapan yang
menampilkan depresi
segmen ST
-
LAD
Anterior
V3, V4
LAD
Anteroseptal
LAD
Anterolateral
LCA
Posterior
(biasanya V7, V8, V9
bersama
dengan
inferior atau lateral
tapi dapat juga berdiri
sendiri).
Ventrikel
kanan II, III, AVF, V1, V4R
(biasanya
berkaitan
dengan inferior)
LAD : Left anterior descending artery
I, AVL
II, III, AVF
V1, V2, V3, V4
I, AVL
RCA
32
33
Ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. 13,23
4. Mioglobin :
Dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. 13
5. Lactic Dehydrogenase (LDH) :
Meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari
dan kembali normal dalam 8-14 hari. 13
6. Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase (SGOT) :
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal. Dilepaskan oleh sel
otot miokard yang rusak atau mati. Sesudah infark, SGOT meningkat dalam waktu 12
jam dan mencapai puncaknya dalam 24 sampai 36 jam dan kembali normal pada hari ke
3 sampai hari ke 5. 13
7. Protein C-reaktif (CRP) :
Penanda biokimiawi pada cedera miokardium. 13
3.8.2.2. Elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi. 13
3.8.2.3. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi. 13
3.8.2.4. Kolesterol atau Trigliserida serum
Kolesterol atau trigliserida serum bila meningkat menunjukkan arteriosklerosis
sebagai penyebab IMA. 13
3.8.3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi tidak banyak menolong untuk menegakan diagnosis infark
miokard akut.
34
Walau demikian akan berguna bila ditemukan adanya bendungan pada paru (gagal jantung).
Kadang-kadang dapat dilihat adanya kardiomegali. 13
3.8.3.1. Rontgen Thorax
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga gagal jantung atau aneurisma
ventrikuler. 13
3.8.3.2. Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung
dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan
pada arteri koroner. Dokter memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menuju
jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi
koroner 13
Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada
aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang
melewati pembuluh darah dan jantung. Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri
koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan
angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadangkadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri
tetap terbuka. 13
3.8.3.3. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. 13
3.8.3.4. Pemeriksaan Radio Nuklir13
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi
atau luasnya infark miokard akut.
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik.
35
EKG
Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi
dalam jam-jam pertama pasca serangan. 13,24,25
Infus
Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberian obat-obatan dan nutrisi yang
diperlukan. Diberikan infuse Dextrose 5% untuk persiapan pemberian obat intravena. Pada
awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupan nutrisi lewat mulut
karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani
jantung. 13,24,25
Analgesik Kuat Morphin
Morphin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam
tatalaksana nyeri pada STEMI. Morphin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang
dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Morphin memiliki efek samping
mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat
gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin 25-50 mg intramuscular. 13,26
Obat Antiplatelet
Obat-obatan ini berguna dalam menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang
tidak diinginkan. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg. selanjutnya
aspirin diberikan oral dengan dosis 75-160 mg. Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap
aspirin dapat diganti dengan clopidogrel dengan dosis loading 300 mg dilanjutkan 75 mg/hari.
13,26
Beta Bloker
Obat-obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan bila pemberian morfin tidak berhasil dan juga
mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki
aritmia. 13,26
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan noncardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol). Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg intravena setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekunsi
jantung lebih dari 60 menit, tekanan darah sistolik lebih dari 100 mmHg, interval PR lebih
38
dari 0,24 detik dan ronkhi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis IV
terakhir, dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. 13,26
Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
ACE Inhibitors dapat diberikan 24-48 jam setelah infark miokard. Obat-obatan ini
menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat
digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung. ACE inhibitor menurunkan
kematian, terjadinya gagal jantung, dan menurunkan perubahan ventrikel setelah IMA. 101,9
Pada pasien hemodinamik stabil utamanya pada pasien dengan riwayat IMA, DM,
hipertensi, infark anterior (ditunjukkan oleh EKG), dan/tidak adanya disfungsi ventrikel kiri.
Misalnya captropil. 13,26
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien infark miokard menjadi
pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna. 13
Sasaran reperfusi pada pasien infark miokard adalah door to needle atau medical contact
to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to
balloon atau medical contact to balloon time untuk Percutaneous Coronary Intervention. 13
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi : 13
o
o
o
o
Fibrinolisis
Obat-obatan ini ditujukan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri
koroner sehingga memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah koroner, sehingga
referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi
fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk ( door to needle time < 30 menit).
39
Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa
macam obat fibronolitik antara lain : 13,26
o Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan oleh
streptokinase tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya dalam karena terbentuknya
antibody. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang
murah dan insidens pendarahan intracranial yang rendah. Diberikan dengan dosis 1,5
juta unit lebih dari 30-60 menit. 13,26
o Tissue Plasminogen Activator (t-PA, Altepase)
Menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang
mendapat tPA dibanding streptokinase. Namun tPa harganya lebih mahal daripada
streptokinase dan resiko pendarahan intracranial sedikit lebih tinggi. Dosis yang
diberikan 15 mg secara bolus, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (max 50 mg) lebih
dari 30 menit, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB (max 35 mg) lebih dari 1 jam. 13,26
o Reteplase (r-PA, Retavase)
Menunjukan efikasi dan keamanan sebanding dengan streptokinase dan tPA,
dengan dosis bolus lebih mudah 10 unit dia kali dengan interval 30 menit karena waktu
paruh yang lebih panjang. 13,26
o Tenekteplase (TNK-PA)
Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi
terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1) dan memiliki komplikasi pendarahan
yang sebanding dengan tPA. 13,26
Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang
selanjutnya melisiskan thrombus fibrin. 13,26
Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang dilibatkan
digambarkan dengan skala kualititatif sederhana disebut Thrombolysis in Myocardial
Infarction (TIMI) grading system : 13
o Grade 0 : menunjukkan oklusi total pada arteri yang terkena infark.
o Grade 1 : menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi tetapi
tanpa perfusi vaskuler distal.
40
o Grade 2 : menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal tetapi
dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
o Grade 3 : menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran
normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada arteri koroner
yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,
mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan
jangka panjang. 13
Terapi fibrinolitik dapat menurunkan resika relative kematian di rumah sakit sampai
50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala infark miokard dan manfaat ini
dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungan menit dan pasien yang mendapatkan terapi
dalam 1-3 jam onset gejala akan mendapatkan manfaat yang terbaik. Terapi masih bermanfaat
pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset gejala infark dan beberapa manfaat tampaknya
masih ada sampai 12 jam terutama jika nyeri dada masih ada dan segmen ST masih tetap
elevasi pada sadapan EKG yang beluim menunjukkan gelombang Q patologis. Jika
dibandingkan PCI pada infark miokard, fibrinolisis secara umum merupakan strategi reperfusi
yang lebih disukai pada pasien pada jam pertama gejala. 13
Indikasi terapi fibrinolitik : 13
o Klas I
a. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien infark
miokard dengan onset gejala kurang dari 12 jam dan elevasi ST lebih dari 0,1 mV
pada sekurang-kurangnya 2 sadapan ekstremitas.
b. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada infark miokard
dengan onset gejala kurang dari 12 jam dan LBBB baru.
o Klas II
a. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik
pada infark miokard dengan onset gejala kurang dari 12 jam dan EKG 12 sadapan
konsisten dengen infark miokard posterior.
b. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik
pada pasien dengan gejala infark miokard mulai kurang dari 12 jam sampai 24 jam
yang mengalami gejala iskemia yang terus berlanjut dan elevasi ST elevasi 0,1 mV
41
pada sekurang-kurangnya 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau sekurangkurangnya 2 sadapan ekstremitas.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik: 13
o
Kontraindikasi absolute
a. Setiap riwayat perdarahan cerebral
b. Terdapat lesi vascular cerebral structural (malformasi AV)
c. Terdapat neoplasma intracranial ganas
d. Stroke iskemik dalam 3 bulan terakhir kecuali stroke iskemik akut dalam 3 jam
e. Dicurigai diseksi aorta
f. Pendarahan aktif atau diathesis berdarah
g. Trauma fascial atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan terakhir.
Kontraindikasi relative 13
a. Riwayat hipertensi kronik berat tak terkendali.
b. Hipertensi berat tidak terkendali saat masuk (tekanan darah lebih dari 180/100
mmHg)
c. Riwayat stoke iskemik sebelumnya lebih dari 3 bulan, demensia atau diketahui
patologi intracranial yang tidak termasuk kontraindikasi.
d. Resusitasi jantung paru traumatic atau lama lebih dari 10 menit atau operasi besar
e.
f.
g.
h.
Obat antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada
arteri. Beberapa hari setelah serangan infark miokard, terdapat peningkatan resiko untuk
terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah. Tujuan
primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner
yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi infark. 13,26
Heparin dan Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan
segera setelah trombolitik dapat mempertahankan potensi dari arteri yang berhubungan
dengan infark. 13,26
42
Obat antikoagulan standar yang digunakan untuk praktek klinis adalah unfractionated
heparin (UFH). Pemberian UFH secara IV sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat
trombolitik spesifik fibrin relative, membantu trombolisis dan memantapkan dan
mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus
60 U/kg (maksimum 4000 U) dilanjutkan infuse inisial 12 U/kg per jam (maksimum 1000
U/jam). Activated partial thromboplastine time selama terapi pemeliharaan harus mencapai
1,5-2 kali. Antikoagulan relative pada pasien infark miokard adalah low molecular weight
heparin (LMWH) 13,26
Sedative
Pasien memerlukan sedative selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas
dengan penenang. Seperti diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg atau lorazepam 0,5-2 mg
diberikan 3-4 kali sehari. Bila pasien insomnia dapat ditambahkan flurazepam 15-30 mg. 13,26
Diet
Penderita dipuasakan atau hanya minum cair 8 jam pertama serangan kemudian diberikan
makanan lunak dengan komposisi mencakup lemak kurang dari 30% kalori total dan
kandungan kolesterol kurang dari 300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang
kaya akan serat kalium, magnesium dan rendah natrium. 13
Pencahar
Penggunaan pencahar secara teratur seperti dioctyl sodium sulfosuksinat 200mg/hari agar
tidak mengejan. 13,26
Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung, maka dapat
dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain
a. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang
tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya
dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian
balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya bagian
dalam arteri akan mengembalikan aliran darah. 13
Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang tersumbat
sehingga menjaganya tetap terbuka. Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan yang
mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri. 13
b. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
43
Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian
tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri
koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang
menuju sel-sel otot jantung. 13
3.12. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi setelah IMA meliputi :
Disfungsi ventrikular
Setelah infark, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark. Proses ini disebut remodeling ventricular
dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis da;am hitungan
bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark, ventrikel kiri mengalami dilatasi.
Secara kaut hasil ini berasal dari ekspansi infark antara lain slippage serat otot, disrupsi sel
miokard normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula
pemanjangan segmen non infark mengakibatkan penipisan yang disproposiaonal dan
elongasi zona infark. Dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata sehingga sering terjadi gagal
jantung.13,14
Gagal jantung.
Jika daerah otot jantung yang rusak meluas, kemampuan jantung untuk memompa
akan menurun. Darah hanya sedikit yang akan terpompa ke tubuh, khususnya ketika darah
yang dibutuhkan lebih banyak ketika melakukan aktivitas fisik. Gejala seperti napas
pendek, mudah lelah, dan edema paru dapat ditemukan. Gagal jantung yang ringan dapat
diatasi dengan pengobatan. Gagal jantung yang berat dapat mengancam hidup 13,14
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari
separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru
dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada.
Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan
temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat
disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi
44
sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi
kongesti paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan / diastolik. 13,14
Syok kardiogenik
Biasa syok kardiogenik terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang
menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel. 13,14
Infark ventrikel kanan
Pasien dengan infark inferoposterior menunjukkan sekurang-kurangnya nekrosis
ventrikel kanan derajat ringan. Inferk ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda
gagal ventrikel kanan yang berat sperti distensi vena jugularis, tanda kussmaul,
hepatomegali dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada sadapan EKG kanan
terutama sadapan V4R sering dijumpai dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel
kanan. 13,14
Aritmia pasca infark
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemia dan perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.
13,14
Definisi
Tidak ada tanda gagal jantung kongestif
Gagal jantung + S3 + ronkhi basah
Edema paru
Syok kardiogenik
Mortalitas (%)
6
17
30-40
60-80
BAB IV
46
KESIMPULAN
1. Infark Miokard Akut adalah oklusi koroner akut dengan iskemia yang berkepanjangan yang
pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard.
2. Faktor resiko infark miokard antara lain:
a. Penyakit jantung koroner
b. Hipertensi
c. Dislipidemia
d. Diabetes
e. Gaya hidup, seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik.
3. Berdasarkan perbedaan gejala dan tandanya, infark miokard akut dapat dibagi menjadi IMA
tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
4. Diagnosis ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik : nyeri dada khas angina
c. Elektrokardiogram : timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi
gelombang T.
d. Pemeriksaan laboratorium: CKMB, cTn, mioglobin, Ceratinin Kinase (CK) dan Lactic
dehydrogenase (LDH)
5. Obat Infark miokard akut yang umum digunakan biasanya berasal dari golongan:
a. Morfin
b. Nitroglycerin
c. Beta bloker
e. Antitrombotik
f. Antikoagulan
g. Inhibitor ACE
d. Antiplatelet
6. Untuk terapi pengobatan non farmakologis, penderita IMA seharusnya melakukan aktivitas
(berolahraga) dan pengaturan pola makan diet yaitu puasa atau hanya minum cair dengan
mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet lemak <30% kalori total dan kandungan kolesterol <300
mg/hari.
DAFTAR PUSTAKA
1.
47
2.
3.
4.
5.
6.
Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. hal. 102 112.
Oemar H. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah. Dalam: Rilantono L, Baraas F, Karo S,
7.
Roebiono P. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 1996. hal. 7-13.
Coughlin LD. Anatomi Sistem Kardiovaskular. Dalam: Price SA, Wilson L. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
8.
9.
20.
Beatricia I, Santoso S. Fisiologi jantung. Dalam: Laura Sherwood. Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. hal. 257 83.
10. Coughlin LD. Fisiologi Sistem Kardiovaskular. Dalam: Price SA, Wilson L. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006. hal. 530-45.
11. Bani AP, Sikumbang T. Otot dan Sitoskeleton. Dalam: Murray, Robert K, Daryl K. Biokimia
Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003. hal. 683-90.
12. Dany F. Otot Jantung. Dalam: Junqueira, Carlos L, Carneiro J. Histologi Dasar Teks dan
Atlas. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal. 196-97.
13. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. hal. 1615-1625.
14. Irmalita. Infark Miokard. Dalam: Rilantono L, Baraas F, Karo S, Roebiono P. Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 1996. hal. 173-84.
15. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiwulan W, editors. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius; 2000. hal. 434-59.
16. Harun S, Alwi I. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV.
48
49