Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar belakang
Sindroma koroner akut merupakan sindroma klinis akibat adanya penyumbatan

pembuluh darah koroner baik bersifat intermiten maupun menetap akibat rupturnya plak
atherosklerosis. Yang termasuk dalam kelompok tersebut adalah Angina Pektoris Unstable, Infak
Miokard baik dengan elevasi gelombang ST maupun tanpa elevasi gelombang ST.1
Penggabungan ke 3 hal tersebut dalam satu istilah Sindrom koroner akut, hal ini
didasarkan kesamaan dalam pathofisiologi, proses terjadinya arterosklerosis serta rupturnya plak
atherosklerosis yang menyebabkan trombosis intravaskular dan gangguan suplai darah miokard.
Ketiga keadaan tersebut merupakan keadaan kegawatan dalam kardiovaskuler yang memerlukan
tatalaksana yang baik untuk menghindari terjadinya kematian mendadak.1
Infark miokard merupakan salah satu diagnosa yang paling umum pada pasien yang
dirawat di rumah sakit di negara- negara barat. Di Amerika Serikat, kurang lebih 1,5 juta infark
miokard terjadi setiap tahunnya. Mortalitas karena infark akut kurang lebih 30 persen, dengan
lebih separuh dari kematian terjadi sebelum pasien / penderita masuk rumah sakit. Meskipun
harapan hidup sesudah perawatan di rumah sakit telah meningkat selama dua dekade terakhir,
tambahan 5 10 persen pasien yang selamat meninggal pada tahun pertama sesudah infark
miokard dan jumlah infark miokard setiap tahun di Amerika Serikat sebagian besar tetap tidak
berubah sejak awal tahun 1970-an. Resiko mortalitas berlebihan dan infark miokard non fatal
rekuren menetap pada pasien yang sembuh.2,3,4
Prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia semakin hari semakin meningkat dari
tahun ketahun. Survey Kesehatan Runah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992
menunjukkan bahwa penyakit tersebut telah menempati urutan pertama dalam penyebab
kematian di Indonesia. Di Amerika Serikat, karena upaya masyarakat, pelayanan kesehatan yang
baik dan peranan dari pemerintah dalam menanggulangi penyakit kardiovaskular angka kejadian
penyakit tersebut menurun, namun masih merupakan penyebab utama kematian. 2,3

1.2.

Epidemiologi
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk

Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang
diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering
pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita
setelah umur 65 tahun. 46 Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama
(20%) penduduk Amerika.2
Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk
umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian
akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin
meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang
dikumpulkan oleh Alkatiri diempat rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989),
ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar
antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit
jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%. 2,3
Dilaporkan bahwa setiap tahun terdapat 1,5 juta penderita infark miokard dan terjadi
kematian sejumlah 500.000 pasien pertahun. Ternyata 50 persen dari kematian tersebut justru
terjadi sebelum penderita sampai di rumah sakit,yang terjadi pada jam-jam pertama serangan
akibat komplikasi infark miokard akut terutama fibrilasi ventrikel (VF).2,3,4

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGIS KARDIOVASKULAR

2.1. ANATOMI JANTUNG


Jantung normal dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum medialis dan
sebagian tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan dibatasi oleh sternum dan iga 3, 4, dan 5.
Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis media sternum. Jantung terletak
diatas diafragma, miring ke depan kiri dan apeks kordis berada paling depan dari rongga dada.
Apeks kordis ini dapat diraba pada ruang sela iga 4 5 dekat garis medio klavikuler kiri. Batas
kranial dibentuk oleh aorta asendens, arteri pulmonal dan vena kava superior. 5,6,7
Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan anatomi dalam.
Pada anatomi luar, atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronarius yang mengelilingi
jantung. Pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri sirkumfleks setelah
dipercabangkan dari aorta. Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan oleh sulkus interventrikuler
anterior di sebelah depan, yang ditempati oleh arteri desendens anterior kiri, dan sulkus
interventrikularis posterior disebelah belakang, yang dilewati oleh arteri desendens posterior. 5,6,7
Perikardium, adalah jaringan ikat tebal yang membungkus jantung. Perikardium terdiri
dari 2 lapisan yaitu perikardium visceral (epikardium) dan perikardium parietal. Epikardium
meluas sampai beberapa sentimeter di atas pangkal aorta dan arteri pulmonal. Selanjutnya
jaringan ini akan berputar lekuk (releksi) menjadi perikardium parietal, sehingga terbentuk
ruang pemisah yang berisi cairan bening licin agar jantung mudah bergerak saat pemompaan
darah. 5,6,7
Kerangka jantung, jaringan ikat tersusun kompak pada bagian tengah jantung yang
merupakan tempat pijakan atau landasan ventrikel, atrium dan katup katup jantung. Bagian
tengah badan jaringan ikat tersebut disebut trigonum fibrosa dekstra, yang mengikat bagian
medial katup trikuspid, mitral, dan anulus aorta. Jaringan ikat padat ini meluas ke arah lateral kiri
membentuk trigonum fibrosa sinistra. Perluasan kedua trigonum tersebut melingkari katup
trikuspid dan mitral membentuk anuli fibrosa kordis sebagai tempat pertautan langsung otot

ventrikel, atrium, katup trikuspid, dan mitral. Salah satu perluasan penting dari kerangka jantung
ke dalam ventrikel adalah terbentuknya septum interventrikuler pars membranasea. Bagian
septum ini juga meluas dan berhubungan dengan daun septal katup trikuspid dan sebagian
dinding atrium kanan. 5,6,7
Anatomi dalam, jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta
ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.5,6,7
Katup jantung terdiri atas 4 yaitu katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan
dengan ventrikel kanan, katup mitral atau bikuspid yang memisahkan antara atrium kiri dengan
ventrikel kiri serta dua katup semilunar yaitu katup pulmonal dan katup aorta. Katup pulmonal
adalah katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Katup aorta adalah
katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta. 5,6,7
2.1.1. Atrium Kanan
Darah vena mengalir kedalam jantung melalui vena kava superior dan inferior masuk ke
dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Kemudian selama fase diastol
darah dalam atrium kanan akan mengalir ke dalam ventrikel kanan melewati katup trikuspid. 5,6,7
Secara anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding dengan ventrikel kanan
atau atrium kiri. Pada bagian antero-superior atrium kanan terdapat lekukan ruang atau kantung
berbentuk daun telinga disebut aurikel. Permukaan endokardium atrium kanan tidak sama, pada
posterior dan septal licin dan rata, tetapi daerah lateral dan aurikel permukaannya kasar dan
tersusun dari serabut serabut otot yang berjalan paralel yang disebut otot pektinatus. Tebal ratarata dinding atrium kanan adalah 2 mm. 5,6,7
Kedua vena kava bermuara pada tempat yang berbeda, vena kava superior bermuara
pada dinding supero posterior, sedangkan vena kava inferior bermuara pada infero-latero
posterior. Pada vena kava inferior terdapat katup rudimenter yang disebut katup Eustachii.
Septum interatrial terletak pada postero-inferior dinding media atrium kanan. Pada pertengahan
septum terdapat lekukan dangkal yang berbentuk lonjong yang disebut fosa ovalis, yang
mempunyai lipatan tetap dibagian anterior dan disebut dengan limbus fosa ovalis. Sinus
koronarius, yang memampung darah vena dari dinding jantung dan bermuara pada atrium kanan,
terletak antara vena kava inferior dan katup trikuspid. Pada muara sinus koroner terdapat lipatan
jaringan ikat rudimenter yang disebut katup Thebessi. Pada atrium kanan juga terdapat nodus
4

sumber listrik jantung yaitu nodus sino-atrial, terletak pada pinggir lateral pertemuan antara vena
kava superior dan aurikel, tepat dibawah sulkus terminalis. Sedangkan nodus atrium-ventrikular
(AV nodes) terletak pada antero-medial di bawah katup trikuspid. 5,6,7
2.1.2. Ventrikel Kanan
Letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat dibawah manubrum
sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel kiri dan di medial atrium
kiri. Perbedaan bentuk kedua ventrikel dapat dilihat pada potongan melintang. Ventrikel kanan
berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, berdinding tipis dengan tebal 4 5 mm, hal ini
berguna untuk menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darak
ke dalam arterial pulmonal. Sirkulasi paru merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah
dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel kanan, dibandingkan
tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari ventrikel kiri. Oleh karena itu, beban
kerja ventrikel kanan jauh lebih ringan dari ventrikel kiri. Akibatnya tebal dinding ventrikel
kanan hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel kiri. 5,6,7
Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar.
Ruang alur masuk ventrikel kanan ( right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katup trikuspid,
trabekula anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur keluar ventrikel kanan
(right ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak dibagian
superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau conus arteriosus. Alur masuk dan alur
keluar dipisahkan oleh krista supraventrikuler yang terletak tepat di atas daun katup trikuspid.
Katub trunkus pulmonalis melindungi ostium trunkus pulmonalis dan terdiri dari tiga katup
semilunaris dibentuk oleh lipatan endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa. 5,6,7
2.1.3. Atrium Kiri
Menerima darah teroksigenisasi dari empat vena pulmonal yang bermuara pada dinding
postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena kanan dan kiri. Letak atrium
kiri adalah di posterior-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar tembus dada
tidak tampak. Tebal dindingnya 3 mm, sedikit lebih tebal daripada dinding atrium kanan.
Endokardiumnya licin dan otot pektinatum hanya ada pada aurikelnya. 5,6,7

2.1.4. Ventrikel Kiri


Berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya mengarah ke antero-inferior
kiri menjadi apeks kordis. Dinding ventrikel kiri tiga kali lebih tebal dari dinding ventrikel kanan
(tekanan di ventrikel kiri enam kali lebih tinggi dari ventrikel kanan), karena ventrikel harus
menghasilkan tekanan yang tinggi untuk mengatasi tahanan sistemik dan mempertahankan aliran
darah ke perifer. Tebal dinding ventrikel kiri saat diastol adalah 8 12 mm. 5,6,7
Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium kiri melalui katup mitralis, yang melindungi
ostium atrioventrikulare. Terdiri dari dua cupis, cupis anterior dan cupis posterior. Cupis anterior
lebih besar dan terletak antara ostium atrioventrikuar dan ostium aorta. Ventrikel kiri
berhubungan dengan aorta melalui katup aorta, melindungi ostium aorta. Satu kupis terletak di
anterior (valva semilunaris dextra) dan dua kupis terletak di dinding posterior (valvula
semilunaris sinistra dan posterior). Di belakang setiap kupis dinding aorta menonjol membentuk
sinus aorta. Sinus aorta antrior merupakan tempat keluarnya arteri koroner kanan dan sinus
posterior sinistra tempat keluarnya arteri koroner kiri. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah
anulus mitral. 5,6,7
2.1.5. Vaskularisasi Jantung
Jantung mendapat vaskularisasi dari arterie coronaria dextra dan sinistra, yang berasal
dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae. Arteri coronaria dan percabangan utama terdapat
dipermukaan jantung, terletak di dalam jaring ikat subepicardial.5,6,7
Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan ke depan di antara
trunkus pulmonalis dan auricula dextra. Arteri ini berjalan turun hampir ventrikel di dalam sulcus
atrio-ventrikulare dextra. Cabang cabangnya antara lain : 5,6,7
1. Ramus coni sino arteriosis, mendarahi facies anterior conus pulmonalis (infundibulum
ventrikulare dexter) dan bagian atas dinding anterior ventrikulare dexter.
2. Ramus ventriculare anteriores, mendarahi fasies anterior ventrikulus dexter. Ramus
marginalis dextra adalah cabang yang terbesar dan berjalan sepanjang pinggir bawah fasies
kostalis untuk mencapai apex cordis.
3. Ramus ventrikulare posterrior mendarahi facies diaphragmatica ventrikulus dexter.
4. Ramus Interventrikulare posterior(desendens), berjalan menuju apeks pada sulkus
interventrikulare posterior. Memberikan cabang cabang ke ventrikulus dexter dan sinister
6

termasuk dinding inferiornya. Memberikan percabangan untuk bagian posterior septum


ventrikulare tetapi tidak untuk bagian apeks yang menerima pendarahan dari ramus
inventrikulus anterior arterria coronaria sinister. Sebuah cabang yang besar mendarahi nodus
atrioventrikularis.
5. Ramus atrialis, beberapa cabang mendarahi permukaan anterior dan lateral atrium dexter.
Atria nodus sinuatrialis mendarahi nodus dan atrium dextrum dan sinistra.
Arteria coronaria sinistra, lebih besar dibandingkan dengan arteria coronaria dextera,
mendarahi sebagian besar jantung, termasuk sebagian besar atrium kiri, ventrikel kiri dan septum
ventrikular. Arteri ini berasal dari posterior kiri sinus aorta ascendens dan berjalan ke depan di
antara trunkus pulmonalis dan aurikula sinister. Kemudian pembuluh ini berjalan di sulkus
atrioventrikularis dan bercabang dua menjadi ramus interventreikular anterior dan ramus
circumflexus : 5,6,7
1. Ramus interventrikularis (descendens) anterior, berjalan ke bawah di dalam sulcus
interventrikularis anterior menuju apex kordis. Pada kebanyakan orang pembuluh ini
kemudian berjalan di sekitar apeks cordis untuk masuk ke sulkus interventrikular posterior
dan beranastosis dengan cabang cabang terminal arteria coronaria dextra. Mempendarahi
anterior ventrikel kiri.
2. Ramus circumflexus, pembuluh ini melingkari pinggir kiri jantung di dalam sulkus
atrioventrikular. Ramus marginalis merupakan cabang yang terbesar mendarahi batas kiri
ventrikule sinistra dan turun sampai apeks kordis. Mempendarahi dinding lateral ventrikel
kiri.
2.1.6. Pembuluh Balik Jantung.
Sebagian besar darah dari jantung kembali ke artrium kanan melalui sinus coronaria,
yang terletak pada bagian posterior sulkus atrioventrikular dan merupakan lanjutan dari vena
cardiaca magna. Pembuluh ini bermuara ke atrium kanan sebelah kiri vena kava inferior; vena
cardiaca parva dan vena cardiac media merupakan cabang sinus coronarius. Sisanya dialikan ke
atrium kanan melalui vena ventrikuli dextri anterior dan melalui vena vena kecil yang langsung
bermuara ke ruang ruang jantung. 5,6,7

2.1.7. Persarafan Jantung


Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan parasimpatis
susunan saraf otonom melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arkus aorta. Saraf
simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale bagian atas truncus symphatikus, Serabut
serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan ventrikel termasuk pembuluh darah
koroner. Persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus. Saraf parasimpatis terutama
memberikan persarafan pada nodus sinoatrial, atrioventrikular dan serabut serabut otot atrium,
dapat pula menyebar ke ventrikel kiri. 5,6,7
Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis torakal atas,
yaitu torakal 3- 6, sebelum mencapai jantung akan melalui pleksus kardialis kemudian berakhir
pada ganglion servikalis superior, medial, atau inferior. Serabut simpatis menyebar ke seluruh
system konduksi dan miokardium serta otot polos pembuluh darah. Perangsangan saraf simpatis
mengakibatkan akselerasi jantung, meningkatkan denyut jantung (daya kontraksi otot jantung)
dan dilatasi arteria koroner. Rangsang simpatis akan dihantar oleh norepinefrin. 5,6,7
Serabut serabut postganglionik parasimpatis berakhir di nodus sinusatrial dan nodus
atrioventrikular dan arteria coronaria akan menjadi saraf kardialis untuk masuk ke dalam
8

jantung. Perangsangan saraf parasimpatis mengakibatkan terhambatnya kerja jantung,


berkurangnya denyut jantung (daya kontraksi otot jantung), berkurangnya kecepatan konduksi
impuls melalui noduis AV dan juga mengurangi kekuatan kontraksi atrium dan konstriksi arteria
koroner. 5,6,7
Serabut serabut aferen yang berjalan bersama saraf simpatis membawa implus saraf
yang biasanya tidak dapat disadari. Akan tetapi bila pasokan darah kurang ke otot jantung
terganggu maka implus rasa nyeri dapat dirasakan melalui lintasan tersebut. Serabut serabut
aferen yang berjalan bersama nervus vagus mengambil bagian dalam refleks kardiovaskular.
Rangsang parasimpatis akan dihantar oleh asetilkolin. 5,6,7

2.1.8. Pembuluh limfe jantung


Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus yaitu subendokardial,
miokardial dan subepikardial. Penampungan cairan limfe dari kelompok pleksus yang paling
besar adalah pleksus subepikardial, dimana pembuluh-pembuluh limfe akan membentuk satu
trunkus yang berjalan sejajar dengan arteri koroner kemudian meninggalkan jantung di depan
arteri pulmonal dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava superior dan arteri inominata.
5,6

2.2. FISIOLOGI JANTUNG


2.2.1. Siklus Jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari denyutan
selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol. Sistol adalah periode kontraksi
dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari jantung. Diastol adalah periode relaksasi dari
ventrikel, dimana terjadi pengisian darah.8,9,10
Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik dan ventricular
filling. Pada relaksasi isovolumetrik terjadi ventrikel yang mulai relaksasi, katup semilunar dan
katup atrioventrikularis tertutup dan volume ventrikel tetap tidak berubah. Pada ventricular
filling dimana tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan di ventrikel, katup mitral dan katup
trikuspid akan terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80% dan akan mencapai 100 % jika atrium
berkontraksi. Volume total yang masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic Volume . 8,9,10
Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan ejeksi
ventrikel. Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi katup katup tetap
tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai adanya pemendekan dari otot. Pada
10

ejeksi ventrikel , tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta
dan pulmoner sehingga katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan
dipompa ke seluruh tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat
di ventrikel disebut End Systolic Volume. 8,9,10
Dua bunyi jantung utama dalam keadaan normal dapat didengar dengan stetoskop
selama siklus jantung. Bunyi jantung pertama bernada rendah, lunak, dan relatif lama-sering
dikatakan terdengar seperti lub. Bunyi jantung kedua memiliki nada yang lebih tinggi, lebih
singkat dan tajam- sering dikatakan dengan terdengar seperti dup. Bunyi jantung pertama
berkaitan dengan penutupan katup AV , sedangkan bunyi katup kedua berkaitan dengan
penutupan katup semilunar. Pembukaan tidak menimbulkan bunyi apapun. Bunyi timbul karena
getaran yang terjadi di dinding ventrikel dan arteri arteri besar ketika katup menutup, bukan
oleh derik penutupan katup. Karena penutupan katup AV terjadi pada awal kontraksi ventrikel
ketika tekanan ventrikel pertama kali melebihi tekanan atrium, bunyi jantung pertama
menandakan awitan sistol ventrikel. Penutupan katup semilunaris terjadi pada awal relaksasi
ventrikel ketika tekanan ventrikel kiri dan kanan turun di bawah tekanan aorta dan arteri
pulmonalis. Dengan demikian bunyi jantung kedua menandakan permulaan diastol ventrikel. 8,9
2.2.2. Kontraksi Jantung
Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan oleh potensial aksi yang
menyebar melalui membran sel otot. Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat
potensial aksi yang ditimbulkan sendiri, suatu sifat yang dikenal dengan otoritmisitas. Terdapat
dua jenis khusus sel otot jantung yaitu 99% sel otot jantung kontraktil yang melakukan kerja
mekanis, yaitu memompa. Sel sel pekerja ini dalam keadaan normal tidak menghasilkan
sendiri potensial aksi. Sebaliknya, sebagian kecil sel sisanya adalah, sel otoritmik, tidak
berkontraksi tetapi mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang
bertanggungjawab untuk kontraksi sel sel pekerja. 11,12
Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel otoritmik.
Penyebab pergeseran potensial membran ke ambang masih belum diketahui. Secara umum
diperkirakan bahwa hal itu terjadi karena penurunan siklis fluks pasif K + keluar yang langsung
bersamaan dengan kebocoran lambat Na+ ke dalam. Di sel-sel otoritmik jantung, antara potensial
potensial aksi permeabilitas K+ tidak menetap seperti di sel saraf dan sel otot rangka.
11

Permeabilitas membran terhadap K+ menurun antara potensial potensial aksi, karena saluran K+
diinaktifkan, yang mengurangi aliran keluar ion kalium positif mengikuti penurunan gradien
konsentrasi mereka. Karena influks pasif Na+ dalam jumlah kecil tidak berubah, bagian dalam
secara bertahap mengalami depolarisasi dan bergeser ke arah ambang. Setelah ambang tercapai,
terjadi fase naik dari potensial aksi sebagai respon terhadap pengaktifan saluran Ca 2+ dan influks
Ca2+ kemudian fase ini berbeda dari otot rangka, dengan influks Na + bukan Ca2+ yang mengubah
potensial aksi ke arah positif. Fase turun disebabkan seperti biasanya, oleh efluks K + yang terjadi
karena terjadi peningkatan permeabilitas K+ akibat pengaktifan saluran K+. Setelah potensial aksi
usai, inaktivasi saluran saluran K+ ini akan mengawali depolarisasi berikutnya. Sel sel
jantung yang mampu mengalami otoritmisitas ditemukan pada nodus SA, nodus AV, berkas His
dan serat purkinje. 11,12
Kecepatan normal pembentukan potensial aksi di jaringan
otoritmik jantung
Jaringan
Nodus SA ( pemicu normal)
Nodus AV
Berkas His dan serat serat

Potensial aksi per menit


70 80
40 60
20 - 40

purkinje

Sebuah potensial aksi yang dimulai di nodus SA pertama kali akan menyebar ke atrium
melalui jalur antar atrium dan jalur antar nodus lalu ke nodus AV. Karena konduksi nodus AV
lambat maka terjadi perlambatan sekitar 0,1 detik sebelum eksitasi menyebar ke ventrikel. Dari
nodus AV, potensial aksi akan diteruskan ke berkas His sebelah kiri lalu kanan dan terakhir
adalah ke sel purkinje. 11,12
Potensial aksi yang timbulkan di nodus SA akan menghasilkan gelombang depolarisasi
yang akan menyebar ke sel kontraktil melalui gap junction. 11,12

12

Kontraksi otot jantung dilihat dari segi biokimia, otot terdiri dari aktin, miosin, dan
tropomiosin. Aktin, G aktin monomerik menyusun protein otot sebanyak 25 % berdasarkan
beratnya. Pada kekuatan ion fisiologik dan dengan adanya ion Mg2+ akan membentuk F aktin.
Miosin turut menyusun 55 % protein otot berdasarkan berat dan bentuk filamen tebal. Miosin
merupakan heksamer asimetrik yang terdiri 1 pasang rantai berat dan 2 pasang rantai ringan.
Troponin ada 3 jenis yaitu troponin T yang terikat pada tropomiosin, troponin I yang
menghambat interaksi F aktin miosin dan troponin C yang mengikat kalsium. 11,12
Mekanisme kontraksi otot, adanya eksitasi pada miosit akan menyebabkan peningkatan
kadar Ca2+ di intraseluler.Eksitasi akan menyebabkan Ca 2+ msk dari ECM ke intrasel melalui L
type channels lalu Ca2+ tersebut akan berikatan dengan reseptor ryanodin- sensitive reseptor di
Sarkoplasmik retikulum dan akan dihasilkan lebih banyak lagi Ca 2+ ( CICR = Ca2+ induced
Ca2+ release). Kalsium yang masuk akan berikatan dengan troponin C dan dengan adanya energi
dari ATP akan menyebabkan kepala miosin lepas dari aktin dan dengan ATP berikutnya akan
menyebabkan terdorongnya aktin ke bagian dalam (M line). Proses ini terjadi berulang ulang
dan akhirnya terjadi kontraksi otot. 11,12
13

Sumber ATP untuk kontraksi berasal dari anaerob glikolisis, glikogenolisis, kreatin
fosfat, dan fosforilasi oksidatif. Sumber ATP pertama sekali adalah cadangan ATP, setelah itu
menggunakan kreatin fosfat diikuti dengan glikolisis anaerob, lalu glikolisis aerob dan akhirnya
lipolisis. 11,12

2.2.3. Denyut jantung dan Tekanan darah


Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA.
Nodus SA dalam keadaan normal adalah pemacu jantung karena memiliki kecepatan depolarisasi
paling tinggi. Penurunan gradual potensial membran secara otomatis antara denyutan secara
umum dianggap disebabkan oleh penurunan permeabilitas terhadap K +. Jantung dipersarafi oleh
kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi kecepatan kontraksi, walaupun untuk
memulai kontraksi tidak memerlukan stimulai saraf. Saraf parasimpatis ke jantung adalah saraf
vagus terutama mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan AV, sedangkan persarafan ke
ventrikel tidak signifikan. 8,9,10
14

Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah setiap satuan luas pada
pembuluh darah. Tekanan darah terdiri atas tekanan sistol dan diastol (telah dijabarkan diatas
tentang sistol dan diastol). Tekanan dipengaruhi oleh curah jantung dengan resistensi perifer.
Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh tiap tiap ventrikel per menit. Dua
faktor penentu curah jantung adalah kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Volume
sekuncup adalah volume darah yang dipompa per denyut. Peningkatan volume diastolik akhir
akan menyebabkan peningkatan volume sekuncup. Hal ini disebabkan oleh semakin besar
pengisian saat diastol, semakin besar volume diastolik akhir dan jantung akan semakin teregang.
Semakin teregang jantung, semakin meningkat panjang serat otot awal sebelum kontraksi.
Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat pada kontraksi jantung berikutnya dan
dengan demikian dihasilkan volume sekuncup yang lebih besar. Hubungan intrinsik antara
volume diastolik akhir dan volume sekuncup ini dikenal sebagai hukum Frank Starling pada
jantung. 8,9,10

15

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Definisi
Menurut Brunner & Sudarth, Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya
jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
Menurut Rokhaeni, Infark miokardium adalah kematian sebagian otot jantung (miokard) secara
mendadak akibat terhentinya sirkulasi koroner yang ditandai dengan adanya sakit dada yang khas
lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat dan dengan pemberian antiangina. Menurut
Suyono, Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu. 13,14,15
Infark miokard akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang berkepanjangan
yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard. Iskemia sendiri
merupakan suatu keadaan transisi dan reversible pada miokard akibat ketidakseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan miokard akan aliran darah yang menyebabkan hipoksia miokard. Infark
miokardium adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung. Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa
gejala pendahuluan. 13,14,15
Berdasarkan gambaran EKG, Infark Miokard dibedakan menjadi infark miokard dengan
ST elevasi dan infark miokard tanpa ST elevasi. 16
3.2. Etiologi
Penyakit Jantung Koroner terjadi akibat penyumbatan sebagian atau total, satu atau
lebih pembuluh darah koroner. Akibat adanya penyumbatan ini, terjadi gangguan pasokan suplai
energi kimiawi ke otot jantung (miokard), sehingga terjadilah gangguan keseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan. 13,14,15
Intinya infark miokard akut terjadi jika suplai oksigen yang

tidak sesuai dengan

kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung
tersebut. 13,14,15

16

Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:


1.

Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.


Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
a. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh
darah diantaranya: atherosklerosis, thrombus, spasme, dan arteritis. 13,14,15
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki
riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal
antara lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress emosional atau nyeri, terpapar
suhu dingin yang ekstrim, merokok. 13,14,15
Infark miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri koroner. Terjadinya
thrombus disebabkan oleh rupture plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan
thrombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri
yang oklusi dan aliran darah kolateral. 13,14,15
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh
tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor
pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan
gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi, stenosis dan insufisiensi katup
jantung. Stenosis maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta,
mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardac out put (COP).
Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian
tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung. 13,14,15
c. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya
angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan
pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan
polisitemia. 13,14,15

17

2.

Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh


Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi
jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada
akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat,
sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. 13,14,15
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu
banyak, hipertensi diastolic, hipertrofi miokard dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa
memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen,
sedangkan asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive. 13,14,15

3.3. Faktor resiko


Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI,
yaitu factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi. 14,17
1. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu
maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan
aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi, peningkatan tekanan
darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih
dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali dibanding yang tidak merokok. 14,17
Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga
moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi
platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih
controversial. 14,17

18

Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negative intraseluler dan
penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan
penyakit koroner aterosklerotik 14,17
Hipertensi sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak
langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu
hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada
akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung. 14,17
Obesitas dan dislipidemia
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang
rendah. 14,17
Kurang olahraga
Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit
jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.14,17
Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 24 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya
abnormalitas

metabolisme

lipid,

obesitas,

hipertensi

sistemik,

peningkatan

trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).


14,17

2. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi


Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun
(umumnya setelah menopause) 14,17

19

Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih
besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogen yang
bersifat protektive pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan
cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa menopause. 14,17
Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun
merupakan faktor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga
menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa
riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga
dekat. 14,17
Ras
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih
tinggi dibandingkan dengan penduduk lokal, sedangkan angka yang rendah terdapat
pada RAS apro-karibia. 14,17
Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan
bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air,
merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban. 14,17
Tipe kepribadian
Tipe kepribadian yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila
hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat
hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid. 14,17
Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki
terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara dll).
Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami
kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual. 14,17

20

3.4. Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterisklerotik yang sudah
ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, di mana injuri ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. 18,19
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu
lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung
yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. 18,19
Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner/coronary
artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk
dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplai darah dan oksigen
pada jantung). Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada
permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik
total maupun sebagian pada arteri koroner. 18,19
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian
otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung.
Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang rusak itu akan mulai mati. 18,19
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisure,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
thrombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner sehingga di mana
STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik. 18,19
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 merupakan vasokonstriktor lokal poten. Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoproein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor memiliki affinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut
seperti factor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul

21

multivalent yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara stimultan, menghasilkan ikatan
silang platelet dan agregasi. 18,19
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Factor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan
mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. 18,19
Pada sedikit kasus, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik. 18,19

22

Interaksi lipid core


formasi trombus platelet rich
agregasi platelet, vasokontriksi, pembentukan trombus
Trombosit tidak akan melekat pada endotel yang intake
Kolagen sebagai agonis trombosit berada pada plaque dan subendotel
(Von Willebrand) Trombosit yang tidak aktif melekat pada endotel
Proses awal dalam formasi trombus yang dipacu oleh von willebrand pada glikoprotein I B
trombosit.
Adesi trombosit akan diikuti aktivasi trombosit.
Pemacu aktavasi trombosit, vasokontriksi, dan proliferasi neointimal ADP, seretonin dan TX A2
ADP berada pada granul intraselular dilepas pada waktu trombosit distimulasi oleh molekul
adesi.
ADP merangsang aktivitas ikatan fibrinogen-GP IIb/IIIa.
Agregasi trombosit dan Aktivasi trombin oleh agonis
Mengubah GP IIb/IIIa menjadi mampu berinteraksi dengan protein adesif plasma
(fibrinogen dan von willebrand)
Aktivasi trombosit baru dan Trombus membesar
Lumen pembuluh darah tertutup.
Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah
ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri
koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu arteri desenden anterior dan arteri sirkumpeks kiri.
Arteri koronaria desenden anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding ke arah afeks
jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar
apeks, dan ventrikel kiri anterior. 18,19

23

Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral kiri
dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan
sepertiga septum intraventrikel posterior. 18,19
Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah
dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium
kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian
atrium kiri, dan permukaan diafragmatik ventrikel kiri. 18,19
Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan
disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa
disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan. 18,19
Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan
menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom
disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut
infark subendokardial. 18,19
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan
kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah infark).
Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut:

Daya kontraksi menurun.


Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat yang

lain melakukan kontraksi).


Perubahan daya kembang dinding ventrikel.
Penurunan volume sekuncup.
Penurunan fraksi ejeksi.

Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa faktor dibawah ini:

Ukuran infark : jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik.


Lokasi Infark : dinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar

dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior.


Sirkulasi kolateral berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik dan hiperferfusi
regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium. Sehingga semakin
banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan yang terjadi minimal.

24

Mekanisme kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi


perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak
berfungsi dengan baik.

3.5. Patogenesis

25

26

arterosklerosis

nyeri

aktivitas
simpatik

cardiac work
cardiac efisiency

disritmia

Iskemi Miokardial

ATP

Aktivasi reseptor TNF

ion pump
Ca2+

ICE-related protease
activation

Aktivasi protease

Inaktivasi PARP

Kerusakan Membran

Fragmentasi DNA

nekrosis

apoptosis

nekrosis

3.6. Keluhan utama dan riwayat penyakit


Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum, tetapi bisa
menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri dan kanan dan pada satu atau kedua
tangan. Biasanya digambarkan sebagai rasa tertekan, terhimpit, diremas-remas, rasa berat atau
panas, kadang-kadang penderita melukiskannya hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walaupun
sifatnya dapat ringan sekali, tetapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam
dan jarang sekali ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau
pemberian nitrat. 13,20,21
27

Nyeri dada tipikal angina merupakan gejala cardinal pasien infark mikard akut,
sehingga harus bisa membedakan nyeri dada angina dengan nyeri dada lainnya.13
Sifat nyeri dada angina antara lain : 13

Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.


Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,

rasa diperas, dan dipelintir.


Penjalaran : biasanya ke lengan kiri dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung,

interskapula, perut, dapat juga lengan kanan.


Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai : mual muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas.
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat

apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau daru luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang
berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko
seperti hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress, serta riwayat sakit jantung
koroner pada keluarga. 13,20,21
Pada beberapa penderita, sakit tertutupi oleh gejala lain misalnya sesak nafas atau
sinkop. Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hiperventilasi. Pada infark yang
tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
13,20,21

Biasanya penderita juga disertai gejala mual dan muntah. Hal ini disebabkan karena
peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada
infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
13,20,21

Termasuk gejala adanya palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan
gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas) 13,20,21
Kadang-kadang rasa sakit tidak jelas karena terjadinya infark waktu sedang dianestesi
atau waktu terjadinya sumbatan pembuluh darah otak. Jarang adanya infark betul-betul tanpa
rasa sakit. Bila sakit dada sudah dapat dikontrol, pasien dapat tanpa keluhan sama sekali sampai
28

pemulihan, tetapi pada sejumlah penderita dapat timbul berbagai penyulit. Berbagai penyulit
yang terpenting adalah aritmia, renjatan kardiogenik dan gagal jantung. 13,20,21
3.7. Pemeriksaan fisik
Pada fase awal serangan jantung, pasien amat pucat, stress, cemas, gelisah dan dapat
berkeringat dingin akibat perangsangan berlebih saraf parasimpatis. Keadaan umum penderita
membaik bila rasa sakit sudah dikendalikan dan sering sekali dalam beberapa jam penderita
terlihat baik. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang dibawah 380 C juga bisa timbul
setelah 12-24 jam pasca infark. 13,20,21
Volume dan laju denyut nadi bisa normal, tetapi pada kasus berat nadi menjadi kecil dan
cepat. Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat
dengan pemberian analgesic yang adekuat. Aritmia dan bradikardia juga sering dijumpai. Denyut
jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai
komplikasi dari infark. 13,20,21
Tekanan darah biasanya menurun selama beberapa jam atau hari dan pelan-pelan
kembali ke keadaan normal dalam dua atau tiga minggu, tetapi dapat menurun sampai terjadi
hipotensi berat atau syok kardiogenik. Jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat
dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
Kadang-kadang bisa juga terjadi hipertensi transien karena sakit dada yang hebat. Peningkatan
Tekanan darah moderat ini merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin. 13,20,21
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis biasanya normal atau sedikit
meningkat dan dapat juga meningkat sekali pada infark ventrikel kanan. Pulsasi apeks kordis
sulit diraba dan bunyi jantung pertama dan kedua melemah. Penurunan intensitas bunyi jantung
pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Bunyi jantung ke empat (S4) dapat
terdengar pada kebanyakan kasus sedangkan bunyi jantung ke tiga (S3) dapat ditemui bila terjadi
gagal jantung. 13,20,21
Sering terdengar bising pansistolik (murmur midsistolik atau late sistolik apical) yang
bersifat sementara di apeks yang disebabkan regurgitasi melalui katup mitral (disfungsi aparatus
katup mitral) akibat disfungsi muskulus papilaris atau sekunder karena hipertrofi ventrikel kiri.
Bising sistolik yang kasar disebabkan oleh rupture septum interventrikular terdengar di linea
sternalis kiri dan bila di apeks disebabkan oleh rupture muskulus papilaris. Gesekan pericardial
29

(pericardial friction rub) yang transien timbul pada 20% pasien, biasanya pada hari ke dua atau
ke tiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler. 13,20,21
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat gambaran
edema paru pada radiografi. Krepitasi juga sering terdengar dan bila krepitasinya luas ditemui
pada edema paru. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas,
biasanya anterior. 13,20,21
Kebanyakan gejala fisik yang abnormal di atas akan menghilang dalam waktu beberapa
hari setelah serangan infark akut kecuali pada penderita yang kerusakannya luas. 13,20,21
3.8. Pemeriksaan Penunjang
3.8.1. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit
sejak kedatangan di rumah sakit. Pemeriksaan EKG ini merupakan landasan dalam menentukan
keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi. Elevasi segmen ST ini
merupakan tanda paling awal dari infark miokardium dan menetap selama beberapa hari sampai
2 minggu. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tatapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau
pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST. 14,22
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan
perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan

menjauh dari

jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan
depresi ST. 14,22
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi
secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan
cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan
parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan
gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan
30

gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik.


Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal. 14,22
Gelombang T yang besar dan tegak lurus dapat dijumpai di banyak sadapan yang
memperlihatkan adanya elevasi segmen ST, gambaran ini akan menghilang dalam 24 jam.
Setelah 1-3 hari, gelombang T menjadi terbalik, hal ini biasanya mencapai puncaknya dalam 1-2
minggu selama waktu tersebut gelombang T menjadi dalam dan terbalik simetris. 14,22
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q
abnormal dalam 1-3 hari. Sebagian kecil menetap menjadi infark miocark gelombang non Q.
Jika obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami
angina pectoris non stable atau non stemi. Pada sebagian pasien tanpa elevasi segmen ST
berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. 14,22

Pembagian infark miokard akut


31

Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi segmen ST pada sadapan EKG, infark miokard
akut dibagi menjadi :
Dinding yang
dipengaruhi
Septal

Sadapan yang
menampilkan ST
elevasi
V1, V2

Sadapan yang
menampilkan depresi
segmen ST
-

LAD

Anterior

V3, V4

LAD

Anteroseptal

V1, V2, V3, V4

LAD

Anterolateral

V3, V4, V5, V6, I, II, III, AVF


AVL

LAD, LCX, obtuse


marginal

Anterior yang luas


(seringkali
disebut
anteroseptal
dan
lateral yang luas
Inferior
Lateral

V1, V2, V3, V4, V5, II, III, AVF


V6, I, AVL

LCA

II, III, AVF


I, AVL, V5, V6

RCA atau LCX


LCX atau obtuse
marginal
PDA (RCA atau
LCX)

Posterior
(biasanya V7, V8, V9
bersama
dengan
inferior atau lateral
tapi dapat juga berdiri
sendiri).
Ventrikel
kanan II, III, AVF, V1, V4R
(biasanya
berkaitan
dengan inferior)
LAD : Left anterior descending artery

I, AVL
II, III, AVF
V1, V2, V3, V4

I, AVL

Arteri yang dicurigai


rusak

RCA

LCX : Left circumflex artery


RCA : Right coronary artery
PDA : Posterior descending artery
Pada infark miokard non ST elevasi, perubahan berupa adanya ST segmen depresi atau T inversi,
Hal ini harus dibedakan dengan tanda hipertropi ventrikel kiri. 14,22

32

Gambaran EKG berupa ST Depresi


3.8.2. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI
namun tidak boleh menghambat implementasi terapi.
3.8.2.1. Biomarker kerusakan jantung
1. Creatinin Kinase :
Suatu enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera otot. Enzim ini juga banyak
terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain
pada infark miokard, tingkat abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan
cerebrovaskular dan setelah latihan otot. 13
Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. 13
2. Creatinin Kinase (CK) MB :
Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 1024 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. 10
3. Cardiac Spesific Troponin (cTn) :
Merupakan petunjuk adanya cedera miokardium dimana merupakan protein
regulator yang mengendalikan hubungan aktin dan miosin yang diperantarai kalsium,
peningkatan kadar serum bersifat spesifik untuk pelepasan dari miokardium. 13,23

33

Ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. 13,23
4. Mioglobin :
Dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. 13
5. Lactic Dehydrogenase (LDH) :
Meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari
dan kembali normal dalam 8-14 hari. 13
6. Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase (SGOT) :
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal. Dilepaskan oleh sel
otot miokard yang rusak atau mati. Sesudah infark, SGOT meningkat dalam waktu 12
jam dan mencapai puncaknya dalam 24 sampai 36 jam dan kembali normal pada hari ke
3 sampai hari ke 5. 13
7. Protein C-reaktif (CRP) :
Penanda biokimiawi pada cedera miokardium. 13
3.8.2.2. Elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi. 13
3.8.2.3. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi. 13
3.8.2.4. Kolesterol atau Trigliserida serum
Kolesterol atau trigliserida serum bila meningkat menunjukkan arteriosklerosis
sebagai penyebab IMA. 13
3.8.3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi tidak banyak menolong untuk menegakan diagnosis infark
miokard akut.
34

Walau demikian akan berguna bila ditemukan adanya bendungan pada paru (gagal jantung).
Kadang-kadang dapat dilihat adanya kardiomegali. 13
3.8.3.1. Rontgen Thorax
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga gagal jantung atau aneurisma
ventrikuler. 13
3.8.3.2. Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung
dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan
pada arteri koroner. Dokter memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menuju
jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi
koroner 13
Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada
aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang
melewati pembuluh darah dan jantung. Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri
koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan
angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadangkadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri
tetap terbuka. 13
3.8.3.3. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. 13
3.8.3.4. Pemeriksaan Radio Nuklir13
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi
atau luasnya infark miokard akut.
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik.

35

3.8.3.5. Pencitraan darah jantung (MUGA)


Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan
fraksi ejeksi (aliran darah). 13
3.8.3.6. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah. 13
3.8.3.7. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan. 13
3.9. Diagnosis
Pada kebanyakan kasus, diagnosis berdasarkan atas karakter lokasi dan lamanya sakit
dada. Sakit dada yang lebih dari 30 menit dan tidak ada hubungan dengan aktivitas atau latihan,
serta tidak hilang oleh pemberian nitrat, biasanya dipakai untk membedakan dengan angina
pektoris. 13
Diagnosis IMA dapat ditegakkan bila memenuhi 2 dari 3 kriteria : 13
1. Nyeri dada khas infark lebih dari 30 menit
2. Evolusi EKG khas infark adanya elevasi segmen ST lebih dari 2mm, minimal 2 sadapan
prekordial yang berdampingan atau lebih dari 1mm pada 2 sadapan ektremitas
3. Pemeriksaan enzim jantung Creatinin Kinase (CK), Creatinin Kinase MB (CKMB),
terutama troponin T yang meningkat. Kenaikan serum enzim lebih dari setengah kali nilai
normal
3.10. Diagnosis Banding 13,14

Angina Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.


Diseksi aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke perut dan punggung).
Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis refluks)
Kelainan lokal dinding dada (nyeri bersifat lokal, bertambah dengan tekanan atau

perubahan posisi tubuh)


Kompresi saraf (terutama C8, nyeri pada distribusi saraf tersebut)
36

Kelainan intra-abdominal (kelainan akut, pankreatitis dapat menyerupai infark miokard)


3.11. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan
jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan
mencegah komplikasi lebih lanjut. 13,24,25
Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan infark miokard akut:
Istirahat Total
Pasien dalam kondisi bedrest dalam 12 jam pertama untuk menurunkan kerja jantung
sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti
memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri. 13,24,25
Oksigen
Berikan oksigen bila saturasi oksigen arteri kurang dari 90% meskipun kadar oksigen
darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban
kerja jantung. Oksigen yang diberikan 4-6 L /menit melalu binasal kanul selama 6 jam
pertama. 13,24,25
Nitroglycerin
Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki
aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan
aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, nitrogliserin dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi
pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin intravena juga diberikan
untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. 13,24,25
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik dibawah 90
mmHg atau pasien yang curiga menderita infark ventrikel kanan dengan ciri infark inferior
pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi. Nitrat juga harus dihindari pada pasien
yang menggunakan phosphodiesterase-5inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena
dapat memicu efek hipotensi nitrat. 13,24,25
37

EKG
Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi
dalam jam-jam pertama pasca serangan. 13,24,25
Infus
Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberian obat-obatan dan nutrisi yang
diperlukan. Diberikan infuse Dextrose 5% untuk persiapan pemberian obat intravena. Pada
awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupan nutrisi lewat mulut
karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani
jantung. 13,24,25
Analgesik Kuat Morphin
Morphin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam
tatalaksana nyeri pada STEMI. Morphin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang
dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Morphin memiliki efek samping
mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat
gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin 25-50 mg intramuscular. 13,26
Obat Antiplatelet
Obat-obatan ini berguna dalam menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang
tidak diinginkan. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg. selanjutnya
aspirin diberikan oral dengan dosis 75-160 mg. Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap
aspirin dapat diganti dengan clopidogrel dengan dosis loading 300 mg dilanjutkan 75 mg/hari.
13,26

Beta Bloker
Obat-obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan bila pemberian morfin tidak berhasil dan juga
mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki
aritmia. 13,26
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan noncardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol). Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg intravena setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekunsi
jantung lebih dari 60 menit, tekanan darah sistolik lebih dari 100 mmHg, interval PR lebih
38

dari 0,24 detik dan ronkhi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis IV
terakhir, dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. 13,26
Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
ACE Inhibitors dapat diberikan 24-48 jam setelah infark miokard. Obat-obatan ini
menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat
digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung. ACE inhibitor menurunkan
kematian, terjadinya gagal jantung, dan menurunkan perubahan ventrikel setelah IMA. 101,9
Pada pasien hemodinamik stabil utamanya pada pasien dengan riwayat IMA, DM,
hipertensi, infark anterior (ditunjukkan oleh EKG), dan/tidak adanya disfungsi ventrikel kiri.
Misalnya captropil. 13,26
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien infark miokard menjadi
pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna. 13
Sasaran reperfusi pada pasien infark miokard adalah door to needle atau medical contact
to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to
balloon atau medical contact to balloon time untuk Percutaneous Coronary Intervention. 13

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi : 13
o
o
o
o

Waktu onset gejala


Resiko infark miokard
Resiko pendarahan
Waktu yang dibutuhkan untuk transport ke laboratorium PCI

Fibrinolisis
Obat-obatan ini ditujukan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri
koroner sehingga memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah koroner, sehingga
referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi
fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk ( door to needle time < 30 menit).

39

Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa
macam obat fibronolitik antara lain : 13,26
o Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan oleh
streptokinase tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya dalam karena terbentuknya
antibody. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang
murah dan insidens pendarahan intracranial yang rendah. Diberikan dengan dosis 1,5
juta unit lebih dari 30-60 menit. 13,26
o Tissue Plasminogen Activator (t-PA, Altepase)
Menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang
mendapat tPA dibanding streptokinase. Namun tPa harganya lebih mahal daripada
streptokinase dan resiko pendarahan intracranial sedikit lebih tinggi. Dosis yang
diberikan 15 mg secara bolus, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (max 50 mg) lebih
dari 30 menit, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB (max 35 mg) lebih dari 1 jam. 13,26
o Reteplase (r-PA, Retavase)
Menunjukan efikasi dan keamanan sebanding dengan streptokinase dan tPA,
dengan dosis bolus lebih mudah 10 unit dia kali dengan interval 30 menit karena waktu
paruh yang lebih panjang. 13,26
o Tenekteplase (TNK-PA)
Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi
terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1) dan memiliki komplikasi pendarahan
yang sebanding dengan tPA. 13,26
Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang
selanjutnya melisiskan thrombus fibrin. 13,26
Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang dilibatkan
digambarkan dengan skala kualititatif sederhana disebut Thrombolysis in Myocardial
Infarction (TIMI) grading system : 13
o Grade 0 : menunjukkan oklusi total pada arteri yang terkena infark.
o Grade 1 : menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi tetapi
tanpa perfusi vaskuler distal.
40

o Grade 2 : menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal tetapi
dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
o Grade 3 : menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran
normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada arteri koroner
yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,
mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan
jangka panjang. 13
Terapi fibrinolitik dapat menurunkan resika relative kematian di rumah sakit sampai
50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala infark miokard dan manfaat ini
dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungan menit dan pasien yang mendapatkan terapi
dalam 1-3 jam onset gejala akan mendapatkan manfaat yang terbaik. Terapi masih bermanfaat
pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset gejala infark dan beberapa manfaat tampaknya
masih ada sampai 12 jam terutama jika nyeri dada masih ada dan segmen ST masih tetap
elevasi pada sadapan EKG yang beluim menunjukkan gelombang Q patologis. Jika
dibandingkan PCI pada infark miokard, fibrinolisis secara umum merupakan strategi reperfusi
yang lebih disukai pada pasien pada jam pertama gejala. 13
Indikasi terapi fibrinolitik : 13
o Klas I
a. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien infark
miokard dengan onset gejala kurang dari 12 jam dan elevasi ST lebih dari 0,1 mV
pada sekurang-kurangnya 2 sadapan ekstremitas.
b. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada infark miokard
dengan onset gejala kurang dari 12 jam dan LBBB baru.
o Klas II
a. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik
pada infark miokard dengan onset gejala kurang dari 12 jam dan EKG 12 sadapan
konsisten dengen infark miokard posterior.
b. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik
pada pasien dengan gejala infark miokard mulai kurang dari 12 jam sampai 24 jam
yang mengalami gejala iskemia yang terus berlanjut dan elevasi ST elevasi 0,1 mV
41

pada sekurang-kurangnya 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau sekurangkurangnya 2 sadapan ekstremitas.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik: 13
o

Kontraindikasi absolute
a. Setiap riwayat perdarahan cerebral
b. Terdapat lesi vascular cerebral structural (malformasi AV)
c. Terdapat neoplasma intracranial ganas
d. Stroke iskemik dalam 3 bulan terakhir kecuali stroke iskemik akut dalam 3 jam
e. Dicurigai diseksi aorta
f. Pendarahan aktif atau diathesis berdarah
g. Trauma fascial atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan terakhir.

Kontraindikasi relative 13
a. Riwayat hipertensi kronik berat tak terkendali.
b. Hipertensi berat tidak terkendali saat masuk (tekanan darah lebih dari 180/100
mmHg)
c. Riwayat stoke iskemik sebelumnya lebih dari 3 bulan, demensia atau diketahui
patologi intracranial yang tidak termasuk kontraindikasi.
d. Resusitasi jantung paru traumatic atau lama lebih dari 10 menit atau operasi besar
e.
f.
g.
h.

kurang dari 3 minggu terakhir.


Pendarahan internal baru dalam 2-4 minggu terakhir.
Fungsi vascular yang tidak terkompresi.
Kehamilan
Ulkus peptikum aktif

Obat antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada
arteri. Beberapa hari setelah serangan infark miokard, terdapat peningkatan resiko untuk
terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah. Tujuan
primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner
yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi infark. 13,26
Heparin dan Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan
segera setelah trombolitik dapat mempertahankan potensi dari arteri yang berhubungan
dengan infark. 13,26
42

Obat antikoagulan standar yang digunakan untuk praktek klinis adalah unfractionated
heparin (UFH). Pemberian UFH secara IV sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat
trombolitik spesifik fibrin relative, membantu trombolisis dan memantapkan dan
mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus
60 U/kg (maksimum 4000 U) dilanjutkan infuse inisial 12 U/kg per jam (maksimum 1000
U/jam). Activated partial thromboplastine time selama terapi pemeliharaan harus mencapai
1,5-2 kali. Antikoagulan relative pada pasien infark miokard adalah low molecular weight
heparin (LMWH) 13,26
Sedative
Pasien memerlukan sedative selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas
dengan penenang. Seperti diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg atau lorazepam 0,5-2 mg
diberikan 3-4 kali sehari. Bila pasien insomnia dapat ditambahkan flurazepam 15-30 mg. 13,26
Diet
Penderita dipuasakan atau hanya minum cair 8 jam pertama serangan kemudian diberikan
makanan lunak dengan komposisi mencakup lemak kurang dari 30% kalori total dan
kandungan kolesterol kurang dari 300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang
kaya akan serat kalium, magnesium dan rendah natrium. 13
Pencahar
Penggunaan pencahar secara teratur seperti dioctyl sodium sulfosuksinat 200mg/hari agar
tidak mengejan. 13,26
Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung, maka dapat
dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain
a. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang
tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya
dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian
balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya bagian
dalam arteri akan mengembalikan aliran darah. 13
Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang tersumbat
sehingga menjaganya tetap terbuka. Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan yang
mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri. 13
b. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
43

Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian
tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri
koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang
menuju sel-sel otot jantung. 13

3.12. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi setelah IMA meliputi :
Disfungsi ventrikular
Setelah infark, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark. Proses ini disebut remodeling ventricular
dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis da;am hitungan
bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark, ventrikel kiri mengalami dilatasi.
Secara kaut hasil ini berasal dari ekspansi infark antara lain slippage serat otot, disrupsi sel
miokard normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula
pemanjangan segmen non infark mengakibatkan penipisan yang disproposiaonal dan
elongasi zona infark. Dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata sehingga sering terjadi gagal
jantung.13,14
Gagal jantung.
Jika daerah otot jantung yang rusak meluas, kemampuan jantung untuk memompa
akan menurun. Darah hanya sedikit yang akan terpompa ke tubuh, khususnya ketika darah
yang dibutuhkan lebih banyak ketika melakukan aktivitas fisik. Gejala seperti napas
pendek, mudah lelah, dan edema paru dapat ditemukan. Gagal jantung yang ringan dapat
diatasi dengan pengobatan. Gagal jantung yang berat dapat mengancam hidup 13,14
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari
separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru
dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada.
Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan
temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat
disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau penurunan isi
44

sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi
kongesti paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan / diastolik. 13,14
Syok kardiogenik
Biasa syok kardiogenik terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang
menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel. 13,14
Infark ventrikel kanan
Pasien dengan infark inferoposterior menunjukkan sekurang-kurangnya nekrosis
ventrikel kanan derajat ringan. Inferk ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda
gagal ventrikel kanan yang berat sperti distensi vena jugularis, tanda kussmaul,
hepatomegali dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada sadapan EKG kanan
terutama sadapan V4R sering dijumpai dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel
kanan. 13,14
Aritmia pasca infark
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemia dan perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.
13,14

Sistole prematur ventrikel / ekstrasistole ventrikel


Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien
dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel distolik
yang sering, multifokal atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik sekarang
disediakan untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik. Terapi
antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis,
dikontra indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas
selanjutnya. 13,14
Fibrilasi atrium
Aritmia supraventrikular
Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini
terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun, jika
takikardi sinus tampaknya disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti yang
terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat beta yang
relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan. 13,14
Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Dapat terjadi dalam 24 jam pertama tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya. 13,14
Asistole ventrikel.
Bradikardia dan blok.
45

Rupture muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding ventrikel.


Perikarditis.
IMA yang kambuh kembali.
Dapat terjadi di waktu yang akan datang. Hal ini terjadi jika arteri koroner
dipengaruhi oleh ateroma atau membentuk ateroma. Jika resiko dicurigai tinggi,disarankan
pembedahan melalui bypass atau pelebaran arteri koroner yang menyempit. 13,14
3.13. Prognosis
Prognosis lebih buruk pada wanita, bertambahnya usia, meningkatkan disfungsi
ventrikel, disritmia ventrikel dan infark berulang. Indikator lain dari prognosis yang lebih buruk
adalah keterlambatan dalam reperfusi atau reperfusi berhasil, remodelling LV, infark anterior,
jumlah lead menunjukkan elevasi ST, blok cabang berkas dan tekanan darah sistolik kurang dari
100 mm dengan takikardia lebih besar dari 100 per menit. 13
Prognosis yang lebih baik berhubungan dengan reperfusi awal, infark dinding inferior,
pengobatan jangka pendek dan jangka panjang dengan beta-blocker, aspirin, statin dan ACE
inhibitor. Lanjut Usia pasien dengan MI akut pada peningkatan risiko komplikasi dan harus
ditangani secara agresif. 13
Klasifikasi prognosis menurut Killip pada infark miokard : 13
Klas
I
II
III
IV

Definisi
Tidak ada tanda gagal jantung kongestif
Gagal jantung + S3 + ronkhi basah
Edema paru
Syok kardiogenik

Mortalitas (%)
6
17
30-40
60-80

BAB IV
46

KESIMPULAN
1. Infark Miokard Akut adalah oklusi koroner akut dengan iskemia yang berkepanjangan yang
pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard.
2. Faktor resiko infark miokard antara lain:
a. Penyakit jantung koroner
b. Hipertensi
c. Dislipidemia
d. Diabetes
e. Gaya hidup, seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik.
3. Berdasarkan perbedaan gejala dan tandanya, infark miokard akut dapat dibagi menjadi IMA
tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
4. Diagnosis ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik : nyeri dada khas angina
c. Elektrokardiogram : timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi
gelombang T.
d. Pemeriksaan laboratorium: CKMB, cTn, mioglobin, Ceratinin Kinase (CK) dan Lactic
dehydrogenase (LDH)
5. Obat Infark miokard akut yang umum digunakan biasanya berasal dari golongan:
a. Morfin
b. Nitroglycerin
c. Beta bloker

e. Antitrombotik
f. Antikoagulan
g. Inhibitor ACE

d. Antiplatelet
6. Untuk terapi pengobatan non farmakologis, penderita IMA seharusnya melakukan aktivitas
(berolahraga) dan pengaturan pola makan diet yaitu puasa atau hanya minum cair dengan
mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet lemak <30% kalori total dan kandungan kolesterol <300
mg/hari.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Gaziano T, Michael J. Disorders of The Cardiovascular System. Dalam: Harrisons.


Prinsiples of Internal Medicine. 17th ed. Philadelphia: McGraw Hill; 2000. hal. 137597.

47

2.

Rilantono L. Masalah Penyakit Jantung dan Kecenderungannya di Indonesia. Dalam:


Rilantono L, Baraas F, Karo S. Roebiono P. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas

3.

Kedokteran Indonesia; 1996. hal. 3-5.


Andra. Sindrom Koroner Akut: Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif?. Majalah

4.

Farmacia Edisi Agustus 2006. hal. 54.


Soerianata S, Sanjaya W. Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut dengan Revaskularisasi

5.

Non Bedah. Cermin Dunia Kedokteran No. 143; 2004.


Snell R. Cavitas Thoracis. Dalam: Snell R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.

6.

Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. hal. 102 112.
Oemar H. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah. Dalam: Rilantono L, Baraas F, Karo S,

7.

Roebiono P. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 1996. hal. 7-13.
Coughlin LD. Anatomi Sistem Kardiovaskular. Dalam: Price SA, Wilson L. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku

8.

Kedokteran EGC; 2006. hal. 517-29.


Setianto B. Faal Jantung dan Pembuluh Darah. Dalam: Rilantono L, Baraas F, Karo S,
Roebiono P. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 1996. hal. 14-

9.

20.
Beatricia I, Santoso S. Fisiologi jantung. Dalam: Laura Sherwood. Fisiologi Manusia dari

Sel ke Sistem. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. hal. 257 83.
10. Coughlin LD. Fisiologi Sistem Kardiovaskular. Dalam: Price SA, Wilson L. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006. hal. 530-45.
11. Bani AP, Sikumbang T. Otot dan Sitoskeleton. Dalam: Murray, Robert K, Daryl K. Biokimia
Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003. hal. 683-90.
12. Dany F. Otot Jantung. Dalam: Junqueira, Carlos L, Carneiro J. Histologi Dasar Teks dan
Atlas. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal. 196-97.
13. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. hal. 1615-1625.
14. Irmalita. Infark Miokard. Dalam: Rilantono L, Baraas F, Karo S, Roebiono P. Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 1996. hal. 173-84.
15. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiwulan W, editors. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius; 2000. hal. 434-59.
16. Harun S, Alwi I. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV.
48

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia; 2007. hal. 1626-1630.
17. Yanti, Hadisaputra S, Suhartono T. Journal Risk Factors Coronary Heart Disease in Type 2
Diabetes Mellitus Patient. 2005 [cited 2010 June 10]. Available from URL:
http://www.undip.ac.id.
18. Kusmana D, Hanafi M. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Rilantono L, Baraas
F, Karo S, Roebiono P. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 1996.
hal. 159-65.
19. Brown CT. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price SA, Wilson L. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006. hal. 547-610.
20. Wang K, Richard W. Asinger M, Henry J, Marriott. ST-Segment Elevation in Conditions
Other Than Acute Myocardial Infarction. New England Medical Journal. 2003.
21. Ruz ME, Abu, Lennie TA, Riegel B, McKinley S, Doering LV, Moser DK. Evidence that the
brief symptom inventory can be used to measure anxiety quickly and reliably in patients
hospitalized for acute myocardial infarction. 2010 [cited 2010 June 10]. Available from
URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20168191.
22. Karim Sjukri, Peter Kabo. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk
Dokter Umum. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1996
23. Nawawi RA, Fitriani, Rusli B, Hardjoeno. Nilai Troponin T (cTnT) penderita Sindrom
Koroner Akut (SKA).. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory.
Volume. 12. Edisi 3 : Juli 2006. hal. 123-126
24. Lee T, Andleegoldman. Evaluation of The Patient with Acute Chest Pain. New England
Medical Journal. 2000.
25. Gibbons RJ, Fuster V. Therapy for Patients with Acute Coronary Syndromes New
Opportunities. New England Medical Journal. 6 April 2006.
26. Hoan Tan Tjay, Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputerindo; 2003. Hal. 485584.

49

Anda mungkin juga menyukai