Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kematian di penjara yaitu kematian yang terjadi di penjara atau fasilitas
tahanan lainnya, termasuk kematian yang terjadi selama pemindahan/ transfer
ke/ dari penjara/ fasilitas tahanan lainnya, atau difasilitas kesehatan mengikuti
pemindahan dari penjara.
Di Indonesia jumlah kematian narapidana dan tahanan di penjara
mengalami peningkatan pada tahun 2009. Total 778 orang meninggal di rumah
tahanan dan lernbaga pemasyarakatan sepanjang tahun 2009. Jumlah tersebut
terdiri atas 514 narapidana dan 264 tahanan. Jumlah tersebut meningkat dari
jumlah tahun 2008 yang berjumlah 750 orang meninggal di penjara, terdiri
dan 548 narapidana dan 202 tahanan.1
Penyebab kematian tahanan dan narapidana di penjara ini bermacammacam. Mulai dari masalah kelebihan kapasitas penjara hingga penyakit.
Terdapat 509 orang meninggal pada masa tinggal satu hingga enam bulan di
penjara, terdapat 166 orang meninggal dengan masa tinggal tujuh hingga 12
bulan dalam penjara. Sebanyak 103 orang meninggal dengan masa tinggal
lebih dari 1 tahun.1
Catatan kematian individu yang dikumpulkan oleh Death in Custody
Reporting Act of 2000 menerangkan bahwa di Amerika Serikat, antara tahun
2001-2004, penjara negara otoritas nasional melaporkan total 12.129 kematian
tahanan negara ke Deaths in Custody Reporting Program (DCRP). Sembilan
dari 10 kematian (89%) akibat kondisi medis, bunuh diri (6%), pembunuhan
(2%), alkohol (1%), obat (1%), dan cedera (1%).

Kematian di penjara. Diunduh dari www.vivanews.com

Diantara kematian tahanan negara setengahnya adalah hasil dari


penyakit jantung dan kanker, dua pertiga melibatkan narapidana usia 45 tahun
atau lebih, sisanya adalah hasil dari masalah medis yang hadir pada saat
penerimaan. Perbandingan angka kematian menunjukkan tahanan pria
memiliki tingkat kematian 72% lebih tinggi dan tahanan perempuan.
Di Australia, menurui National Death in Custody Program 2008
(NDICP) dalam periode 29 tahun dan tahun 1980-2008, 1260 kematian terjadi
di prison custody, 119 kematian terjadi dalam police custody dan custody
related operations dan 17 kematian dalam custody of juvenile justice agencies.
Mayoritas tahanan yang meninggal adalah laki-laki. Untuk periode 1980-2005
mayoritas tahanan yang meninggal berusia 25-39 tahun Pada tahun 2008,
lebih banyak tahanan yang berusia 55 tahun keatas yang meninggal. Gantung
diri merupakan cara kematian yang lebih sering digunakan oleh tahanan muda
Selama tujuh tahun terakhir penyebab kematian lebih disebabkan karena
penyebab alami (natural death).2
Di Malaysia, sejak tahun 1990 sampai September 2004 terdapat 1733
kematian di penjara, 85 kematian dipenjara pada tahun 2003-2007. Pada
Desember 2008 terungkap bahwa dalam enam tahun terakhir (2002-2008)
sekitar 1300 orang asing meninggal di penjara Malaysia.1
Berdasarkan uraian di atas mengenai angka kematian tahanan di
penjara, maka perlu diketahui hal-hal yang berkaitan dengan kematian tahanan
dalam penjara, mulai dari penyebab kematian, penanganan tahanan yang
meninggal, dan pemeliharaan kesehatan tahanan.

Lyneham, matthew, et al. Death in Custody in Australia: National Death in Custody Program

2008. Australian Institute of Criminology. Canberra. 2010.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan kematian di penjara/ tahanan?
2. Apakah penyebab kematian di penjara/ tahanan?
3. Apakah hak dan kewajiban tahanan?
4. Bagaimana penanganan tahanan yang meninggal didalam penjara?
5. Bagaimana pencegahan kematian tahanan?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah kematian didalam penjara.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi kematian di penjara
b. Mengetahui penyebab kematian tahanan penjara.
c. Mengetahui hak dan kewajiban tahanan.
d. Mengetahui penanganan tahanan yang meninggal di dalam penjara.
e. Mengetahui pencegahan kematian tahanan.

D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Mahasiswa.
a. Melatih kemampuan mahasiswa dalam penyusunan suatu referat.
b. Menambah pengetahuan mengenai masalah kesehatan yang ada di
dalam penjara.
2. Bagi Instansi terkait (FK UNSRI)
Menambah bahan referensi bagi dokter dan calon dokter dalam
memahami masalah kematian di penjara.
3. Bagi Pemerintahan
Sebagai dasar pertimbangan untuk meningkatkan kualitas layanan
kesehatan di dalam penjara.
4. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai
masalah kesehatan yang ada di dalam penjara.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

TERMINOLOGI4,5
1.

Tersangka adalah seseorang yang diduga, dicurigai atau tertuduh.

2.

Terdakwa adalah orang yang didakwa (dituntut, dituduh) telah melakukan


tindak pidana dan adanya cukup alasan untuk dilakukan pemeriksaan
dimuka persidangan.

3.

Hukuman adalah keputusan yang dijatuhkan oleh hakim.

4.

Terhukum adalah orang yang dihukum atau orang yang dijatuhi hukuman.

5.

Terpidana adalah seseorang yang dijatuhi atau dikenai hukuman karena


melakukan suatu tmdak pidana (suatu kejahatan).

6.

Narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak


pidana.

7.

Penjara adalah tempat di mana orang-orang dikurung dan dibatasi berbagai


macam kebebasan. Penjara umumnya adalah institusi yang diatur
pemerintah dan merupakan bagian dari sistem pengadilan kriminal suatu
negara, atau sebagai fasilitas untuk menahan tahanan perang.

8.

Mati di penjara berasal dari Royal Cominision into Aboriginal Deaths in


Custody (RCIADIC), yaitu:2
a. Death in prison custody
Adalah kematian yang terjadi di penjara atau fasilitas tahanan lainnya,
termasuk kematian yang terjadi selama pemindahan/ transfer ke/ dan
penjara/ fasilitas tahanan lainnya, atau di fasilitas kesehatan mengikuti
pemindahan dari penjara.

b. Death in police custody


Dibagi menjadi dua kategori utama, antara lain:
a. Kategori 1
1) Kategori 1a: Kematian dalam institutional setting (misalnya
kantor polisi, mobil polisi, rumah sakit selama pemindahan dan
atau ke institusi/ mengikuti pemindahan dan institusi).
2) Kategori lb: Kematian lainnya dalam operasi polisi dimana
petugas mempunyai kontak erat, termasuk kematian yang
berhubungan dengan pengejaran dan penembakan oleh polisi.
Tidak termasuk pengepungan dengan parameter yang telah
ditetapkan tetapi petugas tidak memiliki kontak dekat dengan
orang yang dapat mengontrol tindakan seseorang.
b. Kategori 2: Kematian lain selama operasi polisi termasuk
pengepungan dan kasus dimana petugas berusaha menahan
seseorang.

B.

HAK DAN KEWAJIBAN TAHANAN DAN PENJAGA TAHANAN


Meskipun seorang tahanan berada didalam pengawasan polisi, tidak
berarti seorang tahanan tidak memiliki hak apapun dan petugas kepolisian
berhak melakukan apapun terhadap tahanan. Pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 1999 tentang syarat-syarat dan tata cara
pelaksanaan wewenang, tugas, dan tanggung jawab perawatan tahanan.6
1. Hak dan kewajiban perawat tahanan (pasal 3 dan 4)
a. Berwenang

melakukan

dan pengeluaran tahanan.

penerimaan,

pendaftaran,

penempatan

b. Berwenang mengatur tata tertib dan pengamanan RUTAN/ Cabang


RUTAN.
c. Berwenang melakukan pelayanan dan pengawasan.
d. Berwenang menjatuhkan dan memberikan hukuman disiplin bagi
tahanan yang rnelanggar peraturan tata tertib.
e. Bertugas melaksanakan program perawatan, menjaga agar tahanan
tidak melarikan diri dan membantu kelancaran proses penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.
f. Wajib memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, asas
praduga tak bersalah dan asas pengayoman, persamaan perlakuan dan
pelayanan, pendidikan dan pembimbingan, penghormatan harkat dan
martabat manusia, terjaminnya hak tahanan untuk tetap berhubungan
dengan keluarganya atau orang tertentu, serta hak-hak lain yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
2. Hak seorang tahanan
a. Hak untuk beribadah (pasal 11-13)
b. Hak perawatan jasmani dan rohani (pasal 14-19)
c. Hak mendapat pendidikan dan pengajaran (pasal 20)
d. Hak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan (pasal 21-33)
e. Hak untuk memberikan keluhan (pasal 34)
f. Hak mendapatkan bahan bacaan dan siaran media massa (pasal 35-36)
g. Hak untuk mendapatkan kunjungan (pasal 37-40)
h. Hak-hak lain seperti hak politik dan keperdataan sesuai undangundang yang berlaku (pasal 41)

3. Kewajiban seorang tahanan


a. Wajib mengikuti program dan perawatan (pasal 9-10)
b. Wajib mengikuti bimbingan dan pendidikan agama sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing.
c. Wajib mematuhi tata tertib RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/
Cabang LAPAS selama mengikuti program perawatan.

C.

KLASIFIKASI KEMATIAN DI PENJARA


Menurut Leigh et al, mati di penjara dibagi menjadi dua kategori dan
didefinisikan sebagai benkut:7
1. Kategori 1: Seseorang meninggal ketika ditahan di kantor polisi atau
tempat lainnya (kecuali di dalam pengadilan setelah didakwa), ketika
ditahan sementara di kepolisian, ketika di rumah sakit atau mobil polisi.
2. Kategori 2: Seseorang meninggal ketika sudah berada ditangan polisi
maupun akibat tindakan polisi dalam usaha pengejaram/ penangkapan/
menjalankan tugasnva, termasuk ketika seorang suspek meninggal saat di
wawancara walaupun belum ditahan, berusaha melankan diri, sudah
ditahan, berada dalam pengepungan.

D.

DATA STATISTIK
Di Indonesia jumlah kematian narapidana dan tahanan di penjara
rnengalami peningkatan pada tahun 2009. Total 778 orang meninggal di
rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan sepanjang tahun 2099. Jumlah
tersebut terdiri atas 514 narapidana dan 264 tahanan. Jumlah tersebut
meningkat dari jumlah tahun 2008 yang berjumlah 750 orang meninggal di
penjara, terdiri dari 548 narapidana dan 202 tahanan.4

Penyebab kematian tahanan dan narapidana di penjara ini bermacammacam. Mulai dari masalah kelebihan kapasitas penjara hingga penyakit.
Terdapat 509 orang meninggal pada masa tinggal satu hingga enam bulan di
penjara, terdapat 166 orang meninggal dengan masa tinggal 7 (tujuh) hingga
12 (duabelas) bulan dalam penjara. Sebanyak 103 orang meninggal dengan
masa tinggal lebih dari 1 tahun.1
Death in Custody Reporting Act of 2000 menerangkan bahwa di
Amerika Serikat, antara tahun 2001-2004, penjara negara otoritas nasional
melaporkan total 12.129 kematian tahanan negara ke Deaths in Custody
Reporting Program (DICRP). Sembilan dari 10 kematian (89%) akibat kondisi
medis, bunuh diri (6%), pembunuhan (2%), alkohol (1%), obat (1%), dan
cedera (1%).
Di Australia, menurut National Death in Custody Program 2008
(NDICP) dalam periode 29 tahun dan tahun 1980-2008, 1260 kematian terjadi
di prison custody, 779 kematian terjadi dalam police custody dan custody
related operations dan 17 kematian dalam custody of

junvenile justice

agencies.4
Di Malaysia, sejak tahun 1990 sampai September 2004 terdapat 1733
kematian di penjara, 85 kematian di penjara pada tahun 2003-2007. Pada
Desember 2008 terungkap bahwa dalam enam tahun terakhir (2002-2008)
sekitar 1300 orang asing meninggal di penjara Malaysia.3

E.

PENYEBAB KEMATIAN TAHANAN


Penyebab kematian tahanan dapat berupa penyebab alami, bunuh diri,
kecelakaan, pembunuhan, gantung atau jerat, senjata api, luka akibat ledakan
atau kendaraan, overdosis obat, senjata tajam, senjata tumpul.8,9
1. Penyebab kematian berdasarkan pelanggaran terhadap hak asasi
Kematian dalam tahanan dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi
jika:10
a. Merupakan eksekusi langsung tanpa diadili.
b. Disebabkan akibat penyiksaan.
c. Disebabkan karena kondisi penjara yang buruk dan pengabaian akan
kondisi kesehatan narapidana.
d. Disebabkan akibat penggunaan kekerasan yang berlebihan
Kematian dalam tahanan tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak
asasi jika :
a. Disebabkan penyebab kematian alami atau penyakit berat.
b. Tahanan terbunuh akibat usaha dan petugas tahanan untuk melindungi
diri dan ancaman tahanan
2. Penyebab kematian yang perlu dicurigai
a.

Penyebab alami, penyakit atau kecelakaan yang dapat menutupi fakta


pelanggaran hak asasi manusia. Banyak kematian alami di tahanan
disebabkan karena buruknya keadaan tahanan, kurangnya akses ke
pelayanan kesehatan, kurangnya gizi yang memadai atau air bersih,
dan tahanan

yang

terlaiu

penuh. Beberapa kondisi tersebut dapat

dideskripsikan sebagai kekejaman, tidak berperikemanusiaan atau


perlakuan yang buruk.

b.

Kematian akibat dari usaha pelarian dan dapat menutupi fakta


pelanggaran hak asasi manusia. Hal umum bagi otoritas tahanan
menyatakan bahwa tahanan meninggal ketika berupaya untuk
melarikan diri. Bukti forensik dan keterangan dari saksi mata dapat
digunakan untuk melawan klaim tersebut. Hal serupa juga dapat terjadi
pada tahanan yang di klaim meninggal akibat kecelakaan yang pada
pemeriksaan

forensik

ditemukan

adanya

bukti-bukti

tindakan

penyiksaan.10
3. Asfiksia traumatik
Seringkali terjadi ketika petugas gagal dalam menguasai tahanan. Terjadi
akibat sejumlah petugas secara bersamaan melawan dan menduduki
tahanan secara brutal untuk memborgol tahanan. Ketika mereka berdiri,
orang tersebut tidak bernapas lagi dan meninggal tidak lama kemudian
setelah dibawa ke rumah sakit. Kematian akibat asfiksia traumatik
disebabkan karena berat badan petugas yang menyebabkan kompresi dada
dan menghalangi gerak pernapasan.11
4. Penguncian lengan dan memegang leher
Dilakukan poiisi untuk menahan seseorang adalah kematian yang sering
terjadi saat proses penangkapan Penguncian lengan dilakukan di depan
atau bersamaan dengan kepala pelaku diselipkan di antara lengan polisi.
Bahaya yang terjadi adalah kompresi dan depan atau samping leher dan
kematian dapat terjadi baik karena reflek vagus atau karena iskemia
serebri saat terjadi kompresi karotis, atau asfiksia karena obstruksi jalan
napas.
Menurut Reay dan Eisele, terdapat dua tipe dalam memegang leher bar
arm control dan carotid sleeper. Bar arm control lebih berbahaya
dilakukan dengan cara lengan bawah ditarik melintang tepat di depan
laring untuk menutup jalan napas. The carotid sleeper menggunakan dua
sisi lengan untuk memebentuk V yaitu lengan bawah dan lengan atas

untuk mengkompresi karotis sehingga terjadi iskeinia serebral. Kematian


yang sering terjadi akibat stimulasi vagal dari sinus karotikus selain itu
perdarahan

subaraknoid

dapat

terjadi

akibat

kerusakan

arteri

vertebrobasilar karena traksi leher dan hiperekstensi.11


5. Trauma tumpul
Dapat terjadi karena penggunaan kepalan tangan, siku, kaki, atau
penggunaan senjata. Cedera kepala dapat terjadi ketika tahanan
membentur tanah atau dinding. Pukulan keras pada wajah dapat
menyebabkan perdarahan nasofaring sehingga mengobstruksi jalan
pernapasan, terutama pada tahanan dalam pengaruh alcohol. Pukulan pada
samping leher dapat menimbulkan refleks cardiac arrest atau perdarahan
subaraknoid akibat kerusakan pembuluh darah vertebrobasiler. Pukulan
pada perut juga dapat menimbulkan perdarahan intraperitoneal yang
terjadi karena robeknya mesentrium.11
6. Kadar alkohol yang meningkat
Kadar alkohol diatas 350 mg per 100 ml darah dapat menyebabkan
peningkatan resiko koma dan depresi pusat pernapasan. Pada kadar
alkohol darah yang rendah masih dapat timbul resiko aspirasi muntah Oleh
karena isi lambung. Alkohol juga memberikan konstribusi pada kematian
dalam penjara karena kecelakaan, terutama yang menyebabkan cedera
kepala karena terjatuh ke tanah maupun dari tangga dimana orang yang
mabuk akan mengalami ataksia dan inkoordinasi. Terjatuh yang mengenai
oksipitalis dan kerusakan otak contrecoup pada frontal dan temporal pada
otopsi merupakan bukti yang kuat telah terjadi cedera deselerasi.8,11
7. Bunuh diri
Bunuh diri di penjara adalah hal yang tidak biasa. Bunuh diri di penjara
biasanya dilakukan dengan cara gantung. Alasan tahanan untuk
mengakhiri hidupnya bisa karena mengalami kekerasan di penjara atau

gangguan psikiatri. Untuk meyakinkan benar tidaknya gantung, dapat


dilakukan otopsi.11
8. Kematian alami karena penyakit
Biasanya karena akibat penyakit kardiovaskular. Penyakit diabetes,
epilepsi, dan asma potensial menyebabkan kematian mendadak atau tidak
terduga. Untuk memastikannya dapat dilihat dari riwayat medis dan
otopsi.8,11
9. Sudden In-Custody Death Syndrome
Kombinasi keberadaan delirium tereksitasi dikombinasikan dengan faktor
lain yaitu alkohol atau penggunaan obat-obatan, kondisi fisik dari tahanan,
dan kekerasan fisik yang dapat mencetuskan kondisi berpotensi fatal yang
dikenal sudden in-custody death syndrome.12
a. Restraint asphyxia atau asfiksia posisi
Kematian akibat asfiksia yang terjadi saat posisi prone atau hogtied yang dapat menimbukan gangguan pernapasan.

Gambar1. Posisi prone dan hog-tied

Pada posisi ini dapat menekan pernapasan dan menyebabkan


terganggunya fungsi jantung pada pasien yang mengalami kejang.

Pengaruhnya terhadap pernapasan yaitu mengganggu interaksi antara


dinding dada, diafragma, tulang iga dan otot abdomen yang
menyebabkan hipoksia. Yang menyebabkan perubahan kimia tubuh
dan menganggu ritme jantung fisiologis. Pada tahun 1990, terjadi
kematian pada tahanan yang tidak diperkirakan, otopsi dan toksikologi
gagal menemukan diagnosis pasti yang kemudian diberi nama
sudden in-custody death syndrome (SICDS). Sudden in-custody
death syndrome merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan
kematian yang tidak dapat dijelaskan dimana polisi ikut serta dalam
kejadian tersebut. Hal ini diobservasi pertama kali pada tahun 1982,
ketika dilakukan investigasi di Seattle. Wash mendeskripsikan
kematian tiba-tiba terjadi pada orang dengan agitasi psikiatri dan
hiperaktivitas ketika dilakukan penangkapan oleh petugas penegak
hukum.
Mereka yang menunjukkan gangguan perilaku yang timbul
karena ketidak mampuan mereka untuk menghadapi stress yang terjadi
ketika berhadapan dengan polisi. Korban digambarkan menjadi lebih
agresif.
Mereka tidak berespon terhadap alasan atau komando dan
menunjukkan kekuatan yang tidak biasanya. Mereka sendiri menjadi
paranoid. Mereka mungkin berhalusinasi dan memiliki riwayat
perilaku aneh. Perilaku yang mungkin timbul saat situasi sebelum
kematian:
1) Paranoid/ mania
2) Riwayat psikiatri
3) Agresi ekstrim
4) Kekuatan yang tidak biasanya
5) Ketidakmampuan untuk merespon alasan logis

6) Perilaku destruktif
7) Riwayat penyalahgunaan obat-obatan
Polisi mulai menyadari perubahan pada korban yaitu bertingkah
destruktif baik terhadap diri mereka sendiri maupun lingkungan.
Kedatangan polisi mungkin memperburuk agitasi. Paranoid mereka
yang sedang panik semakin meningkat dengan upaya petugas yang
mencoba menenangkan mereka, dan mengakibatkan perilaku yang
semakin destruktif. Mekanisme perilaku yang agresif itu sendiri tidak
diketahui. Perilaku yang di presipitasi oleh psikosis akut. Pemakainan
kokain, metamfetamin, dan phensiklidin, tunggal atau kombinasi,
dapat mencetuskan ke arah SICDS. Alkohol dan obat depresan, dapat
menjadi penyebab, akan tetapi tidak menyebabkan hipereksitabilitas
yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi delirium. Faktor lainnya
yang mempengaruhi adalah penggunaan obat antipsikotik, atau
neuroleptik. Efek samping lainnya dari obat antipsikotik adalah
aritmia, kolaps vaskular, asfiksia yang dikaitkan dengan gangguan
refleks muntah dan distonia laringopharing. Sindrom neuroleptic
rnalignan pun hampir serupa dengan gejala delirium tereksitasi.
Kelelahan fisik, dehidrasi, dan penyakit organik otak juga merupakan
faktor predisposisi lainnya.
Gejalanya

yaitu

hipertermia,

tingkat

kesadaran

yang

berfluktuasi, dan hipotonus. Namun, hal-hal tersebut merupakan salah


satu penyebab kematian tiba-tiba, tetapi tidak mutlak terlibat dalam
menyebabkan manik yang menyebabkan kelelahan. Sindrom kematian
mendadak pada pasien psikiatri, dikenal dengan nama acute exhaustive
mania.
Dr Luthor Bell at the McLean Asylum di Massachusetts
memperkenalkan keadaan tersebut pertama kali pada tahun 1849.
Mereka yang tidak pernah menggunakan neuroleptik pun bisa

menunjukkan tanda acute exhaustive mania. Dimana stress psikologis


dapat menginduksi aritmia jantung yang fatal. Individu yang
mengalami gejala ini berada dalam keadaan darurat yang mengancam
nyawa dan pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan tindakan pertolongan. Pasien psikiatri memiliki risiko
untuk mendapatkan masalah kesehatan sekunder dari kondisi tempat
tinggalnya.
b. Electrical Chemical Restraints
Semprotan kapsikum juga merupakan salah satu penyebab
SICDS. Pada tahun 1991, International Association of Chiefs of Police
(IACF) menetapkan Oleoresin Capsicum (OC) atau semprotan merica
sebagai allernatif yang kurang letal. Akan tetapi ketika kematian mulai
muncul setelah penggunaan semprotan OC, dilakukan penelitian dan
diduga bahwa OC ikut mempengaruhi kematian dalam penjara pada
pasien dengan status excitable manic. IACF menemukan 30 kasus
kematian dari tahun IACF sampai dengan 1993.
Dan catatan tersebut, ditemukan OC tidak efektif. Tahanan
berperilaku aneh dan bersikap melawan kepada polisi. OC ditetapkan
sebagai faktor yang tidak mengkontribusi dan tidak menyebabkan
kematian. Penyebab kematian disebabkan karena asfiksia karena
posisi, diperburuk karena pemakaian obat-obatan, penyakit, dan
obesitas. Akan tetapi Stettee et al menetapkan OC termasuk taktor
yang mengkontribusi kematian yang tidak diperkirakan. Kematian
pada pasien dengan delirium tereksitasi, terutama mereka dengan
penyakit jantung.
Pada tahun 1990, penggunaan taser stun guns menjadi lazim di
penegak hukum. Dipercaya sebagai cara aman untuk menenangkan
atau mengendalikan individu yang berperilaku melawan atau kasar
sehingga tahanan menjadi mudah dikendalikan dan mengurangi

petugas yang terluka. Pada 12 Oktober 2004, The Arizona Republic


rnengumumkan terjadi 73 kasus kematian yang terjadi setelah
pemakaian taser stun gun.
Pada tahun 1998, Canadian Medical Association Journal
menerbitkan penelitian yang dilakukan pada 21 subyek yang
mengalami delirium tereksitasi dari tahun 1988-1995. Dan diambil
kesimpulan bahwa pada pasien psikiatri yang menggunakan kokain
membutuhkan oksigen lebih banyak dan dapat mengalami kematian
karena terjadi anoksia yang segera terjadi setelah tindak pengendalian
tersebut.
F.

RESIKO

KESEHATAN

SESEORANG/

TAHANAN

DIDALAM

PENJARA
1. HIV/ AIDS
a. Di kebanyakan negara di Eropa dan Asia Tengah, tingkat infeksi HIV
dikalangan orang yang di penjara lebih besar dibandingkan dengan
populasi umum.
b. Penjara merupakan tempat penularan HIV dan penyakit menular
lainnya, karena :
1) Terjadi penggunaan obat suntik tanpa adanya ketersediaan jarum
steril.
2) Risiko hepatitis B dan C akibat penggunaan bersama (air, sendok
dll) dan pisau cukur, sikat gigi, tattoo, tindik.
3) Hubungan seksual yang tidak terlindungi, prostitusi, perkosaan.
4) Akses kesehatan yang terbatas.
5) Keamanan dari peralatan medis (perawatan gigi, kedokteran,
ginekologi).

2. Tuberculosis (TB)
a. Sejak awal 1990an, epidemi TB di penjara telah dilaporkan di banyak
negara dan strain TB yang menyebar di penjara banyak yang resisten
terhadap pengobatan dan berhubungan dengan infeksi dari HIV.
b. Laju MDR TB lebih tinggi diantara para tahanan dibanding dengan
populasi umum.
c. Dengan adanya populasi penjara yang berlebih dan nutrisi yang buruk,
laju TBC di antara tahanan adalah sepuluh hingga seratus kali lebih
tinggi dibanding komunitas di luar penjara.
3. Obat-obatan
a. Proporsi IDU yang berbagi penggunaan jarum yang tinggi dengan
risiko dari penularan HIV dan penyakit menular lainnya.
b. Sebanyak 70-98% orang yang dipenjara akibat kejahatan yang
berhubungan dengan obat-obatan dan tidak mendapatkan tata laksana
akan relaps dalam jangka waktu setahun setelah keluar dari penjara.
c. Perawatan substitusi mengurangi penggunaan heroin dan lebih efektif
untuk

mempertahankan

pengguna

dalam

tahapan

pengobatan

dibanding dengan usaha detixofikasi. Tata laksanan substitusi memiliki


beberapa

keuntungan,

termasuk

stabilisasi

dan

pengguna,

rnempengaruhi gaya hidup, memperbaiki fungsi sosial dan pekerjaan


dari pengguna.

4. Kesehatan mental
a. Dari jumlah dua juta tahanan di Eropa, setidaknya 400.000 orang
menderita gangguan mental yang signifikan dan lebih banyak lagi
yang menderita gangguan mental lainnya seperti depresi dan cemas.

b. Over populasi, bullying, marginalisasi dan stigma serta diskrimininasi


membahayakan kesehatan mental.
c. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa masalah terbanyak dan
kesehatan mental di penjara adalah gangguan kepribadian dan sebagian
menderita masalah terkait psikotik.
5. Womens health
a. Walaupun wanita menempati proporsi yang sangat kecil dari total
populasi tahanan, 4-5% rerata, jumlah tahanan wanita di penjara
rneningkat secara cepat. Mereka umumnya dipenjara akibat tindak
non-kekerasan, properti, dan obat-obatan. Wanita yang dipenjara
membawa serta permasalahan yang kompleks, kebutuhan, kecemasan,
penyakit dan distress. Penjara memperburuk masalah ini, dan
meningkatkan ancaman kesehatan pada kebanyakan wanita ini.
b. Wanita yang dipenjara cenderung memiliki pengalaman traumatik pada
masa anak-anak daripada pria yang dipenjara seperti kekerasan
seksual, mental dan fisik. Separuhnya mengalami kekerasan domestik.
c. Banyak wanita di penjara adalah para ibu dan biasanya mengasuh
anak. Sekitar 10.000 bayi dan anak di Eropa diperkirakan terpengaruh
akibat ibu mereka yang dipenjara. Pada kebanyakan negara Eropa, bayi
dan anak kecil dapat tinggal di penjara bersama ibunya, dengan
batasan umur tiga tahun.
d. Sebanyak 75% wanita yang masuk penjara diperkirakan memiliki
masalah dengan obat-obatan dan alkohol.
e. Gangguan mental sering ditemukan pada wanita yang dipenjara, 80%
dari wanita di penjara memiliki gangguan mental yang dapat
teridentifikasi. Dua pertiga dan tahanan wanita menderita PTSD. Satu
dari sepuluh wanita mencoba bunuh diri sebelum dipenjara. Tahanan

wanita lebih cenderung untuk melukai diri sendiri dan mencoba bunuh
diri dibanding tahanan pria.
f. Prevalensi dari HIV dan penyakit menular lebih tinggi diantara tahanan
wanita.
g. Tahanan wanita memiliki kebutuhan khusus berkaitan dengan
kesehatan reproduksi seperti menstruasi, kehamilan, dan menopause.
Hal ini membuat kebutuhan akses yang lebih baik terhadap nutrisi dan
produk perawatan diri.
6. Co-morbidity and mental health
a. Kondisi dual dignosis seperti gangguan kepribadian, alkoholisme, dan
ketergantungan obat umum ditemukan di penjara. Pasien dengan
komorbiditas ini rentan terhadap kekerasan fisik dan seksual.
b. Persentasi keseluruhan dari tahanan yang menderita dari masalah
kesehatan mental dan ketergantungan obat diperkirakan sebesar 6065%.
c. Prevalensi komorbiditas psikiatrik adalah dua hingga tiga kali pada
penderita lebih tinggi daripada populasi umum.
7. Young offenders
a. Pelanggar

hukum

pada

usia

muda

cenderung

menjadi

pelanggar hukum pada usia dewasa jika tidak diintervensi dini.


b. Usia muda di penjara 18 kali cenderung untuk bunuh diri dibandingkan
dengan mereka yang berada di populasi umum.
c. Tahanan usia muda memiliki prevalensi yang lebih besar memiliki
kesehatan mental yang buruk disbanding dewasa, 95% memiliki
setidaknya satu masalah mental dan 80% memiliki lebih dan satu
masalah.

8. Overcrowding
Di beberapa negara, populasi penjara secara perlahan meningkat dalam
beberapa tahun terakhir dan kapasitas penjara tidak meningkat secepat laju
pertumbuhan populasi. Overpopulasi adalah penyebab yang jelas atau
faktor yang berkontribusi terhadap banyak rnasalah kesehatan di penjara.
Kekerasan institusional yang meningkat di dalam rutan atau penjara
mungkin saja berhubungan dengan efek meningkatnya kepadatan sosial
atau meningkatnya kepadatan ruang. Kepadatan sosial mengacu kepada
bertambahnya jumlah tahanan dalam ruangan yang tersedia; kepadatan
ruang mengacu kepada ruang yang berkurang untuk jumlah tahanan yang
sama. Kepadatan yang meningkat di dalam penjara memiliki mata-rantai
baik dengan peningkatan serangan maupun dengan berkurangnya
serangan. Dijabarkan bahwa kepadatan di dalam penjara negara bagian
untuk pria sebagai persentase dari jumlah tahanan di dalam perumahan
biasa dalam setiap penjara dalam ruang kurang dari 60 square per kaki
selama lebih dari 10 jam tiap hari. Dia membandingkan dengan tingkat
pengamanan (minimum, medium, maksimum) untuk empat tingkat
kepadatan yang terlihat bahwa tingkat tertinggi dari kekerasan
antartahanan timbul di tingkat kepadatan terendah dalam semua tingkat
pengamanan, dan bahwa tingkat kekerasan yang paling tinggi dengan
pengamanan maksimum dari semua tingkat kepadatan. 13,14

G.

PERAWATAN TAHANAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 1999, perawatan tahanan di RUTAN/ Cabang RUT AN atau LAPAS/
Cabang LAPAS atau di tempat tertentu bertujuan antara lain untuk:6
1. Memperlancar proses pemeriksaan baik pada tahap penyidikan
maupun pada tahap penuntutan dan pemeriksaan dimuka pengadilan.
2. Melindungi
kejahatan

kepentingan
yang

masyarakat

dilakukan

oleh

dari

pelaku

pengulangan
tindak

pidana

tindak
yang

bersangkutan.
3. Melindungi pelaku tindak pidana dan ancaman yang mungkin akan
dilakukan oleh keluarga korban atau kelompok tertentu yaitu terkait
dengan tindak pidana yang dilakukan. Program perawatan tahanan
akan berakhir dengan sendirinya apabila tahanan yang bersangkutan
telah mendapat keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap. Sedangkan bagi tersangka yang dijatuhi
pidana, pembinaan lebih lanjut akan diserahkan ke Lembaga
Pemasyarakatan sebagai proses akhir dan sistem pemidanaan. Dengan
adanya berbagai tempat tenentu yang digunakan sebagai tempat
penahanan dan tempat tersebut belum ditetapkan sebagai Rumah
Tahanan Negara, maka agar perawatan tahanan tidak diterlantarkan,
maka pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggung jawab perawatan
tahanan dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan oleh pejabat
yang memerintahkan penahanan. Apabila tahanan yang bersangkutan
diserahkan ke Rumah Tahanan Negara, maka tanggung jawab
perawatannya ada pada Kepala Rumah Tahanan Negara dan tanggung
jawab yuridisnya ada pada pejabat yang memerintahkan penahanan. Isi
dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 58 tahun 1999
mengenai perawatan tahanan sebagai berikut :

1. Ketentuan umum perawatan tahanan


Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1) Perawatan tahanan adalah proses pelayanan tahanan yang
dilaksanakan mulai dari penerimaan sampai dengan
2) Pengeluaran tahanan dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
3) Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan
dalam RUTAN/ Cabang RUT AN.
4) Petugas

RUTAN/

Cabang

RUTAN

adalah

Petugas

Pemasyarakatan yang diberi tugas untuk melakukan perawatan


5) Tahanan di RUTAN/ Cabang RUTAN.
6) Menteri adalah Menteri yang lingkup, tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang Perawatan Tahanan.
Pasal 4
1) Kepala RUTAN/ Cabang RUTAN, Kepala LAPAS/ Cabang
LAPAS dan pejabat yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
beserta petugas RUTAN/ Cabang RUTAN, LAPAS/ Cabang
LAPAS dan tempat penahanan tertentu bertugas :
a. Melaksanakan program perawatan;
b. Menjaga agar tahanan tidak melarikan diri; dan
c. Membantu kelancaran proses penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di Pengadilan.

2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam


melaksanakan tugasnya wajib memperhatikan :
a. Perlindungan terhadap hak asasi manusia;
b. Asas praduga tak bersalah; dan
c. Asas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan,
pendidikan dan pembimbingan, penghormatan harkat dan
martabat manusia, terjaminnya hak tahanan untuk tetap
berhubungan dengan keluarganya atau orang tertentu, serta
hak-hak lain yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan.
2. Perawatan tahanan
a. Bagian Pertama Penerimaan
Pasal 5
1) Setiap penerimaan tahanan di RUTAN/ Cabang RUTAN,
LAPAS/ Cabang LAPAS atau tempat tertentu wajib:
a) Didaftar
b) Dilengkapi surat penahanan yang sah yang dikeluarkan
oleh pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas
tahanan yang bersangkutan sesuai dengan tingkat
pemeriksaan.
2) Penerimaan tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berlaku bagi tahanan sipil.

b. Bagian Kedua Pendaftaran


Pasal 6
1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf a meliputi:
a) Pencatatan
b) Surat perintah atau surat penetapan penahanan
c) Jati diri
d) Barang dan uang yang dibawa.
e) Pemeriksaan kesehatan
f) Pembuatan pasphoto
g) Pengambilan sidik jari
h) Pembuatan Berita Acara Serah Terima Tahanan.
2) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
harus dilakukan dalam buku register yang disediakan sesuai
dengan tingkat pemeriksaannya.
c. Bagian ketiga penempatan
Pasal 7
Penempatan tahanan ditentukan berdasarkan penggolongan:
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Jenis tindak pidana
4) Tingkat pemeriksaan perkara

5) Untuk kepentingan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan


dan perkembangan.
d. Bagian keempat tata cara penerimaan, pendaftaran dan
penempatan
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerimaan,
pendaftaran dan penempatan tahanan di RUTAN/ Cabang
RUTAN, LAPAS/ Cabang LAPAS dan tempat tertentu diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
e. Bagian kelima program perawatan
Pasal 9
Perawatan tahanan meliputi perawatan jasmani dan rohani yang
dilaksanakan berdasarkan program perawatan.
Pasal 10
1) Program perawatan bagi tahanan harus sesuai dengan bakat,
minat, dan bermanfaat bagi tahanan dan masyarakat.
2) Program perawatan bagi tahanan dilaksanakan paling lama
7 (tujuh) jam sehari.
3) Program perawatan tahanan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.

3. Berakhirnya Masa Perawatan Tahanan


Pasal 48
1) Perawatan tahanan berakhir karena:
a. Adanya

putusan

hakim

yang

membebaskan

atau

melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.


b. Adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dan
terhadap terdakwa telah diaksekusi untuk menjalani pidana
di LAPAS.
c. Masa penahanan habis atau perpanjangan penahanannya
telah habis.
d. Meninggal dunia.
2) Tahanan yang telah berakhir masa perawatannya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib:
a. Dikeluarkan dari RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/
Cabang LAPAS.
b. Dicatat dalam buku register.
c. Diambil sidik jarinya.
3) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b
meliputi:
a. Putusan hakim yang membebaskan atau melepaskan
terdakwa, putusan hakim yang menjatuhkan pidana.
b. Terdakwa diperintahkan menjalani pidana, Keputusan
Kepala RUTAN/ Cabang RUTAN atau LAPAS/ Cabang
LAPAS.

c. Yang membebaskan terdakwa atau surat keterangan


kematian yang dibuat oleh dokter.
d. Jati diri.
e. Berita acara
H.

MEMONITOR KEMATIAN DALAM PENJARA


Memonitor adalah observasi jangka panjang dan analisis tentang situasi hak
asasi di sebuah negara atau wilayah. Tiga langkah utama dalam memonitor
kematian dalam penjara:10
1. Mengumpulkan informasi hukum, situasi politik, kriminalitas, dll
2. Mencatat dan menindak lanjuti tuduhan terhadap individu yang
mengalami kematian dalam penjara
3. Analisa informasi dan tuduhan dan mengidentikasi pola.

1. Mengumpulkan informasi umum


a. Hukum dan data kelembagaan
1) Apakah undang-undang yang mengatur perlindungan tahanan
dalam segala bentuk penahanan dan aturan untuk perlakuan
terhadap tahanan?
2) Apakah ada kode etik bagi polisi atau militer pasukan yang
mengatur mengenai perlakuan terhadap tahanan? Apakah yang
dimaksudkan oleh kode sebenarnya?
3) Apakah polisi atau kekuatan militer mendapatkan pelatihan? Jenis
pelatihan?
4) Apa saja rantai komando?

b. Informasi politik
1) Lacak pernyataan yang dibuat oleh pejabat pemerintah tentang
penyiksaan dan kematian dalam tahanan.
2) Simpan semua catatan tentang kasus individu, dugaan atau
komentar umum tentang tahanan pada umumnya.
c. Informasi sosial
1) Melalui pemantauan media, mampu mencari tahu tentang perasaan
masyarakat umum terkait tahanan dan kriminalitas.
2) Apakah masyarakat atau media boleh melakukan panggilan untuk
pengobatan yang lebih berat terhadap tahanan?
d. Kriminalitas
Melacak informasi tentang kriminalitas :
1. Apakah terdapat peningkatan atau penurunan?
2. Apakah tindakan kriminal utama?
3. Apakah dakwaannya? Hukumannya?

2. Catatan dan tindak lanjut kasus individu


Mozambican League for Human Rights melakukan investigasi terhadap
tahanan di Mozambik. Kisah tahahan yang disiksa hingga meninggal oleh
petugas polisi adalah hal yang umum di Mozambik. Sejak didirikan,
Mozambican League for Human Rights mendokumentasikan berbagai
kasus-kasus dan dalam banyak hal pelakunya telah dihukum.
Adapun berdasarkan pengalaman sebelumnya Mozambican League for
Human Rights mengetahui berdasarkan pengalaman sebelumnya, bahwa:

1. Kematian di penjara adalah hal umum, dan 2. Kekebalan hukum adalah


lazim. Melalui organisasi atau tindakan memonitor hak asasi manusia
dapat dicapai kesimpulan dengan mengidentifikasi dan menindak lanjuti
semua kasus yang menjadi perhatian mereka. Untuk memfasilitasi tugas
tersebut, disarankan merancang formulir untuk mencatat kasus dugaan
kematian dalam tahanan.

3. Identifikasi Pola
Melalui identifikasi pola akan memungkinkan untuk mendapatkan
gambaran situasi secara keseiuruhan tentang kematian tahanan yang
bersangkutan dan membantu anda di masa depan. Pola yang berkaitan
dengan kematian tahanan adalah :
a. Pola identitas yang kebanyakan kematian dalam tahanan adalah
anggota dari:
1) Partai politik tertentu
2) Bidang sosial tertentu
3) Kelompok etnis
4) Kelompok agama
5) Dugaan pidana
b. Apakah sebagian besar kasus kematian dalam tahanan didahului oleh
kesamaan terjadinya peristiwa :
1) Undang-undang baru
2) Deklarasi suatu keadaan darurat
3) Pemilihan umum

4) Pengumuman rapat atas permintaan otorisasi


5) Pertemuan
6) Demonstrasi, kerusuhan
7) Intimidasi dan atau ancaman kematian
c. Pola lokasi kematian :
1) Penjara khusus
2) Barak militer khusus
3) Pusat penahanan rahasia
d. Pola identitas para tersangka :
1) Petugas keamanan khusus
2) Penjara khusus
3) Cabang keamanan
4) Peringkat serupa
e. Pola penyebab dan cara kematian :
1) Luka tembakan
2) Penyiksaan
3) Kurangnya obat-obatan dan perawatan medis
f. Pola musim kematian
Inisalnya musim panas atau musim hujan yang ditandai dengan
kelaparan, peningkatan malaria atau TB diseluruh negara.

Respon pemerintah untuk kasus dugaan kematian dalam penjara :


1) Penolakan pengembalian jenazah pada keluarga
2) Ketiadaan investigasi yang independen dan tidak memihak
3) Ketiadaan otopsi
4) Prosedur

otopsi

dan

investigasi

tidak

memenuhi

standar

internasional
5) Tidak ada penangkapan, pencobaan, atau penilaian.

I.

PENANGANAN TAHANAN YANG MENINGGAL DI PENJARA10


1. Pemeriksaan sistematik post-mortem kepada semua tahanan yang
meninggal atau baru saja dibebaskan karena alasan apapun.
2. Semua pemeriksaan post-mortem dilakukan oleh patologis forensik yang
sesuai dengan standar internasional.
3. Apapun kasus kematian dalam tahanan:
a. Mintakan investigasi secara mandiri dan netral
b. Mintakan pemeriksaan autopsi yang dilakukan secara terpisah
c. Memberitahukan keluarga tentang hak mereka; yakinkan mereka untuk
melakukan pemeriksaan post-mortem
d. Hindari pemakaman dini terhadap jenazah
e. Yakinkan mereka untuk mengembalikan jenazah kepada keluarga.
f. Berkas pembuktian
4. Pernyataan atau isu

5. Otorisasi untuk investigasi tempat tahanan

J.

STRATEGI PENCEGAHAN KEMATIAN10


1. Akses terhadap tahanan, tanyakan kepada mereka apakah terdapat akses
untuk mendupatkan obal dan pelayanan kesehatan.
2. Lakukan kampanye untuk peningkatan kondisi tahanan (sesuai dengan
Peraluran Standar Minimum mengenai Perlakuan terhadap Tahanan
(United Nation Standard Ininimum Rules for the Treatment of Prisoners)).
3. Minta semua tahanan ditahan dipusat tahanan resmi.
4. Minta daftar semua tempat penahanan resmi dipublikasikan.
5. Mendirikan badan independen yang bertangung jawab untuk mengunjungi
tempat tahanan secara regular, yang akan merekomendasikan untuk
meningkatkan kualitas penjara.
Selain strategi pencegahan di atas, dapat juga dilakukan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
1. Pelatihan medis untuk petugas keamanan.
2. Pelatihan

terhadap

keadaan

darurat,

sehingga

petugas

dapat

mengidentifikasi gejala awal sehingga mereka dapat segera menghubungi


dokter atau paramedis. Yang perlu diperhatikan adalah frekuensi nadi,
warna (bibir, wajah, dan mata) dan pemeriksaan refleks. Mampu
melakukan pemeriksaan fisik dini yaitu temperatur dan tekanan darah,
mengenal berbagai tingkat kesadaran sehingga perlu dibekali keterampilan
medis darurat kepada petugas.
3. Akomodasi disertai fasilitas 1medis yang mampu menangani tahanan yang
mengalami mabuk, obat-obatan atau trauma minor.

4. CCTV dapat membantu petugas untuk mengetahui tanda bahaya, dan


penempatan lebih bermanfaat bila dipasang pada sel tahanan yang beresiko
dibandingkan pada koridor.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kematian di penjara yaitu kematian yang terjadi di penjara atau
fasilitas tahanan lainnya, termasuk kematian yang terjadi selama pemindahan/
transfer ke/ dari penjara/ fasilitas tahanan lainnya, atau difasilitas kesehatan
mengikuti pemindahan dari penjara.
Meski seorang tahanan di dalam pengawasan polisi, bukan berarti
seorang tahanan tidak memiliki hak apapun. Peraturan Pemerintah nomor 58
Tahun 1999 berisi tentang syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang,
tugas, dan tanggung jawab perawatan tahanan.
Kematian tahanan dapat dibedakan menjadi alami dan tidak alami,
terdapat pelanggaran terhadap hak asasi dan tidak. Beberapa penyebab antara
lain karena penyakit, bunuh diri, kecelakaan, pembunuhan, kekerasan, over
dosis obat, gantung, senjata api, dan kematian mendadak.
Penanganan terhadap kematian tahanan adalah dengan pemeriksaan
sistematik post mortem, semua pemeriksaan post mortem dilakukan oleh
patologi forensik, pemeriksaan otopsi, hindari pemakaman dini, investigasi
tempat tahanan dan lokasi kematian.
Upaya pencegahan kematian tahanan dapat dilakukan dengan akses
terhadap tahanan, peningkatan kondisi tempat tahanan, tahanan ditahan di
pusat tahanan resmi. Minta daftar semua tempat penahanan resmi, dan
mendirikan badan independen yang bertanggung jawab untuk mengunjungi
tempat tahanan secara reguler.

B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan (Dokter)
Dapat melakukan pemeriksaan dengan teliti untuk dapat menentukan
sebab kematian sseorang tahanan.
2. Bagi Pemerintahan
Dapat memperhatikan secara berkala baik kondisi atau fasilitas penjara
dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan tahanan.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kematian di penjara. Diunduh dari www.vivanews.com

2.

Lyneham, Matthew, et al. Death in custody in Australia: National Death in


Custody Program 2008. Australian Institute of Criminology. Canberra. 2010.

3.

Hector, Charles. Death in custody: could be more than 3000 since 1990.
Diunduh dan www.malaysiakini.com/death-in-custody.

4.

Arti kata Indonesia. Diunduh dan www.artikata.com

5.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus besar bahasa Indonesia pusat


bahasa. Jakarta: Gramedia; 2008.

6.

Institute for Criminal Justice Reform. Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 58 Tahun 1999. Diunduh dari www.icjr.or.id.

7.

Leigh et al. Deaths in Police Custody: Learning the Lessons. Crown


Copyright/London. 1998.

8.

Knight Bernard. Forensic pathology second edition. London: Oxford


University. 1996.

9.

Springborn, Robert. Death in custody. Criminal justice statistic centre.


Sacramento. 2005.

10.

Callamard, Agnes et al. Monitoring and investigating death in custody.


Amnesty International and CODESRIA. Amsterdam. 2000. Diunduh dari
www.amnesty.nl

11.

Dimaio Vincent J. Forensic pathology. New York: CRC Pres. 2001

12.

Robison, Debra. Sudden In-Custody Death Syndrome. Top Emerg Med :


Lippincott Williams & Wilkins. Inc 2005; 1: 136-43c.

13.

WHO. Prisons and health. Diunduh dari www.euro.who.int.

14.

Join committe on human rights. Death in custody volume 1. The stationery


office. London. 2004.

Anda mungkin juga menyukai