Anda di halaman 1dari 5

N.O.S.T.A.L.G.I.

A
KENANGAN UNTUK HARAPAN

All creative work builds on what came before,


othing is completely original

- Austin Kleon

Lustrum 9 KMTS FT UGM

SANG

GURU
YANG
MERDESA
Hardjoso Prodjopangarso

(Alm) Prof. Ir. Hardjoso Prodjopangarso (Hardjoso). Nama inilah yang tercatat sebagai mahasiswa
bernomor urut satu di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Pria kelahiran Sala, 9 Mei 1923 ini
merupakan sosok yang patut diteladani. Terlahir dari keluarga yang berada, tidak membuat Hardjoso
termanjakan dengan keberadaannya. Kerendahan hati dan kedisiplinan yang ia pegang teguh
mengantarkannya menjadi pribadi yang disegani oleh siapapun yang mengenalnya. Anak ke empat dari
tujuh bersaudara ini menghabiskan masa kecilnya di Surakarta. Walaupun sempat dikeluarkan ketika
menginjak bangku kelas 4 pendidikan Sekolah Dasar, namun Hardjoso kembali melanjutkan pendidikan
Sekolah Dasarnya di RK Hollandsch Inlandsche School (HIS) Purbayan, Surakarta dan menamatkan
pendidikan dasarnya pada tahun 1937. Ketika menginjak masa remaja, Hardjoso pindah ke Jakarta dan
menamatkan studinya di RK Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan Sekolah Menengah Teknologi
yang keduanya berlokasi di Jakarta.

Hardjoso tercatat sebagai


mahasiswa STT di Yogyakarta pada 19451 9 4 9 ya n g s e l a n j u t n ya S T T b e r u b a h
i d e n t i t a s m e n j a d i F a k u l t a s Te k n i k
Universitas Gadjah Mada (FT UGM)
Yogyakarta dan kemudian tercatat kembali
sebagai mahasiswa FT UGM Jogja pada
1949-1953. Tahun 1946, di masa perang
kemerdekaan yang juga sekaligus
merupakan awal masa perkuliahan
Hardjoso, ia ikut berperang memperebutkan
kemerdekaan dengan bergabung bersama
Pasukan Mahasiswa Kogyo Daigaku. Tak
berhenti disitu, pada tahun 1946-1949
Hardjoso pun aktif menjadi anggota Brigade
Tujuh Belas dengan mengikuti organisasi
PKI MUSO dan Clash II. Pada 1953 Hardjoso
meraih gelar insinyur di bidang ilmu teknik
sipil. Menurutnya, merancang bangunan,
merealisasikan rancang bangunan,
membuat fasilitas umum, membuat

jaringan air minum, dan membangun semua


fasilitas umum yang berguna bagi masyarakat
menjadi ketertarikan tersendiri baginya.
Ketertarikan Hardjoso terhadap kegiatan
masyarakat sipil inilah yang menjadi alasan
utama mengapa ia menjadikan teknik sipil
sebagai pilihan mutlak. Setelah menyandang
gelar insinyurnya, Hardjoso tak langsung
mengajar. Ia bekerja terlebih dahulu di
Departemen Kesehatan selama lima tahun
dan pada tahun 1958 secara resmi menjalani
profesi sebagai dosen di Universitas Gadjah
Mada.
Tidak membutuhkan waktu yang lama
bagi Hardjoso untuk meraih gelar guru besar.
Setelah 9 tahun mengabdi sebagai dosen di
UGM, ia pun mendapatkan gelar guru besar
UGM. Namun, tidak lama setelah menyandang
gelar guru besar, tepatnya pada tahun 1980,
Hardjoso memutuskan untuk pensiun dini.
D i b a l i k p e n g u n d u r a n d i r i n ya , H a rd j o s o

Lustrum 9 KMTS FT UGM

memiliki alasan kuat dengan memegang teguh


prinsipnya mengapa ia akhirnya memutuskan
untuk tidak lagi menjabat sebagai Guru Besar
UGM. Alasan kuat yang mendasari itu semua
adalah ia ingin mengabdi dan
mempersembahkan ilmunya lebih banyak
lagi untuk UGM dan masyarakat luas.
Meskipun ditentang banyak pihak, namun ia
tetap teguh dengan prinsip dan
pendiriannya.
Sesuai dengan prinsipnya untuk
mengabdi pada masyarakat, setelah
melepas jabatan sebagai Guru Besar UGM,
pergerakan dan kreatitas Hardjoso
semakin menggeliat. Mulai dari
bereksperimen hingga menciptakan
berbagai macam alat ia lakukan untuk
membuat sebuah inovasi yang diharapkan
berdampak besar di masyarakat. Bak
Jantung untuk menyalurkan air dalam pipa
bambu sepanjang 7.000 meter di Jatiyoso,
alat daya resap untuk daerah rawa, TripikonS yang merupakan septic tank untuk daerah
rawa dan daerah padat, Ki Panca Sihir dan
Nyi Bunga Sihir serta Cak Kilang Sihir yang
merupakan sebuah alat-alat pembersihan air
tanpa bahan-bahan kimia, hingga yang terbaru
alat Jumantara yang diciptakan olehnya pada
2004, menjadi bukti bahwa komitmennya
untuk mengabdi bukanlah isapan jempol
belaka. Tak hanya itu, ia juga mengikuti
berbagai kegiatan IPTEK, diantaranya
mengikuti berbagai seminar baik di dalam
maupun luar negeri. Selain itu, ia juga aktif
mengabdikan diri sebagai narasumber

tersebut.
Tak banyak pribadi yang mampu
berperilaku seperti Hardjoso. Biasanya para
inovator menciptakan karya hanya sekedar
untuk mendapatkan prestige sedangkan bagi
Hardjoso, alat yang diciptakan seharusnya
mampu digunakan oleh masyarakat awam dan
sesuai dengan kebutuhan di masing-masing
daerah. Selama pembuatan inovasiinovasinya, ia memanfaatkan bahan-bahan
yang telah tersedia oleh alam dan
menggunakan teknik-teknik tradisional dalam
pembuatan karyanya. Ia percaya teknologi
tradisional merupakan akar dari perkembangan
teknologi modern dan kemajuan ilmu saat ini.
Hal ini sepihak dan dibenarkan oleh salah satu
putri Hardjoso, Dyah Ekaningsih, yang
mengatakan bahwa ide-ide yang muncul
dibalik karya-karya brillian Hardjoso tak lepas
dari inspirasinya kepada orang-orang
terdahulu.Terlepas dari karya masterpiece
yang brillian dan sangat banyak, Hardjoso
bahkan tak punya ambisi muluk-muluk.
Kalaulah disebut ambisi, kata Hardjoso, ia ingin
ilmu dan teknologi bisa merata sampai ke
rakyat paling bawah.
Blusukan. Itulah kunci ia tak pernah
kehabisan ide untuk membuat sebuah inovasi.
Ia sering keluar masuk pedalaman untuk
penelitian dan mendapatkan ide pembuatan
karyanya karena itulah namanya masih
dikenang oleh masyarakat setempat. Tak
hanya berkarya di bidang ketekniksipilan saja,
ia juga meninggalkan sejumlah karya di bidang
pemeliharaan teknologi dan ekologi. Misalnya,
pengairan pasang surut di Kalimantan dan

untuk berbagi ilmu dengan masyarakat,


diantaranya adalah sebagai pencetus gagasan
dan pelaksanaan tentang Zeni Teritorial
Angkatan Kepolisian pada tahun 1963-1966,
menjadi Keynote Speaker pada peringatan
keluarga alumni UGM pada tahun 1980,
pembimbing mahasiswa UAJY yang
mengikuti lomba karya tulis ilmiah di Korea
Selatan dan masih banyak lagi prestasi dan
kegiatan yang ia ukir.
Banyaknya kegiatan IPTEK dan juga
inovasi yang Hardjoso ciptakan,
menghantarkan ia meraih Penghargaan
Tingkat Nasional seperti Satya Lencana
Pembangunan dari Presiden RI (1974),
Penghargaan di bidang ilmu dan teknologi dari
Presiden RI (1977), dan tiga kali mendapat
penghargaan Anugerah Hamengku Buwono.
Pada setiap penghargaan yang diberikan,
ia tidak serta merta menerima dengan penuh
rasa euforia karena menurutnya, karya cipta
yang dibuat tidak hanya diciptakan oleh
Hardjoso seorang namun juga mendapat
bantuan dari banyak pihak. Ia juga tidak pernah
mematenkan karyakarya dikarenakan ia ingin
masyarakat dapat memanfaatkan sebaikbaiknya, dan membagikan alatnya kepada
masyarakat luas secara bebas tanpa harus
memikirkan siapa yang membuat ataupun
meminta izin kepada yang membuat untuk
menggunakannya. Hardjoso selalu mengatakan
bahwa tidak perlu mematenkan alat karena itu
hanya akan menghambat masyarakat untuk
menggunakannya, karena masyarakat harus
membayar untuk menggunakan alat-alat

Lustrum 9 KMTS FT UGM

Lustrum 9 KMTS FT UGM


Sumber: Arsip Lab. Penyehatan

Sumatera.
Menurut Estiningsih, Asisten Hardjoso,
yang telah bekerja di Laboratorium
Penyehatan milik Hardjoso sejak tahun 1983,
Hardjoso adalah sosok pimpinan yang sangat
ideal dan tidak pernah membawahi siapapun.
Hardjoso benar benar mendidik seseorang
dari yang tidak bisa melakukan apapun hingga
menjadi seseorang yang mampu dalam
berkarya. Kedisiplinannya pun patut diacungi
jempol, tercermin ketika berjanji di setiap
pertemuan, ia selalu menyempatkan
waktunya untuk hadir satu jam lebih awal dari
waktu yang telah dijanjikan. Yang sangat
berkesan bagi Etik, ketika Hardjoso ingin
menguji disertasi. Ia sering membuat
simulasi, seperti Hardjoso yang berpura pura
sebagai mahasiswa dan Etik berperan sebagai
Hardjoso yang memberi pertanyaan dari soal
yang telah dibuat oleh Hardjoso sendiri. Hal ini
dimaksudkan agar Hardjoso menguasai
diser tasi mahasiswanya. Saya bangga
menjadi salah satu pegawainya, tutur Etik.
Selain sebagai sosok pemimpin ideal bagi
banyak pegawainya, ia juga merupakan kepala
keluarga yang tegas dalam membimbing anakanaknya untuk menjadi sosok yang mandiri.
Hardjoso terkesan sebagai sosok ayah yang
plural nan pendiam, serta melepas anakanaknya untuk bebas berkreasi namun tetap
memperhatikan perkembangan anak-anaknya.
Beliau memperbolehkan serta mendukung
anak-anaknya untuk berhasil pada keahlian
masing-masing., ungkap Dyah Ekaningsih, putri
Hardjoso. Hal yang paling berkesan bagi Dyah
adalah ketika Hardjoso ingin merayakan 60

Lustrum 9 KMTS FT UGM

tahun perkawinan. Ia lebih memilih untuk


menulis surat via pos dan mengirim satu per
satu kepada seluruh anak-anaknya untuk
dapat berkumpul bersama di hari kebahagiaan
tersebut. Amazing., satu kata yang
menggambarkan sosok sang ayah bagi Dyah.
Ir. Mitrabani, Direktur Bina Cakar Bumi,
mengenal sosok Hardjoso sejak tahun 1976
sebagai Asisten Operasi di beberapa penelitian
Hardjoso, diantaranya mengenai pasang surut
dan juga berperan aktif bersama dalam
berbagai bentuk pengabdian masyarakat.
Mitrabani sudah mengganggap Hardjoso
seperti sosok ayahnya sendiri. Menurut
Mitrabani, Hardjoso merupakan sosok yang
sederhana, terbuka, tidak suka diberi kejutan
ulang tahun, dan masih suka setir mobil sendiri
walau di umur yang sudah menginjak 86 tahun.
Hardjoso juga seorang yang lincah dan disiplin
dalam penelitian. Sebelum kru masuk dalam
lokasi penelitian, Hardjoso selalu datang lebih
dahulu menulusuri lapangan dan
mempersiapkan segala sesuatu demi
kelancaran penelitian dan keselamatan kru.
Pada saat pernikahan Mitrabani,
Hardjoso sempat memberikan pidato. Namun
lucunya, Hardjoso menjelaskan mengenai
pasang surut, hal yang sangat tidak biasa
terjadi pada momen kebahagiaan seperti
halnya pernikahan.
Banyak pengabdian dan penelitian yang
telah dilakukan seorang Hardjoso, sehingga
Mitrabani dan Dyah Ekaningsih akan
mengabadikan Laboratium Penyehatan milik
Hardjoso menjadi laboratorium bernama
Hardjoso Prodjopangarso.
D r . I r. A c h m a d H e l m i ,

yang kini menjabat sebagai perekayasa


utama Pusat Litbang Sosial, Ekonomi, dan
Lingkungan Badan Penelitian dan
Pengembangan, dulunya juga merupakan
salah satu anggota tim survey pada penelitian
pasang surut yang dilakukan Hardjoso.

Menurut Helmi, dalam setiap penelitian,


Hardjoso selalu memegang teguh ideologi
kearifan lokal. Mahasiswa saat ini seharusnya
peka terhadap lingkungan seperti karakteristik
yang dimiliki Hardjoso. Pak Hardjoso orangnya
teliti dan penuh persiapan. Beliau

Saya senang sipil karena tugas pokoknya membuat


sesuatu yang berfungsi untuk melayani masyarakat.

Sumber: Arsip Lab. Penyehatan

selalu mengikuti SOP yang ada dan siap


tanggap. Bahkan saking siap tanggapnya, keluar
dari hotel saja sudah memakai pelampung.,
tutur Helmi sembari tertawa mengenang.
Menurut Hardjoso, resep panjang umur dan
memiliki daya ingat yang brilian seperti yang
dimiliki Hardjoso adalah selalu menyukai, selalu
bersyukur untuk hal apapun yang diterimanya,
dan tidak pernah membandingkan dengan
orang-orang yang punya kedudukan di atas.
Di usianya yang menginjak kepala
delapan, Hardjoso masih tetap aktif melakukan
penelitian walaupun hanya di dalam ruangan.
Sangat berbeda dengan pemuda jaman
sekarang yang sering kali menggunakan masa
mudanya untuk bermalas-malasan dan
berhura-hura untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat. Semua yang telah ia lakukan,
tentulah sangat bertolak belakang dengan apa
yang dilakukan mahasiswa ataupun pemuda
generasi milenium yang lebih suka kuliah di
ruang berpendingin udara. Padahal, semasa ia
menempuh kuliah, tantangannya bukan hanya

Lustrum 9 KMTS FT UGM

Anda mungkin juga menyukai