Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Trauma Mandibula


Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula (1).
Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila
tidak ditangani dengan benar (2). Mandibula adalah tulang rahang bawah pada
manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi (3).
B. Etiologi Trauma Mandibula
Penyebab terbanyak dari trauma mandibula ini adalah kecelakaan lalu lintas
(4). Perbandingan antara laki-laki dengan perempuan adalah 4:1. Sebagian besar
trauma mandibula terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (45%), diikuti oleh
serangan (22,6%), jatuh (17,9%), kecelakaan olahraga (7,8%), dan kecelakaan
kerja (4,5%) (7). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki, dalam usia berkisar
antara 15 sampai 35 tahun. Sebagian besar patah tulang dan yang paling kompleks
sekalipun sering disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (8). Bagi pasien trauma
mandibula yang fatal, dapat menjadi masalah karena harus rawat inap di rumah
sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai puluhan orang per tahunnya.
C. Klasifikasi Trauma Mandibula
Secara

umum

klasifikasi

fraktur

berdasarkan terminologi, yaitu :

mandibula

dapat

diklasifikasikan

1. Tipe fraktur (9)


1) Fraktur simple atau fraktur tertutup, yaitu keadaan fraktur dengan jaringan
lunak yang terkena tidak terbuka.
2) Fraktur kompoun atau fraktur terbuka, yaitu keadaan fraktur yang
berhubungan dengan lingkungan luar, yakni jaringan lunak seperti kulit,
mukosa atau ligament periodontal terpapar di udara.
3) Fraktur komunisi, yaitu fraktur yang terjadi pada satu daerah tulang yang
diakibatkan oleh trauma yang hebat sehingga mengakibatkan tulang hancur
berkeping-keping disertai kehilangan jaringan yang parah.
4) Fraktur greenstick, yaitu fraktur tidak sempurna dimana pada satu sisi dari
5) tulang mengalami fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih terikat.
Fraktur ini sering dijumpai pada anak-anak.
6) Fraktur patologis, yaitu fraktur yang diakibatkan oleh adanya penyakit pada
mandibula, seperti osteomielitis, tumor ganas, kista atau penyakit tulang
sistemik. Proses patologis pada mandibula menyebabkan tulang lemah
sehingga trauma yang kecil dapat mengakibatkan fraktur.
2. Lokasi Fraktur (5)
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur
mandibula

dapat

Koronoideus,
Parasimfisis.

terjadi

Ramus,

pada

Sudut

daerah-daerah

mandibula,

Dentoalveolar,

Korpus

mandibula,

Kondilus,
Simfisis,

Gambar 2.1 Fraktur Mandibula


3. Pola Fraktur (10)
1. Fraktur unilateral adalah fraktur yang biasanya tunggal pada satu sisi
mandibula saja.
2. Fraktur bilateral adalah fraktur yang sering terjadi akibat kombinasi trauma
langsung dan tidak langsung, terjadi pada kedua sisi mandibula.
3. Fraktur multipel adalah variasi pada garis fraktur dimana bisa terdapat dua
atau lebih garis fraktur pada satu sisi mandibula. Lebih dari 50% dari fraktur
mandibula adalah fraktur multipel.
D. Pemeriksaan Klinis Trauma Mandibula
Pemeriksaan klinis pada fraktur mandibula dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu pemeriksaan intraoral dan ekstraoral serta pemeriksaan radiografi (11).
Pada pemeriksaan ekstra oral, mandibula perlu dievaluasi posisinya
terhadap maksila, apakah tetap di garis tengah atau terjadi pergeseran ke arah
lateral. Pergerakan mandibula juga dievaluasi dengan jalan mengintruksikan
pasien

melakukan

gerakan-gerakan

tertentu.

Semua

gerakan

mandibula

diperhatikan dan kemudian jarak interinsisal dicatat. Pada fraktur subkondilus


tertentu, bisa dijumpai adanya nyeri tekan yang amat sangat atau kaput mandibula
tidak terdeteksi. Tepi inferior dan posterior mandibula dipalpasi mulai dari
prosesus kondilaris sampai ke simfisis mandibula. Adanya nyeri tekan dan
kelainan kontinuitas pada saat pemeriksaan, sebaiknya menjadi perhatian (4, 11,
12).
Pada pemeriksaan intra oral mandibula, palpasi dilakukan pada bagian
sulkus lingualis dan bukalis dengan hati-hati, karena kemungkinan adanya
pergeseran tulang. Daerah yang diduga fraktur diraba dengan ibu jari dan telunjuk
diletakkan di kedua sisi yang diduga mengalami fraktur. Pasien dapat juga

diintruksikan untuk menggerakkan mandibula semaksimal mungkin sehingga rasa


sakit yang terjadi diobservasi (7, 11, 12). Pemeriksaan penunjang pada fraktur
mandibula (12, 13) :
1) Panoramik untuk melihat keseluruhan mandibula.
2) CT scan jika terjadi fraktur condylus intra-artikular.
E. Perawatan Trauma Mandibula
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah
termasuk penanganan syok (circulaation), penaganan luka jaringan lunak dan
imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap
kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen
fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction)),
fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah
dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang
selesai (1, 14).
1. Terapi medis
Pasien dengan fraktur non-displaced atau minimal displace fraktur
condilar dapat diobati dengan analgesik, diet lunak, dan observasi. Pasien dengan
fraktur coronoideus sebaiknya diperlakukan sama. Selain itu, pasien-pasien ini
mungkin memerlukan latihan mandibula untuk mencegah trismus. Jika fraktur
mandibula membatasi gerak, terapi medis merupakan kontraindikasi (15).
Teknik dari reduksi secara tertutup dan fiksasi dari fraktur mandibula
memiliki berbagai variasi. Penempatan Ivy loop menggunakan kawat 24-gauge
antara 2 gigi yang stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih kecil untuk
memberikan fiksasi maxillomandibular (MMF) antara loop Ivy, telah berhasil.
Arch bar dengan kabel 24-gauge dan 26-gauge yang fleksibel dan sering

digunakan. Pada edentulous mandibula, gigi palsu dapat ditransfer ke rahang


dengan kabel circummandibular. Gigi tiruan rahang atas dapat ditempelkan ke
langit- langit. (Setiap screw dari maxillofacial set dapat digunakan sebagai lag
screw.) Arch bar dapat ditempatkan dan intermaxillary fixation (IMF) dapat
tercapai. Gunning Splints juga telah digunakan pada kasus ini karena memberikan
fiksasi dan dapat diberikan asupan makanan. Pada kasus fraktur kominitif,
rekonstruksi mandibula mungkin diperlukan untuk mengembalikan posisi
anatomis dan fungsi (15).
Luka pada dentoalveolar harus dievaluasi dan diobati bersamaan dengan
pengobatan fraktur mandibula. Gigi di garis fraktur harus dievaluasi dan jika perlu
diektraksi. Penggunaan antibiotik pre operatif dan post operative dalam
pengobatan fraktur mandibula dapat mengurangi resiko infeksi (16).
Fraktur yang diobati dengan fiksasi maxillomandibular (MMF) selama 4
minggu atau dengan reduksi terbuka (open reduction). Pada sebuah penelitian
menemukan bahwa 13,7% dari gigi yang di ektraksi pada garis fraktur mengalami
komplikasi, sementara, 16,1% mengalami komplikasi dari gigi yang tetap pada
garis fraktur. Hal ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara jumlah komplikasi pada gigi di ektraksi dan gigi di tahan pada
garis fraktur. Beberapa literatur lain menyatakan pemberian antibiotik yang
adekuat pada gigi non infeksius pada garis fraktur dapat dipertahankan. Setelah
tinjauan literature, Shetty dan Freymiller membuat rekomendasi berikut mengenai
gigi di garis fraktur mandibula : (16)
1) Gigi yang utuh dalam garis fraktur harus dibiarkan jika tidak menunjukkan
bukti melonggar atau terjadi proses inflamasi.
2) Gigi dengan akar retak harus dihilangkan.
3) Lakukan ekstraksi primer ketika ada kerusakan periodontal luas.
2. Terapi bedah

10

Gunakan cara paling sederhana yang paling mungkin untuk mengurangi


komplikasi dan menangani fraktur mandibula. Karena reduksi secara terbuka
(open reduction) meningkatkan resiko morbiditas, reduksi secara tertutup
digunakan pada kondisi kondisi sebagai berikut (15) :
1) Fraktur non displace
2) Fraktur kommunitive yang sangat
3) Edentulous fraktur (menggunakan prostesis mandibula)
4) Fraktur pada anak dalam masa pertumbuhan gigi.
5) Fraktur coronoid dan fraktur condilar
Indikasi untuk reduksi secara terbuka (15) :
1. Displace yang tidak baik pada angle, body, atau fraktur parasimfisis.
2. Fraktur multipel pada wajah.
3. Fraktur Condylar Bilateral.
4. Fraktur pada edentulous mandibula
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang pada wajah
(maksilofasial) mulai diperkenalkan olah Hipocrates (460-375 SM) dengan
menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigigigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran dan diagnosis fraktur mandibula. Pada
perkembangan selanjutnya oleh para klinisi menggunakan oklusi sebagai konsep
dasar penanganan fraktur mandibula dan tulang wajah (maksilofasial) terutama
dalam diagnostik dan penatalaksanaannya (16).
Hal ini diikuti dengan perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan
pengikat kepala (head bandages), pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat
(intermaxilari fixation), serta fiksasi dan imobilisasi fragmen fraktur dengan
menggunakan plat tulang (plate and screw) (1).
Imobilisasi fraktur mandibula secara interdental :
1. Menggunakan kawat kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang
disekitar dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang
bawah yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan
bawah, Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk
2.

memperoleh fiksasi yang kuat (16).


Imobilisasi fraktur mandibula dengan batang lengkung karet.

11

Menggunakan batang lengkung dan karet : batang lengkung dipasang pada


gigi maxilla dan juga pada semua gigi mandibula yang patah. Mandibula
ditambatkan seluruhnya pada maxilla dengan karet pada kait di batang
lengkungan atas dan bawah (16).
Prosedur penanganan fraktur mandibula (2,17) :
1. Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup
dan fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih
disukai paada kebanyakan fraktur.
2. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup
3.

dan arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla.


Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan

fraktur.
4. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan
selama 4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.
5. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila dilakukan
reduksi terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.
Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar yang penting bagi seorang
Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial dalam penatalaksanan kasus patah
rahang atau fraktur maksilofasial (2). Dengan prinsip ini diharapkan
penyembuhan atau penyambungan fragmen fraktur dapat kembali ke hubungan
awal yang normal dan telah beradaptasi dengan jaringan lunak termasuk otot dan
pembuluh saraf disekitar rahang dan wajah (17).
Tindak lanjut post operasi dapat diberikan analgetik pada periode post
operasi. Serta berikan antibiotik spektrum luas pada pasien fraktur terbuka dan re
evaluasi kebutuhan nutrisi. pantau intermaxilla fixation (IMF) selama 4-6 minggu.
Kencangkan kabel setiap 2 minggu. Setelah wire di buka, evaluasi dengan foto
panoramik untuk memastikan fraktur telah union (15).

Anda mungkin juga menyukai