Anda di halaman 1dari 14

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dengan judul judul INSIDENSI FRAKTUR MANDIBULA


YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT ULIN BANJARMASIN telah dilakukan
di Ruang Rekam Medik Rumah Sakit Ulin Banjarmasin. Penelitian menggunakan
metode deskriptif retrospektif pada bulan September 2014. Sampel adalah pasien
fraktur mandibula di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin, Kalimantan
Selatan. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa
rekam medik sesuai kriteria inklusi dan ekslusi.
Sampel pada kasus fraktur mandibula yang dirawat di RSUD Ulin
Banjarmasin berjumlah 60 orang dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 44
orang dan perempuan sebanyak 16 orangdengan perbandingan rasio sebesar 3:1.
Usia sampel pada kasus fraktur mandibula yang dirawat di RSUD Ulin
Banjarmasin berkisar antara 7 70 tahun. Etiologi terbesar pada kasus fraktur
mandibula yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin adalahkarena Kecelakaan
sepeda motor sebanyak 47 orang.Kasus fraktur mandibula yang paling banyak
terjadi di RSUD Ulin Banjarmasin adalah Fraktur Simpisis sebanyak 27 kasus.
Tabel 5.1

Kriteria sampel penelitian yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dari


bulan Juli 2013 - Juli 2014 berdasarkan usia pasien.

Usia (Tahun)
1-10
11-20
21-30
31-40
41-50
51-60

Jumlah Sampel (Orang)


1
21
15
9
9
4
21

34
61-70
Total
Tabel 5.2

Kriteria sampel penelitian yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dari


bulan Juli 2013 - Juli 2014 berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Jumlah
Tabel 5.3

Jumlah (orang)
16
44
60 orang

Kriteria sampel penelitian yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dari


bulan Juli 2013 - Juli 2014 berdasarkan etiologi.
Etiologi Fraktur Mandibula
Kecelakaan Sepeda motor
Kecelakaan Mobil
Perkelahian
Terjatuh
Benturan Benda Keras
Ditabrak Sepeda Motor
Total

Tabel 5.4

1
60 Orang

Frekuensi
47
1
2
7
1
2
60

Kriteria sampel penelitian yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dari


bulan Juli 2013 - Juli 2014 berdasarkan lokasi fraktur.

Fraktur Mandibula
Simpisis
Corpus
Angulus
Parasimpisis
Condyl
Arcus Alveolar
Ramus
Mentalis
Total

Frekuensi
27
11
4
13
4
9
1
1
70

34
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data rekam medik
dari bulan Juli 2013 Juli 2014. Data hasil penelitian ditampilkan pada Tabel 5.5,
Tabel 5.6, Tabel 5.7, Tabel 5.48, Tabel 5.9.
A. Insidensi Fraktur Mandibula yang di rawat di RSUD Ulin Banjarmasin
berdasarkan Lokasi Fraktur
Tabel 5.5

Insidensi Fraktur Mandibula yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin


dari bulan Juli 2013 - Juli 2014 berdasarkan lokasi fraktur.

Fraktur Mandibula
Simpisis
Corpus
Angulus
Parasimpisis
Condyl
Arcus Alveolar
Ramus
Mentalis
Total

Frekuensi
27
11
4
13
4
9
1
1
70

Persentase
38,1 %
15,8 %
5,8 %
18,8 %
5,8 %
12,9 %
1,4 %
1,4 %
100 %

Dari tabel diatas diketahui bahwa kasus fraktur mandibula yang paling
banyak terjadi di RSUD Ulin Banjarmasin adalah Fraktur Simpisis sebanyak 27
kasus dengan presentase 38,1 %, Fraktur parasimpisis sebanyak 13 kasus dengan
presentase18,8 %, Fraktur Corpus Mandibula Simpisis sebanyak 11 kasus dengan
presentase 15, %, Fraktur Arcus Alveolar Simpisis sebanyak 9 kasus dengan
presentase 12,9 %, Fraktur Condyl dan Fraktur Angulus Simpisis masing
masing sebanyak 4 kasus dengan presentase 5,8 %, Fraktur Ramus dan Fraktur
Mentalis dan fraktur Simpisis masing masing sebanyak

kasus dengan

presentase 1,4 %.
Insidensi terbanyak dari fraktur mandibula yang dirawat di RSUD Ulin
Banjarmasin terjadi pada fraktur bagian simpisis sebesar 57,69%. Ini Gabungan

34
yang sempurna dari kecelakaan langsungdan tidak langsung dapat menimbulkan
terjadinya fraktur multipel. Pada umumnya fraktur ini terjadi karena trauma tepat
mengenai titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur pada simpisis dan kedua
kondilus (1).

B. Insidensi Fraktur Mandibula yang di rawat di RSUD Ulin Banjarmasin


berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.6 Insidensi Fraktur Mandibula yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dari
bulan Juli 2013 - Juli 2014 berdasarkan lokasi fraktur terhadap jenis kelamin.

Fraktur
Mandibula
Simpisis
Corpus
Angulus
Parasimpisis
Condyl
Arcus Alveolar
Ramus
Mentalis

Laki-laki
22
7
2
9
3
7
1
1

Total

52

Jenis Kelamin
Persen
Perempuan
31 %
5
10 %
4
2,9 %
2
13 %
4
4,4 %
1
10 %
2
1,4 %
0
1,4 %
0
74,1 %

18

Persentase
7,1%
5,8%
2,9%
5,8%
1,4%
2,9%
0%
0%
25,9 %

Dari 60 orang yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin diperoleh total 70


kasus fraktur mandibula, fraktur mandibula yang terjadi pada laki-laki sebanyak
52 kasus dengan persentase sebesar 74,1 % dan pada perempuan sebanyak 19
kasus dengan persentase sebesar 25,9 %dengan perbandingan rasio sebesar 3:1.
Fraktur Mandibula pada laki laki yang terbanyak adalah kasus Fraktur pada
simpisis sebanyak 22 kasus dengan persentase 31 %, dan kasus fraktur mandibula
yang terbanyak pada perempuan juga pada fraktur simpisis sebanyak 5 kasus
dengan persentase 7,1 %.

34
Dari 60 pasien fraktur mandibula yang dirawat di RSUD Ulin
Banjarmasin, maka diperoleh insidensi fraktur mandibula berdasarkan jenis
kelamin menunjukkan bahwa laki-laki lebih tinggi frekuensinya dibandingkan
dengan perempuan (tabel 5.2). Dari data tersebut didapat rasio yang menunjukkan
bahwa fraktur mandibula pada laki-laki dan perempuan berbeda yaitu 4:1. Hasil
yang diperoleh sama dengan hasil penelitian retrospektif SO. Ajike dan kawankawan yang menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi frekuensinya dibandingkan
dengan perempuan dengan rasio lebih kecil sedikit dari penelitian ini yakni
3,7:1.5 Hasil penelitian ini diperkuat dari data penelitian Jose Luiz Rodrigues
LELES dan kawan-kawan (Risk factors for maxillofacial injuries in a Brazillian
emergency hospital sample) juga melaporkan bahwa laki-laki mempunyai
prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan dalam insidensi fraktur
mandibula, dengan rasio 3:1. Tingginya frekuensi yang terjadi pada laki-laki
dikarenakan di kota Banjarmasin sendiri, kebanyakaan pengguna sepeda motor
dijalan raya didominasi oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Serta
peran pria yang lebih aktif didalam kegiatan masyarakat dibandingkan dengan
perempuan yang kegiatannya terbatas (18).

C. Insidensi Fraktur Mandibula yang di rawat di RSUD Ulin Banjarmasin


berdasarkan Usia
Tabel 5.7 Insidensi fraktur mandibula yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dari
bulan Juli 2013 - Juli 2014 berdasarkan lokasi fraktur terhadap usia.
Fraktur
Mandibula

1-10

11-20

21-30

Usia
31-40

41-50

51-60

61-70

34
Simpisis
Corpus
Angulus

11

1,4

Parasimpisis 1 1,4

Condyl

Alveolar

Ramus

2,
8

26

Mentalis
Total

15,
7

4,3
2,8

8,6

7,1

5,7

5,7

4,3

5,7

2,8

1,4

1,4

1,4

5,7

2,8

1,4

1,4

2,8

4,3

1,4

1,4

1,4

1,4

17

24,3

12

17,1

11,4

5,
7

1,
4

2,8
2,8
0
0
37,
1

Didalam penelitian ini juga dibahas mengenai insidensi fraktur mandibula


berdasarkan umur. Dari 60 orang pasien yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin
didapat bahwa insidensi fraktur mandibula yang terbanyak terjadi pada rentang
usia 11-30 tahun dengan persentase sebesar 61,4%. Ini berarti fraktur mandibula
terjadi pada rentang usia yang produktif, hasil yang diperoleh sama dengan hasil
penelitian Hamad Ebrahim Al Ahmed dan kawan-kawan serta penelitian
retrospektif Sunarto Reksoprawiro tahun 2001-2005 pada penderita yang dirawat
di SMF Ilmu Bedah RSU DR. Soetomo, Surabaya menunjukan bahwa penderita
fraktur mandibula akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor ini
terjadi pada rentang usia produktif yakni 11-20 dan 21-30 tahun (19)(20).Hasil
penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Amir Dibaie dan kawan-kawan bahwa
sebanyak 43,38% persen penderita fraktur mandibula terjadi pada rentang usia
yakni 21-30 tahun (21). Ini dikarenakan bahwa orang-orang yang berada pada

34
rentang usia 21-30 tahun lebih banyak mengambil kegiatan ataupun aktifitas
dalam kehidupan sehari-hari, termasuk mengendarai sepeda motor dengan
sembarangan.Dalam penelitian ini, insidensi terendah dari fraktur mandibula
terjadi pada rentang usia 61-70 tahun yakni sebesar 1,4%. Ini dikarenakan rentang
usia tersebut sudah termasuk kedalam masa dewasa lanjut (usia lanjut). Masa
dewasa lanjut atau usia lanjut dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian. Pada
masa ini baik kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun. Oleh karena
kemampuan fisik dan psikologis yang menurun, maka sangat jarang sekali orangorang pada rentang usia 61-70 tahun ini mengalami fraktur mandibula (22).
D. Insidensi Fraktur Mandibula yang di rawat di RSUD Ulin Banjarmasin
berdasarkan Etiologi
Tabel 5.8 Insidensi Fraktur Mandibula yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dari
bulan Juli 2013 - Juli 2014 berdasarkan etiologi kasus.
Etiologi Fraktur Mandibula
Kecelakaan Sepeda motor
Kecelakaan Mobil
Perkelahian
Terjatuh
Benturan Benda Keras
Ditabrak Sepeda Motor
Total

Frekuensi
47
1
2
7
1
2
60

Persentase
78,4 %
1,7 %
3,3 %
11,6 %
1,7 %
3,3 %
100 %

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa etiologi terbesar pada kasus


fraktur mandibula yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin karena Kecelakaan
sepeda motor sebanyak 47 orang (78,4 %), terjatuh sebanyak 7 orang (11,6 %),
ditabrak oleh sepeda motor sebanyak 2 orang (3,3 %), perkelahian sebanyak 2
orang (3,3 %), kecelakaan mobil sebanyak 1 orang (1,7%) dan benturan dengan
benda keras sebanyak 1 orang (1,7%).Dari hasil penelitian didapatkan insidensi

34
fraktur mandibula akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor
yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Juli 2013 - Juli 2014
diperoleh 60 orang pasien.
Banyaknya pasien fraktur mandibula akibat kecelakaan lalu lintas pada
pengendara sepeda motor ini disebabkan oleh penggunaan helm yang tidak
memenuhi standar, jalur transportasi atau infrastruktur yang tidak memadai,
pengaruh alkohol sewaktu mengemudi, memperoleh surat izin mengemudi tanpa
tes yang ketat dan etika berlalu lintas yang tidak baik dari pengendara sepeda
motor (23). Selain itu kecepatan mengemudi juga merupakan penyebab lain dari
kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor. Dari penelitian Sarkar dan
kawan-kawan menyatakan bahwa pengendara sepeda motor yang tidak memakai
helm memiliki risiko 5 sampai 9 kali lebih besar untuk terjadinya fraktur
mandibula dibandingkan dengan pengendara sepeda motor yang memakai helm.
Dalam sebuah penelitian juga dikatakan bahwa pengaruh alkohol atau etanol (etil
alkohol) pada saat mengendarai sepeda motor dapat menyebabkan cedera ataupun
fraktur pada bagian kepala dan wajah, hal ini dikarenakan pengaruh alkohol pada
fungsi neuronal dan terutama pada fungsi-fungsi yang berhubungan dengan
neurologis serta neuropsikologis. Penelitian tersebut diperkuat oleh penelitian
yang dilakukan oleh Borkeisten dan kawan-kawan yang melakukan estimasi BAC
(Blood Alcohol Consentration) secara acak pada pengendara di bagian Michigan.
Dari penelitian case control tersebut menunjukkan bahwa risiko kecelakaan
semakin meningkat cepat ketika BAC melebihi 100 mg/dl (23).

34
Selanjutnya kendala utama yang dihadapi dalam peningkatan keselamatan
jalan adalah rendahnya disiplin masyarakat dalam berlalu lintas, kurangnya
kedisiplinan ini menjadi salah satu faktor yang mendukung terjadinya kecelakaan.
Banyaknya peristiwa kecelakaan yang diawali dengan pelanggaran lalu lintas,
terutama pelanggaran rambu dan lampu lalu lintas. Menurut data dari kepolisian
faktor pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi yang kurang tertib berlalu
lintas ini mencapai lebih dari 80% dari penyebab kecelakaan lalu lintas pada
pengendara sepeda motor (24).

E. Insidensi Fraktur Mandibula yang di rawat di RSUD Ulin Banjarmasin


berdasarkan Tatalaksananya
Tabel 5.9 Insidensi Fraktur Mandibula yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dari
bulan Juli 2013 - Juli 2014 berdasarkan tatalaksananya.

Tatalaksana Fraktur
Mandibula
Orif Elektif
Orif Selektif
Arch Bar
Orif Platting
Menolak Dirawat
Total

Frekuensi

Persentase

40
7
3
5
13
69

58,1 %
11,6 %
4,3 %
7,2 %
18,8 %
100 %

Berdasarkan hasil pada Tabel 5.9, dari 60 pasien yang mengalami kasus
fraktur mandibula tatalaksana yang paling banyak digunakan adalah orif elektif
sebanyak 40 kasus (58,1 %), orif selektif sebanyak 7 kasus (11,6 %), orif platting
sebanyak 5 kasus (7,2 %), Arch Bar 3 kasus (4,3 %) dan menolak dirawat 13
kasus (18,8 %).

34
Dalam penelitian ini, perawatan yang diberikan pada 60 pasien fraktur
mandibula yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin adalah ORIF ( Open
Reduction and Internal Fixation ). Dengan kata lain perawatan yang diberikan
pada pasien fraktur mandibula ini menggunakan reduksi terbuka yakni dengan
pendekatan pembedahan, fragmen tulang dikembalikan pada hubungan anatomi
semula. Selanjutnya menggunakan alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, dan plat untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
terjadinya proses penyembuhan luka pada tulang yang mengalami fraktur. Pada
penelitian ini, alat fiksasi internal yang digunakan dalam perawatan fraktur
mandibula yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin adalah mini plate. Pada
reduksi terbuka yang menggunakan mini plate sebagai alat fiksasi internalnya
mempunyai keuntungan berupa pengembalian fungsi pengunyahan lebih cepat,
pasien lebih nyaman karena tidak dibutuhkan fiksasi intermaksilar, menghasilkan
fiksasi yang kuat, memperpendek durasi penyembuhan tulang, menghindari
trauma dental dan periodontal sehubungan dengan penggunaan arch bar (25).
Dalam penelitian ini penggunaan ORIF lebih banyak dilakukan pada
perawatan fraktur karena fraktur yang terjadi tidak dapat direduksi kecuali dengan
jalan operasi serta fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung
mengalami pergeseran kembali setelah direduksi. Penggunaan ORIF ini dipilih
karena perawatan ORIF ini mempunyai keuntungan yakni reduksi lebih akurat,
stabilitas reduksi yang tinggi, berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
yang membuat pasien kurang nyaman, rawat inap lebih singkat serta
penyembuhan yang cepat (26).

34
Hasil penelitian juga menunjukan pasien yang menolak perawatan
sebanyak 18,8 %, hal ini dikarenakan pasien sangat cemas dan ketakutan atau
tidak siap dioperasi sehingga mereka menolak atau menunda dan meminta pulang
paksa, selain itu kendala biaya juga menjadi salah satu alasan pasien menolak
perawatan (27).

34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa sampel pada kasus fraktur mandibula
yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Juli 2013 Juli 2014
berjumlah 60 orang. Insidensi fraktur lebih banyak terjadi pada laki laki
sebanyak 52 kasus dengan persentase sebesar 74,1 % dan pada perempuan
sebanyak 19 kasus dengan persentase sebesar 25,9 % dengan perbandingan rasio
sebesar 3:1. Berdasarkan usia, fraktur mandibula paling banyak terjadi pada usia

produktif yakni 11-30 tahun yakni sebesar 61,4%. Fraktur mandibula yang paling
banyak terjadi adalah pada lokasi Fraktur Simpisis sebanyak 27 kasus dengan
persentase 38,1 %. Etiologi terbesar pada sampel adalah karena kecelakaan sepeda
motor sebanyak 47 orang dengan persentase 78,4 %. Hal tersebut dikarenakan
masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam melindungi diri mereka dari
terjadinya fraktur pada bagian tulang wajah, seperti etika berlalu lintas yang tidak
baik dan penggunaan helm yang tidak memenuhi standar nasional, serta
kurangnya perhatian pemerintah untuk memperbaiki jalur transportasi yang
seharusnya dapat berfungsi dengan baik.
Perawatan yang dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Juli 2013
Juli 2014 terhadap pasien fraktur mandibula adalah Open Reduction (ORIF
Elektif) sebanyak 58,1 %. Hasil penelitian juga menunjukan pasien yang menolak
perawatan sebanyak 18,8 % ini di karenakan pasien sangat cemas dan ketakutan

34
atau tidak siap dioperasi sehingga mereka menolak atau menunda dan meminta
pulang paksa, selain itu kendala biaya juga menjadi salah satu alasan pasien
menolak perawatan.
5.2

Saran
Walaupun teknologi bedah memberikan hasil yang baik, pencegahan

trauma ataupun fraktur merupakan langkah yang bijak. Pengendara sepeda motor
adalah yang berisiko tinggi terhadap terjadinya fraktur mandibular, hendaknya
lebih memperhatikan keselamatan jiwa mereka, terutama dibagian kepala. Oleh
sebab itulah penggunaan alat pengaman berupa helm yang memenuhi standar
sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya fraktur mandibula. Selain itu
kecepatan mengemudi, etika berlalu lintas yang baik serta tidak mengkonsumsi
minuman yang berakohol pada saat mengendarai sepeda motor sangat diharapkan
kepada masing -masing individu.
Pemerintah juga harus memperhatikan dan memperketat peraturan ataupun
undang undang lalulintas bagi pengendara sepeda motor, seperti memperketat
pembuatan SIM (Surat Izin Mengemudi). Ini bertujuan agar pengendara sepeda
motor yang nantinya beraktifitas di jalan raya benar-benar sudah diseleksi pada
saat ujian pembuatan SIM, baik secara teori maupun praktik. Sehingga para
pengendara sepeda motor yang sudah memiliki SIM tersebut dapat mengetahui
dan memahami tentang peraturan lalulintas yang ada. Pemerintah juga harus
mempertimbangkan pembagian jalur lalulintas bagi pengguna roda dua dan roda
empat. Dengan kata lain, jalur lalulintas bagi pengendara mobil dan pengendara

34
sepeda motor harus dipisah, sehingga angka kecelakaan lalulintas dijalan raya
dapat dikurangi.
Pada data rekam medik yang diambil dari pihak rumah sakit sendiri
seharusnya melakukan pencatatan rekam medic pasien dengan lengkap dan jelas,
agar dokter yang akan ataupun sedang merawat pasien fraktur mandibula tersebut
lebih jelas dalam melihat riwayat penyakit pasien atau kondisi pasien sebelumnya
yang ditulis didalam rekam medis pasien yang bersangkutan. Sehingga dokter
dapat menentukan perawatan yang lebih memungkinkan dan menguntungkan bagi
pasien fraktur mandibula tersebut.
Dengan

keterlibatan

berbagai

pihak,

baik

itu

pihak

kesehatan,

pemerintahan, kepolisian, serta media media promosi terhadap insidensi fraktur


mandibula yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas hidup seseorang dapat
dicegah dan angka dari insidensi fraktur mandibula akibat kecelakaan lalu lintas
khususnya pada pengendara sepeda motor dan penyebab lainnya dapat dikurangi.

Anda mungkin juga menyukai