BAB IV
DASAR PERENCANAAN
SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH
4.1 Umum
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan sistem distribusi air bersih
yaitu berupa informasi mengenai kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan. Kebutuhan
air bersih sangat ditentukan oleh kondisi wilayah perencanaan, pertambahan jumlah
penduduk dan tingkat sosial ekonomi penduduk yang mempengaruhi pola pemakaian air.
Penentuan kebutuhan air bersih didasarkan pada beberapa hal yaitu :
1. Daerah pelayanan
2. Periode perencanaan
3. Proyeksi jumlah penduduk, fasilitas umum dan fasilitas sosial selama periode
perencanaan
4. Pola pemakaian air di suatu wilayah
Dasar pertimbangan dalam perencanaan sistem distribusi air bersih :
1. Pertumbuhan penduduk yang dilayani, semakin tinggi jumlah penduduk suatu
daerah, maka kebutuhan air bersih penduduk akan meningkat
2. Tingkat sosial ekonomi penduduk.
Kebutuhan air akan semakin meningkat jika tingkat sosial ekonomi juga semakin
meningkat
3. Kecepatan pertumbuhan sarana perkotaan yang ada
4. Ekonomi dan investasi pembangunan
5. Spesifikasi teknik material dan struktur sistem
Dasar Perencanaan
3. Daerah yang telah menerima pelayanan air bersih tetapi belum maksimal
4. Daerah yang berpotensi berkembang menjadi inti pusat kota kedua
5. Aspek teknis seperti topografi yang menentukan proses distribusi
6. Aspek ekonomi
Kota Bandung memiliki 6 Instalasi Pengolahan Air Minum yang masih tetap difungsikan
hingga saat ini. Di antaranya adalah Instalasi Pengolahan Air Minum di Badaksinga dan
Dago Pakar, Cibeureum, Cipanjalu serta Cirateun. Sedangkan, produksi sumber mata air
dan air tanah kini sudah jauh berkurang, sehingga tidak bisa diharapkan untuk melayani
kebutuhan air minum Kota Bandung, khususnya Bandung Selatan. Pada umumnya
penyediaan air minum Kota Bandung dilayani oleh 2 Instalasi Pengolahan Air Minum
(IPAM) dengan kapasitas yang cukup besar yaitu di Badaksinga dan Dago Pakar.
Seluruh IPAM tersebut melayani kebutuhan air bersih di Kota Bandung. Distribusi air
bersih untuk wilayah Bandung Selatan sampai saat ini berasal dari IPAM Badaksinga yang
berada di Kecamatan Coblong. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka PDAM Kota
Bandung telah merencanakan pembangunan IPAM baru untuk melayani daerah Bandung
Selatan, yaitu di Cimenteng, Kabupaten Banjaran. Oleh karena itu diperlukan perencanaan
jalur distribusi baru dari IPAM Cimenteng ke daerah Bandung Selatan.
IV-2
Dasar Perencanaan
IV-3
Dasar Perencanaan
Daerah Perencanaan
Gambar 4.2 Daerah Pelayanan Air Bersih di Bandung Selatan dari IPAM Cimenteng
IV-4
Dasar Perencanaan
Hal yang perlu diperhatikan adalah perencanaan yang ekonomis, artinya tidak
membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal ini dapat disiasati dengan merencanakan jalur
distribusi baru dengan menggunakan jalur pipa yang sudah ada serta pemotongan jalur
pipa, jika dibutuhkan. Namun, hal yang harus lebih diperhatikan adalah kualitas pelayanan.
Untuk meminimalisir tingkat kehilangan air dan memperbaiki pipa yang bocor karena telah
rusak, maka lebih baik jika dibuat jalur distribusi baru.
Dengan memperhatikan laju perkembangan jumlah penduduk masa lampau, maka metode
statistik merupakan metode yang paling mendekati untuk memperkirakan jumlah
penduduk di masa mendatang. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
menganalisa perkembangan jumlah penduduk di masa mendatang yaitu :
1. Aritmatika
2. Geometrik
3. Linear
4. Eksponensial
5. Logaritmik
IV-5
Dasar Perencanaan
Pn = P0 + r (Tn T0 )
r = P2 P1
Pn = P0 (1 + r ) n
r=
( P2 P1 )
P1
= jangka waktu
IV-6
Dasar Perencanaan
b = ( N( xy) xy )
( N x 2 ( x ) 2 )
( Nx 2 (x) 2 )
y = ae bxn
ln a =
1
( ln y bx)
n
b = (( N( x ln y ) (x ln y ))
( Nx 2 (x) 2 )
a= 1
N (y b ln x)
b = ( N( y ln x) y ln x)
( N(ln x) 2 ( ln x) 2 )
Untuk menentukan metode paling tepat yang akan digunakan dalam perencanaan,
diperlukan perhitungan faktor korelasi, standar deviasi dan keadaan perkembangan kota di
masa yang akan datang. Koefisien korelasi dan standar deviasi diperoleh dari hasil analisa
dan perhitungan data kependudukan yang ada dengan data penduduk dari perhitungan
metode proyeksi yang digunakan.
Korelasi, r, dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
r2 =
(( P Pr ) 2 ( Pn P ) 2 )
(( P Pr ) 2 )
IV-7
Dasar Perencanaan
r < 0, korelasi kuat, tetapi bernilai negatif dan hubungan diantara keduanya
berbanding terbalik.
r > 1, terdapat hubungan positif dan diperoleh korelasi yang kuat, diantara kedua
variabel memiliki hubungan yang berbanding lurus.
( Pn P) 2
2
(
(
)
n
n
STD =
0,5
Metode proyeksi yang dipilih adalah metode dengan nilai standar deviasi terendah dan
koefisien korelasi paling besar. Pola perkembangan kota sesuai dengan fungsi kota di masa
mendatang juga dijadikan acuan dalam menentukan metode proyeksi. Pada umumnya
fungsi sebuah kota dapat menunjukkan kecenderungan pertambahan penduduk di masa
mendatang.
Dengan menggunakan lima metode yang telah dijelaskan sebelumnya maka diperoleh hasil
proyeksi jumlah penduduk hingga tahun 2025 yang ditunjukkan oleh Tabel 4.1 dan
Gambar 4.1.
Tahun
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
r2
r
STD
Sumber : Perhitungan
IV-8
Dasar Perencanaan
Proyeksi Penduduk
550000
500000
450000
aritmatika
geometrik
400000
regresi linear
eksponensial
logaritmik
350000
300000
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Dasar Perencanaan
2020
2021
2022
2023
2024
2025
549956
552500
554949
557308
559585
561784
Sumber : Perhitungan
Proyeksi fasilitas umum dan fasilitas sosial digunakan untuk menentukan kebutuhan air
non domestik. Proyeksi dilakukan dengan mengacu kepada karakteristik wilayah
perencanaan, RTRW yang telah ditetapkan dan standar pendukung untuk setiap fasilitas
umum dan fasilitas sosial yang telah ditetapkan oleh Ditjen Cipta Karya, Departemen
Pekerjaan Umum.
a. Fasilitas Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada di Kota Bandung berupa sarana pendidikan tingkat TK, SD,
SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi (IAIN, ITB, UNPAD, UPI dan perguruan-perguruan
swasta). Secara umum fasilitas pendidikan sudah cukup banyak, namun kurang seimbang
dalam penyebarannya, sehingga dapat dikatakan sarana ini belum memenuhi kebutuhan
penduduk. Hasil proyeksi fasilitas pendidikan ditunjukkan oleh Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Proyeksi Fasilitas Pendidikan di Bandung Selatan
Tahun
2005
2010
2015
2020
2025
(unit)
(unit)
(unit)
(unit)
(unit)
Jenis
TK
182
187
196
206
212
SD
367
373
376
379
382
SLTP
72
75
78
81
84
SMU
33
38
43
48
53
SMK
27
29
31
33
35
Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
IV-10
Dasar Perencanaan
b. Fasilitas Kesehatan
Sarana kesehatan di Kota Bandung banyak dikelola oleh pihak swasta baik itu praktek
dokter, bidan, apotik maupun farmasi lainnya. Peningkatan fasilitas yang ada perlu
dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk Kota Bandung. Hasil proyeksi
fasilitas kesehatan ditunjukkan oleh Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Proyeksi Fasilitas Kesehatan di Bandung Selatan
Tahun
2005
2010
2015
2020
2025
(unit)
(unit)
(unit)
(unit)
(unit)
Jenis
RS
5
6
7
8
9
RS Bersalin
28
28
29
29
30
Puskesmas
31
32
33
34
35
Posyandu
757
760
763
766
769
Apotik
58
62
66
70
74
Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
c. Fasilitas Peribadatan
Sarana perekonomian (perdagangan dan jasa) yang ada di Kota Bandung sangat beragam,
mulai dari pasar tradisional sampai modern, pasar berskala pelayanan lokal sampai ke
skala regional dan nasional. Jenis-jenis sarana perekonomian yang ada saat ini antara lain
pasar, pertokoan, restoran, dsb..Hasil proyeksi fasilitas perdagangan dan jasa ditunjukkan
oleh Tabel 4.6.
IV-11
Dasar Perencanaan
e. Fasilitas Olahraga
Kondisi eksisting fasilitas olahraga seperti GOR dan kolam renang sudah cukup memenuhi
kebutuhan masyarakat. Namun, dengan perkembangan Kota Bandung yang cukup pesat,
fasilitas olahraga akan diproyeksikan meningkat juga. Hasil proyeksi fasilitas olahraga
ditunjukkan oleh Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Proyeksi Fasilitas Olahraga di Bandung Selatan
Tahun
2005
2010
2015
2020
2025
(unit)
(unit)
(unit)
(unit) (unit)
Jenis
GOR
2
3
4
5
6
Kolam renang
5
6
7
8
9
Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
Kota Bandung merupakan daerah wisata yang cukup baik untuk dikembangkan. Salah satu
daya tarik dari Kota Bandung adalah suasananya yang berbeda dari kota-kota besar lainnya
Hal ini merupakan potensi yang baik untuk meningkatkan sarana yang berhubungan
dengan pariwisata dan rekreasi seperti hotel dan restoran. Hasil proyeksi fasilitas umum
dan rekreasi ditunjukkan oleh Tabel 4.8.
IV-12
Dasar Perencanaan
2005
(unit)
2010
(unit)
2015
(unit)
2020
(unit)
2025
(unit)
624
10
31
2
4786
635
12
33
3
4866
645
14
35
4
4946
655
16
37
5
5026
665
18
39
6
5106
g. Kegiatan Industri
Pola pengembangan kegiatan industri didasarkan kepada fungsi Kota Bandung sebagai
Kota Perdagangan dan Pusat Industri. Hal ini menyebabkan akan terjadi peningkatan
kegiatan industri baik besar, sedang maupun kecil/rumah tangga. Peningkatan ini diiringi
pula dengan peningkatan jumlah tenaga kerja. Hasil proyeksi kegiatan industri ditunjukkan
oleh Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Proyeksi Kegiatan Industri di Kota Bandung
Tahun
2005 2010 2015 2020 2025
(unit) (unit) (unit) (unit) (unit)
Jenis
Industri Besar dan Sedang
215
218
221
224
227
Industri Rumah Tangga
4201 4215 4230 4245 4260
Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 2005
IV-13
Dasar Perencanaan
6. Arus perpindahan penduduk yang keluar dari daerah berjumlah sedikit, karena
hanya sebagian saja yang pindah ke daerah lain, sedang sebagian lagi tetap tinggal
di Kota Bandung karena fasilitasnya yang cukup lengkap baik untuk hidup, bekerja
maupun belajar.
Faktor-faktor yang akan mempengaruhi proyeksi kebutuhan air antara lain :
1. Pertambahan jumlah penduduk
2. Tingkat sosial ekonomi penduduk
3. Keadaan iklim daerah setempat
4. Rencana daerah pelayanan dan perluasannya
Untuk memperkirakan kebutuhan air bersih kota maka dapat diklasifikasikan beberapa
jenis pemakaian air yaitu adalah :
1. Pemakaian untuk kebutuhan domestik/rumah tangga
2. Pemakaian untuk kebutuhan nondomestik
3. Pemakaian untuk keperluan perkotaan
Standar kebutuhan air dapat digunakan untuk menentukan besarnya kebutuhan air bersih
suatu daerah. Ada berbagai macam standar kebutuhan seperti standar yang telah ditetapkan
oleh PPSAB Jawa Barat dan Dirjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum dalam
Petunjuk Teknis Tata Cara Rancangan Teknik Bidang Air Minum.
Kebutuhan air domestik ialah pemakaian air untuk aktivitas di lingkungan rumah tangga.
Penyediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dihitung berdasarkan :
1. Jumlah penduduk
2. Persentase jumlah penduduk yang akan dilayani
3. Cara pelayanan air
4. Konsumsi pemakaian air
IV-14
Dasar Perencanaan
Berdasarkan cara pelayanan air minum maka kebutuhan air domestik terbagi
menjadi dua jenis yaitu :
1. Sambungan Rumah
2. Hidran Umum
Sambungan rumah adalah jenis sambungan pelanggan yang menyediakan air langsung ke
rumah-rumah dengan menggunakan sambungan pipa-pipa distribusi air melalui water
meter dan instalasi pipa yang dipasang di dalam rumah. Pelayanan air bersih dengan
menggunakan sambungan rumah ditujukan bagi warga yang telah menempati rumah
permanen. Golongan masyarakat ini akan sanggup membayar air untuk mendapatkan air
minum demi kesehatan. Biasanya yang termasuk golongan ini adalah golongan ekonomi
kelas menengah ke atas.
Selama periode perencanaan, diperkirakan jumlah rumah permanen akan meningkat.
Perumahan di Kota Bandung saat ini baru mencapai 53 %. Proyeksi kebutuhan air untuk
sambungan rumah ditunjukkan oleh Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Proyeksi Kebutuhan Air untuk Sambungan Rumah di Bandung Selatan
Tahun
2005
2010
2015
2020
2025
Jumlah penduduk (orang)
490512
516816
535480
549956
561784
Persentase (%)
53
55
60
65
70
Jumlah penduduk (orang)
259971
284249
321288
357471
393249
Keb. standar (L/org/hari)
100
110
112
120
125
Jumlah kebutuhan air
25997134 31267390 35984232 42896568 49156104
(L/hari)
Sumber : Hasil Perhitungan
Hidran umum adalah jenis sambungan yang menyediakan air melalui kran yang dipasang
di suatu tempat tertentu agar mudah dipergunakan oleh masyarakat umum untuk
mencukupi kebutuhan mandi, cuci dan minum. Pelayanan air bersih ini ditujukan bagi
masyarakat dengan golongan ekonomi menengah ke bawah atau menempati rumah non
permanen yaitu rumah yang terbuat dari bambu atau kayu. Golongan masyarakat ini
berpenghasilan rendah dan lebih mengutamakan penggunaan air tanah yang bebas biaya
IV-15
Dasar Perencanaan
sehingga tingkat penggunaan air dengan sumber air permukaan akan menjadi sangat
rendah karena memerlukan biaya.
Jumlah penduduk yang menempati rumah non permanen di masa mendatang akan
mengalami penurunan karena diperkirakan akan terjadi peningkatan kondisi perekonomian
masyarakat. Proyeksi kebutuhan air untuk hidran umum ditunjukkan oleh Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Proyeksi Kebutuhan Air untuk Hidran Umum di Bandung Selatan
Tahun
2005
2010
2015
2020
2025
Jumlah penduduk (orang)
490512 516816 535480 549956 561784
Persentase
47
40
37
34
30
Jumlah penduduk (orang)
230541 206727 198127 186985 168535
Keb. standar (L/org/hari)
30
30
30
30
30
Jumlah kebutuhan air
(L/hari)
6916219 6201796 5943824 5609551 5056056
Sumber : Hasil Perhitungan
Kebutuhan air non domestik merupakan kebutuhan air yang digunakan oleh berbagai
fasilitas penunjang kegiatan masyarakat seperti :
1. Fasilitas Pendidikan
2. Fasilitas Peribadatan
3. Fasilitas Kesehatan
4. Fasilitas Perdagangan dan Jasa
5. Fasilitas Umum dan Rekreasi
6. Fasilitas Olahraga
7. Kegiatan industri
Jumlah kebutuhan air non domestik selama periode perencanaan di Bandung Selatan
ditunjukkan oleh Tabel 4.12.
IV-16
Dasar Perencanaan
Kebutuhan air untuk keperluan perkotaan terbagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Hidran Kebakaran
Hidran kebakaran adalah hidran yang digunakan untuk mengambil air jika terjadi
kebakaran. Menurut Al-Layla, kebutuhan air untuk hidran kebakaran dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Q = 3860 P (1 0,01 P )
Total kebutuhan air di wilayah perencanaan dapat diketahui dan ditunjukkan oleh Tabel
4.13.
IV-17
Dasar Perencanaan
2025
49156104
5056056
54212160
3489200
1564650
2202900
680840
1966600
19800
2514569
12438559
66650720
6665072
3332536
76648328
887,13
Periode perencanaan selama 20 tahun terbagi menjadi dua tahap dan setiap tahap
berlangsung selama 10 tahun. Tingkat pelayanan air minum di setiap tahap berbeda-beda
dan di setiap tahap terjadi peningkatan pelayanan.
Kondisi topografi dan tingkat kepadatan penduduk yang berada di wilayah perencanaan
menyebabkan keterbatasan dalam pelayanan penyediaan air bersih. Berdasarkan faktorfaktor yang menentukan daerah pelayanan maka tingkat pelayanan tiap tahap perencanaan
adalah sebagai berikut :
1. Tahap I (2006-2015) : 60-65 %
2. Tahap II (2016-2025) : 70-75 %
Kehilangan air adalah besarnya selisih air yang diproduksi dengan air yang didistribusikan.
Nilai ini perlu diperhitungkan dalam pengolahan air karena dijadikan pedoman untuk
melihat performance dari suatu instalasi pengolahan air minum. Semakin besar tingkat
IV-18
Dasar Perencanaan
kehilangan air maka semakin buruk pula performance dari instalasi pengolahan.
Penyediaan air minum dengan jaringan besar biasanya memiliki tingkat kehilangan air
yang besar dan sebaliknya.
Penyebab kehilangan air terbagi menjadi dua macam yaitu :
1. Fisik
Kehilangan air disebabkan oleh jaringan pipa yang sudah rusak, tua dan bocor,
kerusakan meter air dan pengaliran air tidak tercatat oleh meter air.
2. Administrasi
Kehilangan air disebabkan oleh keberadaan sambungan ilegal dan ketidakakuratan
dalam pencatatan administrasif.
Tingkat kehilangan air pada perencanaan ini untuk setiap tahap diperkirakan sebagai
berikut :
1. Tahap I : 30 %
2. Tahap II : 20 %
Jumlah pemakaian air oleh masyarakat untuk setiap waktu tidak berada dalam nilai yang
sama. Aktivitas manusia yang berubah-ubah untuk setiap waktu menyebabkan pemakaian
air selama satu hari mengalami perubahan naik dan turun atau dapat disebut juga
berfluktuasi.
Fluktuasi pemakaian air terbagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Pemakaian hari maksimum
Pemakaian hari maksimum merupakan jumlah pemakaian air terbanyak dalam satu
hari selama satu tahun. Debit pemakaian hari maksimum digunakan sebagai acuan
dalam membuat sistem transmisi air baku air minum. Perbandingan antara debit
pemakaian hari maksimum dengan debit rata-rata akan menghasilkan faktor
maksimum, fm. Besarnya faktor hari maksimum untuk Bandung Selatan adalah
sebesar 1,1.
IV-19
Dasar Perencanaan
Dalam usaha penyediaan air bersih, kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan tidak
dapat dilayani secara keseluruhan. Berdasarkan tingkat pelayanan, kebocoran dan nilai
fluktuasi yang direncanakan maka dapat diketahui jumlah kebutuhan air terlayani yang
dapat dilihat pada Table 4.15.
IV-20
Dasar Perencanaan
Satuan
L/det
2010
646,7
2015
712
2020
805,6
2025
887,1
%
L/det
60
388
65
462,8
70
564
75
665,3
%
L/det
L/det
L/hari
L/det
30
116,4
504,5
43585605,6
30
138,8
601,7
51984105,3
20
112,8
676,7
58470636,7
20
133,1
798,4
68983462,1
1,1
1,1
1,1
1,1
1,3
47944166,1
554,9
65378408,4
756,7
1,3
57182515,8
661,8
67579336,8
782,2
1,3
64317700,3
744,4
76011827,7
879,8
1,3
75881808,3
878,3
89678500,7
1037,9
L/det
L/hari
L/det
L/hari
L/det
Berdasarkan perhitungan di atas, maka kapasitas pengolahan IPAM Cimenteng yang harus
disediakan adalah sebesar 798,4L/det sesuai dengan kebutuhan rata-rata tahun 2025.
Berdasarkan perhitungan ini maka minimal rencana pembangunan IPAM Cimenteng
berkapasitas 800L/detik sehingga proses perencanaan dapat dilanjutkan pada perencanaan
jalur distribusi dengan mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis.
IV-21