Anda di halaman 1dari 8

PERDARAHAN OBSTETRI

Pendahuluan
Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR), merupakan indikator
tingkat kesehatan wanita, dan juga menggambarkan tingkat akses, integritas, dan efektifitas
sektor kesehatan.. angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2012 tercatat 359 kematian
per 100 000 kelahiran. Di Jawa Tengah angka ini mencapai 116 kematian per 100 000
kelahiran hidup.Penyebab kematian ibu adalah pre eklampsi / eklampsi, perdarahan, infeksi
dan abortus yang tidak aman.
Perdarahan obstetric merupakan penyebab kematian ibu yang dapat kita cegah jika
ditatalaksana dengan baik. Pada prinsipnya yang harus dilakukan adalah menegakkan
diagnosis secara cepat dan tepat, dengan mengenali sumberdaya dan kemampuan tempat
bertugas. Diperlukan resusitasi aktif jika ditemukan perdarahan massif dengan tetap mencari
penyebab dasar dan kemudian mengatasi perdarahan sesuai dengan penyebabnya tersebut.
Perdarahan Ante Partum
Perdarahan ante partum didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi setelah usia kehamilan
diatas 28 minggu. Permasalahan yang dapat muncul adalah prematuritas dan gangguan
hemodinamik ibu. Prinsip penatalaksanaan dasar adalah :
a. Evaluasi airway- breathing - circulation
b. Pemasangan infus line dengan abocath besar ( ukuran 18 gauge atau lebih besar ),
sekaligus dengan mendapatkan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium
ataupun usaha darah jika diperlukan untuk mengatasi gangguan hemodinamik
c. Resusitasi cairan jika terjadi gangguan hemodinamik, jika memungkinkan
menggunakan produk darah , teta[I untuk resusitasi awal dapat menggunakan
kristaloid sesuai dengan penatalaksanaan syok hipovolemik
d. Oksigenasi

e. Menegakkan diagnosis jika memungkinkan


Prosedur diagnostic yang dapat dilakukan di pelayanan primer atau di instalasi gawat darurat
adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Disarankan untuk tidak melakukan pemeriksaan
dalam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan sebagai penunjang untuk menegakkan
diagnosis placenta previa namun kurang berguna pada kasus solution plasenta.
Selain itu perlu dilakukan monitoring kesejahteraan janin dengan menggunakan
cardiotocography, kalau tidak ada dapat menggunakan media fetal phone Doppler.
Pemeriksaan dengan speculum dapat dilakukan sebelum maupun sesudah melakukan
pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaan laboratorium awal berupa pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan golongan
darah, rhesus, dan status koagulasi ( INR, PTT, titer fibrinogen , waktu pembekuan dan
waktu perdarahan ). Selain itu dapat dipersiapkan usaha darah 2 4 unit PRC ( Packed red
cell ), jika sewaktu waktu dibutuhkan untuk transfusi atau untuk persiapan tindakan
definitive.
Jika ada perdarahan ante partum, dilakukan penilaian kondisi ibu maupun janin. Jika kondisi
ibu dan atau janin tidak stabil, dilakukan resusitasi terlebih dahulu. Jika resusitasi tidak
berhasil, kondisi ibu dan atau janin tidak stabil , dapat dilakukan tindakan pengakhiran
kehamilan, dapat dilakukan secara perabdominal maupun pervaginam dengan menilai situasi
yang ada. Jika kondisi ibu dan atau janin stabil baik sebelum maupun sesudah resusitasi,
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lanjutan dan manajemen ekspektatif dengan
mempertimbangkan kondisi ibu, janin, etiologi perdarahan maupun usia gestasi janin.
Resusitasi dini dilakukan sebelum kondisi hemodinamik ibu dan janin tidak stabil, hal ini
dilakukan untuk melindungi ibu dan janin dari kerusakan organ maternal dari hipoperfusi

dan mencegah DIC. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan infus kristaloid dengan
menggunakan kateter vena ukuran besar. Selain itu juga diberikan oksigenasi karena pada
kehamilan konsumsi oksigen meningkat 20 %. Dilakukan juga pemeriksaan hemoglobin
serial dan status koagulasi. Perawatan janin dilakukan dengan memposisikan ibu pada posisi
left lateral decubitus, dipercaya dapat meningkatkan curah jantung janin sampai 30%. Dapat
dipertimbangkan amniocentesis untuk menilai pematangan paru janin. Pemantauan denyut
jantung janin dan kontraksi uterus serta adanya tanda tanda persalinan. Monitoring ini
dilakukan berkala minimal tiap 4 jam sekali untuk membuktikan adanya kegawatan pada
janin maupun adanya solutio placenta,
a. Solutio Placenta
Definisi : lepasnya placenta dari implantasinya sebelum waktunya, yaitu sebelum bayi
lahir.
Faktor resiko terjadinya solution placenta :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hipertensi baik pada kehamilan ini maupun pada sebelum hamil.


Adanya trauma pada abdomen, terbentur, pijat pada area abdomen
Riwayat penyalahgunaan obat ( kokain,obat narkotika lain)
Riwayat solution pada kehamilan sebelumnya
Riwayat merokok terutama jika konsumsinya lebih dari 1 pak perhari
Peregangan uterus yang berlbihan misalnya padad gemelli, polihidramnion,

makrosomia
7. Perubahan tekanan mendadak misalnya ada penerbangan, terutama pada ketinggian
lebih dari 10 ribu kaki
Tanda dan gejala yang dapat diamati adalah perdarahan pervaginam, biasanya sedikit dan
berwarna merah gelap, disertai gangguan hemodinamik ibu atau kondisi gawat janin
bahkan didapatkan intra uterine fetal death. Perdarahan ini biasanya didahului dengan
adanya trauma abdomen atau terjadi perubahan tekanan mendadak, misalnya pada
hipertensi, ataupun pada penerbangan.

Penatalaksanaan solution placenta dapat dibagi menjadi dua. Jika kondisi maternal tidak
stabil, kehamilan harus diakhiri segera perabdominal berapapun usia gestasinya. Hal yang
sama dilakukan jika kondisi ibu dan janin stabil dengan usia gestasi cukup. Jika kondisi
ibu dan janin stabil ,namun usia gestasi belum mencukupi, dilakukan penatalaksanaan
konservatif dengan pemberian steroid jika usia janin viable ( 28 32 minggu ).
b. Placenta previa
Definisi : implantasi placenta yang menutupi ostium uteri interna. Placenta previa ini
dibedakan menjadi placenta previa totalis, dimana implantasi placenta menutupi
seluruh ostium uteri interna dan placenta previa marginalis dimana implantasi
placenta hanya menutupi sebagian dari ostium uteri interna. Kegawatan yang terjadi
adalah perdarahan ante partum.
Faktor resiko dari placenta previa adalah :
- Riwayat plasenta previa sebelumnya
- Riwayat seksio caesaria atau operasi uterus
- multiparitas (5% pada pasien grand multipara)
- Gravida tua
- Kehamilan multiple
- merokok
Gejala dan tanda dari perdarahan ante partum yang disebabkan oleh placenta previa
adalah adanya perdarahan berwarna merah segar, perdarahan terjadi tanpa sebab
biasanya pada saat ibu tidak beraktivitas, kondisi hemodinamik ibu dan janin bisa
tidak terganggu sesuai dengan jumlah perdarahannya.
Penatalaksanaan dari placenta previa totalis setelah dilakukan resusitasi dapat dibagi
menjadi dua kondisi. Jika ada gangguan hemodinamik pada ibu, maka kehamilan
harus diakhiri secara perabdominal pada usia gestasi berapapun juga. Jika kondisi
hemdinamik stabil dan usia gestasi mencukupi dapat dilakukan pengakhiran
kehamilan dengan perabdominal secara elektif. Jika kondisi hemodinamik stabil dan
usia gestasi belum aterm dapat diterapi secara konservatif dengan pemberian
pematangan paru. Pada kasus perdarahan berulang pada placenta previa , maka
kehamilan harus diakhiri segera.

Perdarahan Post Partum


Perdarahan post partum merupakan salah satu penyebab utama kejadian kematian
maternal, insiden kejadiannya sekitar 5 % dari seluruh persalinan. Definisi tradisional
dari perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih dari 500 mL pada
persalinan pervaginam atau kehilangan darah lebih dari

1000 mL pada seksio

caesaria, yang terjadi setelah bayi lahir. Namun saat ini lebih sering digunakan
definisi

fungsional

yaitu

kehilangan

darah

yang

potensial

mengakibatkan

ketidakstabilan hemodinamik setelah bayi lahir.

Etiologi Perdarahan Postpartum :


1. Tonus
: gangguan kontraksi uterus ( atoni uterus )
2. Tissue/jaringan : yaitu adanya sisa jaringan/bekuan darah
3. Trauma
: adanya laserasi, ruptur, inversi
4. Thrombin
: adanya koagulopati
Faktor resiko terjadinya perdarahan post partum dapat dikenali baik pada saaat ante
partum maupun intra partum .
Faktor resiko perdarahan post partum yang dapat dikenali ante partum adalah :
- Riwayat HAP sebelumnya atau plasenta manual
- Solusio plasenta, terutama jika tidak terdeteksi
- Kematian fetus intrauterine
- plasenta previa
- Hipertensi dalam kehamilan dengan proteinuria
- Regangan berlebihan pada uterus (mis. gemelli, polihidramnion)
- Kelainan perdarahan sebelum kehamilan (mis. ITP)
- Kondisi maternal yang memicu adanya kelainan koagulasi seperti ibu hamil
dengan DBD, hepatitis
Faktor resiko perdarahan post partum yang dapat dikenali intra partum :
- Persalinan operatif s.c atau pervaginam dengan alat
- Persalinan lama
- Persalinan cepat
- induksi atau augmentasi
- Korioamnionitis
- Distosia bahu
- Versi podalik internal dan ekstraksi bayi kembar yang kedua
- Koagulopati ( HELLP, DIC)
Faktor resiko perdarahan post partum yang dikenali intra partum :
Laserasi atau episiotomi
retensi plasenta/plasenta abnormal

Ruptura uteri
Inversi uteri
Koagulopati yang didapat (mis. DIC)
Tindakan pencegahan perdarahan post partum yang disarankan oleh WHO adalah :
- Waspada, yaitu mengenali faktor faktor resiko yang ada baik ante partum maupun
-

intra partum
Tidak disarankan untuk menangani persalinan di rumah pasien
Untuk tindakan persalinan disarankan dibantu oleh lebih dari satu tenaga
kesehatan
manajemen aktif kala tiga
o Oxytocin profilaksis bisa diberikan 10 U IM atau 20 U/L N/S IV tetesan
cepat
o Penjepitan dan Pemotongan tali pusat dini
o Penegangan tali pusat terkendali

Penatalaksanaan awal perdarahan post partum :


-

Bicara dan observasi pasien


Pasang jalur IV besar (No 16 gauge)
Berikan cairan kristaloid- jumlah banyak
Cek Hitung Darah lengkap (DPL), Golongan darah dan Cross-matched untuk

persediaan darah
Minta PERTOLONGAN, penatalaksanaan perdarahan post partum tidak bisa

dilakukan seorang diri


Simultan dengan menatalaksana kegawatan primer ( airway breathing sirkulasi ),
dilakukan penilaian fundus uteri, karena atonia adalah penyebab perdarahan post
partum yang paling sering.
Jika lembek, lakukan kompresi bimanual, singkirkan bekuan darah dari uterus dan
vagina, kosongkan vesica urinaria, singkirkan adanya kemungkinan trauma jalan
lahir, inversion uteri.
Selain itu diberikan uterotonika :
o Oksitosin 10 iu intra muscular,
o Oksitosin 5 iu intra vena , hati hati dengan efek samping hipotensi
o Oksitosin 20 40 iu dalam 250 cc RL, infus dengan kecepatan 500 1000
cc / jam

o Methyl ergometrin maleat 0,25 mg intra muscular / 0, 125 mg intra vena ,


dosis maksimal 1,25 mg dapat diulang tiap 2 jam, kontra indikasi pada
kasus hipertensi dan penggunaan ARV untuk
o Misoprostole 800 1000 mg per rectal, kontra indikasi pada pasien asma,
dan dapat menyebabkan hiperpireksia, atau dapat diberikan 400 800 mg
per oral/ sub lingual
Terapi mekanik yang dapat dilakukan adalah :
-

Pemasangan tamponade menggunakan bakri SOS tamponade balon cathether


Sengstaken Blakemore esophageal catheter
Folley catheter diisi 60 80 cc cairan steril
Rush hydrostatic urologic balloon
Hydrostatic condom catheter
Uterine packing

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah :


-

Ligase arteri uterine


Jahitan kompresi Blynch
Peripartum supra vaginal hysterectomy
Ligase arteri hypogastrica

Peripartum histerektomi diindikasikan ketika perdarahan post partum tidak dapat


dihentikan dengan intervensi intervensi sebelumnya dan terjadi kondisi kondisi :
-

Perdararahan post partum lanjut


Implantasi plasenta abnormal : akreta, inkreta dan percreta
Atonia uteri tak respon uterotonika
Trauma uterus dengan rupture uteri
Sepsis yang disebabkan oleh metritis

Penyebab lain dari perdarahan post partum adalah retensio placenta, yaitu placenta
belum lahir setelah 30 menit bayi lahir. Direkomendasikan oleh WHO untuk
mencegah perdarahan post partum sebaiknya placenta dilahirkan 30 - 45 menit pasca
bayi lahir. Pengelolaannya dengan manajemen aktif kala 3 , yaitu injeksi oksitosin 10

iu intra muscular, penegangan tali pusat terkendali dan mengosongkan vesica urinaria.
Jika hal ini belum berhasil maka dapat dilakukan manual placenta. Jika gagal dan dari
pemeriksaan ultrasonografi didapatkan kelainan implantasi yaitu akreta , inkreta atau
perkreta maka tindakannya adalah histerektomi.
Sumber :
-

Kursus ALARM PIT POGI Bali 2012


Active management of third stage of labour: prevention and treatment of post

partum hemorrhage SOGC Guidelines 2009


WHO recommendation for the prevention and treatment of post partum
hemorrhage, WHO 2012

Anda mungkin juga menyukai