ADHD
ADHD
PENDAHULUAN
Definisi hiperaktifitas oleh National Medical Series adalah suatu peningkatan aktifitas
motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi
setidaknya pada dua tempat dan suasana yang berbeda.
Pendefinisian 'hiperaktifitas', oleh Larry B Silver dikatakan sebagai aktifitas anak yang tidak
lazim dan cenderung berlebihan, yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu
menggerak-gerakkan jari-jari tangan, kaki, pensil, tidak dapat duduk dengan tenang dan selalu
meninggalkan tempat duduknya meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk dan tenang.
Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada kasus-kasus
psikiatri anak, dan pada tahun-tahun terakhir dikatakan bahwa gangguan hiperaktif menjadi topik
yang hangat dan menjadi perhatian luas di masyarakat.
Attention Defisit Hiperactivity Disorder adalah gangguan perilaku yang paling sering
ditemukan pada anak. ADHD ditandai oleh berkurangnya kemampuan untuk mempertahankan
perhatian wa!aupun tidak ada stimulus pengalihan perhatian dari luar. Anak dengan gangguan
ADHD mengalami hiperaktifitas (karena adanya impulsivitas), dan tampak resah dan gelisah. Untuk
memenuhi kriteria diagnostik gangguan harus ada sekurangnya enarn bulan, menyebabkan
gangguan dalam fungsi akademik atau sosial, dan terjadi sebelum usia tujuh tahun.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM IV),
diagnosis dibuat dengan menegakkan sejumlah gejala dalam bidang inatensi atau bidang
hiperaktifitas-impulsifitas atau keduanya. Jadi seorang anak mungkin memenuhi persyaratan untuk
gangguan dengan gejala inatensi saja atau dengan gejala hiperaktifitas dan impulsifitas tetapi
bukan untuk inatensi. Dengan demikian, DSM-IV menuliskan tiga subtipe gangguan defisitatensi/hiperaktifitas: tipe predominan inatentif, tipe predominan hiperaktif-impulsif, dan tipe
kombinasi. Suatu kriteria tambahan dalam DSM-IV yang sebelumnya tidak ditemukan dalam DSMIII-R adalah adanya gejala pada dua atau lebih situasi, seperti di sekolah, rumah, dan pekerjaan.
(Kaplan dan Saddock,1997)
B. EPIDEMIOLOGI
Laporan tentang insidensi ADHD di USA bervariasi dari 2 sampai 20 % anak-anak sekolah
dasar. Angka yang lama yaitu kira-kira 3-5% anak sekolah dasar prapubertas. Di Inggris, insidensi
dilaporkan lebih rendah dibandingkan USA, kurang dari I %. Rasio kejadian antara laki-Iaki dan
perempuan yaitu 4:I secara epidemiologis, namun secara klinis 9:1. Terdapat penelitian yang
menyebutkan bahwa angka prevalensi ADHD di seluruh dunia adalah 8-12 %. Gangguan paling
sering ditemukan pada anak laki-Iaki yang pertama. Orangtua dari anak-anak dengan ADHD
menunjukkan peningkatan insidensi dari hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol,
dan gangguan konversi. Walaupun onset biasanya pada usia 3 tahun, diagnosis biasanya tidak
1
dibuat sampai anak memasuki sekolah dasar, karena dengan adanya situasi belajar yang
terstruktur akan mengharuskan pola perilaku yang terstruktur, termasuk rentang perhatian dan
konsentrasi yang sesuai dengan perkembangannya.
Angka ADHD di Indonesia belum diketahui, namun diyakini bahwa di masyarakat cukup
banyak, terbukti dari banyaknya kunjungan orangtua ke dokter psikiatri dengan keluhan anaknya
mengalami hiperaktifitas. (Kaplan dan Saddock,1997)
C. ETIOLOGI
Penyebab pasti hiperaktivitas pada anak tidak dapat disebutkan dengan jelas, dikatakan
pada beberapa referensi bahwa penyebab terjadinya hiperaktivitas bersifat multifaktorial dimulai
dari faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat
kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidakteraturan hormonal, lingkungan fisik,
sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di
sekitamya. (Kaplan dan Saddock,1997)
CEDERA OTAK - Adanya suatu lesi di daerah lobus frontalis, anterior dan medial dari pre sentral
motor korteks, diduga sebagai sumber kelainan neuroanatomi dari ADHD. Ditemukan adanya
hipoperfusi dari CBF pada lobus frontalis dan nukleus kaudatus. Hasil PET (Positron emission
tomography) scan pada orangtua anak ADHD menunjukkan adanya penurunan metabolisme
glukosa pada daerah frontal kiri dan parietal.
Charles Wenar (1994) menambahkan, penyebab hiperaktifitas akibat gangguan otak
yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada sistem kontrol perilaku anak.
Florence Levy (1997) menyatakan bahwa teori penyebab hiperaktif berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi pencitraan otak. Gambaran yang tampak adalah
terjadinya disfungsi regio prefrontal dan striae subcortical yang mengimplikasikan
terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang tidak relevan dan fungsi-fungsi tertentu.
Maurice W. dan Laufer (1973) menyebutkan penyebab terjadinya hiperaktifitas
adalah adanya 'brain damage' yang diakibatkan oleh trauma primer dan trauma yang
berulang pada tempat yang sama (invariable). Kedua teori ini layak dipertimbangkan
sebagai penyebab terjadinya sindrom hiperaktifitas yang oleh penulis dibagi dalam tiga
kelompok :
1. Terjadinya kelainan perkembangan yang ditandai dengan penyimpangan
struktural dari bentuk normal oleh karena sebab yang bermacam-macam
selain o!eh karena trauma.
2. Kerusakan susunan saraf pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang
disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan hipoksia.
3. Terjadinya malfungsi tanpa disertai perubahan struktur dan anatomis yang
jelas, menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau justru timbulnya
stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan
2
Cantwell DP. (1984); Kaplan and Sadock (1988) mengemukakan teori lain, yakni teori
maturation lack atau developmental delay yaitu adanya suatu kelambanan dalam proses
perkembangan anak-anak dengan ADHD. Menurut pandangan ini, anak-anak tersebut akhimya
dapat mengejar 'keterlambatan'-nya dan keadaan ini dipostulasikan akan terjadi sekitar usia
pubertas, hal ini berarti gejala ADHD tidak menetap tetapi hanya sementara sebelum
'keterlambatan' yang terjadi dapat dikejar. (Kaplan dan Saddock,1997)
FAKTOR
LINGKUNGAN
mungkin mempengaruhi
perkembangan otak. Fetus yang terpapar alkohol dihubungkan dengan ADHD. Begitu pula dengan
stress dan malnutrisi selama hamil dapat menyebabkan bayi lebih sensitif sehingga dapat
menyebabkan
kelainan
perkembangan.
Kelainan
prenatal
dan
postnatal,
infeksi
SSP,
ketergantungan gula dan makanan tertentu, keracunan timbal, disfungsi thyroid, kekurangan nutrisi
seperti asam lemak omega-3, trauma, BBLR, hipoksia, paparan toksin seperti kokain dan nikotin
perlu diperhatikan dalam kasus ADHD.
Disebutkan bahwa rokok, konsumsi gula dan karbohidrat yang terlalu tinggi saat hamil dapat
menyebabkan kelainan tingkah laku. Rokok, karbohidrat dan gula yang tinggi mengakibatkan
rendahnya level oksigen darah sehingga mengganggu perkembangan bayi. Varley CK (1984)
merangkum berbagai teori tentang hubungan antara diet dengan gejala ADHD. Disebutkan antara
lain tentang teori megavitamin dan ortomolekuler sebagai terapinya, teori tentang alergi terhadap
makanan, teori Varley CK. (1984) merangkum berbagai teori tentang hubungan antara diet dengan
gejala Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Disebutkan antara lain tentang teori
megavitamin dan ortomolecular sebagai terapinya, teori tentang alergi terhadap makanan, teori
feingold yang menduga bahwa" salisilat mempunyai efek kurang baik terhadap tingkah laku anak,
serta teori bahwa gula merupakan substansi yang merangsang hiperaktititas pada anak.
Tampaknya teori ini semakin ditinggalkan dalam penanganan ADHD.
Penelitian lain menemukan adanya korelasi antara agen toksik/kekurangan nutrisi dan
kemampuan belajar. Yang termasuk di dalamnya adalah kekurangan kalsium, tingginya kadar
tembaga
dalam
serum,
kekurangan
zat
besi,
magnesium,
iodium,
dll.
(www.nimh.nih.gov/publicat/adhd.cfm)
FAKTOR PSIKOSOSIAL - Faktor psikososial yang mempengaruhi antara lain adalah pemutusan
emosional yang lama sehingga menyebabkan overaktif dan gangguan atensi. Gejala menghilang jika
faktor pemutus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di rumah penitipan. Kejadian
fisik yang menimbulkan stres, suatu gangguan dalam keseimbangan keluarga, dan faktor yang
menyebabkan kecemasan berperan dalam awal atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi
mungkin termasuk temperamen anak, faktor genetik-familial, dan tuntutan sosial untuk mematuhi
cara berkelakuan dan bertindak yang rutin. Status sosioekonomi tampaknya bukan merupakan faktor
predisposisi. (Kaplan dan Saddock,1997)
Merujuk pada kemungkinan terjadinya disfungsi Susunan Saraf Pusat (SSP) sebagai penyebab
terjadinya hiperaktifitas, sesuai runtutan perkembangannya adalah:
1. Pada masa prenatal. disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan metabolik, genetik,
infeksi, intoksikasi, dan faktor psikogenik.
2. Pada masa perinatal, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan
persalinan, induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping terapi,
depresi sistem immun dan trauma saat kelahiran normal.
3. Masa kanak-kanak (balita) dikarenakan: infeksi, trauma, terapi medikasi,
keracunan, gangguan metabolik, gangguan vaskuler, faktor kejiwaan. keganasan
dan terjadinya kejang.
National Medical Series/NMS (1996) menyebutkan beberapa penyebab terjadinya hiperaktifitas
pada anak yang terdiri dari:
1. Pemberian obat-abatan (golongan sedatif-hipnotik yang justru menyebabkan
hiperaktititas pada beberapa anak).
2. Depresi (perasaan yang tidak nyaman yang dimanifestasikan dalam bentuk
hiperaktifitas).
3. Penyakit yang berhubungan dengan SSP (trauma kapitis, infeksi hipoksia, dll)
4. Hiperaktifitas konstitusional (kelainan kongenital/bawaan)
5. Kekangan
yang
berpengaruh
NIMH (1996) dalam buku yang diterbitkan dengan judul ADHD menyebutkan bahwa ADHD
tidak disebabkan oleh:
1. Kebiasaan menonton TV terlalu lama
2. Alergi makanan tertentu
3. Kelebihan mengkonsumsi gula
4. Kurangnya
interaksi
dalam
kehidupan
keluarga
dan
sekolah
(www.nimh.nih.gov/publicat/adhd.cfm)
D. DIAGNOSIS
Tanda utama hiperaktivitas harus menyadarkan klinisi tentang kemungkinan ADHD.
Dari pengamatan langsung biasanya ditemukan aktivitas motorik yang berlebih.
Hiperaktivitas tidak merupakan manifestasi perilaku yang tersendiri, singkat dan transien di
bawah stres tetapi ditemukan selama waktu yang lama.
Menurut DSM IV gejala harus ditemukan pada sekurangnya dua keadaan
(contohnya sekolah, rumah) untuk memenuhi kriteria diagnostik untuk ADHD.
Laporan guru penting dalam menilai kesulitan anak dalam belajar dan berprilaku,
hubungan dengan sanak saudara, teman sebaya dan dengan aktivitas yang bebas dan
berstruktur juga diperlukan untuk menegakkan ADHD dan membantu mengidentifikasi
komplikasi gangguan.
Pemeriksaan status mental menunjukkan mood terdepresi sekunder, distraktibilitas
yang besar, kekerasan hati dan cara berfikir yang konkrit dan harafiah. Juga ditemukan
indikasi masalah visual-perseptual, auditorik-perseptual, bahasa, kognisi. Kadang-kadang
bukti menunjukkan kecemasan dasar meresap dan dengan dasar organik seringkali
dinamakan sebagai kecemasan tubuh.
Pemeriksaan neurologi mungkin ditemukan imaturitas atau gangguan visual motorikperseptual, masalah pada koordinasi motorik dan kesulitan mencontoh gambar yang sesuai
dengan usianya, gerakan yang berubah dengan cepat, diskriminasi kanan dan kiri.
Gangguan yang mengenai membaca, aritmatika dan koordinasi mungkin ditemukan
bersamaan dengan ADHD. Riwayat penyakit anak dapat memberikan petunjuk kepada
faktor prenatal, natal dan pascanatal yang mungkin telah mempengaruhi struktur atau
fungsi sistim saraf pusat. Kecepatan dan penyimpangan perkembangan dan reaksi parental
terhadap transisi perilaku yang bermakna harus ditegakkan untuk menentukan derajat
mana orang tua telah berperan atau bereaksi terhadap inefisiensi atau disfungsi anak.
(Kaplan dan Saddock,1997)
IMPULSIVITAS
a. Sering menjawab tanpa pikir terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan selesai.
b. Sering sulit menunggu gilirannya
c. Sering memutus atau mengganggu orang lain
B. Beberapa gejala hiperaktif impulsif atau inatensi yang menyebabkan gangguan telah ada
sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi ( misalnya di
sekolah , pekerjaan atau di rumah.)
D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam
fungsi sosial, akademik, dan fungsi pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan pervasif,
skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan
mental lain (misalnya gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau
gangguan kepribadian)
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.1993)
Penulisan didasarkan pada tipe:
Gangguan Defisit Atensi-Hiperaktifitas, tipe kombinasi: jika memenuhi kriteria 1 dan 2
selama enam bulan terakhir.
Gangguan Defisit Atensi-Hiperaktifitas, predominan tipe inatensi : jika memenuhi
kriteria A1 tetapi tidak memenuhi kriteria A2 selama enam bulan terakhir.
Gangguan Defisit Atensi-Hiperaktifitas predominan tipe hiperaktif-impulsif : jika
memenuhi kriteria A2 tetapi tidak memenuhi kriteria A1 selama enam bulan terakhir.
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.1993)
E. GAMBARAN KLINIS
Attention Defisit Hiperactivity Disorder (ADHD) biasanya dimulai pada usia 18 bulan, akan tetapi
gambaran klinisnya belum kelihatan sampai usia 3-5 tahun. Attention Defisit Hiperactivity Disorder
(ADHD) mungkin memiliki onset pada masa bayi. Bayi dengan ADHD peka terhadap stimuli dan
mudah dimarahkan oleh suara, cahaya, temperatur dan perubahan lingkungan lain. Kadang-kadang
terjadi kebalikannya, anak-anak tenang dan Iemah, banyak tidur dan tampaknya berkembang lambat
pada bulan pertama kehidupan. Tetapi, bayi dengan ADHD lebih sering bersikap aktif di tempat
tidumya, sedikit tidur dan banyak menangis.
8
Anak dengan ADHD seringkali mudah marah secara meledak. lritabilitas dapat ditimbulkan
oleh stimuli yang relatif kecil, yang mungkin membingungkan dan mencemaskan anak. Mereka
seringkali labil secara emosional, mudah dibuat tertawa atau menangis dan mood dan kinerja
mereka cenderung bervariasi dan tidak dapat diramalkan. Impulsivitas dan ketidakmampuan
menunda kegembiraan sangat karakteristik pada ADHD. Anak dengan ADHD juga sangat rentan
terhadap kecelakaan.
Di sekolah, anak ADHD dapat dengan cepat menyambar ujian tetapi hanya menjawab satu
atau dua pekerjaan pertama. Mereka tidak mampu menunggu giliran dipanggil di sekolah dan
menjawab giliran orang lain. Di rumah, mereka tidak dapat didiamkan walau hanya semenit.
Kesulitan sekolah baik belajar maupun perilaku sering ditemukan, kadang-kadang berasal dari
gangguan komunikasi atau gangguan belajar yang ada bersama-sama atau distraktibilitas anak dan
atensi yang berfluktuasi, yang menghalangi perolehan, penahanan, dan penunjukan ilmu
pengetahuan. Reaksi yang merugikan dari personal sekolah terhadap perilaku anak ADHD dan
menurunnya penghargaan diri karena merasa tidak mampu dapat berkombinasi dengan komentar
merugikan dari ternan sebaya sehingga menyebabkan sekolah menjadi tempat yang tidak
menyenangkan, yang dapat menyebabkan dilakukannya perilaku antisosial dan perilaku
merendahkan diri sendiri dan menghukum diri sendiri.
Orang tua biasanya merasa tertekan ketika menerima laporan dari sekolah, yang
menyatakan kalau anak mereka "tidak mau mendengarkan kata-kata guru" atau "menimbulkan
kesulitan di kelas".
Sebenamya anak yang mempunyai masalah dengan ADHD mempunyai keinginan menjadi
murid yang baik, namun perilaku yang gegabah dan kesulitan untuk memperhatikan pelajaran di
kelas membuatnya menimbulkan kesulitan. Guru-guru, orang tua, dan teman-temannya menyadari
bahwa ada sesuatu yang "lain" atau "berbeda", tetapi tidak dapat menyimpulkan apa penyebabnya.
Guru anak dengan ADHD biasanya mengeluh bahwa anak tersebut tidak pernah berada di
bangkunya tetapi berjalan-jalan di sekolah, berbicara dengan anak lain saat mereka bekerja. la
tampaknya tidak pernah mau tahu apa yang harus dikerjakannya kemudian dan kadang-kadang
melakukan sesuatu yang aneh. Pemberhentian sementara dari sekolah dapat terjadi karena anak
tersebut berayun-ayun dari tiang lampu di atas papan tulis, dimana ia mendakinya untuk pindah dari
satu kelas ke kelas lain dan karena tidak dapat turun lagi, kelas menjadi gaduh.
Ada juga keluhan dari ibu seorang anak dengan ADHD bahwa, pada saat anak masih kecil,
anak tersebut suka masuk ke dalam apa saja, terutama di pagi hari, saat terbangun pada pukul 4.30
alau 5.00 pagi dan menuruni tangga sendirian, orangtuanya akan terbangun dan menemukan ruang
keluarga atau dapur dalam keadaan berantakan.
Tes psikologis menemukan bahwa anak dengan ADHD memiliki kemampuan rata-rata yang
pencapaiannya hanya sedikit di bawah rata-rata. Tidak terdapat pemeriksaan fisik yang karakteristik
pada anak dengan ADHD.
10
menarik diri.
11
adalah
stimulan
sistem
saraf
pusat,
terutama
dextroamphetamine
(Dexedrine),
methylphenidate dan pemoline (Cylert). Pada sebagian besar pasien, stimulan menurunkan
overaktifitas,distrakbilitas, impulsivitas, eksplosivitas dan irritabilitas. (Kaplan dan Saddock,1997)
Food ang Drug Administration (FDA) mengijinkan pemakaian methylphenidate dan
dextroamphetamine untuk anak berusia 6 tahun atau lebih karena keduanya adalah obat yang paling
12
sering digunakan dan terbukti sangat efektif dengan efek samping yang relatif kecil. Methylprenidate
adalah medikasi kerja singkat yang biasanya digunakan secara efektif selama jam-jam sekolah,
sehingga pada anak-anak ADHD dapat memperhatikan tugasnya dan tetap di dalam
kelas.Mekanisme kerja yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui namun terdapat hipotesis bahwa
obat ini meningkatkan katekolamin dengan mempermudah pelepasannya dan dengan menghambat
ambilannya. Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, nyeri lambung, mual dan
insomnia. Beberapa anak mengalami efek "rebound" dimana mereka menjadi agak mudah marah dan
tampak agak hiperaktif selama waktu yang singkat saat medikasi diberhentikan. Pada anak-anak
dengan riwayat tik motorik, harus digunakan dengan hati-hati, karena pada beberapa kasus, obat ini
dapat menyebabkan eksaserbasi gangguan tik.
Selain methylphenidate juga dipakai Ritalin dalam bentuk tablet, memiliki efek terapi yang
cepat, setidaknya untuk 3-4 jam dan diberikan 2 atau 3 kali dalam sehari. Methylphenidate juga
tersedia dalam bentuk dosis tunggal. Dexedrine (Dextroamphetamine) merupakan obat lain yang
dipergunakan dan diijinkan FDA untuk digunakan pada anak usia 3 tahun atau lebih
Penggunaan antidepresan termasuk imipramine (Tofranil), desipramine,
dan nortriptyline
(Pamelor) dilakukan apabila terdapat gangguan kecemasan atau gangguan depresi komorbid dan
pada anak-anak dengan gangguan tik yang menghalangi pemakaian stimulan. Namun secara umum,
penggunaan obat stimulan untuk hiperaktivitas lebih manjur. Antidepressan memerlukan monitoring
yang cermat pada fungsi jantung. Penelitian terakhir pada anak-anak dengan pemakaian kombinasi
methylphenidate dan desipramine menunjukkan adanya peningkatan kemampuan anak untuk
menggunakan strategi pelacakan visual (visual search) pada tugas kognitif tertentu seperti
membandingkan beberapa gambar dengan perbedaan yang tersembunyi.
(Kaplan dan
Saddock,1997)
Desipramine(Norpramine) - menurunkan 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MPHG) urin, yang
merupakan metabolit dari norephineprine. Clonidine (Catapres), suatu antagonis norephineprine,
adalah berguna untuk mengobati hiperaktivitas serta apabila pasien juga rnenderita gangguan tik.
Obat-obat trisiklik dan inhibitor monoamin oksidase (MAOI) juga dapat menurunkan hiperaktivitas.
Sebelum menggunakan obat-obatan ini, diagnosa hiperaktif haruslah tegak terlebih
dahulu dan pola terapi lainnya yang simultan juga harus dilaksanakan, sebab bila hanya
mengandalkan obat ini tidak akan efektif. (Kaplan dan Saddock,1997)
Terapi diet Penelitian ilmiah yang pernah dilakukan tentang pengaruh diet tertentu terhadap
terjadinya hiperaktifitas tidak menunjukkan bukti yang cukup akurat meskipun pernah dikatakan
bahwa Feingold Diet dapat dipakai sebagai terapi alternatif, termasuk dengan eliminasi konsumsi
gula guna memperkecil terjadinya hiperaktifitas tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Suatu
substansi asam amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil yang cukup
memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu mensintesa
13
gila")
dan
menjelaskan
bahwa
medikasi
ini
bersifat
tambahan.
(www.nimh.nih.gov/publicat/adhd.cfm)
2.
Psikoterapi
Terapi ADHD tidak cukup dengan farrnako!ogi saja, namun harus dibarengi dengan
psikoterapi. Adapun psikoterapi yang dapat dilakukan antara lain psikoterapi individual, modifikasi
perilaku, konseling orang tua, terapi tiap gangguan belajar yang menyertai, dll.
Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab dan kita
harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau belajar mengontrol diri dan
mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk memperhatikan segala sesuatu yang harus
dikuasai, dengan menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas dan perencanaan kegiatan yang
akan dilakukan sangat membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk didalamnya kegiatan
yang cukup menguras tenaga (olah raga,dll) agar dalam dirinya tidak tertimbun kelebihan tenaga
yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan.
Nasehat untuk orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan mengarahkan
kegiatan yang seharusnya dilakukan si-anak dengan melakukan modifikasi bentuk kegiatan yang
menarik minat, sehingga lambat laun dapat mengubah perilaku anak yang menyimpang. Orang tua
juga harus diberi pengertian bahwa sikap serba mengijinkan adalah tidak membantu bagi anak-anak
mereka. Begitu pula bahwa walaupun ada kekurangan pada anak-anak mereka dalam beberapa
bidang, rnereka menghadapi tugas maturasi yang normal, termasuk perlu mengambil tanggung
jawab atas tindakan mereka. Dengan demikian anak ADHD tidak mendapatkan manfaat dari
dibebaskan dari persyaratan, harapan, dan perencanaan yang berlaku untuk anak lain. Pola
pengasuhan di rumah, anak diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar tentang
segala sesuatu yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta
memberi kesempatan mereka untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan.
Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dari upaya
perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak bersedia rnelakukan sesuatu
dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu mengerjakan,
pada akhimya bila ia mampu mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan penghargaan yang
tulus baik berupa pujian ataupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif. Bila hal ini tidak berhasil
14
dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus segera dihentikan atau
dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai.
Strategi di tempat umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di tempattempat umum, dalam hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik berupa suasana ataupun suatu
benda tertentu yang dapat membangkitkan perilaku hiperaktif / destruktif haruslah dihindarkan dan
dicegah, untuk itu orang tua dan guru harus mengetahui hal-ha! apa yang yang dapat memicu
perilaku tersebut. (Kaplan dan Saddock,1997)
Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan pendekatan
positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan berkecil hati
menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri. www.nimh.nih.gov/publicat/adhd.cfm
.
ADHD YANG TIDAK DITENTUKAN
DSM IV memasukkan ADHD yang tidak ditentukan (NOS : Not otherwise specified) sebagai
kategori residual untuk gangguan dengan gejala yamg menonjol adalah inatensi atau hiperaktivitas
yang tidak memenuhi kriteria untuk ADHD. Pada orang dewasa tanda residual dari gangguan adalah
impulsivitas dan defisit atensi (contohnya, kesulitan menyusun dan menyelesaikan pekerjaan,
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, peningkatan distraktibilitas dan mengambil keputusan dengan
mendadak tanpa memikirkan akibatnya). Banyak pasien dengan gangguan, menderita gangguan
depresif sekunder yang berhubungan dengan gangguan kinerja mereka yang mempengaruhi fungsi
pekerjaan dan sosial.
Terapi gangguan yaitu amphetamin (5-60 mg sehari) atau methylphenidate (5-60 mg sehari).
Tanda respon yang positif adalah peningkatan rentang perhatian, penurunan impulsivitas, dan
perbaikan mood. Terapi psikofarmakologis mungkin perlu diteruskan secara tidak terbatas. Karena
potensi penyalahgunaan obat, klinisi harus memonitor respon obat dan kepatuhan pasien. (Kaplan
dan Saddock,1997)
Drug Category: Stimulants -- These agents are known to treat ADHD effectively.
Drug Name
Adult Dose
Pediatric Dose
dose
Metadate CD: 20 mg/d PO initial dose
Concerta: 18 mg/d PO, initial (unless replacing
higher short-acting dose that is known as
acceptable for patient)
Documented hypersensitivity; glaucoma,
Tourette syndrome, motor tics; patients with
agitation, tension, and anxiety; untreated
hypertension; untreated glaucoma; substance
Contraindications
abuse may be a relative contraindication in
some patients (patients with untreated ADHD
have higher rates of substance abuse than
those treated for ADHD)
Interactions
Pregnancy
Precautions
Drug Name
Adult Dose
37.5-112.5 mg/d PO
Pediatric Dose
Contraindications
Interactions
None reported
Pregnancy
Precautions
Drug Name
Pediatric Dose
Interactions
Pregnancy
Precautions
Drug Name
Adult Dose
Pediatric Dose
norepinephrine
Pregnancy
Precautions
Drug Name
Adult Dose
Pediatric Dose
Contraindications
Interactions
Pregnancy
Precautions
Drug Name
Adult Dose
Not established
Pediatric Dose
Interactions
Pregnancy
Precautions
Drug Name
Adult Dose
Pediatric Dose
Contraindications
Not established
Documented hypersensitivity; cardiovascular
disease; depressive symptoms
Interactions
Pregnancy
D - Unsafe in pregnancy
19
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan dan Saddock,1997. Sinopsis Psikiatri Jilid dua. Edisi ketujuh. Binarupa
Aksara. Jakarta.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993
www.nimh.nih.gov/publicat/adhd.cfm
www.emedicine.com/med/topic3103.htm
20
1301-1209-3054
1301-1210-0207
Pembimbing :
Teddy Hidayat,dr.,SpKJ (K)
21
22