Anda di halaman 1dari 22

A.

PENDAHULUAN
Definisi hiperaktifitas oleh National Medical Series adalah suatu peningkatan aktifitas
motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi
setidaknya pada dua tempat dan suasana yang berbeda.
Pendefinisian 'hiperaktifitas', oleh Larry B Silver dikatakan sebagai aktifitas anak yang tidak
lazim dan cenderung berlebihan, yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu
menggerak-gerakkan jari-jari tangan, kaki, pensil, tidak dapat duduk dengan tenang dan selalu
meninggalkan tempat duduknya meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk dan tenang.
Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada kasus-kasus
psikiatri anak, dan pada tahun-tahun terakhir dikatakan bahwa gangguan hiperaktif menjadi topik
yang hangat dan menjadi perhatian luas di masyarakat.
Attention Defisit Hiperactivity Disorder adalah gangguan perilaku yang paling sering
ditemukan pada anak. ADHD ditandai oleh berkurangnya kemampuan untuk mempertahankan
perhatian wa!aupun tidak ada stimulus pengalihan perhatian dari luar. Anak dengan gangguan
ADHD mengalami hiperaktifitas (karena adanya impulsivitas), dan tampak resah dan gelisah. Untuk
memenuhi kriteria diagnostik gangguan harus ada sekurangnya enarn bulan, menyebabkan
gangguan dalam fungsi akademik atau sosial, dan terjadi sebelum usia tujuh tahun.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM IV),
diagnosis dibuat dengan menegakkan sejumlah gejala dalam bidang inatensi atau bidang
hiperaktifitas-impulsifitas atau keduanya. Jadi seorang anak mungkin memenuhi persyaratan untuk
gangguan dengan gejala inatensi saja atau dengan gejala hiperaktifitas dan impulsifitas tetapi
bukan untuk inatensi. Dengan demikian, DSM-IV menuliskan tiga subtipe gangguan defisitatensi/hiperaktifitas: tipe predominan inatentif, tipe predominan hiperaktif-impulsif, dan tipe
kombinasi. Suatu kriteria tambahan dalam DSM-IV yang sebelumnya tidak ditemukan dalam DSMIII-R adalah adanya gejala pada dua atau lebih situasi, seperti di sekolah, rumah, dan pekerjaan.
(Kaplan dan Saddock,1997)
B. EPIDEMIOLOGI
Laporan tentang insidensi ADHD di USA bervariasi dari 2 sampai 20 % anak-anak sekolah
dasar. Angka yang lama yaitu kira-kira 3-5% anak sekolah dasar prapubertas. Di Inggris, insidensi
dilaporkan lebih rendah dibandingkan USA, kurang dari I %. Rasio kejadian antara laki-Iaki dan
perempuan yaitu 4:I secara epidemiologis, namun secara klinis 9:1. Terdapat penelitian yang
menyebutkan bahwa angka prevalensi ADHD di seluruh dunia adalah 8-12 %. Gangguan paling
sering ditemukan pada anak laki-Iaki yang pertama. Orangtua dari anak-anak dengan ADHD
menunjukkan peningkatan insidensi dari hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol,
dan gangguan konversi. Walaupun onset biasanya pada usia 3 tahun, diagnosis biasanya tidak
1

dibuat sampai anak memasuki sekolah dasar, karena dengan adanya situasi belajar yang
terstruktur akan mengharuskan pola perilaku yang terstruktur, termasuk rentang perhatian dan
konsentrasi yang sesuai dengan perkembangannya.
Angka ADHD di Indonesia belum diketahui, namun diyakini bahwa di masyarakat cukup
banyak, terbukti dari banyaknya kunjungan orangtua ke dokter psikiatri dengan keluhan anaknya
mengalami hiperaktifitas. (Kaplan dan Saddock,1997)
C. ETIOLOGI
Penyebab pasti hiperaktivitas pada anak tidak dapat disebutkan dengan jelas, dikatakan
pada beberapa referensi bahwa penyebab terjadinya hiperaktivitas bersifat multifaktorial dimulai
dari faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat
kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidakteraturan hormonal, lingkungan fisik,
sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di
sekitamya. (Kaplan dan Saddock,1997)
CEDERA OTAK - Adanya suatu lesi di daerah lobus frontalis, anterior dan medial dari pre sentral
motor korteks, diduga sebagai sumber kelainan neuroanatomi dari ADHD. Ditemukan adanya
hipoperfusi dari CBF pada lobus frontalis dan nukleus kaudatus. Hasil PET (Positron emission
tomography) scan pada orangtua anak ADHD menunjukkan adanya penurunan metabolisme
glukosa pada daerah frontal kiri dan parietal.
Charles Wenar (1994) menambahkan, penyebab hiperaktifitas akibat gangguan otak
yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada sistem kontrol perilaku anak.
Florence Levy (1997) menyatakan bahwa teori penyebab hiperaktif berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi pencitraan otak. Gambaran yang tampak adalah
terjadinya disfungsi regio prefrontal dan striae subcortical yang mengimplikasikan
terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang tidak relevan dan fungsi-fungsi tertentu.
Maurice W. dan Laufer (1973) menyebutkan penyebab terjadinya hiperaktifitas
adalah adanya 'brain damage' yang diakibatkan oleh trauma primer dan trauma yang
berulang pada tempat yang sama (invariable). Kedua teori ini layak dipertimbangkan
sebagai penyebab terjadinya sindrom hiperaktifitas yang oleh penulis dibagi dalam tiga
kelompok :
1. Terjadinya kelainan perkembangan yang ditandai dengan penyimpangan
struktural dari bentuk normal oleh karena sebab yang bermacam-macam
selain o!eh karena trauma.
2. Kerusakan susunan saraf pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang
disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan hipoksia.
3. Terjadinya malfungsi tanpa disertai perubahan struktur dan anatomis yang
jelas, menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau justru timbulnya
stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan
2

dalam perkembangan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan


sekitamya.
NEUROKIMIAWI - Banyak neurotransmitter telah dihubungkan dengan gejala ADHD. Telah
ditemukan adanya kelainan metabolisme neurotransmitter dopamine dan norephineprine.
Dugaan faktor neurotransmitter ini juga diperkuat dari keadaan anak ADHD yang membaik
dengan pemberian obat stimulan yang mempengaruhi dopamin dan norephineprine.
Secara keseluruhan, tidak ada bukti-bukti yang jelas yang meIibatkan satu neurotransmitter
tunggal dalam perkembangan gejala ADHD, tetapi banyak neurotransmitter yang terlibat di
dalamnya.
Penelitian yang dipublikasikan oleh Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences
pada Desember 2003 menyebutkan bahwa pada anak ADHD ditemukan peningkatan sebesar 2,5
kali lipat kadar Glutamat, excitatory brain chemical yang bersifat toksik pada sel saraf.
GENETIK - Dianne EP dan Sally WO (1998) serta Tom Lissauer dan Graham Clayden (200I)
berpendapat bahwa hiperaktifitas meskipun dapat timbul pada usia dini namun gejalanya akan
tampak nyata pada saat mulai sekolah. Faktor genetik memegang peranan terbesar terjadinya
hiperaktifitas, disamping kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang dipengaruhi
oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol aktifitas diri.
Penelitian lain menunjukkan bahwa 10-35 % anggota ke!uarga dekat dari anak ADHD
memiliki resiko terdapatnya suatu kelainan, dimana resiko saudara kandung sekitar 32 %. Anak
yang diadopsi oleh orang tua yang hiperaktif juga memiliki resiko tinggi ADHD walaupun tidak
setinggi anak kandung.
National lnstitute of Mental Health/NIMH (2003) menyatakan bahwa dalam beberapa
penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang terjadi pada seorang anak selalu
disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu orang dalam
keluarga dekat. Ditemukan pula sepertiga ayah penderita hiperaktif juga menderita gangguan yang
sama pada masa kanak-kanak mereka. Hal ini cukup memberikan bukti adanya faktor genetik yang
berperan besar dalam terjadinya hiperaktifitas pada anak. Florence Levy (1997) menambahkan,
bahwa telah dilakukan penelitian terhadap anak kembar yang temyata rnenunjukkan gejala-gejala
yang sama, hal ini mengisyaratkan juga adanya faktor genetik yang berperan dalam kelainan ini.
Anak kembar monozigot memiliki resiko lebih tinggi (80-90%) dibandingkan anak kembar dizigot
(20-30%).
FAKTOR NEUROLOGIS- Terdapat pula suatu korelasi fisiologis yaitu ditemukannya berbagai
pola EEG abnorma! yang terdisorganisasi dan karakteristik untuk anak kecil, walaupun pada
beberapa kasus temuan EEG ini berkembang menjadi normal seiiring dengan waktu.
3

Cantwell DP. (1984); Kaplan and Sadock (1988) mengemukakan teori lain, yakni teori
maturation lack atau developmental delay yaitu adanya suatu kelambanan dalam proses
perkembangan anak-anak dengan ADHD. Menurut pandangan ini, anak-anak tersebut akhimya
dapat mengejar 'keterlambatan'-nya dan keadaan ini dipostulasikan akan terjadi sekitar usia
pubertas, hal ini berarti gejala ADHD tidak menetap tetapi hanya sementara sebelum
'keterlambatan' yang terjadi dapat dikejar. (Kaplan dan Saddock,1997)
FAKTOR

LINGKUNGAN

Kehamilan dan trauma lahir

mungkin mempengaruhi

perkembangan otak. Fetus yang terpapar alkohol dihubungkan dengan ADHD. Begitu pula dengan
stress dan malnutrisi selama hamil dapat menyebabkan bayi lebih sensitif sehingga dapat
menyebabkan

kelainan

perkembangan.

Kelainan

prenatal

dan

postnatal,

infeksi

SSP,

ketergantungan gula dan makanan tertentu, keracunan timbal, disfungsi thyroid, kekurangan nutrisi
seperti asam lemak omega-3, trauma, BBLR, hipoksia, paparan toksin seperti kokain dan nikotin
perlu diperhatikan dalam kasus ADHD.
Disebutkan bahwa rokok, konsumsi gula dan karbohidrat yang terlalu tinggi saat hamil dapat
menyebabkan kelainan tingkah laku. Rokok, karbohidrat dan gula yang tinggi mengakibatkan
rendahnya level oksigen darah sehingga mengganggu perkembangan bayi. Varley CK (1984)
merangkum berbagai teori tentang hubungan antara diet dengan gejala ADHD. Disebutkan antara
lain tentang teori megavitamin dan ortomolekuler sebagai terapinya, teori tentang alergi terhadap
makanan, teori Varley CK. (1984) merangkum berbagai teori tentang hubungan antara diet dengan
gejala Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Disebutkan antara lain tentang teori
megavitamin dan ortomolecular sebagai terapinya, teori tentang alergi terhadap makanan, teori
feingold yang menduga bahwa" salisilat mempunyai efek kurang baik terhadap tingkah laku anak,
serta teori bahwa gula merupakan substansi yang merangsang hiperaktititas pada anak.
Tampaknya teori ini semakin ditinggalkan dalam penanganan ADHD.
Penelitian lain menemukan adanya korelasi antara agen toksik/kekurangan nutrisi dan
kemampuan belajar. Yang termasuk di dalamnya adalah kekurangan kalsium, tingginya kadar
tembaga

dalam

serum,

kekurangan

zat

besi,

magnesium,

iodium,

dll.

(www.nimh.nih.gov/publicat/adhd.cfm)
FAKTOR PSIKOSOSIAL - Faktor psikososial yang mempengaruhi antara lain adalah pemutusan
emosional yang lama sehingga menyebabkan overaktif dan gangguan atensi. Gejala menghilang jika
faktor pemutus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di rumah penitipan. Kejadian
fisik yang menimbulkan stres, suatu gangguan dalam keseimbangan keluarga, dan faktor yang
menyebabkan kecemasan berperan dalam awal atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi
mungkin termasuk temperamen anak, faktor genetik-familial, dan tuntutan sosial untuk mematuhi

cara berkelakuan dan bertindak yang rutin. Status sosioekonomi tampaknya bukan merupakan faktor
predisposisi. (Kaplan dan Saddock,1997)
Merujuk pada kemungkinan terjadinya disfungsi Susunan Saraf Pusat (SSP) sebagai penyebab
terjadinya hiperaktifitas, sesuai runtutan perkembangannya adalah:
1. Pada masa prenatal. disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan metabolik, genetik,
infeksi, intoksikasi, dan faktor psikogenik.
2. Pada masa perinatal, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan
persalinan, induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping terapi,
depresi sistem immun dan trauma saat kelahiran normal.
3. Masa kanak-kanak (balita) dikarenakan: infeksi, trauma, terapi medikasi,
keracunan, gangguan metabolik, gangguan vaskuler, faktor kejiwaan. keganasan
dan terjadinya kejang.
National Medical Series/NMS (1996) menyebutkan beberapa penyebab terjadinya hiperaktifitas
pada anak yang terdiri dari:
1. Pemberian obat-abatan (golongan sedatif-hipnotik yang justru menyebabkan
hiperaktititas pada beberapa anak).
2. Depresi (perasaan yang tidak nyaman yang dimanifestasikan dalam bentuk
hiperaktifitas).
3. Penyakit yang berhubungan dengan SSP (trauma kapitis, infeksi hipoksia, dll)
4. Hiperaktifitas konstitusional (kelainan kongenital/bawaan)
5. Kekangan

dari orangtua, guru atau orang lain

yang

berpengaruh

(hiperaktifitas palsu, sebagai pelampiasan)


6. Ketidakmampuan mempelajari sesuatu
7. Gangguan bicara, dan
8. Tourette disorder (latah)
Dari sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Child Development Institute pada tahun
1998, dikatakan bahwa beberapa hal diduga menjadi penyebab terjadinya gangguan
pengendalian aktifitas diri, adalah :
1. Immaturitas dan perkembangan kejiwaan yang lambat
2. Kesulitan belajar
3. Perasaan gelisah
4. Depresi
5. Hipotiroid
6. Kurang motivasi
7. Gangguan tidur
8. Kurang gizi, dan
9. Kecenderungan menghindari tantangan.
5

NIMH (1996) dalam buku yang diterbitkan dengan judul ADHD menyebutkan bahwa ADHD
tidak disebabkan oleh:
1. Kebiasaan menonton TV terlalu lama
2. Alergi makanan tertentu
3. Kelebihan mengkonsumsi gula
4. Kurangnya

interaksi

dalam

kehidupan

keluarga

dan

sekolah

(www.nimh.nih.gov/publicat/adhd.cfm)
D. DIAGNOSIS
Tanda utama hiperaktivitas harus menyadarkan klinisi tentang kemungkinan ADHD.
Dari pengamatan langsung biasanya ditemukan aktivitas motorik yang berlebih.
Hiperaktivitas tidak merupakan manifestasi perilaku yang tersendiri, singkat dan transien di
bawah stres tetapi ditemukan selama waktu yang lama.
Menurut DSM IV gejala harus ditemukan pada sekurangnya dua keadaan
(contohnya sekolah, rumah) untuk memenuhi kriteria diagnostik untuk ADHD.
Laporan guru penting dalam menilai kesulitan anak dalam belajar dan berprilaku,
hubungan dengan sanak saudara, teman sebaya dan dengan aktivitas yang bebas dan
berstruktur juga diperlukan untuk menegakkan ADHD dan membantu mengidentifikasi
komplikasi gangguan.
Pemeriksaan status mental menunjukkan mood terdepresi sekunder, distraktibilitas
yang besar, kekerasan hati dan cara berfikir yang konkrit dan harafiah. Juga ditemukan
indikasi masalah visual-perseptual, auditorik-perseptual, bahasa, kognisi. Kadang-kadang
bukti menunjukkan kecemasan dasar meresap dan dengan dasar organik seringkali
dinamakan sebagai kecemasan tubuh.
Pemeriksaan neurologi mungkin ditemukan imaturitas atau gangguan visual motorikperseptual, masalah pada koordinasi motorik dan kesulitan mencontoh gambar yang sesuai
dengan usianya, gerakan yang berubah dengan cepat, diskriminasi kanan dan kiri.
Gangguan yang mengenai membaca, aritmatika dan koordinasi mungkin ditemukan
bersamaan dengan ADHD. Riwayat penyakit anak dapat memberikan petunjuk kepada
faktor prenatal, natal dan pascanatal yang mungkin telah mempengaruhi struktur atau
fungsi sistim saraf pusat. Kecepatan dan penyimpangan perkembangan dan reaksi parental
terhadap transisi perilaku yang bermakna harus ditegakkan untuk menentukan derajat
mana orang tua telah berperan atau bereaksi terhadap inefisiensi atau disfungsi anak.
(Kaplan dan Saddock,1997)

KRITERIA DIAGNOSTIK UNTUK ADHD DARI DSM IV


A.Salah satu (1) ATAU (2)
1. INATENSI : enam atau lebih gejala inatensi berikut ini telah menetap selama
sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan
tingkat perkembangan.
a. Sering gagal memberikan perhatian terhadap perincian atau melakukan kesalahan
yang tidak berhati-hati dalam tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lain.
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan atensi terhadap tugas atau
aktivitas permainan.
c. Sering tidak mendengarkan jika berbicara langsung
d. Sering tidak mengikuti intruksi dan gagal menyelesaikan tugas, pekerjaan, atau
kewajiban di temapt kerja (bukan karena perilaku opposional atau tidak dapat
mengerti instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktifitas.
f. Sering menghindari, membenci, enggan untuk terlibat dalam tugas yang
memerlukan usaha yang lama (seperti tugas sekolah atau pekerjaan rumah)
g. Sering menghindari hal-hal yang perlu untuk tugas dan aktifitas (misalnya tugas
sekolah, pensil, buku atau peralatan).
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar.
i. Sering lupa dalam aktifitas sehari-hari.
2. HIPERAKTIFITAS-IMPULSIVITAS. : enam atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas
berikut ini telah menetap selama sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif
dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan:
HIPERAKTIVITAS
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau menggeliat-geliat di tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain dimana
diharapkan tetap duduk.
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat
(pada remaja atau dewasa mungkin terbatas pada perasaan subjektif kegelisahan)
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktifitas waktu luang secara
tenang.
e. Sering siap-siap pergi atau bertindak seakan-akan didorong oleh suatu motor.
f. Sering bicara berlebihan.

IMPULSIVITAS
a. Sering menjawab tanpa pikir terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan selesai.
b. Sering sulit menunggu gilirannya
c. Sering memutus atau mengganggu orang lain
B. Beberapa gejala hiperaktif impulsif atau inatensi yang menyebabkan gangguan telah ada
sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi ( misalnya di
sekolah , pekerjaan atau di rumah.)
D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam
fungsi sosial, akademik, dan fungsi pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan pervasif,
skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan
mental lain (misalnya gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau
gangguan kepribadian)
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.1993)
Penulisan didasarkan pada tipe:
Gangguan Defisit Atensi-Hiperaktifitas, tipe kombinasi: jika memenuhi kriteria 1 dan 2
selama enam bulan terakhir.
Gangguan Defisit Atensi-Hiperaktifitas, predominan tipe inatensi : jika memenuhi
kriteria A1 tetapi tidak memenuhi kriteria A2 selama enam bulan terakhir.
Gangguan Defisit Atensi-Hiperaktifitas predominan tipe hiperaktif-impulsif : jika
memenuhi kriteria A2 tetapi tidak memenuhi kriteria A1 selama enam bulan terakhir.
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.1993)
E. GAMBARAN KLINIS
Attention Defisit Hiperactivity Disorder (ADHD) biasanya dimulai pada usia 18 bulan, akan tetapi
gambaran klinisnya belum kelihatan sampai usia 3-5 tahun. Attention Defisit Hiperactivity Disorder
(ADHD) mungkin memiliki onset pada masa bayi. Bayi dengan ADHD peka terhadap stimuli dan
mudah dimarahkan oleh suara, cahaya, temperatur dan perubahan lingkungan lain. Kadang-kadang
terjadi kebalikannya, anak-anak tenang dan Iemah, banyak tidur dan tampaknya berkembang lambat
pada bulan pertama kehidupan. Tetapi, bayi dengan ADHD lebih sering bersikap aktif di tempat
tidumya, sedikit tidur dan banyak menangis.
8

Karakteristik anak-anak dengan ADHD yang tersering (dalam urutan frekuensi) :


1. Hiperaktivitas
2. Gangguan motorik perseptual
3. Labilitas emosional
4. Defisit koordinasi menyeluruh
5. Gangguan atensi (rentang atensi yang pendek, distraktibilitas, keras hati, gagal
menyelesaikan suatu pekerjaan, inatensi, dan konsentrasi yang buruk)
6. Impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah perilaku dengan tiba-tiba, tidak
memilki organisasi , meloncat-Ioncat di sekolah)
7. Gangguan daya ingat dan pikiran.
8. Ketidakmampuan belajar spesifik
9. Gangguan bicara dan pendengaran
10. Tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar.
Gejala-gejala yang ditemukan pada anak dengan ADHD yaitu :
- Sering menghilangkan peralatan sekolahnya, dan lupa mengerjakan pekerjaan rumah.
- Kesulitan untuk mengerjakan pekerjaan di kelas dan pekerjaan rumah.
- Sulit untuk mengikuli berbagai perintah dari orang yang lebih tua.
- Sering kali menjawab tanpa berpikir lebih lanjut.
- Tidak sabar dan terburu-buru
- Gelisah dan terus menggeliat
- Meninggalkan bangkunya dan berlarian tanpa arah
- Selalu kelihatan sibuk dengan dirinya sendiri
- Berbicara terlalu banyak dan sulit untuk bermain dengan tenang.
- Menyela pembicaraan orang lain dan mengganggu orang lain.
- Mudah bingung dan kesulitan dalam menyimak
- Suka memotong pembicaraan dan ikut campur pembicaraan orang lain
-Sering melakukan aktivitas fisik yang berbahaya tanpa mempertimbangkan akibatnya,
(Kaplan dan Saddock,1997)
Seringkali anak-anak memberi kecenderungan untuk tidak memperhatikan sekelilingnya,
perhatiannya tidak terfokus, mengganggu, dan hiperaktif namun anak-anak yang mempunyai
masalah dengan ADHD menunjukkan gejala seperti diatas dengan frekuensi yang lebih sering
daripada anak-anak lainnya yang seumur atau yang memiliki tingkat pertumbuhan yang sarna.
ADHD terjadi 3%-5% pada anak-anak usia sekolah. ADHD juga terjadi sebelum anak mencapai
usia 7 tahun dan akan berlanjut hingga dewasa. ADHD 25% akan rnenurun pada anak didalam
keluarga yang orangtuanya mempunyai kondisi kesehatan yang sama.

Anak dengan ADHD seringkali mudah marah secara meledak. lritabilitas dapat ditimbulkan
oleh stimuli yang relatif kecil, yang mungkin membingungkan dan mencemaskan anak. Mereka
seringkali labil secara emosional, mudah dibuat tertawa atau menangis dan mood dan kinerja
mereka cenderung bervariasi dan tidak dapat diramalkan. Impulsivitas dan ketidakmampuan
menunda kegembiraan sangat karakteristik pada ADHD. Anak dengan ADHD juga sangat rentan
terhadap kecelakaan.
Di sekolah, anak ADHD dapat dengan cepat menyambar ujian tetapi hanya menjawab satu
atau dua pekerjaan pertama. Mereka tidak mampu menunggu giliran dipanggil di sekolah dan
menjawab giliran orang lain. Di rumah, mereka tidak dapat didiamkan walau hanya semenit.
Kesulitan sekolah baik belajar maupun perilaku sering ditemukan, kadang-kadang berasal dari
gangguan komunikasi atau gangguan belajar yang ada bersama-sama atau distraktibilitas anak dan
atensi yang berfluktuasi, yang menghalangi perolehan, penahanan, dan penunjukan ilmu
pengetahuan. Reaksi yang merugikan dari personal sekolah terhadap perilaku anak ADHD dan
menurunnya penghargaan diri karena merasa tidak mampu dapat berkombinasi dengan komentar
merugikan dari ternan sebaya sehingga menyebabkan sekolah menjadi tempat yang tidak
menyenangkan, yang dapat menyebabkan dilakukannya perilaku antisosial dan perilaku
merendahkan diri sendiri dan menghukum diri sendiri.
Orang tua biasanya merasa tertekan ketika menerima laporan dari sekolah, yang
menyatakan kalau anak mereka "tidak mau mendengarkan kata-kata guru" atau "menimbulkan
kesulitan di kelas".
Sebenamya anak yang mempunyai masalah dengan ADHD mempunyai keinginan menjadi
murid yang baik, namun perilaku yang gegabah dan kesulitan untuk memperhatikan pelajaran di
kelas membuatnya menimbulkan kesulitan. Guru-guru, orang tua, dan teman-temannya menyadari
bahwa ada sesuatu yang "lain" atau "berbeda", tetapi tidak dapat menyimpulkan apa penyebabnya.
Guru anak dengan ADHD biasanya mengeluh bahwa anak tersebut tidak pernah berada di
bangkunya tetapi berjalan-jalan di sekolah, berbicara dengan anak lain saat mereka bekerja. la
tampaknya tidak pernah mau tahu apa yang harus dikerjakannya kemudian dan kadang-kadang
melakukan sesuatu yang aneh. Pemberhentian sementara dari sekolah dapat terjadi karena anak
tersebut berayun-ayun dari tiang lampu di atas papan tulis, dimana ia mendakinya untuk pindah dari
satu kelas ke kelas lain dan karena tidak dapat turun lagi, kelas menjadi gaduh.
Ada juga keluhan dari ibu seorang anak dengan ADHD bahwa, pada saat anak masih kecil,
anak tersebut suka masuk ke dalam apa saja, terutama di pagi hari, saat terbangun pada pukul 4.30
alau 5.00 pagi dan menuruni tangga sendirian, orangtuanya akan terbangun dan menemukan ruang
keluarga atau dapur dalam keadaan berantakan.
Tes psikologis menemukan bahwa anak dengan ADHD memiliki kemampuan rata-rata yang
pencapaiannya hanya sedikit di bawah rata-rata. Tidak terdapat pemeriksaan fisik yang karakteristik
pada anak dengan ADHD.
10

F. Xavier Castellanos, telah mengadakan riset dengan memperbandingkan gambaran MRI


antara anak dengan ADHD dan anak normal, temyata menghasilkan gambaran yang berbeda,
dimana pada anak dengan ADHD memiliki gambaran otak yang Iebih simetris dibandingkan anak
normal yang pada umumnya otak kanan lebih besar dibandingkan otak kiri. Dengan pemeriksaan
radiologis otak PET (positron emission tomography) didapatkan gambaran bahwa pada anak
penderita ADHD dengan gangguan hiperaktif yang lebih dominan didapatkan aktifitas otak yang
berlebihan dibandingkan anak yang normal dengan mengukur kadar gula (sebagai sumber energi
utama aktifitas otak, yang didapatkan perbedaan yang signifikan antara penderita hiperaktif dan anak
normal). (Kaplan dan Saddock,1997)
F. PEMERIKSAAN PATOLOGI DAN LABORATORIUM
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang patognomonik untuk gangguan defisit
atensi-hiperaktifitas. Beberapa pemeriksaan laboratorium sering menemukan hasil
abnormal yang tidak spesifik pada anak-anak hiperaktif, seperti hasil EEG yang
terdisorganisasi dan imatur, dan tomografi emisi positron (PET) mungkin menunjukkan
penurunan aliran darah serebri di daerah frontalis.
Tes kognitif yang membantu dalam menegakkan inatensi dan impulsivitas anak
adalah tugas kinerja kontinu, dimana anak diminta memijat tombol tiap kali urutan huruf
atau angka tertentu ditampilkan layar. Anak-anak dengan atensi yang buruk membuat
kesalahan tindakan yaitu mereka tidak memijat tombol, walaupun urutan tersebut telah
ditampilkan. Impulsivitas dimanifestasikan oleh kesalahan tindakan, dimana mereka tidak
mampu menahan memijat tombol, walaupun urutan yang diinginkan belum ditampilkan di
layar. (Kaplan dan Saddock,1997)
G. DIAGNOSA BANDING
Kumpulan temperamental yang terdiri dari tingkat aktifitas yang tinggi dan rentang
perhatian yang pendek harus dipertimbangkan pertama kali. Namun membedakannya
dengan gejala gangguan defisit atensi-hiperaktifitas sebelum usia 3 tahun adalah sulit
terutama karena sistem saraf pusat yang imatur secara normal dan timbulnya tanda
gangguan visual-motorik-perseptual yang sering ditemukan pada gangguan defisit atensihiperaktifitas
Kecemasan mungkin menyertai gangguan defisit atensi-hiperaktifitas sebagai ciri
sekunder dan dimanifestasikan oleh overaktifitas dan distrakbilitas.
Depresi sekunder pada anak dengan gangguan defisit atensi-hiperaktifitas harus dibedakan
dari gangguan depresi primer yang

kemungkinan dibedakan oleh hipoaktivitas dan

menarik diri.

11

Pada gangguan defisit atensi-hiperaktifitas juga mesti dibedakan dengan gangguan


konduksi dimana anak-anak tidak mampu membaca atau mengerjakan matematika karena
gangguan belajar bukan inatensi. Akan tetapi, gangguan defisit atensi-hiperaktifitas juga
sering ditemukan bersamaan gangguan konduksi ini. (Kaplan dan Saddock,1997)
H. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Perjalanan penyakit ADHD agak bervariasi. Gejala dapat menetap sampai masa remaja atau
kehidupan dewasa, gejala dapat menghilang pada pubertas, atau hiperaktivitas mungkin menghilang
tetapi penurunan rentang atensi dan masalah pengendalian impuls mungkin menetap. Overaktivitas
biasanya merupakan gejala pertama yang menghilang dan distrakbilitas adalah yang terakhir. Remisi
kemungkinan tidak terjadi sebelum usia 12 tahun. Jika remisi memang terjadi, biasanya terjadi antara
usia 12 dan 20 tahun. Remisi dapat disertai dengan masa remaja dan kehidupan dewasa yang
produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan relatif sedikit sequele yang bermakna.
Tetapi sebagian besar pasien ADHD mengalami remisi parsial dan rentan terhadap gangguan
kepribadian antisosial dan gangguan kepribadian anti sosial dan gangguan kepribadian lain dan
gangguan mood. Masalah belajar seringkali terus ada.
Pada kira-kira 15-20% kasus, gejala ADHD menetap sampai masa dewasa. Penderita
mungkin menunjukkan penurunan hiperaktifitas tetapi tetap impulsif dan rentan terhadap kecelakaan.
Walaupun pencapaian pendidikan mereka lebih rendah dari orang normal, riwayat pekerjaan awal
mereka tidak berbeda dari orang yang pendidikan yang sama.
Anak-anak dengan ADHD yang gejalanya menetap sampai masa remaja memiliki resiko tinggi
untuk mengalami gangguan konduksi. Kira-kira 50% anak-anak dengan gangguan konduksi akan
mengembangkan kepribadian antisosial di masa dewasanya. Anak-anak dengan ADHD dan
gangguan konduksi juga beresiko berhubungan dengan zat. Secara keseluruhan, hasil akhir ADHD
pada anak berhubungan dengan jumlah gangguan konduksi yang menetap dan faktor keluarga yang
kacau. Hasil yang optimal diperoleh dengan menghilangkan agresi anak dan memperbaiki fungsi
keluarga sedini mungkin.(Kaplan dan Saddock,1997)
I. TERAPI
Secara umum, terapi ADHD dibagi atas:
1. Farmakologi
Terapi farmakologi hanya dipakai sebagai penunjang dan sebagai kontrol terhadap
kemungkinan timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali. Agen farmakologis untuk
ADHD

adalah

stimulan

sistem

saraf

pusat,

terutama

dextroamphetamine

(Dexedrine),

methylphenidate dan pemoline (Cylert). Pada sebagian besar pasien, stimulan menurunkan
overaktifitas,distrakbilitas, impulsivitas, eksplosivitas dan irritabilitas. (Kaplan dan Saddock,1997)
Food ang Drug Administration (FDA) mengijinkan pemakaian methylphenidate dan
dextroamphetamine untuk anak berusia 6 tahun atau lebih karena keduanya adalah obat yang paling
12

sering digunakan dan terbukti sangat efektif dengan efek samping yang relatif kecil. Methylprenidate
adalah medikasi kerja singkat yang biasanya digunakan secara efektif selama jam-jam sekolah,
sehingga pada anak-anak ADHD dapat memperhatikan tugasnya dan tetap di dalam
kelas.Mekanisme kerja yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui namun terdapat hipotesis bahwa
obat ini meningkatkan katekolamin dengan mempermudah pelepasannya dan dengan menghambat
ambilannya. Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, nyeri lambung, mual dan
insomnia. Beberapa anak mengalami efek "rebound" dimana mereka menjadi agak mudah marah dan
tampak agak hiperaktif selama waktu yang singkat saat medikasi diberhentikan. Pada anak-anak
dengan riwayat tik motorik, harus digunakan dengan hati-hati, karena pada beberapa kasus, obat ini
dapat menyebabkan eksaserbasi gangguan tik.
Selain methylphenidate juga dipakai Ritalin dalam bentuk tablet, memiliki efek terapi yang
cepat, setidaknya untuk 3-4 jam dan diberikan 2 atau 3 kali dalam sehari. Methylphenidate juga
tersedia dalam bentuk dosis tunggal. Dexedrine (Dextroamphetamine) merupakan obat lain yang
dipergunakan dan diijinkan FDA untuk digunakan pada anak usia 3 tahun atau lebih
Penggunaan antidepresan termasuk imipramine (Tofranil), desipramine,

dan nortriptyline

(Pamelor) dilakukan apabila terdapat gangguan kecemasan atau gangguan depresi komorbid dan
pada anak-anak dengan gangguan tik yang menghalangi pemakaian stimulan. Namun secara umum,
penggunaan obat stimulan untuk hiperaktivitas lebih manjur. Antidepressan memerlukan monitoring
yang cermat pada fungsi jantung. Penelitian terakhir pada anak-anak dengan pemakaian kombinasi
methylphenidate dan desipramine menunjukkan adanya peningkatan kemampuan anak untuk
menggunakan strategi pelacakan visual (visual search) pada tugas kognitif tertentu seperti
membandingkan beberapa gambar dengan perbedaan yang tersembunyi.

(Kaplan dan

Saddock,1997)
Desipramine(Norpramine) - menurunkan 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MPHG) urin, yang
merupakan metabolit dari norephineprine. Clonidine (Catapres), suatu antagonis norephineprine,
adalah berguna untuk mengobati hiperaktivitas serta apabila pasien juga rnenderita gangguan tik.
Obat-obat trisiklik dan inhibitor monoamin oksidase (MAOI) juga dapat menurunkan hiperaktivitas.
Sebelum menggunakan obat-obatan ini, diagnosa hiperaktif haruslah tegak terlebih
dahulu dan pola terapi lainnya yang simultan juga harus dilaksanakan, sebab bila hanya
mengandalkan obat ini tidak akan efektif. (Kaplan dan Saddock,1997)
Terapi diet Penelitian ilmiah yang pernah dilakukan tentang pengaruh diet tertentu terhadap
terjadinya hiperaktifitas tidak menunjukkan bukti yang cukup akurat meskipun pernah dikatakan
bahwa Feingold Diet dapat dipakai sebagai terapi alternatif, termasuk dengan eliminasi konsumsi
gula guna memperkecil terjadinya hiperaktifitas tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Suatu
substansi asam amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil yang cukup
memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu mensintesa
13

(memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat ditingkatkan produksinya dengan


menggunakan golongan amphetamine
Monitoring harus senantiasa dilakukan sejak awal medikasi. Karena kinerja sekolah yang paling
terganggu, pcrhatian dan usaha khusus harus diberikan untuk menegakkan dan mempertahankan
hubungan kerja yang erat dengan sekolah anak. Penggunaan obat-obatan ini juga harus
diterangkan pada penderita dengan tujuan untuk menghilangkan kekeliruan pengertian (seperti,
"saya

gila")

dan

menjelaskan

bahwa

medikasi

ini

bersifat

tambahan.

(www.nimh.nih.gov/publicat/adhd.cfm)
2.

Psikoterapi
Terapi ADHD tidak cukup dengan farrnako!ogi saja, namun harus dibarengi dengan

psikoterapi. Adapun psikoterapi yang dapat dilakukan antara lain psikoterapi individual, modifikasi
perilaku, konseling orang tua, terapi tiap gangguan belajar yang menyertai, dll.
Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab dan kita
harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau belajar mengontrol diri dan
mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk memperhatikan segala sesuatu yang harus
dikuasai, dengan menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas dan perencanaan kegiatan yang
akan dilakukan sangat membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk didalamnya kegiatan
yang cukup menguras tenaga (olah raga,dll) agar dalam dirinya tidak tertimbun kelebihan tenaga
yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan.
Nasehat untuk orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan mengarahkan
kegiatan yang seharusnya dilakukan si-anak dengan melakukan modifikasi bentuk kegiatan yang
menarik minat, sehingga lambat laun dapat mengubah perilaku anak yang menyimpang. Orang tua
juga harus diberi pengertian bahwa sikap serba mengijinkan adalah tidak membantu bagi anak-anak
mereka. Begitu pula bahwa walaupun ada kekurangan pada anak-anak mereka dalam beberapa
bidang, rnereka menghadapi tugas maturasi yang normal, termasuk perlu mengambil tanggung
jawab atas tindakan mereka. Dengan demikian anak ADHD tidak mendapatkan manfaat dari
dibebaskan dari persyaratan, harapan, dan perencanaan yang berlaku untuk anak lain. Pola
pengasuhan di rumah, anak diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar tentang
segala sesuatu yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta
memberi kesempatan mereka untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan.
Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dari upaya
perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak bersedia rnelakukan sesuatu
dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu mengerjakan,
pada akhimya bila ia mampu mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan penghargaan yang
tulus baik berupa pujian ataupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif. Bila hal ini tidak berhasil

14

dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus segera dihentikan atau
dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai.
Strategi di tempat umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di tempattempat umum, dalam hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik berupa suasana ataupun suatu
benda tertentu yang dapat membangkitkan perilaku hiperaktif / destruktif haruslah dihindarkan dan
dicegah, untuk itu orang tua dan guru harus mengetahui hal-ha! apa yang yang dapat memicu
perilaku tersebut. (Kaplan dan Saddock,1997)
Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan pendekatan
positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan berkecil hati
menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri. www.nimh.nih.gov/publicat/adhd.cfm
.
ADHD YANG TIDAK DITENTUKAN
DSM IV memasukkan ADHD yang tidak ditentukan (NOS : Not otherwise specified) sebagai
kategori residual untuk gangguan dengan gejala yamg menonjol adalah inatensi atau hiperaktivitas
yang tidak memenuhi kriteria untuk ADHD. Pada orang dewasa tanda residual dari gangguan adalah
impulsivitas dan defisit atensi (contohnya, kesulitan menyusun dan menyelesaikan pekerjaan,
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, peningkatan distraktibilitas dan mengambil keputusan dengan
mendadak tanpa memikirkan akibatnya). Banyak pasien dengan gangguan, menderita gangguan
depresif sekunder yang berhubungan dengan gangguan kinerja mereka yang mempengaruhi fungsi
pekerjaan dan sosial.
Terapi gangguan yaitu amphetamin (5-60 mg sehari) atau methylphenidate (5-60 mg sehari).
Tanda respon yang positif adalah peningkatan rentang perhatian, penurunan impulsivitas, dan
perbaikan mood. Terapi psikofarmakologis mungkin perlu diteruskan secara tidak terbatas. Karena
potensi penyalahgunaan obat, klinisi harus memonitor respon obat dan kepatuhan pasien. (Kaplan
dan Saddock,1997)

Drug Category: Stimulants -- These agents are known to treat ADHD effectively.

Drug Name

Methylphenidate (Ritalin, Metadate CD, Methylin


ER, Ritalin SR) -- DOC approved by FDA for
ADHD in children aged 6 y or older. Most
commonly used drug. Available in sustainedrelease forms.

Adult Dose

5 mg/d PO in am or divided bid; not to exceed


60 mg/d (stated in Physicians Desk Reference,
but some selected individuals benefit from a
somewhat higher dose without apparent
adverse reactions)

Pediatric Dose

IR: 2.5-5 mg PO up to qid, initial dose


Ritalin SR or Methylin ER: 10-20 mg/d PO initial
15

dose
Metadate CD: 20 mg/d PO initial dose
Concerta: 18 mg/d PO, initial (unless replacing
higher short-acting dose that is known as
acceptable for patient)
Documented hypersensitivity; glaucoma,
Tourette syndrome, motor tics; patients with
agitation, tension, and anxiety; untreated
hypertension; untreated glaucoma; substance
Contraindications
abuse may be a relative contraindication in
some patients (patients with untreated ADHD
have higher rates of substance abuse than
those treated for ADHD)

Interactions

Reduces effects of guanethidine and bretylium;


toxicity of phenytoin, tricyclic antidepressants,
warfarin, primidone, and phenobarbital may
increase when administered concurrently;
MAOIs increase toxicity

Pregnancy

C - Safety for use during pregnancy has not


been established.

Precautions

Caution in dementia, seizures, and


hypertension; potentially addictive

Drug Name

Magnesium pemoline (Cylert) -- Less frequently


used because of rare but potential hepatotoxic
effects and slower onset of action.
The United States Food and Drug
Administration (FDA) concluded that the
overall risk of liver toxicity from pemoline
outweighs the benefits. In May 2005, Abbott
chose to stop sales and marketing of their
brand of pemoline (Cylert) in the U.S. In
October 2005, all companies that produced
generic versions of pemoline also agreed to
stop sales and marketing of pemoline.

Adult Dose

37.5-112.5 mg/d PO

Pediatric Dose
Contraindications

<6 years: Not established


>6 years: Administer as in adults
Documented hypersensitivity; hepatic
dysfunction

Interactions

None reported

Pregnancy

C - Safety for use during pregnancy has not


been established.

Precautions
Drug Name

Caution in patients with renal insufficiency;


perform liver function tests prior to and during
therapy
Dextroamphetamine and amphetamine mixtures
(Adderall) -- Produces CNS and respiratory
stimulation. The CNS effect may occur in the
cerebral cortex and reticular activating system.
May have direct effect on both alpha- and beta16

receptor sites in the peripheral system as well


as release stores of norepinephrine in
adrenergic nerve terminals.
Mixture contains various salts of amphetamine
and dextroamphetamine.
Available as 5-, 7.5-, 10-, 12.5-, 15-, 20-, and
30-mg scored tablets.
Adult Dose

Pediatric Dose

5-60 mg/d PO divided bid/tid


<3 years: Not established
3-6 years: 2.5 mg/d PO initially; increase by 2.5
mg qwk
>6 years: 5 mg/d PO or divided bid initially;
increase by 5 mg qwk; not to exceed 40 mg/d

Documented hypersensitivity; hypertension;


advanced arteriosclerosis; hyperthyroidism;
Contraindications
glaucoma; agitated states; within 14 d of MAOIs
administration

Interactions

Coadministration with MAOIs may precipitate


hypertensive crisis; anesthetics may precipitate
arrhythmias; dextroamphetamine may increase
toxicity of phenobarbital, propoxyphene,
meperidine, TCAs, phenytoin, and
norepinephrine

Pregnancy

C - Safety for use during pregnancy has not


been established.

Precautions

Caution in nephritis, hypertension, angina,


glaucoma, cardiovascular disease, psychopathic
personalities, or history of drug abuse

Drug Name

Dextroamphetamine (Dexedrine) -- Commonly


used first or in case of methylphenidate failure.
Approved by FDA for use in children aged 3 y or
older. Available in sustained-release forms,
which may allow for daily dosing.

Adult Dose

Initial: 5 mg/d PO; not to exceed 40 mg/d (as


listed in the Physicians Desk Reference); some
selected patients may benefit from a slightly
higher dose without adverse reaction

Pediatric Dose

>6 years: 2.5 mg/d PO; may titrate up by 2.5


mg/d once or twice weekly

Documented hypersensitivity; hypertension;


MAOIs; advanced arteriosclerosis;
hyperthyroidism; glaucoma; substance abuse
Contraindications may be a relative contraindication is some
patients (patients with untreated ADHD have
higher rates of substance abuse than those
treated for ADHD)
Interactions

Coadministration with MAOIs may precipitate


hypertensive crisis and with anesthetics may
precipitate arrhythmias; may increase toxicity of
phenobarbital, propoxyphene, meperidine,
tricyclic antidepressants, phenytoin, and
17

norepinephrine
Pregnancy

C - Safety for use during pregnancy has not


been established.

Precautions

Caution in angina, glaucoma, cardiovascular


disease, and psychopathic personalities;
potentially addictive

Drug Category: Atypical antidepressants -- Recent studies support efficacy of


venlafaxine and bupropion in ADHD. They may have a slower onset of action than
stimulants but potentially fewer adverse effects.

Drug Name

Bupropion (Wellbutrin) -- Inhibits neuronal


dopamine reuptake in addition to being a weak
blocker of serotonin and norepinephrine
reuptake. Also available in sustained-release
preparations (Wellbutrin SR)

Adult Dose

75 mg/d PO or 100 mg/d SR PO, initially; if


initial dose ineffective and higher dose tolerated,
increase gradually to maximum 150 mg tid or
200 mg SR bid

Pediatric Dose
Contraindications

Not established, but often used "off label"


Documented hypersensitivity; seizure disorder;
anorexia nervosa; concurrent use with MAOIs

Interactions

Carbamazepine, cimetidine, phenytoin, and


phenobarbital may decrease effects; toxicity
increases with concurrent administration of
levodopa and MAOIs

Pregnancy

C - Safety for use during pregnancy has not


been established.

Precautions

Doses >400 mg/d of SR preparation or 450


mg/d of immediate-release preparation
associated with higher incidence of seizure;
caution in patients with renal or hepatic
insufficiency

Drug Category: Tricyclic antidepressants -- See article entitled Depression. Patients


may require lower doses for ADHD. They may have a quicker onset of action.

Drug Name

Imipramine (Tofranil) -- Inhibits the reuptake of


norepinephrine or serotonin (5hydroxytryptamine, 5-HT) at presynaptic neuron.
May be useful in pediatric ADHD.

Adult Dose

Not established

Pediatric Dose

Initial: 10 mg/d PO; if tolerated and not effective,


increase to 25 mg/d; titrate upward slowly by 25
mg/wk to effectiveness or intolerable adverse
effects

Problems of slowed or irregular cardiac


Contraindications conduction; untreated glaucoma; recent or
concurrent MAOIs
18

Interactions

Increases toxicity of sympathomimetic agents


such as isoproterenol and epinephrine by
potentiating effects and inhibiting
antihypertensive effects of clonidine

Pregnancy

C - Safety for use during pregnancy has not


been established.

Precautions

Overdose may be lethal; may impair mental or


physical abilities required for performance of
potentially hazardous tasks; caution in patients
with cardiovascular disease, conduction
disturbances, seizure disorders, urinary
retention, hyperthyroidism, or those receiving
thyroid replacement therapy

Drug Category: Alpha-adrenergic agonists -- Centrally acting antihypertensives


clonidine and guanfacine have been used to treat children with ADHD. Inhibition of
norepinephrine release in brain may be mechanism of action.

Drug Name

Clonidine (Catapres) -- Not approved by FDA for


any psychiatric uses in children. However, may
be effective in ADHD. Available in tabs or
transdermal skin patches.

Adult Dose

0.1-0.3 mg PO divided bid/tid

Pediatric Dose
Contraindications

Not established
Documented hypersensitivity; cardiovascular
disease; depressive symptoms

Interactions

Concurrent CNS depressants may increase


effects; tricyclic antidepressants may decrease
levels; sudden death reported in patients taking
clonidine with methylphenidate at bedtime

Pregnancy

D - Unsafe in pregnancy

Caution in cerebrovascular disease, coronary


insufficiency, sinus node dysfunction, and renal
impairment
(www.emedicine.com/med/topic3103.htm)
Precautions

19

DAFTAR PUSTAKA
Kaplan dan Saddock,1997. Sinopsis Psikiatri Jilid dua. Edisi ketujuh. Binarupa
Aksara. Jakarta.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993
www.nimh.nih.gov/publicat/adhd.cfm
www.emedicine.com/med/topic3103.htm

20

CLINICAL SKILLS SESSION

ADHD (Attention Defisit


Hiperactivity Disorder)
Oleh :
Puspa Marimuthoo

1301-1209-3054

Nor Shafikah Diana

1301-1210-0207

Pembimbing :
Teddy Hidayat,dr.,SpKJ (K)

BAGIAN PENYAKIT JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2010

21

22

Anda mungkin juga menyukai