I.
II.
PENGENALAN ALAT
Berikut akan dibicarakan mengenai beberapa alat yang akan digunakan dalam
Praktikum Kimia Dasar I/Kimia Anorganik :
1.
Pipet volum. Pipet ini terbuat dari kaca dengan skala/volume tertentu, digunakan
untuk mengambil larutan dengan volume tepat sesuai dengan label yang tertera
pada bagian yang menggelembung (gondok) pada bagian tengah pipet. Gunakan
propipet atau bulb untuk menyedot larutan.
2.
Pipet ukur. Pipet ini memiliki skala,digunakan untuk mengambil larutan dengan
volume tertentu. Gunakan bulb atau karet penghisap untuk menyedot larutan,
jangan dihisap dengan mulut.
3.
Labu ukur (labu takar), digunakan untuk menakar volume zat kimia dalam
bentuk cair pada proses preparasi larutan. Alat ini tersedia berbagai macam
ukuran.
4.
Gelas Ukur, digunakan untuk mengukur volume zat kimia dalam bentuk cair. Alat
ini mempunyai skala, tersedia bermacam-macam ukuran. Tidak boleh digunakan
untuk mengukur larutan/pelarut dalam kondisi panas. Perhatikan meniscus pada
saat pembacaan skala.
5.
Gelas Beker, Alat ini bukan alat pengukur (walaupun terdapat skala, namun
ralatnya cukup besar). Digunakan untuk tempat larutan dan dapat juga untuk
memanaskan larutan kimia. Untuk menguapkan solven/pelarut atau untuk
memekatkan.
6.
Buret. Alat ini terbuat dari kaca dengan skala dankran pada bagian bawah,
digunakan untuk melakukan titrasi (sebagai tempat titran).
7.
Erlenmeyer, Alat ini bukan alat pengukur, walaupun terdapat skala pada alat
gelas tersebut (ralat cukup besar). Digunakan untuk tempat zat yang akan
dititrasi. Kadang-kadang boleh juga digunakan untuk memanaskan larutan.
8.
9.
Tabung reaksi. Sebagai tempat untuk mereaksikan bahan kimia, dalam skala
kecil dan dapat digunakan sebagai wadah untuk perkembangbiakkan mikroba.
10. Corong , Biasanya terbuat dari gelas namun ada juga yang terbuat dari plastik.
Digunakan untuk menolong pada saat memasukkan cairan ke dalam suatu wadah
dengan mulut sempit, seperti : botol, labu ukur, buret dan sebagainya.
12. Gelas arloji, digunakan untuk tempat bahan padatan pada saat menimbang,
mengeringkan bahan, dll.
13. Pipet tetes. Berupa pipa kecil terbuat dari plastik atau kaca dengan ujung
bawahnya meruncing serta ujung atasnya ditutupi karet. Berguna untuk
mengambil cairan dalam skala tetesan kecil.
4
digunakan
untuk
mengaduk
larutan,
campuran,
atau
16. PH Meter Digital, digunakan untuk mengukur derajat keasamaan suatu larutan
17. Bola Hisap (Bulb), digunakan untuk menghisap larutan dengan bantuan pipet
III.
melalui kegiatan praktikum.Di samping itu ada kemungkinan bahaya yang terjadi di
laboratorium seperti adanya bahan kimia yang karsinogenik, bahaya kebakaran,
keracunan, sengatan listrik dalam penggunaan alat listrik (kompor, oven, dll).Di
samping itu, orang yang bekerja di Laboratorium dihadapkan pada resiko yang cukup
besar, yang disebabkan karena dalam setiap percobaan digunakan :
1. Bahan kimia yang mempunyai sifat mudah meledak, mudah terbakar, korosif,
karsinogenik, dan beracun.
2. Alat gelas yang mudah pecah dan dapat mengenai tubuh.
3. Alat listrik seperti kompor listrik, yang dapat menyebabkan sengatan listrik.
4. Penangas air atau minyak bersuhu tinggi yang dapat terpecik.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan di laboratorium, hal yang harus dilakukan pada
saat bekerja di Laboratoriumantara lain :
1. Tahap persiapan
a. Mengetahui secara pasti (tepat dan akurat) cara kerja pelaksanaan praktikum
serta hal yang harus dihindari selama praktikum, dengan membaca petunjuk
praktikum.
b. Mengetahui sifat bahan yang akan digunakan sehingga dapat terhindar dari
kecelakaan kerja selama di Laboratorium. Sifat bahan dapat diketahui dari
Material Safety Data Sheet (MSDS).
6
c. Mengetahui
peralatan
yang
akan
digunakan
serta
fungsi
dan
cara
penggunaannya.
d. Mempersiapkan Alat Pelindung Diri seperti jas praktikum lengan panjang,
kacamata goggle, sarung tangan karet, sepatu, masker, dll.
2. Tahap pelaksanaan
a. Mengenakan Alat Pelindung Diri.
b. Mengambil dan memeriksa alat dan bahan yang akan digunakan.
c. Menggunakan bahan kimia seperlunya, jangan berlebihan karena dapat
mencemari lingkungan.
d. Menggunakan peralatan percobaan dengan benar.
e. Membuang limbah percobaan pada tempat yang sesuai, disesuaikan dengan
kategori limbahnya.
f. Bekerja dengan tertib, tenang dan hati-hati, serta catat data yang diperlukan.
3. Tahap pasca pelaksanaan
a. Cuci peralatan yang digunakan, kemudian dikeringkan dan kembalikan ke
tempat semula.
b. Matikan listrik, kran air, dan tutup bahan kimia dengan rapat (tutup jangan
tertukar).
c. Bersihkan tempat atau meja kerja praktikum.
d. Cuci tangan dan lepaskan jas praktikum sebelum keluar dari laboratorium.
Selain pengetahuan mengenai penggunaan alat dan teknis pelaksanaan di
laboratorium, pengetahuan resiko bahaya dan pengetahuan sifat bahan yang
digunakan dalam percobaan.Sifat bahan secara rinci dan lengkap dapat dibaca pada
Material Safety Data Sheet (MSDS) yang dapat didownload dari internet. Berikut ini
sifat bahan berdasarkan kode gambar yang ada pada kemasan bahan kimia :
Simbol berbahaya
Toxic (sangat
beracun)
Huruf kode: T+
Corrosive(korosif)
Huruf kode: C
Huruf kode: E
Huruf kode: O
Huruf kode: F
Explosive (bersifat
mudah meledak)
Oxidizing
(pengoksidasi)
flammable (sangat
mudah terbakar)
Harmful (berbahaya)
Huruf kode: Xn
PERCOBAAN 2
PEMBUATAN DAN PENGENCERAN LARUTAN
I.
x 100%
9
6. % volum (v/v)
volum zat terlarut (ml)
% v/v =
100 ml larutan
x 100%
7. Fraksi mol
mol zat terlarut (mol)
x=
mol zar terlarut (mol) + mol pelarut (mol)
8. ppm
berat zat terlarut (mg)
ppm =
volume larutan (L)
berat zat terlarut (mg)
ppm =
berat (kg)
9. ppb
berat zat terlarut (g)
ppb =
volume larutan (L)
berat zat terlarut (g)
ppb =
berat (kg)
Pengenceran
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x N1 = V2 x N2
V1 = volume awal
M1 = konsentrasi awal (Molaritas, M)
N1 = konsentrasi awal (Normalitas, N)
V2 = volume akhir
M2 = konsentrasi akhir (Molaritas, M)
N2 = konsentrasi akhir (Normalitas, N)
10
Catatan : Bila ingin mengencerkan H2SO4 pekat, maka harus menambahkan bahan
Berat HNO3 dalam HNO3 pekat 69% = 1,49 g/ml x 69 ml =102,81 gram
V1 x N1 = V2 x N2
0,2 N x 100 ml
V1 =
16,32 N
N = 1,22 ml dilarutkan hingga 100 ml (menggunakan labu ukur)
Tugas
Buatlah larutan dengan konsentrasi masing-masing di bawah ini kemudian tulislah
prosedur kerjanya secara lengkap di Lembar Kerja Praktikum :
1. 100 mL larutan NaCl 0,1 M
2. 100 mL larutan NaCL 100 ppm
3. 100 mL lautan etanol 20 % (v/v)
4. 100 mL larutan gula 5 % (b/v)
5.
100
mL
larutan
HCl
0,1
dari
larutan
HCl
32%.
11
12
MODUL PERCOBAAN 3
ASIDI ALKALIMETRI
I.
II.
DASAR TEORI
2.1
Analisis Volumetri
Analisis volumetri adalah suatu analisis kimia kuantitatif untuk menentukan
banyaknya suatu zat dalam volume tertentu dengan mengukur banyaknya volume larutan
standar yang dapat bereaksi secara kuantitatif dengan zat yang akan ditentukan. Penentuan
konsentrasi zat atau larutan dilakukan dengan cara mereaksikannya secara kuantitatif dengan
suatu larutan lain pada konsentrasi tertentu (Brady, 1990).
Larutan standar primer merupakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya
(molaritas atau normalitas) secara pasti melalui pembuatan langsung. Larutan standar primer
berfungsi untuk menstandarisasi / membakukan atau untuk memastikan konsentrasi larutan
tertentu, yaitu larutan yang konsentrasinya belum diketahui secara pasti (larutan standar
sekunder). Larutan standar sekunder (titran) biasanya ditempatkan pada buret yang
kemudian ditambahkan ke dalam larutan zat yang telah diketahui konsentrasinya secara
standar primer). Proses penambahan larutan standar ke dalam larutan yang akan ditentukan
sampai terjadi reaksi sempurna disebut titrasi. Sedang saat dimana reaksi sempurna
dimaksud tercapai disebut titik ekivalen atau titik akhir titrasi. Pada proses titrasi
ditambahkan indikator ke dalam larutan standar primer untuk mengetahui perubahan warna
sebagai indikasi bahwa titik ekuivalen titrasi telah tercapai.
Zat yang dapat digunakan sebagai larutan standar primer harus memenuhi syarat
berikut :
1.
Kemurniannya tinggi
2.
Stabil (tidak mudah menyerap H2O atau CO2, tidak bereaksi dengan udara, tidak
mudah menguap, tidak mudah terurai, dan tidak berubah pada pengeringan)
3.
4.
Titrasi netralisasi (asam-basa) : yaitu suatu proses titrasi yang tidak mengakibatkan
terjadinya baik perubahan valensi maupun tebentuknya endapan dan atau terjadinya
suatu senyawa kompleks dari zat-zat yang saling bereaksi.
Yang termasuk dalam reaksi netralisasi adalah :
a. Titrasi asidimetri yaitu titrasi terhadap larutan basa bebas dan larutan garam-garam
terhidrolisis yang berasal dari asam lemah dengan larutan standar asam.
b. Titrasi alkalimetri yaitu titrasi terhadap larutan asam bebas dan larutan garam-garam
terhidrolisis yang berasal dari basa lemah dengan larutan standar basa.
Pada titrasi asam-basa, pH titik akhir titrasi ditentukan dengan banyaknya konsentrasi
H+ yang berlebihan dalam larutan, yang besarnya tergantung pada sifat asam, basa dan
konsentrasi larutan. Oleh karena itu, pada penambahan titran yang lebih lanjut pada titik
akhir titrasi akan menyebabkan perubahan pH yang cukup besar dan indikator yang
digunakan harus berubah warna sehingga perubahan indikator asam-basa tergantung
pada pH titik ekivalen.
2.
Titrasi pengendapan dan atau pembentukan kompleks yaitu suatu proses titrasi yang
dapat mengakibatkan terbentuknya suatu endapan dan atau terjadinya suatu senyawa
kompleks dari zat-zat yang saling bereaksi yaitu suatu zat yang akan ditentukan dengan
larutan standarnya.
3.
Titrasi reduksioksidasi atau redoks yaitu suatu proses titrasi yang dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan valensi atau perpindahan elektron antara zat-zat
yang saling bereaksi. Dalam hal ini sebagai larutan standarnya adalah larutan dari zatzat pengoksidasi atau zat-zat pereduksi.
2.2
Larutan Standar
Larutan standar adalah larutan yang mengandung suatu zat dengan berat ekivalen
tertentu dalam volume yang tertentu. Larutan standar dapat dinyatakan dalam Molar (M)
atau Normal. Larutan dengan konsentrasi satu normal (1 N) adalah larutan yang mengandung
1 grek suatu zat tertentu dalam volume 1 liter. Larutan standar dapat dibuat dari zat yang
berbentuk cair (misalnya HCl) atau dari zat yang berbentuk padat atau kristal (NaOH)
(Brady, 1990).
1.
G 1000
x
Mr V(mL)
Keterangan :
M = konsentrasi larutan (Molar)
G = massa padatan / kristal (g)
Mr = massa molekul relatif (g/mol)
V = volume larutan (mL)
2.
x % x 10
Mr
Keterangan
M = molaritas
% = kadar (%)
= berat jenis
Mr = massa molekul relatif
Selanjutnya, untuk membuat larutan dengan konsentrasi tertentu dari larutan pekat,
dapat digunakan rumus pengenceran berikut :
V1 xM1 V2 xM2
Keterangan :
V1= Volume larutan yang akan diencerkan
M1 = Konsentrasi larutan yang akan diencerkan
V2= Volume larutan hasil pengenceran
M2 = Konsentrasi larutan hasil pengenceran
3.
2.
4.
Pembuatan
larutan
standar
primer
Natrium
tetraborat
(Boraks)
(Na2B4O7.10H2O)
Untuk membuat 500 mL Natrium Boraks 0,05 M; 0,1 N, dihitung berat Natrium Boraks
yang akan dilarutkan :
G 1000
x
Mr V(mL)
MxMrxV 0,05x381x500
G
9,6 gram
1000
1000
Larutkan 9,6 gram Natrium tetraborat dengan akuades dalam gelas beker, kemudian
pindahkan ke dalam labu takar 500 mL dan tambahkan akuades sampai tanda batas.
Bahan
HCl 0,1M, NaOH 0,1M, indikator fenolftalein (PP), indikator metil orange, Boraks
(Na2B4O7.10H2O), akuades, H2C2O4.2H2O, asam cuka perdagangan.
3.2
Alat
Gelas ukur 25 ml, labu takar 100 ml, timbangan analitik, erlenmeyer, pipet tetes, buret, labu
takar 250 ml.
IV.
PROSEDUR KERJA
4.1
x % x 10
Mr
V1 xM1 V2 xM2
Ambil x ml (V1)HCl pekat M1dengan gelas ukur atau pipet ukur dan dimasukkan ke dalam
labu takar yang mempunyai isi V2 ml, sehingga diperoleh HCl 0,1 M sebanyak V2 ml. Jika
akan membuat 250 ml maka masukkan HCl pekat tersebut dalam labu takar 250 ml dan
tambahkan akuades hingga tanda batas. Kocok perlahan hingga homogen.
4.2
2 x Vboraks xMboraks
VHCl
Tahapan Kerja :
1.
Menimbang Na2B4O7.10 H2Oyang tepat di dalam botol penimbang 1,9 gram (untuk
membuat larutan boraks 0,05 M)
2.
Larutkan dalam gelas beker kemudian masukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
tambahkan akuadest sampai volume 100 mL (tanda batas).
3.
Ambil 10 ml dan masukkkan ke dalam erlenmeyer. Beri 2 tetes indikator metil oranye.
4.
Larutan boraks dititrasi dengan HCl dalam buret sampai terlihat perubahan warna dan
catatlah volume HCl.
Perhitungan :
Mr Na2B4O710H2O = 381 g/mol
Massa boraks = 1,9 gram
MBoraks = 0,05 M
VBoraks = 10 mL
V HCl = a ml
Molaritas HCl = MHCl
MHCl
4.3
2 x Vboraks xMboraks
VHCl
G 0,4gram
Timbang 0,4 gram kristal NaOH. Larutkan kristal tersebut dan diencerkan hingga 100 ml
(labu takar).
Standarisasi NaOH dengan H2C2O4.2H2O (asam oksalat)
Persamaan reaksi:
H2C2O4 + 2 NaOH Na2C2O4 + 2 H2O
1 grammol NaOH = 2 grammol H2C2O4
Tahapan Kerja:
1.
Timbang dengan tepat asam oksalat dihidrat sebanyak 0,63 gram pada gelas arloji.
Larutkan dalam gelas beker kemudian pindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
tambahkan akuades sampai tanda batas.
2.
3.
Beri 1-2 tetes indikator pp lalu dititrasi dengan larutan NaOH yang akan distandarisasi
hingga terjadi perubahan warna. Catat volume NaOH yang ditambahkan.
Perhitungan :
MrH2C2O4 = 126 g/mol
Massa H2C2O4 = 0,63 gram
MH2C2O4= 0,05 M
VH2C2O4= 10 mL
V NaOH = a ml
MolaritasNaOH = MNaOH
MNaOH
4.4
2 x VH2C2O4 xMH2C2O4
VNaOH
Penggunaan larutan standar asam dan basa untuk menetapkan kadar asam asetat
pada cuka
Tahapan Kerja:
1.
2.
3.
Larutan
tersebut
kemudian
dititrasi
dengan
larutan
NaOH
yang
telah
Catat volume akhir titrasi NaOH dan hitung kadar asam asetat dalam cuka tersebut.
5.
Lakukan duplo
Perhitungan :
Reaksi : NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
Masam cuka
(aMxbmL)x10
Vasam cuka
PERCOBAAN 4
LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)
I.
DASAR TEORI
Larutan penyangga atau larutan buffer atau dapar merupakan suatu larutan yang dapat
mempertahankan nilai pH tertentu. Adapun sifat yang paling menonjol dari larutan
penyangga ini seperti pH larutan penyangga hanya berubah sedikit pada penambahan
sedikit asam kuat. Disamping itu larutan penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh
reaksi suatu asam lemah dengan basa konjugatnya ataupun oleh basa lemah dengan asam
konjugatnya. Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi. Disamping itu
mempunyai sifat berbeda dengan komponen-komponen pembentuknya (Alexander ,2011).
Prinsip kerja larutan penyangga adalah ketika ion hidrogen ditambahkan pada larutan
penyangga, ion tersebut akan ternetralisasi oleh basa di dalam larutan penyangga. Ion
hidroksida juga akan ternetralisasi oleh asam. Reaksi netralisasi tersebut tidak akan
memberikan pengaruh yang banyak terhadap pH larutan penyangga (Padmono, 2007).
Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan suatu larutan
yang dapat menahan perubahan pH yang besar ketika ion ion hidrogen atau hidroksida
ditambahkan, atau ketika larutan itu diencerkan. Buffer dapat dibagi menjadi 3 jenis sesuai
kapasitasnya, yaitu buffer yang kapasitasnya 0, buffer yang kapasitasnya tak hingga, serta
buffer yang kapasitasnya dibatasi sebanyak n. Buffer dengan kapasitas terbatas inilah yang
disebut sebagai bounded-buffer (Underwood, 2002 ). Sifat dari larutan buffer yaitu pH
larutan tidak berubah jika diencerkan dan tidak berubah pula jika ditambahkan kedalamnya
sedikit asam atau basa (Padmono, 2007).
Larutan buffer sering digunakan dalam bidang kimia analisis seperti pada pembuatan
fase gerak pada KCKT dan ekstraksi obat dari larutan berair. Jenis buffer yang paling
sederhana tersusun atas asam/basa lemah yang dikombinasikan dengan asam/basa kuat.
Sistem buffer yang umum adalah sistem natrium asetat atau asam asetat. Cara langsung
yang digunakan untuk membuat buffer adalah dengan menambahkan natrium hidroksida
pada asam asetat sampai pH yang dikehendaki tercapai. Kisaran pH yang paling efektif
untuk membuat buffer adalah satu unit pH disekitar nilai pKa asam atau basa lemah yang
digunakan untuk membuat buffer. Sebagai contoh, nilai pKa asam asetat adalah 4,76
karenanya kisaran pH buffer yang paling efektif adalah 3,76 hingga 5,76 (Golib, 2007).
III.
Bahan :
HCl 0,01 M
NaOH 0,01 M
NaCl 0,1 M
Aquades
NH3 0,1 M
NH4Cl 0,1 M
CH3COOH 0,1 M
CH3COONa 0,1 M
Kertas lakmus
Alat :
Pipet ukur 10 mL
Gelas ukur 50 mL
Pengaduk
Tissue
Label
IV.
PROSEDUR KERJA
Siapkan larutan 70 mL NaCl 0.1 M dan ukur pH nya dengan pH meter dan kertas
lakmus
2.
Siapkan 3 gelas kimia 100 ml, isi masing-masing dengan 20 ml larutan NaCl 0,1
M, kemudian:
PERCOBAAN 5
REAKSI REDUKSI OKSIDASI
I.
II.
DASAR TEORI
Reaksi oksidasi adalah reaksi yang menaikkan bilangan oksidasi suatu unsur dalam
zat yang mengalami oksidasi, dapat juga sebagai kenaikan muatan positif (penurunan
muatan negatif) dan umumnya juga kenaikan valensi.Sedangkan reaksi reduksi adalah
reaksi yang menurunkan bilangan oksidasi atau muatan positif, menaikkan muatan negatif
dan umumnya menurunkan valensi unsur dalam zat yang direduksi.Jadi ketika
mengoksidasi atau mereduksi suatu persenyawaan sebenarnya yang dioksidasi atau
direduksi itu adalah unsur tertentu yang terdapat dalam persenyawaan tersebut. Contoh:
MnO2 + 4 HCl
Pada reaksi di atas, MnO2 sebagai oksidator dan HCl sebagai reduktor, dengan
perkataan lain MnO2 mengoksidasi HCl sedangkan HCl mereduksi MnO2.Tetapi yang
dioksidasi ataupun direduksi adalah suatu unsur dalam persenyawaan-persenyawaan
yang bersangkutan. Dalam hal ini yang dioksidasi adalah unsur Cl karena muatannya
tampak berubah dari bermuatan negatif Cl- dalam HCl menjadi Cl0. Dalam molekul Cl2,
yang direduksi unsur Mn karena muatannya turun dari Mn4+ dalam MnO2 menjadi Mn2+
dalam MnCl2 (Fritz and Schenk, 1987)
Kadang-kadang oksidator dan reduktor dalam suatu reaksi merupakan unsur yang
sama, seperti contoh berikut:
Pb + PbO2 + 2 H2SO4
2 PbSO4 + 2H2O
Pada reaksi di atas, oksidatornya Pb4+ dari PbO2 dan reduktornya logam Pb dan
baik oksidator maupun reduktor berubah menjadi Pb2+ dalam PbSO4.
Reaksi ini terjadi dalam akumulator mobil yang sedang menghasilkan arus listrik
(tepatnya arus listrik terjadi karena reaksi tersebut). Bila aki tersebut sudah habis,
berarti sudah terlalu banyak yang berubah menjadi PbSO4, maka perlu direcharge dengan
memaksakan reaksi di atas berjalan ke arah sebaliknya, yaitu sebagai berikut:
2 PbSO4 + 2 H2O
Pb +PbO2 +2 H2SO4
Reaksi di atas juga merupakan reaksi redoks baik oksidator maupun reduktornya
merupakan unsur yang sama yaitu Pb2+ yang direduksi menjadi Pb0, sedang Pb2+ sebagai
reduktor dioksidasi menjadi Pb4+. Reaksi demikian dimana oksidator dan reduktornya zat
yang sama, bahkan unsur yang sama dengan tingkat bilangan oksidasi yang sama pula
dinamakan reaksi disproporsionasi atau auto oskidasi reduksi.
Kemungkinan terjadinya suatu reaksi redoks
Untuk mengetahui apakah terjadi reaksi redoks bila zat A direaksikan dengan zat B, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1.
Tingkat oksidasi unsur-unsur dalam zat A maupun zat B, apakah ada yang dapat
naik dan ada yang dapat turun bilangan oksidasinya. A harus berisi unsur yang
dapat dioksidasi dan B berisi unsur yang dapat direduksi atau sebaliknya. Misalnya
reaksi antara asam nitrat dan ferri oksida.
HNO3 + Fe2O3
Reaksi di atas bukan reaksi redoks karena H, N dan Fe sudah mempunyai bilangan
oksidasi, hanya dapat direduksi.
Lain halnya dengan reaksi:
FeSO4 + I2
Reaksi di atas mungkin merupakan reaksi redoks, karena Fe2+ muatannya dapat
naik menjadi Fe3+, sedang I0 muatannya turun menjadi I-.
2.
Apakah benar terjadi reaksi redoks, masih tergantung dari kekuatan oksidator dan
kekuatan reduktor. Perhatikan reaksi antara FeSO4 dan I2 maka artinya apalah I2
cukup kuat untuk mengoksidasi FeSO4 atau sebaliknya apakah FeSO4 cukup kuat
untuk mereduksi I2. Harus dimengerti bahwa oksidator maupun reduktor
2 Fe(SO4)3 + 2 FeI3
2 Fe3+ + 2 I-
Fe2+ melepaskan electron yang diterima oleh I2, maka reaksi yang terjadi dengan
perantaraan electron tersebut dapat dipecah menjadi dua reaksi separuh atau half
reaction, sebagai berikut:
2 Fe2+
I2 + 2 e
2 Fe3+ + 2 e
2 I-
Tiap reaksi separuh merupakan pasangan redoks dari bentuk oksidator dan
bentuk reduktor zat tertentu dan setiap pasangan mempunyai nilai potensial redoks
standart (Eo) yang dapat dicari dalam tabel potensial redoks.
III. BAHAN DAN ALAT
Bahan
: Logam seng
Logam tembaga
Larutan CuSO4 0.1 M
Larutan AgNO3 0.1 M
Amplas
Alat
IV.
CARA KERJA
1.
2.
3.
Siapkan sepotong logam seng berukuran 40.5 cm yang telah diamplas bersih.
Kemudian masukkan ke dalam larutan CuSO4.
4.
5.
PERCOBAAN 6
PENENTUAN KONSENTRASI ZAT WARNA MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
I.
2.
II.
DASAR TEORI
Analisis spektrofotometri sinar tampak merupakan analisis kimia yang didasarkan
pada pengukuran intensitas warna larutan yang akan ditentukan konsentrasinya
dibandingkan dengan warna larutan standar, yaitu larutan yang telah diketahui
konsentrasinya. Penentuan konsentrasi didasarkan pada absorpsimetri, yaitu metode
analisis kimia yang didasarkan pada pengukuran absorpsi (serapan) radiasi gelombang
elektromagnetik (Thomas dan Burgess, 2007).
Metode analisis spektrofotometri digunakan pada larutan berwarna, dimana
absorpsi terjadi pada bagian sinar tampak (visible) dari spektrum gelombang
elektromagnetik, yaitu pada panjang gelombang 400 750 nm.Jika larutan tidak
berwarna, maka larutan direaksikan dengan pereaksi kimia yang sesuai agar senyawa
dalam larutan menjadi berwarna. Adapun spektrum cahaya tampak (warna yang
diserap) dan warna-warna komplementer (warna yang dilihat oleh mata) adalah
sebagai berikut (Thomas dan Burgess, 2007):
Panjang gelombang, nm
Warna yang
diserap
Warna komplementer
400-435
Violet
Kuning-hijau
435-480
Biru
Kuning
480-490
Hijau-biru
Orange
490-500
Biru-hijau
Merah
500-560
Hijau
Ungu
560-580
Kuning-hijau
Violet
580-595
Kuning
Biru
595-610
Orange
Hijau-biru
610-750
Merah
Biru-hijau
Io
It
memancarkan
cahaya
polikromatis.
Sumber
cahaya
pada
dan
tertentunya yang sesuai, kemudian dilewatkan melalui celah sempit yang disebut
slit. Ketelitian dari monokromator dipengaruhi juga oleh lebar celah (slit width)
yang dipakai. Cahaya monokromatis yang dihasilkan kemudian dilewatkan ke
sampel.
3. Tempat Sampel (cuvet)
Kuvet merupakan tempat untuk menampung sampel yang akan dianalisis
menggunakan spektrofotometer. Kuvet terbuat dari bahan kuarsa, plexiglass dan
terdapat pula kuvet jenis disposable yang terbuat dari plastik. Kuvet memiliki
bentuk tabung empat persegi dengan ukuran panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm.
Di dalam kuvet, cahaya monokromatis yang dilewatkan ke sampel akan sebagian
diserap dan sebagian diteruskan.
4. Detektor
data
merupakan
bagian
dari
spektrofotometer
yang
berfungsi
menunjukan data absorbansi yang dihasilkan. Jenis dari output data berbedabeda tergantung jenis spektrofotometernya. Dapat berupa komputer di luar
spektrofotometer atau di dalam spektrofotometer tersebut.
III.
IV.
PROSEDUR KERJA
1.
Buat larutan standar KMnO4 dengan mengencerkan larutan KMnO4 10-3 M menjadi
1x10-4; 2x10-4; 3x10-4; 4x10-4; dan 5x10-4 menggunakan akuades. Konsentrasi
yang digunakan menggunakan rentang yang cukup jauh agar menghasilkan kurva
yang optimum dan hasil absorbansi yang memenuhi hukum Lambert-Beer yaitu
0,2 1.
2.
Kemudian ukur Absorbansi (A) larutan KMnO4 5x10-4 M pada panjang gelombang
490 nm - 550 nm. Tentukan panjang gelombang () maksimumnya.
3.
4.
5.
6.
7.