Anda di halaman 1dari 13

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM PENDIDIKAN DI FINLANDIA


UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA

BIDANG KEGIATAN:
PKM-ARTIKEL ILMIAH

Diusulkan oleh:
Nila Muna Intana
4201413076

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2014

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
ABSTRAK DAN ABSTRACT ...............................................................................1
PENFAHULUAN ....................................................................................................2
TUJUAN ..................................................................................................................3
METODE .................................................................................................................4
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................4
KESIMPULAN ........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................10

ii

EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM PENDIDIKAN DI FINLANDIA


UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA
Nila Muna Intana
Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang

ABSTRAK
Pendidikan merupakan kunci utama kesejahteraan sebuah negara.
Pendidikan yang berkualitas menghasilkan sumber daya menusia yang bekualitas
yang dapat melakukan pembangunan multisektor. Finlandia salah satu negara
dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia. Kualitas pendidikan di Finlandia
terlihat dari sistem pendidikan yang diterapkan. Tingkat kesejahteraan di
Finlandia juga tergolong tinggi. Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu
berkaca pada Finlandia untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
Setelah ditinjau, sistem pendidikan di Indonesia sangat berbeda dengan
Finlandia. Perbedaan antara sistem pendidikan Finlandia dengan Indonesia
terletak pada orientasi pembelajaran. Pendidikan di Finandia tidak berorientasi
pada hasil melainkan proses. Berbeda dengan Indonesia dimana nilai selalu
menjadi tolak ukur. Selain itu, di Finlandia tidak menerapkan sistem ujian.
Sedangkan Indonesia rutin melaksanakan ujian secara rutin untuk memicu
peserta didik untuk belajar. Indonesia dirasa belum siap untuk menerapkan
sistem pendidikan tersebut karena rendahnya kesadaran pendidikan masyarakat
Indonesia dan keterbatasan fasilitas yang tersedia.
Kata kunci: pendidikan, kualitas, sistem pendidikaan

PENDAHULUAN
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, sumber daya manusia merupakan
faktor penting dalam melakukan fungsinya untuk melakukan pembangunan
multisektor. Mengingat kemajuan teknologi yang sangat pesat menuntut manusia
untuk dapat menyesuaikan diri di zaman teknologi seperti saat ini. Sumber daya
manusia yang bermutu dapat diwujudkan dengan mutu pendidikan yang baik.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia perlu meningkatkan kualitas pendidikan untuk
dapat bersaing di era globalisasi.
Menurut Tola (2008) kualitas pendidikan di Indonesia tergolong masih
tergolong rendah. Sektor pendidikan yang seharusnya menjadi fokus utama
pemerintah sebagai dasar kemajuan sebuah negara bukan merupakan prioritas
yang utama bagi pemerintah. Hal tersebut didukung oleh adanya beberapa
kenyataan bahwa tidak semua anak dapat mngenyam pendidikan serta masih
terdapat gedung-gedung sekolah jauh dari kata layak untuk dijadikan sebagai
tempat belajar. Hampir 50% bangunan sekolah tingkat dasar dan 18% bangunan
sekolah menengah pertama rusak, serta 2,97% anak sekolah dasar atau sekitar
211.063.000 anak harus putus sekolah (Depdiknas 2005). Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih buruk.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasioanal (Sisdiknas), BAB 1 pasal 1 ayat 1
menyatakan bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.
Dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, pemberlakuan sistem
pendidikan di Indonesia perlu dikaji ulang. Indonesia dapat berkaca pada negaranegara maju dengan sistem pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian,
Indonesia dapat mengetahui kelemahan sistem pendidikan yang saat ini sedang
berlaku di Indonesia.

Terlepas dari masalah yang dihadapi negara Indonesia, pendidikan tetap


harus menjadi prioritas yang utama bagi pemerintah. Kemajuan sebuah negara
erat kaitannya dengan kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
tersebut. Harus diakui bahwa pada kurun waktu belakangan, kualitas pendidikan
Indonesia terutama di lembaga formal terus

menurun ditandai dengan

menurunnya kualitas sumber daya manusia. Indonesia harus berkiblat pada sistem
pendidika negara maju agar dapat memperbaiki kulitas pendidikan.
Salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik adalah Finlandia.
Finlandia menempati peringkat satu dunia berdasarkan hasil survei internasional
yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic
Coorperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA
yang mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan Matematika
(Achmad 2011:7). Survei PISA tersebut diatas juga menunjukkan bahwa hanya
satu diantara tujuh pelajar Indonesia yang mampu menunjukkan kompetensi
higher order of thinking seperti problem solving, sementara di Finlandia ada lima
yang lolos (Kasihadi 2011:145).
Dengan kondisi Indonesia yang menempati urutan terbawah dalam
penyelenggaraan sistem pendidikannya sedangkan Finlandia berada di urutan
pertama, muncul gagasan untuk mengetahui seberapa efektif penerapan sistem
pendidikan di Finlandia untuk pendidikan Indonesia. Melalui kajian ini akan
dikemukakan perbandingan sistem pendidikan kedua negara berdasarkan literatur
dan pustaka yang ada.

TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem
pendidikan di negara maju seperti Finlandia yang menempati urutan pertama
sebagai negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia. Selain itu, penelitian
ini juga mengkaji kualitas pendidikan yang berlaku di Indonesia serta efektivitas
penerapan sistem pendidikan di Finlandia untuk pendidikan Indonesia.
Harapannya, dengan mengetahui sistem pendidikan yang berlaku di Finlandia,

dapat menjadi tolak ukur bagi bangsa Indonesia untuk perbaikan sistem
pendidikan di Indonesia.

METODE
Metode yang digunakan dalam pembutan karya tulis ilmiah ini yaitu studi
kepustakaan (library research). Menurut Hasan (2008:11), studi kepustakaan
(library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
kepustakaan atau literatur baik berupa buku, laporan ataupun catatan hasil
penelitian. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, studi kepustakaan yang
digunakan oleh penulis adalah buku, jurnal ilmiah, makalah seminar, serta website
internet. Informasi-informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut akan
saling melengkapi sehingga diperoleh data yang akurat.
Dalam

penyusunan

laporan

dipaparkan

perbedaan

antara

sistem

pendidikan yang berlaku di Finlandia dengan sistem pendidikan yang berlaku di


Indonesia. Selanjutnya, susunan tersebut dilengkapi oleh argumen penulis dalam
mengkaji perbedaan yang telah dipaparkan serta menanggapi kefektifan sistem
pendidikan Finlandia untuk sistem pendidikan Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pendidikan merupakan kunci dasar kemajuan sebuah negara karena
melalui pendidikan akan dibentuk sumber daya manusia yang dapat bersaing
dalam dunia global. Kualitas pendidikan yang baik menjadi cermin kesejahteraan
negara. Finlandia adalah negara dengan sistem pendidikan yang terbaik di dunia.
Finlandia menempati peringkat satu dunia berdasarkan hasil survei internasional
yang komprehensif pada tahun 2003.
Berdasarkan studi literatur yang dilaksanakan, dapat diketahui beberapa
hal terkait dengan sistem pendidikan yang diterapkan di Finlandia. Kunci utama
keberhasilan sistem pendidikan di Finlandia adalah keseriusan pemerintah pada
sektor pendidikan lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Selain itu, pelaksanaan
pendidikan juga didukung dengan kualitas guru yang baik.

Guru-guru di Finlandia merukan lulusan terbaik dari berbagai universitas


dengan gelar minimal adalah magister. Profesi guru di Finlandia adalah profesi
yang sangat dihargai dan dihormati. Persaingan untuk untuk memasuki fakultas
pendidikan pun lebih ketat dibanding dengan fakultas hukum atau bahkan
kedokteran. Dalam hal ini, guru tidak hanya menjadi seorang tenaga pendidik
melainkan juga pakar kurikulum yang berada di bawah pengawasan pemerintah.
Dalam proses pembelajaran di sebuah kelas, terdapat dua orang guru yang
bertanggung jawab. Guru utama merupakan guru yang memberikan penjelasan
secara umum di depan kelas sedangkan salah seorang guru yang lain bertugas
untuk menjelaskan materi kepada siswa secara personal. Sehingga dalam proses
pembelajaran, materi dapat tersampaikan secara total. Para guru sangat
menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka para guru memiliki anggapan
bahwa kritik dapat membuat siswa malu dan sulit berkembang.
Selain berkualitas secara personal, sistem yang berlaku di Finlandia juga
mengakibatkan guru dapat mengembangkan diri. Di Finlandia, guru mengisi kelas
selama empat jam per hari dan dua jam setiap minggu untuk pengembangan
profesional.

Pemerintah

Finlandia

tidak

setengah-setengah

dalam

mempersiapkan tenaga pendidik yang berkualitas untuk menjalankan sistem


pendidikannya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kualitas tenaga pengajar
yang ada di Indonesia.
Di Indonesia, seseorang sudah dapat menjadi seorang pendidik dengan
gelar sarjana atau bahkan lulusan sekolah menengah atas. Serta kualitas tenaga
pendidik yang dihasilkan Indonesia semakin menurun dibandingkan dengan
sebelumnya. Bahkan tenaga pendidik yang ditempatkan pada daerah-daerah
perbatasan juga bukan merupakan tenaga profesional sehingga semua terkesan
seadanya. Bukan kualitas yang menjadi prioritas utama melainkan kuantitas.
Guru diharuskan mengajar 24 jam setiap minggunya agar bisa
mendapatkan sertifikasi. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, terkadang seorang
guru mengajarkan sebuah mata pelajaran yang tidak sesuai dengan bidangnya.
Orientasi guru-guru di Indonesia hanya tertuju pada sertifikasi tetapi tidak
diimbangi dengan kualitas mengajar yang diberikan. Oleh karena itulah, kulitas

guru di Indonesia semakin berkurang meskipan jumlah calon tenaga pendidik kian
bertambah.
Dilihat melalui sudut pandang peserta didik, sistem pendidikan di
Finlandia tidak memberikan beban bagi pelajar. Dimulai ketika kebijakan
pemerintah untuk melarang anak usia di bawah tujuh tahun untuk belajar atau
mengenyam pendidikan. Menurut pemerintah Finlandia, usia tersebut adalah usia
perkembangan seorang anak. Sehingga dalam perkembangannya, anak tidak boleh
dibebani dengan segudang materi pelajaran yang harus dimengerti. Selain itu,
pelajar di Finlandia juga tidak dibebani oleh pekerjaan rumah ataupun ujian
menjelang usia remaja. Hal itu terjadi karena pemerintah Finlandia menerapkan
sistem test less, learn more. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, hal tersebut
sulit terjadi. Sekarang ini, banyak orang tua yang merasa bangga ketika anaknya
sudah mengenyam pendidikan sejak usia dini di lembaga pendidikan formal
ataupun nonformal. Sebenarnya, hal ini kurang tepat jika diterapkan pada anak
karena anak dipaksa berpikir keras dalam usia bermain anak.
Prinsip penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia tertuang dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pasal 4 ayat 1 sampai
dengan 6. Namun, pasal-pasal selanjutnya dalam UU tersebut ternyata
memberlakukan peserta didik dengan cara yang sangat diskriminatif, sebagaimana
pasal 5 ayat 2 hingga 4, yang menyatakan bahwa hanya warga negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial atau tinggal
didaerah terpencil atau terkebelakang, masyarakat adat yang terpencil, serta warga
negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus yang mekanismenya tidak dipaparkan dengan jelas bahkan
tanpa PP turunan. Landasan hukum inilah yang kemudian menjadi dasar bagi
sekolah-sekolah untuk mengadakan kelas unggulan yang berisi peserta didik yang
dianggap memiliki tingkat intelektual lebih baik dibandingkan dengan peserta
didik lainnya. Peserta didik dikelas unggulan biasanya mendapatkan fasilitas
lebih, berupa tambahan mata pelajaran intensip dan juga tenaga pendidik dengan
kapasitas lebih.
Perlakuan khusus yang kemudian diterjemahkan dengan pendidikan
khusus ini akan menimbulkan kecemburuan sosial diantara peserta didik karena

persaingan tidak sehat yang diciptakan oleh sekolah. Terlebih lagi dengan
kemunculan label sekolah favorit, dan sekoah tidak favorit, label SSN dan SBI,
yang telah mengkotak-kotakkan level sekolah sehingga juga memunculkan
persaingan yang tidak sehat diantara masing-masing sekolah, yang tentu saja akan
berimplikasi negatif pada peserta didik. Penyelenggaraan sistem pendidikan yang
demikian, menempatkan siswa pada posisi yang sulit untuk mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya.
Sistem pendidikan di Finlandia tidak mengkotak-kotakkan peserta didik
seperti di Indonesiayang mengelompokkan peserta didik berdasarkan tingkat
intelektual. Peserta didik hanya dikategorikan menjadi dua, yaitu peserta didik
yang lambat belajar dan peserta didik yang cepat belajar. Peserta didik yang
mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran akan dibantu oleh pembimbing
guru yang terdapat dalam kelas secara personal sehingga diperoleh perbedaan
yang sangat kecil dalam hal nilai. Dalam hal ini, pendidik tidak beranggapan
bahwa pelajar tesebut bodoh. Para pendidik di Finlandia menganggap bahwa
semua siswa memiliki potensi yang sama sehingga kesempatan belajar yang
diperoleh pun juga harus sama karena pada dasarnya manusia adalah makhluk
yang sebenarnya memerlukan pendidikan (Sauri 2006:39). Prinsip mengenai
kesempatan yang sama inilah yang menyebabkan tidak berlakunya sistem ranking,
sistem tinggal kelas, tidak naik, tidak lulus, pengelompokan peserta didik.
Keberhasilan sistem pendidikan di Finlandia juga tidak terlepas dari peran
pemerintah yang memberi alokasi waktu bagi pelajar dalam menerima pelajaran
di kelas. Pemerintah Finlandia menetapkan waktu pembelajaran selama tiga puluh
jam setiap minggu. Tujuan diberikannya alokasi waktu oleh pemerintah adalah
untuk meminimalkan kerja otak pelajar agar tidak merasa terbebani dengan materi
yang ada. Dengan alokasi waktu yang sedemikian kecil maka pelajar harus
mampu memaksimalkan waktu selama tiga puluh jam tersebut untuk belajar.
Pemberian alokasi waktu yang begitu singkat oleh pemerintah diimbangi oleh
kesadaran yang tinggi dari dalam diri pelajar untuk belajar. Sehingga keinginan
pemerintah sejalan dengan kemampuan para pelajar di Finlandia.
Jika dibandingkan dengan Indonesia, beban waktu pembelajaran yang
berlaku di Indonesia lebih tinggi daripada beban waktu pembelajaran di Finlandia.

Namun, Indonesia belum dapat menyamakan kualitas pendidikannya dengan


Finlandia. Hal ini disebabkan oleh sumber daya manusia bangsa Indonesia yang
masih lemah. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, minat belajar bangsa
Indonesia memang belum dapat disandingkan dengan Finlandia. Pelajar di
Indonesia masih pasif sehingga proses pembelajaran hanya berlangsung satu arah.
Oleh karena pasifnya proses pembelajaran, pemerintah Indonesia
kemudian menerapkan kuriklum pendidikan 2013. Kurikulum 2013 yang saat ini
berlaku di Indonesia terfokus pada pembentukan karakter siswa serta melatih
keaktifan siswa sehingga dalam pelaksanaannya digunakan metode-metode
pembelajaran serta mata pelajaran yang dirasa cukup efektif untuk membentuk
karakter siswa sesuai dengan bangsa Indonesia. Binti Maunah dengan merujuk
pada pendapat J.G. Taylor dan William H. Alexander juga berpendapat
bahwakurikulum adalah semua pengalaman belajar atau pengalaman pendidikan
bagi siswa (Maunah 2005:2). Dalam hal ini, peran kurikulum bagi pendidikan di
Indonesia adalah sebagai visi misi pendidikan Indonesia.
Dalam proses pembelajaran, peserta didik Finlandia tidak dipaksa oleh
pendidik untuk mencapai target tertentu. Target pembelajaran dibuat sendiri oleh
peserta didik dengan bantuan orang tua peserta didik. Sistem pendidikan Finlandia
memahami belajar sebagai proses bertahap yang tidak bisa dipaksakan apalagi
diberi target waktu pencapaiannya. Sehingga, Finlandia yang tidak mengenal
adanya sistem tinggal kelas karena sistem tinggal kelas dapat mengganggu rasa
percaya diri peserta didik sehingga menghambat mereka untuk berprestasi.
Finlandia juga tidak mempunyai ranking rapor penilaian akhir semester atau akhir
tahun. Sebab peringkat atau nilai dianggap tidak penting oleh pendidik, yang
penting adalah bagaimana peserta didik dapat menguasai materi pelajaran.
Hal yang demikian tidak berlaku di Indonesia. Sistem pendidikan di
Indoesia mengenal adanya sistem tinggal kelas. Sebernarnya, pemberlakuan
sistem tinggal kelas bukan merupakan cara efektif untuk perbaikan kualitas
pendidikan di Indonesia karena kualitas dan keunikan antar peserta didik tidak
dapat disamakan.
Secara keseluruhan sistem pendidikan di Finlandia sangat berbeda dengan
sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia. Keberhasilan sistem pendidikan di

Finlandia tidak terlepas dari peran berbagai pihak mulai dari pemerintah, guru,
peserta didik, dan fasilitas yang memadahi. Orientasi pendidikan di Finlandia
adalah segala tahapan atau proses yang dilalui untuk memperoleh ilmu. Namun,
pendidikan di Indonesia masih berorientasi pada hasil akhir yang dicapai oleh
peserta didik sehingga pengetahuan yang diperoleh pun kurang maksimal.
Jika sistem pendidikan di Finlandia diterapkan untuk pendidikan
Indonesia, maka hal tersebut dirasa belum efektif. Efektivitas adalah kemampuan
melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu
organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara
pelaksanaannya (Kurniawan 2005:109). Untuk memberlakukan sistem pendidikan
tersebut, Indonesia harus terlebih dahulu memperbaiki mental bangsa yang masih
memiliki kesadaran pendidikan yang masih rendah. Dengan kata lain Indonesia
harus memperbaiki sumper daya manusianya. Peserta didik yang masih pasif
merupakan salah satu kendala penerapan sistem pendidikan tersebut.
Apabila salah satu sistem tersebut diterapkan untuk pendidikan Indonesia
saat ini, maka hal tersebut bukannya memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia,
tetapi justru akan melemahkan kualitas pendidikan Indonesia. Misalnya, dengan
penerapan 30 jam setiap minggu dan menjadikan guru hanya sebagai fasilitator,
serta siswa yang harus aktif mencari materi dikhawatirkan pelajar justru tidak
memahami materi tersebut. Kendala-kendala dalam penerapan sistem pendidikan
Indonesia yang tepat harus dikaji lebih dalam dan cermat untuk menuju
pendidikan Indonesia yang berkualitas.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan meode studi kepustakaan,
diketahui sistem pendidikan yang diterapkan di Finlandia. Sistem pendidikan yang
berlaku di Finlandia lebih memfokuskan perhatiannya pada proses belajar dan
tidak membebani peserta didik dengan ujian atau dikenal dengan sistem test less,
learn more. Pembelajaran juga dilakukan oleh guru-guru yang berkualitas serta
antusiasme peserta didik yang tinggi. Oleh karena penggunaan sistem tersebut,
Finlandia menempati posisi pertama untuk kualitas pendidikan terbaik di dunia.

Setelah dilakukan pengkajian terhadap efekivitas penerapan sistem


pendidikan di Finlandia untuk pendidikan Indonesia, diketahui bahwa sistem
tersebut dapat diterapkan untuk pendidikan Indonesia jika Indonesia memiliki
tingkat kesadaran terhadap pendidikan yang tinggi. Hal ini karena penerapan
sistem tersebut didasarkan pada kemandirian siswa yang didukung oleh tenaga
pendidik yang profesional dan fasilitas yang mencukupi. Indonesia belum
spenuhnya memenuhi syarat tersebut sehingga akan kurang efektif jika sistem
tersebut diterapkan pada pendidikan Indonesia saat ini.

10

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Said Suhil. 2011. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Pekanbaru:


Universitas Riau.
Depdiknas. 2005. Rencana strategis DepartemenPendidikan Nasional 2005-2009.
Jakarta: Pusat Informasi dan Humas Depdiknas.
Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Kasihadi, R. B. 2011. OptimalIsasi Prestasi Peserta Didik Melalui Sistem
Pendidikan yang Humanis: Suatu Perbandingan Dengan Negara Maju.
XX. 2: 145.
Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta:
Pembaruan
Maunah, Binti. 2009. Landasan Pendidikan.
Offset.

Yogyakarta: Percetakan Sukses

Sauri, Sofyan. 2008. Mewujudkan Hak Anak Mendapatkan Pendidikan Sebagai


Upaya Mencerdaskan Anak IndonesiaI. Makalah disajikan dalam Seminar
Pendidikan, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan, Banjarmasin, 30 Agustus.
-----. 2006. Pendidikan Berbahasa Santun. Jakarta: PT Grasindo.
Tola, Burhanuddin. 2007. Evaluasi penyelenggaraan dan hasil UN 2006/2007.
Jakarta: Puspendik Balitbang Depdiknas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2006. Jakarta: PT Harvindo.

11

Anda mungkin juga menyukai