PENDAHULUAN
Rinitis secara luas didefinisikan sebagai inflamasi pada mukosa hidung. Ini
adalah gangguan umum yang mempengaruhi hingga 40% dari populasi. Rinitis alergi
adalah jenis yang paling umum dari rinitis kronis, yang mempengaruhi 10 sampai
20% dari populasi, dan bukti menunjukkan bahwa prevalensi gangguan meningkat.
Rinitis alergi parah telah dikaitkan dengan gangguan signifikan dalam kualitas hidup,
tidur dan performa kerja.1
Di masa lalu, rinitis alergi dianggap gangguan lokal pada hidung dan saluran
hidung, namun bukti saat ini menunjukkan bahwa mungkin merupakan komponen
penyakit saluran napas sistemik yang melibatkan seluruh saluran pernapasan. Ada
sejumlah hubungan fisiologis, fungsional dan imunologi antara bagian atas (hidung,
rongga hidung, sinus paranasal, faring dan laring) dan bawah (trakea, saluran
bronkial, bronkiolus dan paru-paru) saluran pernapasan. Sebagai contoh, kedua
saluran mengandung epitel bersilia yang terdiri dari sel-sel goblet yang mensekresi
lendir, yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk dan melindungi struktur
dalam saluran napas. Bukti menunjukkan bahwa alergen memprovokasi saluran napas
atas tidak hanya menyebabkan respon inflamasi lokal, tetapi juga untuk proses
inflamasi di saluran napas yang lebih rendah, dan ini didukung oleh fakta bahwa
rinitis dan asma sering berdampingan.1
Rinitis alergi menjadi penting karena prevalensi semakin meningkat (10-20%
dari populasi), berdampak pada kualitas hidup, produktivitas kerja dan sekolah, biaya
pengobatan yang tinggi, serta keterkaitan dengan asma. Rinitis alergi merupakan
bagian dari perjalanan alergi/allergic march yang paling sering ditemui pada usia
sekolah. Alergen penyebab rinitis alergi yang paling sering adalah tungau debu
rumah, bulu binatang, jamur dan lain sebagainya. Tujuan tata laksana rinitis alergi
adalah kembalinya produktivitas kerja/sekolah, kualitas hidup, kualitas tidur, dan
minimalisasi efek samping. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan dengan alergen spesifik tersebut. 3
Rinitis adalah inflamasi mukosa hidung yang ditandai oleh satu atau lebih
gejala hidung seperti bersin, gatal, rinorea, atau hidung tersumbat. Rinitis sering
disertai gejala yang melibatkan mata, telinga, dan tenggorok. Alergi merupakan
penyebab tersering rinitis dan menjadi salah satu penyakit kronis pada masa
anak. Gejala yang timbul pada rinitis alergi merupakan akibat inflamasi yang
diinduksi oleh respons imun yang dimediasi IgE terhadap alergen tertentu. 2
2.2 Epidemiologi
Kejadian rinitis alergi merupakan penyakit kronis yang sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, terutama
anak, remaja serta dewasa muda dan diperkirakan mengenai 20-40% populasi
anak. Meskipun penyakit ini bukan penyakit yang membahayakan jiwa, tetapi
gejala yang ditimbulkannya sangat mengganggu aktivitas sehari-hari dan
menurunkan kualitas hidup, karena penyakit ini bersifat rekuren (mudah
kambuh), kronis, progesif, reversibel pada tahap awal dan ireversibel pada
tahap lanjut.4
2.3 Etiologi
Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, diantaranya
adalah pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, tinta cetak, bau
masakan, bubuk detergen, serta bau minuman beralkohol. Umumnya faktor
pencetus ini berupa iritan non spesifik. Alergen penyebab pada bayi dan anak
Manifestasi klinis rinitis alergik baru ditemukan pada anak berusia di atas
4-5 tahun dan insidennya akan meningkat secara progresif dan akan mencapai
10-15% pada usia dewasa. Manifestasi gejala klinis rinitis alergik yang khas
ditemukan pada orang dewasa dan dewasa muda. Pada anak manifestasi alergi
dapat berupa rinosinusitis berulang, adenoiditis, otitis media, dan tonsilitis. 5
Sesuai dengan patogenesisnya, gejala rinitis alergik dapat berupa rasa
gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, dan
bernapas melalui mulut. Sekret hidung dapat keluar melalui lubang hidung atau
berupa post nasal drip yang ditelan. Hidung tersumbat dapat terjadi bilateral,
unilateral atau bergantian. Gejala bernapas melalui mulut sering terjadi pada
malam hari yang dapat menimbulkan gejala tenggorokan kering, mengorok,
gangguan tidur, serta gejala kelelahan pada siang hari. Gejala lain dapat berupa
suara sengau, gangguan penciuman dan pengecapan, dan gejala sinusitis. Gejala
kombinasi bersin, ingusan, serta hidung tersumbat adalah gejala yang paling
dirasakan mengganggu dan menjengkelkan. 5
Anak yang menderita rinitis alergik kronik dapat mempunyai bentuk
wajah yang khas. Sering didapatkan warna gelap (dark circle atau shiners) serta
bengkak (bags) di bawah mata. Bila terdapat gejala hidung tersumbat yang
berat pada anak, sering terlihat mulut selalu terbuka yang disebut
sebagai adenoid face. Keadaan ini memudahkan timbulnya gejala lengkung
palatum yang tinggi, overbite serta maloklusi. Anak yang sering menggosok
hidung karena rasa gatal menunjukkan tanda yang disebut allergic salute. 5
Konjungtivitis alergi biasanya bermanifestasi sebagai gatal, edema
konjungtiva, hiperemia, discharge berair dan fotofobia. Hal ini diklasifikasikan
sebagai konjungtivitis alergi musiman atau konjungtivitis alergi perennial dan
sering didiagnosis bersamaan dengan rinitis alergi. 6
Rinitis alergik intermiten
dengan gejala menahun dapat bereaksi terhadap stimulus nonspesifik dan iritan.
5
2.7 Diagnosis
Diagnosis rinitis alergi ditegakan berdasarkan:
a. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi
dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis
saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin
berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada
pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini
merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self
cleaning process). Bersin ini terutama merupakan gejala pada RAFC dan
kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain
ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar
(lakrimasi). Seringkali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak.
Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau
satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. 3
b. Pemeriksaan fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat
atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten,
mukosa inferior tampak hipertrofi. Gejala spesifik lain pada anak ialah
terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis
vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner.
Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena
gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute.
Keadaan menggosok hidung hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan
timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang
disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit
In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit
kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin Endpoint Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan
menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat
alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. 3
Untuk alergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini banyak
dilakukan adalah Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test
(IPDFT), namun sebagai baku emas dapat dilakukan diet eliminasi dan
provokasi. 3
generasi
kedua
yaitu
setirizin/levosetirizin
dan
loratadin/desloratadin. 5
Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena
mempunyai rasio efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik,
dapat diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam
mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi terbaru ini
kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung. 5
Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan
efek antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian
besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek antikolinergik
atau kardiotoksisitas. 5
b. Antihistamin H1 lokal
10
topikal
hidung
pada
anak
masih
banyak
dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal obat
ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian
kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung
dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari
pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan
keluhan hidung tersumbat yang menonjol. 5
d. Kortikosteroid oral/IM
Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison,
metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan betametason)
poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian
jangka pendek mungkin diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid
intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian kortikosteroid
oral/IM. Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping
sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik
tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu
dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi. 5
11
intranasal
(misalnya
epinefrin,
naftazolin,
12
dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan
kardiovaskular dan sistem saraf pusat. 5
h. Antikolinergik intranasal
Antikolinergik
intranasal
(misalnya
ipratropium)
dapat
13
BAB III
PENUTUP
Dari penjelasan mengenai rinitis alergi di atas, terdapat beberapa hal yang dapat
disimpulkan, yaitu:
1. Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama
2. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, terutama anak, remaja serta dewasa
muda dan diperkirakan mengenai 20-40% populasi anak.
3. Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah
pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, tinta cetak, bau
masakan, bubuk detergen, serta bau minuman beralkohol.
4. Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan sifat berlangsungnya menurut WHO
Initiative ARIA yaitu intermiten dan persisten. Sednagkan berdasarkan derajat
berat ringannya penyakit yaitu ringan dan sedang-berat.
5. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Reaksi
Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam
setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.
6. Gejala rinitis alergik dapat berupa rasa gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi
hidung, hidung tersumbat, dan bernapas melalui mulut.
7. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau
livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Gejala spesifik lain yaitu
allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid. Dinding
posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance).
8. Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan secara in vitro dan in vivo.
Pemeriksaan secara in vitro yaitu hitung eosinofil dalam darah tepi,
pemeriksaan IgE total, pemeriksaan sitologi hidung dari sekret hidung atau
kerokan mukosa. Pemeriksaan secara in vivo yaitu tes cukit kulit, uji intrakutan
atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET),
Challenge Test.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Small, P. & Kim, H. 2011.
16