PENDAHULUAN
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang
lama) di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri. Hipertensi menjadi salah
satu penyakit yang bila tidak dikendalikan akan berdampak buruk pada organ-organ
vital. Gagal ginjal, stroke, infark miokard akut, gagal jantung dan penyakit-penyakit
lainnya adalah conton-contoh komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi.
Hipertensi sebagai salah satu dari lima penyakit teratas di Indonesia yang paling
sering ditemukan, dan apabila tidak mendapat terapi yang tepat dapat mengakibatkan
kematian.
Hipertensi sebenarnya dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup yang sehat.
Namun apabila hal ini tidak memberikan hasil yang memuaskan dan terjadi
peningkatan tekanan darah maka dapat diberikan terapi medika mentosa yang tepat.
Adapun obat penurun tekanan darah yang umum dikenal hingga saat ini adalah
penghambat ACE (ACEI), antagonis angiotensin (ARB), antagonis Ca (CCB),
penyekat beta (BB), dan diuretika. Diuretik golongan thiazide dianjurkan sebagai
terapi awal hipertensi. Bisa digunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi, karena
golongan ini meningkatkan efikasi obat anti hipertensi lain. Kombinasi dua obat yang
ternyata efektif dan dapat ditoleransi dengan baik misalnya adalah diuretik dengan
beta blocker, diuretik dengan ACEI atau ARB, Ca antagonist (dehidropiridin) dengan
beta blocker, Ca antagonist dengan ACEI atau ARB, Ca antagonist dan diuretik, serta
alfa blocker dan beta blocker.
Dalam makalah ini, dijelaskan tentang hipertensi dengan terapi
hydrochlorothiazide.
4
BAB II
HIPERTENSI
II.1. DEFINISI
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang
lama) di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal. Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan
darah yang melebihi140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan
darah tinggi.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah ditulis sebagai
tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca
seratus dua puluh per delapan puluh. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat
duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik
mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya
terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Pada hipertensi sistolik terisolasi,
tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari
90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.
Tabel I. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
5
Tingkat 3 (hipertensi berat) 180 110
Hipertensi sistol terisolasi 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Tabel II. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau a90-99
Hipertensi tahap 2 160 Atau 100
II.2. PENGENDALIAN TEKANAN DARAH
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara :
1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya.
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal
dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga
meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola)
untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di
dalam darah.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume
darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Jika terjadi aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran
6
dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun dan
penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
Tabel III. Perubahan fungsi ginjal
Tekanan Darah Mekanisme
Naik Pengeluaran garam dan air ditingkatkan
Turun Pengeluaran garam dan air diturunkan
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan
memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam
mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal
bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang
menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan
naiknya tekanan darah.
II.3. PENYEBAB
Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit.
Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis
tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran.
Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan
darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya
untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan
adanya tekanan darah tinggi, tetepi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya
hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ
utama, terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.
Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa ditemukan pada
elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada. Petunjuk awal adanya kerusakan
9
ginjal bisa diketahui terutama melalui pemeriksaan air seni Adanya sel darah dan
albumin (sejenis protein) dalam air seni bisa merupakan petunjuk terjadinya
kerusakan ginjal.
Penyebab lainnya bisa ditemukan melalui pemeriksaan rutin tertentu. Misalnya
mengukur kadar kalium dalam darah bisa membantu menemukan adanya
hiperaldosteronisme dan mengukur tekanan darah pada kedua lengan dan tungkai bisa
membantu menemukan adanya koartasio aorta.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik
adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi
(saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung
mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
II.6. PENGOBATAN
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Pengobatan non obat (non farmakologis).
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis). Pada hipertensi esensial tidak
dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah
sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurangkurangnya
ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan,
HYDROCHLOROTHIAZIDE
III. 1. FARMAKODINAMIK
Efek farmakodinamika thiazide yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium,
clorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan klororesis ini disebabkan oleh penghambatan
mekanisme reabsorbsi elektrolit pada hulu tubuli distal (early distal tubule).
Mekanisme Hydrochlorothiazide sebagai antihipertensi masih belum jelas, dan pemberian
Hydrochlorothiazide pada tekanan darah yang normal tidak berefek seperti pada penderita
hipertensi. Thiazide menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diueretiknya, tetapi
juga karma efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.
Pada penderita diabetes insipidus, thiazide justru mengurangi diuresis. Mekanisme
antidiuretiknya belum diketahui dengan jelas dan efek ini kita jumpai baik pada diabetes
insipidus nefrogen maupun yang disebabkan oleh kerusakan hipofisis posterior.
Pada ginjal, thiazide dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerolus, terutama bila
diberikan secara intravena. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran darah
ginjal.
Tempat kerja utama thiazide adalah dibagian hulu tubuli distal seperti diketahui
mekanisme reabsorbsi Na+ di tubuli distal masi belum jelas benar, maka demikian pula cara
kerja thiazide. Laju ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh thiazide relative lebih
rendah dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh beberapa diuretic lain, hal ini disebabkan
90 % Na+ dalam cairan filtrate telah direabsorbsi lebih dulu sebelum ia mencapai tempat
kerja thiazide.
Efek kaliuresis disebabkan oleh bertambahnya natriuresis sehingga pertukaran antara
Na+ dan K+ menjadi lebih aktif pada penderita dengan oedem pertukaran Na+ dan K+
menjadi lebih aktif karena sekresi aldosteron bertambah.
Pada manusia, thiazide menghambat ekskresi asam urat sehingga kadarnya dalam
darah meningkat. Ada 2 mekanisme yang terlibat dalam hal ini:
a. Thiazide meningkat reabsorbsi asam urat ditubuli proximal
b. Thiazide mungkin sekali menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli karena thiazide tidak
dapat menghambat reabsorbsi kalsium oleh sel tubuli distal. Ekskresi Mg+ meningkat,
sehingga dapat menyebabkan hipomagnesemia.
Pada cairan ekstrasel, thiazide dapat meningkatkan ekskresi ion K+ terutama pada
pemberian jangka pendek, dan mungkin efek ini menjadi kecil bila penggunaannya
berlangsung dalam jangka panjang. Ekskresi natrium yang berlebihan tanpa disertai jumlah
air yang sebanding dapat menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia, terutama bila
penderita tersebut mendapat diet rendah garam.
III.2. FARMAKOKINETIK
Semua
thiazide
diabsorbsi
dengan
baik
melalui
saluran
cerna
termasuk
dapat
meningkatkan
efek
alkohol.
Maka
janganlah
mengkonsumsi alkohol selama memakai obat ini. Apabila hydrochlorothiazide ini digunakan
dengan obat tertentu maka dapat meningkatkan efek obat ini sendiri, walaupun demikian hal
in dapat pula mengakibatkan efek obatnya menjadi menurun.
III. 6. EFEK SAMPING
Sebagaimana
obat
lain,
selain
mempunyai
efek
yang
menguntungkan
Walaupun hipokalemia ringan dapat ditoleransi oleh banyak pasien, tetapi akan
berbahaya pada pasien yang menggunakan digitalis, pasien dengan aritmia kronis, pada
Infark Miocard akut atau disfungsi ventrikel kiri. Kehilangan kalium diimbangi dengan
reabsorbsi natrium, oleh karenanya pembatasan asupan natrium dapat meminimalkan
kehilangan kalium.
6. Reaksi Alergi
Hydrochlorothiazide merupakan sulfonamide dan mempunyai reaktivitas silang
dengan anggota lain dari kelompoknya. Sensitivitas terhadap cahaya atau dermatitis
menyeluruh jarang terjadi.
7. Toksisitas lain
Kelemahan, kelelahan, dan penetrasi dapat menyerupai penghambat carbonic
anhydrase lain. Impotensi telah dilaporkan, tetapi diduga berkaitan dengan deplesi volume.
Efek metabolic tersebut dapat diminimalkan dengan penggunaan dosis rendah tanpa
menggunakan efek antihipertensinya.
III.7. DOSIS & CARA PEMBERIAN
Tabel VII. Dosis pemberian terapi hydrochlorothiazide.
Nama Obat Dosis Catatan
Hydrochlorothiazide
Tab. 25 mg
Tab. 100 mg
D: 25-100mg/dosis, diberikan
setiap 12-24 jam diturunkan mungkin, Maks.
100 mg/24 jam
A: 0.5-1.0 mg/kg/dosis, diberikan
setiap 12-24 jam
CP : Diminum pagi bersamaan
dengan makanan.
ESO: - Hipokalemia
- Hiperurikemia
- Hiponatremia
- Hipokhloremia alkolosis
- Hipomagnesia
KI: - Anuria
penurunan bermakna (p=0.169). Penurunan rerata kalsium urine I dan kelompok II berbeda
secara bermakna (p=0,011)
Kesimpulan : Pemberian campuran hidrochlorotiazide dan Natrium bikarbonat menurunkan
kadar kalsium urine lebih baik dibandingkan pemberian hidrochlorotiazide.
BAB V
DISKUSI
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama) di dalam
arteri. Etiologi hipertensi digolongkan menjadi dua yaitu hipertensi essential atau primer dan
hipertensi sekunder. Tekanan darah diukur pada saat dudukdan berbaring selama } 5 menit,
jika didapatkan sistol dan diastol 140/90mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi,
tetapi diagnosa itu tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan stu kali pengukuran.
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pengobatan
farmakologis dan nonfarmakologis. Pada makalah ini dijelaskan mengenai penggunaan HCT
pada penderita hipertensi. Hydrochlorothiazide merupakan obat diuretik golongan thiazide
yang bekerja meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air. Golongan thiazide bekerja
bukan hanya karena efek langsung diuretik tetapi efek langsung terhadap arteriol sehingga
terjadi vasodilatasi. Semua golongan thiazide termasuk HCT diabsorbsi melalui saluran
cerna, hanya ada perbedaan pada metabolismenya. HCT didistribusikan keseluruh ruang
ekstrasel dan dapat melalui sawar uri tetapi hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja.
Kontra indikasi penggunaan HCT diantaranya hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia,
mild preeklamsi dan hipertensi pada kehamilan. Efek samping penggunaan HCT antara lain:
alkalosis
metabolic,
hipokalemik,
hiperurikemia,
gangguan
toleransi
karbohidrat,
DAFTAR PUSTAKA
CBN.penyakit-penyakit yang mengintai pria,2009
http//www.cybershoping.cbn.net.id// cbprtl/cyberman/pda/detail.aspx?
x=hot+topic&y=cyberman%7co%7co%7c4%7c16
Gunawan Gan Sulistia, Rianto Setiabudy Nafrialdi, Elysabeth, 2007. Farmakologi
dan Terapi edisi 5 Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hipertensi, 2009 http//www.rsbk/batam.co.id/index.php?
pilih=news&mod=yes&aksi= lihat&id=25
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi
http://ilmu-kedokteran.blogspot.com/2007/11/hydrochlorothiazide.html
Katzung G. Bertram, 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi I Jakarta : Salemba
Medika.
RSU Dr. Soetomo, 2008. Formularium RSU Dr. Soetomo Surabaya : RSU Dr.
Soetomo
Sudoyo W. Aru, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marsellus Simadibrata, Siti setiati,
2006. Ilmu Penyakit Dalam edisi IV jilid I Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tjokroprawiro Askandar, Poernomo Boedi Setiawan, Djoko Santo, Gatot Soegiarto,
2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi I Surabaya : RSU Dr. Soetomo
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.