Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang
lama) di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri. Hipertensi menjadi salah
satu penyakit yang bila tidak dikendalikan akan berdampak buruk pada organ-organ
vital. Gagal ginjal, stroke, infark miokard akut, gagal jantung dan penyakit-penyakit
lainnya adalah conton-contoh komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi.
Hipertensi sebagai salah satu dari lima penyakit teratas di Indonesia yang paling
sering ditemukan, dan apabila tidak mendapat terapi yang tepat dapat mengakibatkan
kematian.
Hipertensi sebenarnya dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup yang sehat.
Namun apabila hal ini tidak memberikan hasil yang memuaskan dan terjadi
peningkatan tekanan darah maka dapat diberikan terapi medika mentosa yang tepat.
Adapun obat penurun tekanan darah yang umum dikenal hingga saat ini adalah
penghambat ACE (ACEI), antagonis angiotensin (ARB), antagonis Ca (CCB),
penyekat beta (BB), dan diuretika. Diuretik golongan thiazide dianjurkan sebagai
terapi awal hipertensi. Bisa digunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi, karena
golongan ini meningkatkan efikasi obat anti hipertensi lain. Kombinasi dua obat yang
ternyata efektif dan dapat ditoleransi dengan baik misalnya adalah diuretik dengan
beta blocker, diuretik dengan ACEI atau ARB, Ca antagonist (dehidropiridin) dengan
beta blocker, Ca antagonist dengan ACEI atau ARB, Ca antagonist dan diuretik, serta
alfa blocker dan beta blocker.
Dalam makalah ini, dijelaskan tentang hipertensi dengan terapi
hydrochlorothiazide.
4
BAB II
HIPERTENSI
II.1. DEFINISI
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang
lama) di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan

meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal. Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan
darah yang melebihi140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan
darah tinggi.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah ditulis sebagai
tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca
seratus dua puluh per delapan puluh. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat
duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik
mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya
terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Pada hipertensi sistolik terisolasi,
tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari
90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.
Tabel I. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
5
Tingkat 3 (hipertensi berat) 180 110
Hipertensi sistol terisolasi 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Tabel II. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau a90-99
Hipertensi tahap 2 160 Atau 100
II.2. PENGENDALIAN TEKANAN DARAH
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara :

1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya.
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal
dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga
meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola)
untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di
dalam darah.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume
darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Jika terjadi aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran
6
dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun dan
penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
Tabel III. Perubahan fungsi ginjal
Tekanan Darah Mekanisme
Naik Pengeluaran garam dan air ditingkatkan
Turun Pengeluaran garam dan air diturunkan
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan
memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam
mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal
bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang
menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan
naiknya tekanan darah.
II.3. PENYEBAB

Penyebab hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :


1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas
(keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui. Pada
sekitar 5 - 10 % penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1 - 2 %, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya penyakit kelenjar adrenal / hiperaldosteronisme, penggunaan
pil KB).
7
Tabel IV. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :
Penyebab Contoh
Penyakit Ginjal 1. Stenosis arteri renalis.
2. Pielonefritis.
3. Glomerulonefritis.
4. Tumor-tumor ginjal.
5. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan).
6. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal).
7. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.
Kelainan Hormonal 1. Hiperaldosteronisme.
2. Sindroma Cushing.
3. Feokromositoma.
Obat-obatan 1. Pil KB.
2. Kortikosteroid.
3. Siklosporin.
4. Eritropoietin.
5. Kokain.
6. Penyalahgunaan alkohol.
7. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
Penyebab lainnya 1. Koartasio aorta.

2. Preeklamsi pada kehamilan.


3. Porfiria intermiten akut.
4. Keracunan timbal akut.
II.4. GEJALA
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Jika hipertensi berat atau
menahun dan tidak diobati maka akan bisa menimbulkan sakit kepala, kelelahan,
mual, muntah, sesak nafas, gelisah dan pandangan menjadi kabur yang terjadi karena
adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
8
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan baru
timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata,otak,
dan jantung.
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah : Gangguan
penglihatan, Gangguan saraf, Gagal jantung, Gangguan fungsi ginjal, Gangguan
serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak
yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma. Sebelum
bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung,
stroke.
Gejala yang timbul akibat menderita darah tinggi tidak sama pada setiap
orang.Hal ini disebabkan karna tekanan darah seseorang bisa saja tinggi disatu saat
karena faktor emosi dan hal ini sering dikait-kaitkan bahwa orang yang sering marah
karena menderita darah tinggi.
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
baru dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan alat bernama
sphygmomanometer. Gejala lain yang sering ditemukan antara lain sakit kepala,
mimisan (keluar darah dari hidung), telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar
tidur, mata berkunang-kunang dan pusing.
II.5.DIAGNOSA

Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit.
Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis
tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran.
Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan
darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya
untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan
adanya tekanan darah tinggi, tetepi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya
hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ
utama, terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.
Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa ditemukan pada
elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada. Petunjuk awal adanya kerusakan
9
ginjal bisa diketahui terutama melalui pemeriksaan air seni Adanya sel darah dan
albumin (sejenis protein) dalam air seni bisa merupakan petunjuk terjadinya
kerusakan ginjal.
Penyebab lainnya bisa ditemukan melalui pemeriksaan rutin tertentu. Misalnya
mengukur kadar kalium dalam darah bisa membantu menemukan adanya
hiperaldosteronisme dan mengukur tekanan darah pada kedua lengan dan tungkai bisa
membantu menemukan adanya koartasio aorta.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik
adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi
(saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung
mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
II.6. PENGOBATAN
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Pengobatan non obat (non farmakologis).
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis). Pada hipertensi esensial tidak
dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah
sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurangkurangnya
ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan,

pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan


efek pengobatan yang lebih baik.
Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita:
1 Menurunkan berat badannya sampai batas ideal.
2 Merubah pola makan.
3 Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat.
4 Berhenti merokok.
Pemberian obat - obatan (farmakologis)
10
1. Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk
mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang
akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan
darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik
menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan
tambahan kalium atau obat penahan kalium. Diuretik sangat efektif kepada
penderita lanjut usia, kegemukan dan penderita gagal jantung atau penyakit ginjal
menahun.
2. Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfablocker,
beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efek
sistem saraf simpatis. Dan beta-blocker efektif kepada penderita usia muda,
penderita yang pernah mengalami serangan jantung, penderita dengan denyut
jantung yang cepat, angina pektoris (nyeri dada), sakit kepala migren.
3.Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor). Obat ini efektif
diberikan kepada penderita usia muda, penderita gagal jantung, penderita dengan
protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun atau
penyakit ginjal diabetik dan pria yang menderita impotensi sebagai efek samping
dari obat yang lain.
4. Angiotensin-II-bloker
5.Antagonis kalsium sangat efektif diberikan kepada penderita lanjut usia, penderita
angina pektoris (nyeri dada), denyut jantung yang cepat, sakit kepala migren.
6. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari
golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat antihipertensi
lainnya.
7.Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang

menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera. Obat-obatan seprti Diazoxide,


Nitroprusside, Nitroglycerin, Labetalol bisa menurunkan tekanan darah dengan
cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah).
Kombinasi Obat pada Pengobatan Hipertensi :
1 Diuretic {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix
(Furosemide)}.
Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via
11
urine. Tetapi karena potasium berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka
pengontrolan konsumsi potasium harus dilakukan.
2 Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}.
Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui
proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi) pembuluh
darah.
3 Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine), Angiotensinconverting
enzyme (ACE)}.
Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi
atau Hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga memperlebar
pembuluh darah.
II.7. PENCEGAHAN
Untuk mencegah darah tinggi dan mengatasi darah tinggi ataupun yang sudah
memiliki tekanan darah tinggi, bias dilakukan pencegahab sebagai berikut:
1. Kurangi konsumsi garam
2. Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium dan kalsium.
3. Kurangi minum minuman atau makanan beralkohol.
4. Olahraga secara teratur bisa menurunkan tekanan darah tinggi.
5. Makan sayur dan buah yang berserat tinggi.
6. Jalankan terapi anti stress.
7. Berhenti merokok.
8. Kendalikan kadar kolesterol.
9. Kendalikan diabetes.
10. Hindari obat yang bisa meningkatkan tekanan darah.

HYDROCHLOROTHIAZIDE
III. 1. FARMAKODINAMIK
Efek farmakodinamika thiazide yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium,
clorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan klororesis ini disebabkan oleh penghambatan
mekanisme reabsorbsi elektrolit pada hulu tubuli distal (early distal tubule).
Mekanisme Hydrochlorothiazide sebagai antihipertensi masih belum jelas, dan pemberian
Hydrochlorothiazide pada tekanan darah yang normal tidak berefek seperti pada penderita
hipertensi. Thiazide menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diueretiknya, tetapi
juga karma efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.
Pada penderita diabetes insipidus, thiazide justru mengurangi diuresis. Mekanisme
antidiuretiknya belum diketahui dengan jelas dan efek ini kita jumpai baik pada diabetes
insipidus nefrogen maupun yang disebabkan oleh kerusakan hipofisis posterior.
Pada ginjal, thiazide dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerolus, terutama bila
diberikan secara intravena. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran darah
ginjal.
Tempat kerja utama thiazide adalah dibagian hulu tubuli distal seperti diketahui
mekanisme reabsorbsi Na+ di tubuli distal masi belum jelas benar, maka demikian pula cara
kerja thiazide. Laju ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh thiazide relative lebih
rendah dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh beberapa diuretic lain, hal ini disebabkan
90 % Na+ dalam cairan filtrate telah direabsorbsi lebih dulu sebelum ia mencapai tempat
kerja thiazide.
Efek kaliuresis disebabkan oleh bertambahnya natriuresis sehingga pertukaran antara
Na+ dan K+ menjadi lebih aktif pada penderita dengan oedem pertukaran Na+ dan K+
menjadi lebih aktif karena sekresi aldosteron bertambah.
Pada manusia, thiazide menghambat ekskresi asam urat sehingga kadarnya dalam
darah meningkat. Ada 2 mekanisme yang terlibat dalam hal ini:
a. Thiazide meningkat reabsorbsi asam urat ditubuli proximal
b. Thiazide mungkin sekali menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli karena thiazide tidak
dapat menghambat reabsorbsi kalsium oleh sel tubuli distal. Ekskresi Mg+ meningkat,
sehingga dapat menyebabkan hipomagnesemia.
Pada cairan ekstrasel, thiazide dapat meningkatkan ekskresi ion K+ terutama pada
pemberian jangka pendek, dan mungkin efek ini menjadi kecil bila penggunaannya
berlangsung dalam jangka panjang. Ekskresi natrium yang berlebihan tanpa disertai jumlah

air yang sebanding dapat menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia, terutama bila
penderita tersebut mendapat diet rendah garam.
III.2. FARMAKOKINETIK
Semua

thiazide

diabsorbsi

dengan

baik

melalui

saluran

cerna

termasuk

Hydrochlorothiazide. Hanya ada perbedaan dalam metabolismenya. Umumnya efek obat


tampak setelah satu jam. Hydrochlorothiazide didistribusikan keseluruh ruang ekstrasel dan
dapat melalui sawar uri, tetapi hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja.
Hydrochlorothiazide diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli
dengan suatu proses aktif. Jadi bersihan ginjal obat ini, biasanya dalam 3 6 jam, dan
diekskresi dari badan. Selain itu Hydrochlorothiazide tidak mengalami perubahan metabolic
dalam tubuh.
III.3. INDIKASI
Hydrochlorothiazide adalah suatu "water pill" (diuretic) yang membantu ginjal
mencegah penyerapan garam berlebih dan cairan yang tidak diinginkan dalam tubuh. Hal ini
menyebabkan produksi urin lebih meningkat. Hydrochlorothiazide ini digunakan untuk
mengurangi edema yang disebabkan pada kegagalan jantung congestive, cirrhosis hati,
kegagalan ginjal kronis, pengobatan korticosteroid, sindrom nephrotik, serta hipertensi.
Hydrochlorthiazide juga dapat digunakan untuk mengobati pasien yang terkena
diabetes insipidus dan untuk mencegah batu ginjal pada pasien dengan kadar kalsium yang
tinggi dalam darah.
III. 4. KONTRA INDIKASI
Tabel V. Kontra indikasi HCT
Terapi Kontra Indikasi
Hydrochlorothiazide
1. Hypokalemia
2. Hypomagnesemia
3. Hyponatremia
4. Mild Pre-Eclampsia
5. Hipertensi pada kehamilan
III. 5. INTERAKSI OBAT

Hydrochlorothiazide diekskresi melalui ginjal dengan cepat kemungkinan dosis akan


berkurang apabila mengalami kelainan ginjal. Selama penggunaan hydrochlorothiazide kadar
asam urat kemungkinan akan meningkat, dan jarang terjadi encok. Hydrochlorothiazide akan
mengurangi ekskresi litium yang dikeluarkan melalui ginjal dan dapat meningkatkan kadar
ketoksikan dari lithium itu sendiri.
Hydrochlorothiazide

dapat

meningkatkan

efek

alkohol.

Maka

janganlah

mengkonsumsi alkohol selama memakai obat ini. Apabila hydrochlorothiazide ini digunakan
dengan obat tertentu maka dapat meningkatkan efek obat ini sendiri, walaupun demikian hal
in dapat pula mengakibatkan efek obatnya menjadi menurun.
III. 6. EFEK SAMPING
Sebagaimana

obat

lain,

selain

mempunyai

efek

yang

menguntungkan

hydrochlorothiazide juga memiliki efek yang merugikan.


1. Alkalosis Metabolik Hipokalemik dan Hiperurikemia
Hydrochlorothiazide meningkatkan penghantaran garam dan air ke duktus
pengumpul, sehingga meningkatkan sekresi K+ dan H+ ginjal yang diakibatkan alkalosis
metabolic hipokalemik. Keadaan tersebut dapat diatasi dengan penggantian K+ dan koreksi
hipovolemia. Hydrochlorothiazide disekresi asam urat oleh sistem tersebut. Akibatnya
kecepatan sekresi asam urat dapat menurun, dengan diikuti peningkatan kadar serum asam
urat pada steady state, produksi asam urat tidak dipengaruhi Hydrochlorothiazide.
2. Gangguan Toleransi Karbohidrat
Pada pasien diabetus atau dengan uji toleransi glukosa tidak normal dapat terjadi
hiperglikemi. Berkaitan dengan hambatan pelepasan insulin pankreatik dan penurunan
penggunaan glukosa oleh jaringan. Keadaan ini dapat disembuhkan sebagian dengan
perbaikan hipokalemia.
3. Hiperlipidemia
Hydrochlorothiazide menyebabkan peningkatan 4-15% kolesterol serum dan
menurunkan LDL. Keadaan ini dapat kembali pada pemakaian jangka panjang.
4 Hiponatremia
Merupakan efek yang tidak diinginkan walaupun jarang terjadi. Keadaan ini
disebabkan oleh kombinasi induksi hipovolemia pada peningkatan AND, penurunan kapasitas
pengenceran oleh ginjal dan peningkatan rasa haus, Hiponatremia dicegah dengan penurunan
dosis obat atau hambatan asupan air.
5. Hipokalemia

Walaupun hipokalemia ringan dapat ditoleransi oleh banyak pasien, tetapi akan
berbahaya pada pasien yang menggunakan digitalis, pasien dengan aritmia kronis, pada
Infark Miocard akut atau disfungsi ventrikel kiri. Kehilangan kalium diimbangi dengan
reabsorbsi natrium, oleh karenanya pembatasan asupan natrium dapat meminimalkan
kehilangan kalium.
6. Reaksi Alergi
Hydrochlorothiazide merupakan sulfonamide dan mempunyai reaktivitas silang
dengan anggota lain dari kelompoknya. Sensitivitas terhadap cahaya atau dermatitis
menyeluruh jarang terjadi.
7. Toksisitas lain
Kelemahan, kelelahan, dan penetrasi dapat menyerupai penghambat carbonic
anhydrase lain. Impotensi telah dilaporkan, tetapi diduga berkaitan dengan deplesi volume.
Efek metabolic tersebut dapat diminimalkan dengan penggunaan dosis rendah tanpa
menggunakan efek antihipertensinya.
III.7. DOSIS & CARA PEMBERIAN
Tabel VII. Dosis pemberian terapi hydrochlorothiazide.
Nama Obat Dosis Catatan
Hydrochlorothiazide
Tab. 25 mg
Tab. 100 mg
D: 25-100mg/dosis, diberikan
setiap 12-24 jam diturunkan mungkin, Maks.
100 mg/24 jam
A: 0.5-1.0 mg/kg/dosis, diberikan
setiap 12-24 jam
CP : Diminum pagi bersamaan
dengan makanan.
ESO: - Hipokalemia
- Hiperurikemia
- Hiponatremia
- Hipokhloremia alkolosis
- Hipomagnesia
KI: - Anuria

- Terapi bersama lithium


Pada umumnya penderita hipertensi memerlukan dua atau lebih obat anti hipertensi
dalam mencapai target tekanan darah. Pada tekanan darah 20/10 mmHg di atas tekanan darah
optimal atau hipertensi stage 2 (JNC 7) pengobatan awal dipertimbangkan untuk
menggunakan dua macam kelas obat sebagai kombinasi tetap atau masing-masing tetap
diberikan tersendiri. Pemberian kombinasi obat anti hipertensi memang lebih cepat mencapai
target tekanan darah, namun harus tetap diwaspadai kemungkinan terjadinya hipotensi
ortostatik, terutama pada penderita diabetes, disfungsi saraf otonom dan penderita geriatrik.
Jika sudah terjadi efek samping hipotensi ortostatik, agar obat diturunkan dosisnya dan
penderita tidak langsung berdiri setelah berbaring.
Penderita harus dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat agar target tekanan
darah tercapai. Evaluasi bisa dilakukan tiap tiga bulan jika target telah tercapai. Sebaliknya
pada penderita diabetes dan payah jantung memerlukan evaluasiyang lebih sering.
BAB IV
PENELITIAN
Pengaruh Pemberian Hidrochlorotiazide dan Natrium Bikarbonat terhadap Kadar
Kalsium Urin
Hiperkalsuria pada penderita batu traktus urinarius di Eropa 39 40 % dan di Amerika
Serikat 43 70 %. Sebagian besar batu traktus urinarius adalah kalsium oksalat .Untuk
menurunkan kadar kalsium urine dipakai hidrochlorotiazide. Natrium bikarbonat diharapkan
juga menurunkan kadar kalsium urine. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah
pemberian gabungan hidrochlorotiazide dengan natrium bikarbonat dapat menurunkan kadar
kalsium urine lebih baik dibandingkan pemberian hidrochlorotiazide saja
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik acak dengan kontrol secara buta ganda dan
randomisasi dilakukan dengan cara blok dengan masing masing kelompok 24 sampel .
Kelompok I mendapat campuran hidrochlorotiazide 2 x 25 mg/oral tiap hari dengan Natrium
bikarbonat 2 x 1000 mg/oral tiap hari dan kelompok II mendapat hidrochlorotiazide 2x25
mg/oral tiap hari saja . Data dianalisis secara deskriptif dan uji T dipakai menganalisis
perbedaan kedua kelompok dengan menggunakan program SPSS 10,01
Hasil : Sebelum perlakuan , volume urine dan kadar kalsium urine ternyata tidak berbeda
bermakna antara kelompok I dengan kelompok II . Setelah perlakuan 6 bulan pada kelompok
I kalsium urine menurun secara bermakna (p=0,001) pada kelompok II tidak terjadi

penurunan bermakna (p=0.169). Penurunan rerata kalsium urine I dan kelompok II berbeda
secara bermakna (p=0,011)
Kesimpulan : Pemberian campuran hidrochlorotiazide dan Natrium bikarbonat menurunkan
kadar kalsium urine lebih baik dibandingkan pemberian hidrochlorotiazide.
BAB V
DISKUSI
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama) di dalam
arteri. Etiologi hipertensi digolongkan menjadi dua yaitu hipertensi essential atau primer dan
hipertensi sekunder. Tekanan darah diukur pada saat dudukdan berbaring selama } 5 menit,
jika didapatkan sistol dan diastol 140/90mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi,
tetapi diagnosa itu tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan stu kali pengukuran.
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pengobatan
farmakologis dan nonfarmakologis. Pada makalah ini dijelaskan mengenai penggunaan HCT
pada penderita hipertensi. Hydrochlorothiazide merupakan obat diuretik golongan thiazide
yang bekerja meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air. Golongan thiazide bekerja
bukan hanya karena efek langsung diuretik tetapi efek langsung terhadap arteriol sehingga
terjadi vasodilatasi. Semua golongan thiazide termasuk HCT diabsorbsi melalui saluran
cerna, hanya ada perbedaan pada metabolismenya. HCT didistribusikan keseluruh ruang
ekstrasel dan dapat melalui sawar uri tetapi hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja.
Kontra indikasi penggunaan HCT diantaranya hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia,
mild preeklamsi dan hipertensi pada kehamilan. Efek samping penggunaan HCT antara lain:
alkalosis

metabolic,

hipokalemik,

hiperurikemia,

gangguan

toleransi

karbohidrat,

hiperlipidemia, hiperlipedemia, hiponatremia, hipokalemia, reaksi alergi dan toksisitas


lainnya.
Hasil penelitian pengaruh pemberian HCT dan Natrium Bikarbonat terhadap kadar
kalsium urine menunjukkan pemberian campuran HCT dan Natrium Bikarbonat dapat
menurunkan kadar kalsium urine lebih baik dibandingkan dengan pemberian HCT saja.

DAFTAR PUSTAKA
CBN.penyakit-penyakit yang mengintai pria,2009
http//www.cybershoping.cbn.net.id// cbprtl/cyberman/pda/detail.aspx?
x=hot+topic&y=cyberman%7co%7co%7c4%7c16
Gunawan Gan Sulistia, Rianto Setiabudy Nafrialdi, Elysabeth, 2007. Farmakologi
dan Terapi edisi 5 Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hipertensi, 2009 http//www.rsbk/batam.co.id/index.php?
pilih=news&mod=yes&aksi= lihat&id=25
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi
http://ilmu-kedokteran.blogspot.com/2007/11/hydrochlorothiazide.html
Katzung G. Bertram, 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi I Jakarta : Salemba
Medika.
RSU Dr. Soetomo, 2008. Formularium RSU Dr. Soetomo Surabaya : RSU Dr.
Soetomo
Sudoyo W. Aru, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marsellus Simadibrata, Siti setiati,
2006. Ilmu Penyakit Dalam edisi IV jilid I Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tjokroprawiro Askandar, Poernomo Boedi Setiawan, Djoko Santo, Gatot Soegiarto,
2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi I Surabaya : RSU Dr. Soetomo
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai