Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
Anggota Kelompok
Maulia Wisda Era Chresia
04111001010
04111001013
Melinda Rachmadianty
04111001014
Fitri Hidayati
04111001015
Clara AdeliaWijaya
04111001020
04111001023
04111001024
Johannes Lie
04111001038
04111001081
Birgitta Fajarai
04111001090
04111001092
04111001141
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Laporan
Tutorial Skenario D Blok 7 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
ii
Daftar Isi
iii
Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri
I.
Skenario
1
II.
Klarifikasi Istilah
1
III.
Identifikasi Masalah
2
IV.
Analisis Masalah
2
V.
Keterkaitan Antar Masalah
20
VI.
Learning Issue...20
VII. Sintesis
21
VIII. Simpulan
73
Daftar Pustaka
I.
tinggi dari keadaan normal dengan diastolik 90-104 mmHg, sistolik 140-159 mmHg
b. Diet Rendah Garam
: Diet yang mengandung sangat sedikit kalium klorida,
sering diberikan untuk penderita hipertensi dan keadaan edema
c. Hydrochlorthiazide
: Diuretik dan antihipertensi yang efektif per oral
d. Lethargis
: Penurunan tingkat kesadaran ditandai dengan lesu,
mengantuk dan apati
e. Kelainan Neurologis
Perbedaan
yang
menyimpang
dari
biasanya
cairan ekstra sel tetap pada akhirnya dipekatkan (dan dieskresi) dengan rumus
molekul CO(NH2)2
g. Kreatinin
fosfokreatin; pengukuran laju eskresi urin dipakai sebagai indicator diagnostic fungsi
ginjal dan massa otot
Normal
< 104/70
Hipertensi
> 112/74
3-5 tahun
< 108/70
> 116/76
6-9 tahun
114/74
122/78
10-12 tahun
122/78
> 126/82
13-15 tahun
130/80
> 136/86
16-18 tahun
136/84
> 140/90
20-45 tahun
120-125/75-80
135/90
45-65 tahun
135-140/85
140-160/90-95
>65 tahun
150/85
Sumber: Bullock, 1996: Battegay, dkk, 2005
160/90 (borderline)
200
Tekanan(mmH
150
g)
100
: Diastolik
: Sistolik
: Rata-rata
50
40
6
80
o
Umur
0
(tahun)
Gambar di atas memperlihatkan perkiraan nilai normal tekanan arteri sistolik dan
0
o
2
0
diastolik pada berbagai umur. Peningkatan yang progresif pada tekanan seiring
dengan berjalannya usia adalah akibat dari pengaruh penuaan terhadap mekanisme
kontrol tekanan darah. Ginjal bertanggung jawab untuk pengaturan jangka panjang
terhadap tekanan arteri, ginjal memperlihatkan perubahan yang nyata seiring dengan
berjalannya usia terutama setelah usia 50 tahun. Sedikit peningkatan tambahan dari
tekanan sistolik yang biasanya terjadi setelah usia 60 tahun adalah akibat dari
kekakuan arteri karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah
sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik
meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada
usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan
tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah
berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus menurun.
Hubungan tekanan darah dengan jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. 19 Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit
hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses
ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai
dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 4555 tahun.
c. Jelaskan macam-macam hipertensi ?
Jenis-jenis hipertensi
1. Berdasarkan tinggi rendahnya tekanan sistolik dan diastolik
Klasifikasi tekanan darah untuk Dewasa usia 18 tahun atau lebih
Kategori
Normal
Normal Tinggi
Hipertensi
- Tingkat 1 (ringan)
- Tingkat 2 (sedang)
- Tingkat 3 (berat)
Sistolik (mmHg)
<130
130-139
Diastolik ( mmHg)
<85
85-89
140-159
160-179
90-99
100-109
180
110
2. Berdasarkan penyebab
a. Hipertensi primer
Yaitu belum diketahui faktor penyebabnya secara jelas, beberapa faktor yang
mungkin turut berperan yaitu, umur, stress psikologis, herediter (keturunan)
b. Hipertensi sekunder
Yaitu hipertensi yang telah diketahui ada penyebabnya. Yang tergolong hipertensi
sekunder antara lain
- Hipertensi karena adanya gangguan ginjal. Terjadi akibat gangguan baik pada
pembuluh darah yang mensuplai darah ke ginjal (hipertensi renovaskular)
-
penting
dalam
mengatur
tekanan
darah.
Darah
mengandung
Patofisiologi Umum
Renin
Angiotensin 1
Meningkatnya
sekresi ADH rasa
haus
mengentalkan
Volume darah
konsentrasi NaCl di
pembuluh
darah
volume darah
tekanan darah
Diencerkan dengan volume
ekstraseluler
2. Dia dianjurkan untuk diet rendah garam, tetapi setelah 1 bulan kemudian tekanan
tekanan darah
Menarik cairan intraseluler >ekstraseluler
jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 1520%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium lebih
mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah
(Sheps, 2000).
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi.
Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah
edema dan penyakit jantung ( lemah jantung ). Adapun yang disebut rendah garam bukan
hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau
natrium ( Na).Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet
rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat zat gizi, baik
kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium ( Gunawan, 2001).
Diet rendah natrium memiliki manfaat untuk mengontrol tekanan darah pada pasien
hipertensi. pemberian diit rendah natrium meningkatkan FMD (flow-mediated dilatation)
secara bermakna dibandingkan dengan diet garam sehari-hari dengan nilai 4.89 2.42% vs
3.37 2.10% (p=0.001). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa diet rendah garam
memperbaiki fungsi endotel pembuluh darah. Diet rendah garam juga disertai dengan
penurunan tekanan darah secara bermakna dibandingkan dengan diet garam sehari-hari.
Perbandingan tekanan darah sistolik pada kelompok pasien yang diberikan diit rendah
natrium dengan kelompok pasien yang diberikan diit natrium sehari- hari adalah 112 11
mm Hg vs 117 13 mmHg, (p=0.02)
Ekskresi natrium 24 jam juga berkurang secara bermakna pada kelompok dengan diit
rendah garam dibandingkan dengan kelompok pasien dengan diet garam sehari-hari, dengan
nilai 64.1 41.3 mmol vs 156.3 56.7 mmol, (p=0.0001).
Adapun mekanisme pengaruh kadar garam yang tinggi terhadap peningkatan tekanan
darah melalui diet rendah garam adalah
kadar garam tinggi
curah jantung
kenaikan
1. Diet
rendah
garam
tingkat
tinggi
(200-400
mg
Na)
Diet ini diberikan kepada penderita hipertensi berat. Garam dapur sama sekali tidak
boleh ditambahkan ke dalam makanan yang disajikan.
2. Diet
rendah
garam
tingkat
II
(600-800
mg
Na)
Pada diet ini penambahan garam hanya 1/2 sdt atau 2gr.
3. Diet
rendah
garam
tingkat
III
(1000-1200
mg
Na)
Diet ini diberikan pada penderita hipertensi ringan. Dalam diet ini, 1 sdt atau 4gr
garam dapur boleh ditambahkan dalam pengolahan makanan.
Seperti yang sudah disinggung, garam yang didapat tubuh tidak hanya berasal dari
garam dapur, namun juga dari bahan makanan yang kita makan termasuk juga bumbu-bumbu
pengolah makanan. Nah, berikut ini akan dijelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan
tidak dianjurkan bagi penderita hipertensi
- Sumber Karbohidrat
Dianjurkan; Beras, kentang, singkong, terigu, tapioka hungkwe, gula, makanan yang diolah
dari bahan tersebut tanpa garam dapur atau soda
Tidak Dianjurkan; Makanan yang diolah dari sumber hidrat arang dengan penambahan garam
dapur, baking powder atau soda kue seperti roti, biskuit, mie, bihun, makaroni dan kue
kering.
- Sumber Protein Hewani
Dianjurkan; Daging dan ikan maksimal 100gr/hari. Kemudian telur maksimal 1 butir/hari,
susu maksimal 200gr/hari
Tidak Dianjurkan: Otak, ginjal, lidah, sarden, daging, ikan, susu dan telur yang diawetkan
dengan garam dapur seperti daging asap, sosis, ham, bacon, dendeng, abon, keju, ikan asin,
kornet, ikan kalengan, ebi, udang kering, telur asin dan ikan pindang.
- Sumber Protein Nabati
Dianjurkan; Semua kacang-kacangan dan hasil olahannya dengan catatan tanpa garam dapur
saat pengolahannya.
Tidak Dianjurkan; Kacang-kacangan dan hasil olahannya yang diolah dengan menggunakan
garam dapur. Kemudian selanjutnya adalah keju.
- Sayuran
Dianjurkan; Semua sayuran segar, sayuran yang diawetkan tanpa garam dapur dan benzoat.
Tidak Dianjurkan; Sayuran yang dimasak dan diawetkan dengan garam dapur dan lain ikatan
natrium, seperti sayuran dalam kaleng, sawi asin, acar dan asinan.
- Buah-Buahan
Dianjurkan; Semua buah-buahan segar, buah yang diawetkan tanpa garam dapur dan natium
benzoat.
Tidak Dianjurkan; Buah-buahan yang diawetkan dengan garam dapur dan lain ikatan
natrium, seperti buah dalam kaleng.
- Lemak
Dianjurkan; Minyak goreng, margarine, mentega tanpa garam
Tidak Dianjurkan; Margarine dan mentega yang mengandung garam tinggi
- Minuman
Dianjurkan; teh, kopi
Tidak Dianjurkan; Minuman ringan, cokelat, cafein dan alkohol
- Bumbu
Dianjurkan; Semua bumbu kering yang tidak mengandung garam dapur dan sumber natrium
lain
Tidak Dianjurkan; Garam dapur untuk diet rendah garam tingkat tinggi. Kemudian backing
powder, soda kue, vetsin, kecap, terasi, maggi, saus tomat, petis dan tauco
Intinya, dengan pola hidup sehat dan diet yang benar, hipertensi bisa dikendalikan dan
kenaikan tekanan darah dapat dicegah.
c. Mengapa setelah 1 bulan TDnya tidak turun walaupun sudah mengonsumsi diet rendah
garam ?
Pembatasan jumlah cairan, ataupun pemberian cairan / air minum lebih daripada biasanya
kepada penderita, juga ternyata tidak ada pengaruhnya terhadap tekanan darah.
Diet rendah garam umumnya dianjurkan bagi penderita tekanan darah tinggi. Akan tetapi
banyak ahli kedokteran yang masih meragukan efek diet rendah garam itu terhadap
penurunan tekanan darah. Lebih-lebih jika kandungan natrium dalam diet penderita di atas
250 gram sehari. Jadi agar diet rendah garam itu membawa pengaruh berupa penurunan
tekanan darah, maka kandungan natrium dalam diet harus berkisar antara 200 250 mg
sehari.
Jika digunakan diet Kempner dengan kadar natrium sekitar 200 mg, diet itu harus
diberikan untuk jangka waktu yang lama. Karena itu, penderita hipertensi, sungguhpun ia
sudah menjalani diet pantang garam, masih juga memerlukan obat-obatan untuk menurunkan
tekanan darah.
Selain efek dari diet rendah garam ini yang relatif lama, adanya ketidakmampuan
tubuh, khususnya ginjal( yang berperan dalam regulasi cairan )untuk mengkompensasi
kenaikan tekanan arteri dengan peningkatan retensi air dan garam, sehingga cairan dapat
dikeluarkan dari tubuh, juga menjadi salah satu penyebab gagalnya diet rendah garam yang
dilakukan wanita tersebut. Faktor usia lanjut yang menyebabkan penurunan fungsi fungsi
organ tubuh dianggap paling mungkin menjadi penyebabnya. Karena sebenarnya pada
keadaan normal, meningkat atau menurunnya volume cairan ektraseluler dapat diatur oleh
ginjal dengan bantuan renin angiotensin yang bekerja sebagai berikut :
Peningkatan asupan garam
pengembalian volume
pengembalian tekanan arteri hampir ke nilai
normal
Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara :
Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekana darah ke normal.
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga
volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut
renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu
pelepasan hormon aldosteron
Namun jika fungsi ginjal telah mengalami penurunan, makan mekanisme kompensasi
ginjal untuk mengeluarkan banyak cairan ekstraseluer agar terbentuknya kesetimbangan
osmolaritas acairan seperti pada skema di atas juga akan mengalami penurunan bahkan sulit
terjadi, oleh karena itu untuk beberpa kasus hipertensi, anjuran diet rendah garam saja tidak
akan cukup untuk menurunan tekanan darah. Tapi harus disertai pemberian beberapa obat
antihipertensi atau obat deuritik yang dapat membantu peningkatan ekresi cairan oleh ginjal
3. Dokter memberikan HCT 25 mg/hari, namun satu minggu kemudian dia datang
kembali ke puskemas dengan lethargis
a. Jelaskan fungsi dan komposisi HCT !
-Fungsi :
F u n g s i H C T i a l a h m e n i n g k a t k a n e k s k r e s i natrium, clorida dan sejumlah
air sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Obat ini bekerja dengan
menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal. Sistem transport
ini dalam keadaan normal berfungsi membawa Na+ dan Cl- dari lumen ke dalam sel
epitel tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan ke luar tubulus dan ditukar dengan K+,
sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Jika transport bersama Na-Cl pada
hulu tubuli distal tersebut dihambat maka reabsorbsi Na-Cl berkurang dan
ekskresi meningkat. M e n i n g k a t n y a e k s k r e s i natrium, clorida dan sejumlah
air menyebabkan volume darah dan cairan ekstraseluler menurun. Akibatnya terjadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah.
-Komposisi :
Komposisi utamanya hydrochlorthiazide.
Nama & Struktur Kimia : 6-chlorio-3.4 dihydro-2-H-1.2.4 benzothiadizine-7sulphonamide-1.1 dioxide. C7H8ClN3O4S2 - Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal berwarna
putih atau hampir putih, sangat sedikit larut dalam air, larut sebagian dalam alkohol, larut
dalam aseton.
b. Mengapa HCT diberikan 25 mg/hari ?
Pasien lanjut usia perlu diberi dosis 12,5 - 25 mg sekali sehari.Dalam rangka
menurunkan tekanan darah, sebisa mungkin perlu diperhitungkan berbagai efek samping
yang kemungkinan akan sangat mengganggu pasien, terutama diuretik. Pemberian diuretik
harus dimulai dari level rendah, misalnya Hydrochlorotiazide (HCT) 12.5 mg atau yang
setara dengannya. Jika angka ini dinilai kurang efektif, tidak langsung menambah dosisnya,
tapi dikombinasikan dengan pemberian dosis rendah CCB, beta blocker, ACE-inhibitor, atau
ARB (angintensin receptor blocker). Pada beberapa keadaan penggunaan obat selain diuretik
sebagai terapi inisial boleh dilakukan, asalkan sesuai indikasi.
c. Adakah hubungan pemberian HCT dengan lethargis ? Jelaskan !
Mengapa keadaan umum pasien lemah , BB pasien menurun dari seminggu sebelumnya, dan
TD pasien menurun ? Adakah hubungan ketiga hasil pemeriksaan di atas ?
berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena
mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila
kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Pada Pemeriksaan
laboratorium tidak terdapat adanya indikasi abnormalitas pada kadar ureum sehingga bisa
diidentifikasi tidak adanya kerusakan pada sistem gastrointestinal.
VI. KETERKAITAN ANTARMASALAH
Wanita Tua (63 tahun) dengan hipertensi ringan (TD 155/90 mmHg)
Dianjurkan diet rendah garam oleh dokter namun setelah satu bulan TD tidak turun
Diberi HCT 25 mg/hari
Setelah 1 minggu, mengalami Lethargis (penurunan tingkat kesadaran)
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Fisik
b. TD 130/80 mmHg
c. BB turun 2,5 Kg
d. K+ 3,5 (3,5-5)
Kerangka Konsep
Usia Wanita (63 Tahun)
Penurunan fisiologi organ tubuh
HCT 25 mg/hari
Penghambatan kotranspor Na+ dan Cl- di membrane luminal
sel tubulus distal
Reabsorbsi Na+ menurun
Eskresi Na+ meningkat
Hiponatremia
Urin meningkat
Dehidrasi
BB Turun
Lethargis
LEARNING ISSUE
HIPERTENSI
Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare,
2001). Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan
tekanan darah seseorang berada pada tingkatan di atas normal. Jadi tekanan di atas dapat
diartikan sebagai peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang
disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam
mempertahankan tekanan darah secara normal (Hayens, 2003).
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu hipertensi esensial
(primer) dan hipertensi skunder.
-
hipertensi sekunder
Berkisar 5 persen dari kasus hipertensi. Hipertensi sekunder disebabkan oleh
kondisi medis lain (misalnya penyakit jantung) atau reaksi terhadap obat-obatan
tertentu (Palmer, 2007).
Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik dalam satuan mmHg dibagi menjadi beberapa stadium.
Bahaya Hipertensi
Hipertensi apabila tidak disembuhkan maka dalam jangka panjang dapat
menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang mendapatkan suplai
darah darinya seperti jantung, otak dan ginjal (Hayens, 2003). Penyakit yang sering timbul
akibat hipertensi adalah stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal (Ina, 2008).
Pada organ jantung, hipertensi adalah faktor resiko pendukung terbesar di seluruh
dunia terhadap kejadian penyakit pembuluh darah jantung (Ezzati et al., 2003 dalam Kaplan,
2006). Infokes (2007) mengatakan bahwa hipertensi adalah salah satu penyebab kematian
nomor satu, secara global. Komplikasi pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat
menyebabkan penyakit jantung koroner, imfark (penyumbatan pembuluh darah yang
menyebabkan kerusakan jaringan) jantung, stroke, gagal ginjal dan angka kematian yang
tinggi. Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa hipertensi berdampak negatif pada organ-organ
tubuh bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dapat
dilakukan dengan dua jenis yaitu penatalaksanaan farmakologis atau dan penatalaksanaan
non farmakologis. Pengobatan hipertensi juga dapat dilakukan dengan terapi herbal.
a. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan
farmakologis
adalah
penatalaksanaan
hipertensi
dengan
menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti hipertensi. Ada berbagai macam
jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis, yaitu :
-
Diuretik
Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui
kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya
pompa jantung lebih ringan (Dalimartha, et al, 2008). Menurut Hayens (2003),
diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara megurangi jumlah air dan garam
di dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah
secara perlahan-lahan mengalami penurunan karena hanya ada fluida yang sedikit
di dalam sirkulasi dibandingkan dengan sebelum menggunakan diuretik. Selain
itu, jumlah garam di dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan
pembuluh darah membesar. Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal
kembali.
Vasodilator
Agen vasodilator bekeja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot
pembuluh darah (Wikipedia, 2008). Contoh yang termasuk obat jenis vasodilator
adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat pemberian
obat ini adalah sakit kepala dan pusing (Dalimartha, et al, 2008).
Antagonis Kalsium
Antagonis Kalsium adalah sekelompok obat yang berkerja mempengaruhi jalan
masuk kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot-otot di dalam dinding pembuluh
darah sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan tekanan darah.
Antagonis Kalsium bertindak sebagai vasodilator atau pelebar (Hayens, 2003).
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah :
Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah :
sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah (Lenny, 2008).
c. Terapi Herbal
Di dalam Traditional Chinesse Pharmacology, ada lima macam cita rasa dari
tanaman obat yaitu pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Penyajian jenis obatobatan herbal khususnya dalam terapi hipertensi disuguhkan dengan beberapa
cara, misalnya dengan dimakan langsung, disajikan dengan dibuat jus untuk
diambil sarinya, diolah menjadi obat ramuan ataupun dimasak sebagai pelengkap
menu sehari-hari (Dalimartha, et al, 2008).
Adapun tanaman obat tradisional yang dapat di gunakan untuk penyakit
hipertensi yaitu: bawang putih (Allimun sativum L), seledri (Apium graveolens
L), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L), belimbing (Averrhoa carambola L), teh
(Camellia sinensis L), wortel (Daucus carota L), mengkudu (Morinda citrifolia L),
mentimun (Cucumis sativus L) dan lain-lain (Wiryowidagdo, 2002).
Pencegahan hipertensi dengan olehraga yang cukup
Olahraga yang dianjurkan bagi orang yang resiko tinggi terkena hipertensi adalah :
1. Aerobik, meliputi jalan santai, jogging, lari, bersepeda, renang secara teratur.
2. Olahraga rileks seperti yoga dan meditasi.
Selain dapat memperlancar peredaran darah, olahraga dapat pula membakar lemak
sehingga tidak kelebihan berat badan.
Latihan olahraga yang dianjurkan meliputi tahap-tahap : pemanasan, peregangan,
latihan inti, pendinginan/cool down, peregangan. Olahraga yang baik yaitu yang dapat
membakar energi 10 sampai 20 kalori/kg berat badan. Denyut nadi optimal setelah latihan
berkisar 65 sampai 80 %. Sebelum olahraga, rencanakan secara seksama : macam latihan
yang akan dikerjakan, frekuensi latihan, intensitas latihan dan lama latihan.
Pencegahan hipertensi dengan tidak merokok
Cara untuk menghindari pengaruh rokok yaitu :
1. Sebaiknya menghindari daerah yang terkena asap rokok, atau tutuplah hidung jika terpaksa
melintas di daerah dengan asap rokok.
2. Jika Anda seorang perokok, kurangilah jumlah batang rokok, lama menghisap, kekuatan
Diet rendah garam diperlukan terutama pada orang yang punya potensi tinggi hipertensi, dapat
dilakukan dengan cara :
1. Gunakan garam sebagai bumbu masakan secukupnya saja,
perbanyak rempah dan kurangi garam.
2. Jangan menambahkan garam pada hidangan yang siap
disantap. Jauhkan garam dari meja makan.
3. Kurangi minum minuman bersoda, minuman kaleng dan
botol. Minuman bersoda dan berpengawet banyak
mengandung sodium (Natrium).
hipertensi
dengan
cara
medis
Pengobatan bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan cara medis melalui dokter dan
tenaga para medis lainnya, serta cara tradisional dengan memanfaatkan ramuan dan terapi
yang
ada
secara
turun
temurun
dalam
masyarakat.
Bagi orang yang memiliki resiko tinggi terkena hipertensi, lakukanlah pemeriksaan diri ke
dokter secara berkala. Mencegah lebih baik dan lebih mudah dari pada mengobati.
Pengobatan hipertensi harus menurut petunjuk dokter. Jangan minum obat tanpa petunjuk
dari dokter, karena dapat menimbulkan kekebalan terhadap obat tertentu dan kerusakan
ginjal. Obat yang dapat digunakan pada penderita hipertensi diantaranya menggunakan obat
untuk memperlebar pembuluh darah (vasodilator), obat yang mengubah kecepatan kontraksi
otot jantung, obat untuk menurunkan tekanan darah (antihipertensi), obat pelancar air seni
(diuretic) agar sisa metabolisme yang ada dalam darah keluar bersama urine, sehingga darah
tidak terlalu kental.
Pencegahan
hipertensi
dengan
cara
tradisional
Banyak ramuan tradisional yang dipercaya dapat menurunkan tekanan darah. Beberapa
ramuan sudah diteliti secara laboratoris. Contoh bahan yang berkhasiat menurunkan tekanan
darah : cincau hijau, daun dan buah alpukat, mengkudu masak (pace), mentimun, daun
seledri, daun selada air, bawang putih, daun dan buah belimbing bintang, buah belimbing
wuluh, daun tapak dara, akar papaya, rambut jagung serta adas pulowaras. Jika tekanan darah
sudah kembali normal, dapat dihentikan pemakaiannya. Pemakaian berlebihan dapat
menurunkan
tekanan
darah
di
bawah
normal.
Cara tradisional yang dapat menurunkan tekanan darah seperti refleksi (pijatan) dan
akupunktur pada tempat tertentu.
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi (Hypertension) adalah suatu keadaan di mana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic
(bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat
pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat
digital lainnya.
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi, diantaranya
Hipertensi Primary dan Hipertensi Secondary :
Hipertensi PrimaryHipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang
yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan
obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena
penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa
mengalami
tekanan
darah
tinggi.
hipertensi
biasanya
dikombinasikan
dengan
beberapa
obat;
Tekanan dalam hal denyutan pembuluh dinyatakan sebagai ekspansi dan dorongan balik
arteri secara bergantian. Ada dua faktor yang bertnaggug jawab bagi kelangsungan denyautan
yang dapat dirasakan :
1. Pemberian darah secara berkala dengan selang waktu pendek dai jantung ke aorta yang
tekanannya berganti-ganti naik turun dalam pembuluh darah.
2. Elastisitas dinding arteri yang memungkinkannya meneruskan aliran darah dan aliran
balik. Bila dinding tidak elastic, seperti pada dinding sebuah gelas, masih tetap ada pergatian
sebuah tekanan tinggi rendah dalam sistol dan diastole ventrikel, namun dinding tersebut
tidak data melanjutkan aliran dan mengembalikan aliran sehingga denyut pun tidak dapat
dirasakan.
Kekenyalan pembuluh darah dapat diperlihatkan dengan suatu percobaan sebagai
beikut; mula-mula sepotong pembuluh balik diikat di kedua ujungnya. Kemudian ke
dalamnya dimasukkan darah sehingga tekanan di dalamnya miningkat dari 5 mmHg menjadi
12 mmHg. Meskipun tidak ada darah yang keluar dari pembuluh itu, terlihat bahwa tekanan
menurun sampai mendekati 6 mmHg setelah beberapa menit. Dengan kata lain, sejumlah
darah yang dimasukkan ke dalam pembuluh balik itu menyebabkan pembuluh tersebut
mengembang. Lama kelamaan serabut otot padanya mulai menyesuaikan diri dengan keadaan
yang baru. Sifat otot polos yang demikian itu disebut kekenyalan atau disebut juga
pengendoran tekanan (stress relaxation) (Taiyeb, ).
Setelah terjadi kekenyalan, darah kemudian dikeluarkan dari pembuluh balik itu.
terlihat tekanan menurun sampai tingkat yang rendah. untuk kedua kali otot polos pada
pembuluh bailik mulai kembali menyesuaikan diri dan tekanan akan kembali naik sampai
tekanan 5 mmHg. Pengaruh ini disebut kekenyalan yang terbalik (Taiyeb, ).
Kekenyalan pembuluh nadi hanya kecil bila dibandingkan dengan pembuluh balik.
Dengan demikian, bila tekanan pembuluh balik ditingkatkan agak lama, maka volume darah
di dalamnya dapat meningkat 2 sampai 3 kali. Ini merupakan mekanisme yang sangat
penting, karena dengan demikian system peredaran dapat menampung lebih banyak darah
bilamana perlu. Sedangkan sebaliknya, bila tekanan menurun, kekenyalan merupakan suatu
cara bagi system peredaran untuk dapat menyesuaikan terhadap kehilangan darah sebagai
akibat pendarahan (Taiyeb, ).
Elastisitas pembuluh darah akan berpengaruh kepada aliran darah. Salah satu
pembuluh darah yang mengalami elastisitas adalah arteri. Pada saat darah dipompa ke dalam
arteri-arteri saat sistol ventrikel, volume darah yang masuk arteri dari jantunglebih besar
daripada volune darah yang meninggalkan arteri untuk mengalir ke pembuluh-pembuluh
darah yang lebih kecil di hilir, karena pembuluh-pembuluh kecil tersebut memiliki resistensi
terhadap
aliran
yang
lebih
besar.
Sifat
elastisitas
menyebabkan
arteri
dapat
membesar/mengembang untuk secara sementara menampung kelebihan volume darah ini dan
menyimpan sebagian energi tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung di dinding yang
teregang-seperti sebuah balon yang meregang untuk mengakomodasi tambahan udara yang
ditiup ke dalamnya. Ketika jantung melemas dan berhenti memompa darah ke dalam arteri,
dinding arteri yang teregang secara pasif kembali ke bentuk semula (recoil), seperti balon
yang lubangnya dibuka. Recoil ini mendorong kelebihan darah yang terkandung di dalam
arteri-arteri ke dalam pembuluh di hilir yang memastikan bahwa darah tetap mengalir ke
jaringan sewaktu jantung beristirahat dan tidak sedang memompa darah ke jantung
(Sherwood, 2001).
SISTEM CAIRAN TUBUH
Kompartemen cairan tubuh
Ada juga kompartemen cairan yang kecil yang disebut sebagai cairan transelar.
Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardial, dan
intraokular juga cairan serebrospinal; biasanya dipertimbangkan sebagai jenis cairan
ekstraselular khusus, walaupun pada beberapa kasus, komposisinya dapat sangat berbeda
dengan yang di plasma atau cairan interstitial. Cairan transelular seluruhnya berjumalah
sekitar 1 2 liter.
Pada orang normal dengan berat 70 kg, total cairan tubuhnya kira kira 60% berat
badan atau sekitar 42 L. Persentase ini dapat berubah bergantung pada umur, jenis kelamin,
dan derajat obesitas.Seiring dengan pertumbuhan seseorang, persentase total cairan terhadap
berat badan berangsur angsur turun. Hal ini sebagian adalah akibat dari kenyataan bahwa
penuaan biasanya berhubungan dengan peningkatan persentase berat badan yaitu lemak, yang
kemudian menurunkan persentase cairan dalam tubuh. Karena wanita mempunyai lebih
sedikit cairan daripada pria dalam perbandingan dengan berat badan.
Kompartemen cairan intraselular
Sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh merupakan cairan interselular. Cairan intraseluler
dipisahkan dari cairan ekstraselular oleh membran selektif yang sangat permeabel terhadap
air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian elektrolit dalam tubuh. Membran sel
mempertahankan komposisi cairan di dalam agar serupa seperti yang terdapat di berbagai sel
tubuh lainnya.
Berbeda dengan cairan ekstraselular, maka cairan intraselular hanya mengandung
sejumlah kecil ion natrium dan klorida dan hampir tidak ada ion kalsium. Malah , cairan ini
mengandung sejumlah besar ion kalium dan fosfat ditambah ion magnesium dan sulfat dalam
jumlah sedang. Semua ion ini memiliki konsentrasi yang rendah pada cairan ekstraselular.
Juga sel mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali lipat lebih banyak daripada
dalam plasma.
Kompartemen cairan ekstraselular
Seluruh cairan di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ini merupakan 20 persen
dari berat badan. Dua kompartemen terbesar cairan ekstraseluler adalah cairan interstitial
yang merupakan tiga perempat cairan ekstraselular, dan plasma yang hampir seperempat
cairan ekstraselular. Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus menerus berhubungan
dengan cairan interstitial melalui celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat permeabel
untuk hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstraselular, kecuali protein. Karenanya cairan
ekstraselular secara konstan terus tercampur sehingga plasma dan cairan interstitial
mempunyai komposisi yang sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi
pada plasma. Konstituen ekstraselular terdiri dari natrium dan klorida dalam jumlah besar,
ion bikarbonat yang juga dalam jumlah cukup besar, tapi hanya sedikit ion kalium,
magnesium, fosfat, dan asam organik. Komposisi cairan ekstraselular diatur dengan cermat
oleh berbagai mekanisme, tapi khususnya oleh ginjal. Hal ini memungkinkan sel untuk tetap
terus terendam dalam cairan yang mengandung konsentrasi elektrolit dan nutrien yang sesuai
untuk fungsi sel yang optimal.
Asupan cairan
Cairan ditambahkan ke dalam tubuh dari dua sumber utama : (1) berasal dari larutan
atau cairan makanan yang dimakan, yang normalnya menambah cairan tubuh sekitar 2100
ml/hari, dan (2) berasal dari sintesis dalam badan sebagai hasil oksidasi karbohidrat,
menambah sekitar 200 ml/hari. Kedua hal ini memberikan asupan cairan harian total sekitar
2300 ml/hari. Asupan cairan sangat bervariasi bergantung pada cuaca, kebiasaan, dan tingkat
aktivitas fisik.
Keluaran cairan
-
Plasma hanyalah satu satunya cairan yang bisa diatur secara langsung baik volume
maupun komposisinya. Cairan ini berada dalam sirkulasi. Perubahan komposisi dan volume
plasma juga akan mempengaruhi cairan interstitial. Oleh karena itu, semua kontrol terhadap
plasma akan mengatur keseluruhan ECF juga.
Dua faktor yang diatur untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh adalah volume
dan osmolaritasnya. Walaupun, regulasi keduanya saling berhubungan (kadar NaCl dan
H2O), alasan mengapa keduanya dikontrol sangatlah berbeda :
Osmolaritas ECF sangat diatur untuk mencegah pembengkakan dan pengerutan sel.
Mempertahankan keseimbangan air adalah bagian terpenting untuk mengatur
osmolaritas ECF.
Kontrol sistem saraf simpatis : refleks baroreseptor arterial dan refleks reseptor
regangan tekanan rendah.
Karena ginjal menerima persarafan simpatis yang luas, perubahan aktivitas simpati
dapat menghambat ekskresi natrium ginjal dan air, juga pengaturan volume cairan
ekstraselular dalam beberapa kondisi. Sebagai contoh, bila volume darah berkurang karena
perdarahan, tekanan dalam pembuluh darah paru dan daerah tekanan bertekanan rendah
lainnya pada toraks akan menurun, menyebabkan aktivasi refleks sistem saraf simpatis. Hal
ini kemudian meningkatkan aktivitas simpatis ginjal, yang mempunyai beberapa efek
terhadap penurunan ekskresi natrium dan air; 1) Konstriksi arteriol arteriol ginjal, dengan
hasilnya penurunan GFR; 2) Peningkatan reabsorpsi tubulus terhadap garam dan air; dan 3)
Perangsangan pelepasan renin dan peningkatan pembentukan angiotensin II dan aldosteron,
yang selanjutnya meningkatkan reabsorpsi tubulus. Dan bila pengurangan volume darah
cukup besar untuk menurunkan tekanan arteri sistemik, aktivasi sistem saraf simpatis
selanjutnya terjadi akibat penurunan regangan baroreseptor arterial yang terletak di sinus
karotikus dan arkus aorta. Semua refleks ini bersama sama memainkan peranan penting
dalam pemulihan volume darah yang cepat yang terjadi dalam kondisi akut seperti
perdarahan. Penghambatan refleks aktivitas simpatis ginjal mungkin turut juga berperan
terhadap eliminasi kelebihan cairan yang cepat dalam sirkulasi yang terjadi secara akut
setelah makan makanan yang mengandung sejumlah besar garam dan air.
Angiotensin II
Salah satu pengontrol ekskresi natrium yang paling kuat dalam tubuh adalah
angiotensin II. Perubahan asupan natrium dan cairan berhubungan dengan perubahan timbal
balik pada pembentukan angiotensin II, dan hal ini kemudian sangat membantu
mempertahankan keseimbangan natrium dan cairan tubuh. Artinya, bila asupan natrium
meningkat di atas normal, sekresi renin menurun, menyebabkan penurunan pembentukan
angiotensin II. Karena angiotensin II memiliki beberapa pengaruh penting untuk meningkat
reabsorpsi tubulus terhadap natrium dan air. Jadi, meningkatkan ekskresi ginjal terhadap
natrium dan air. Hasil akhirnya adalah meminimalkan peningkatan volume cairan
ekstraselular dan tekanan arterial yang sebaliknya akan terjadi bila asupan natrium
meningkat.
Sebaliknya, bila asupan natrium menurun di bawah normal, peningkatan kadar
angiotensin II menyebabkan retensi garam dan air dan melawan penurunan tekanan darah
arterial yang akan terjadi sebaliknya. Jadi, perubahan aktivitas sistem renin angiotensin
berperan sebagai amplifier yang kuat terhadap mekansime natriuresis tekanan untuk
mempertahankan tekanan darah dan volume cairan tubuh yang stabil.
Aldosteron
Aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium, terutama pada tubulus koligens.
Peningkatan reabsorpsi natrium juga berhubungan dengan peningkatan reabsoprsi air dan
sekresi kalium. Oleh karena itu, pengaruh akhir aldosteron adalah membuat ginjal menahan
natrium
dan
air
serta
meningkatkan
ekskresi
kalium
dalam
urin.
Fungsi aldosteron dalam mengatur keseimbangan natrium berhubungan erat dengan yang
dijelaskan di atas mengenai angiotensin II. Yaitu, dengan penurunan asupan natrium,
peningkatan kadar angiotensin II yang terjadi merangsang sekresi aldosteron, yang kemudian
membantu untuk menurunkan ekskresi natrium urin. Proses sebaliknya terjadi pada
peningkatan asupan natrium.
Anti Diuretic Hormone
ADH memainkan peranan penting terhadap ginjal untuk membentuk sedikit volume
urin pekat sementara mengeluarkan garam dalam jumlah yang normal. Pengaruh ini terutama
penting selama deprivasi air, yang dengan kuat meningkatkan kadar ADH plasma yang
kemudian meningkatkan reabsorpsi air oleh ginjal dan membantu meminimalkan penurunan
volume cairan ekstraselular dan tekanan arteri. Sebaliknya, bila terdapat volume ekstraselular
yang berlebihan, penurunan kadar ADH mengurangi reabsorpsi air oleh ginjal, jadi
membantu menghilangkan volume yang berlebihan dari tubuh. Sebagai tambahan,
sebenarnya sekresi ADH yang berlebihan biasanya hanya menyebabkan sedikit peningkatan
volume cairan ekstraselular, tetapi besar pengaruhnya dalam penurunan konsentrasi natrium.
Atrial Natriuretic Peptide
Ini adalah hormon yang dilepaskan serat otot atrium jantung. Rangsangan untuk
melepaskan peptida ini adalah peregangan atrium secara berlebihan yang dapat ditimbulkan
oleh volume darah yang berlebihan. Sekali dilepaskan oleh atrium jantung, ANP memasuki
sirkulasi dan bekerja pada ginjal untuk menyebabkan sedikit peningkatan GFR dan
penurunan reabsorpsi natrium oleh duktus koligens. Kerja gabungan dari ANP ini
Potensial aksi ini yang disalurkan ke hipofise posterior akan merangsang pelepasan
ADH yang disimpan dalam granula granula sekretori di ujung saraf.
ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, di mana ADH meningkatkan
permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligens dan duktus koligens
dalam medula.
air
dan
ekskresi
sejumah
kecil
urin
yang
pekat.
Jadi, air disimpan dalam tubuh, sedangkan natrium dan zat terlarut lainnya terus
dikeluarkan dalam urin. Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut dalam cairan
ekstraselular mula mula yang berlebihan.
Pelepasan ADH juga dikontrol oleh refleks kardiovaskular sebagai respons untuk
menurunkan tekanan darah atau volume darah termasuk (1) refleks baroreseptor arterial dan
(2) refleks kardiopulmonal. Jalur refleksi ini berasal daerah sirkulasi bertekanan tinggi,
seperti arkus aorta dan sinus karotikus, dan daerah bertekanan rendah terutama di atrium
jantung.
Jadi, penurunan tekanan arterial dan penurunan volume darah dapat meningkatkan
sekresi ADH, misalnya pada kasus perdarahan.
darah kembali normal, bersama dengan kerja lain dari angiotensin II pada ginjal untuk
menurunkan ekskresi cairan.
Masih ada faktor faktor lain yang dapat mempengaruhi asupan air. Kekeringan pada mulut
dan membran mukosa esofagus dapat mendatangkan sensasi haus. Sebagai hasilnya,
seseorang yang kehausan dapat segera merasakan kelegaan setelah dia minum air walaupun
air tersebut belum diabsorpsi di sistem pencernaan.
Ambang batas stimulus osmolar untuk minum. Ginjal terus menerus harus
mengeluarkan sejumlah cairan, bahkan saat seseorang dehidrasi untuk membebaskan tubuh
dari kelebihan zat terlarut yang dikonsumsi atau dihasilkan oleh metabolisme. Air juga hilang
melalui evaporasi dari paru dan saluran pencernaan serta melalui evaporasi dan keringat dari
kulit. Oleh karena itu, selalu ada kecenderungan untuk dehidrasi, dengan akibat peningkatan
osmolaritas dan konsentrasi natrium ekstraselular. Ambang batas untuk minum manusia rata
rata adalah peningkatan natrium sekitar 2 mEq/L di atas normal.
Komposisi Cairan Tubuh
Cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 60% total berat badan laki-laki dewasa.
Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu sesuai dengan jenis kelamin dan umur
individu tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dati total berat badan. Pada
bayi dan anak-anak, prosentase ini relative lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia.
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. Dua pertiga bagian
(67%) dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan sepertiganya (33%)
berada di luar sel (cairan ekstrasel/ CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah
yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan, dan cairan intersisial yang mencapai
80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompartmen tersebut, ada
kompartmen lain yang ditempati cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun, volumenya
diabaikan karena kecil, yaitu
cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl- terutama
terdapat pada cairan ekstrasel, sedangkan ion K+
tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel
dan plasma.
Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier
yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial,
sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan
normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan dan elektrolit antar kompartmen.
Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan
terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartmen sehingga terjadi keseimbangan
kembali.
Perpindahan Substansi Antar Kompartmen
Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka.
Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atan membran tersebut. Bila
substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel terhadap
zat tersebut.
Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeable untuk
substansi tersebut. Membran disebut semipermeabel (permeabel selektif) bila beberapa
partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya. Perpindahan
substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan
energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
Difusi
Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan
cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah
sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini
disebut difusi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick
(Ficks law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2. Peningkatan permeabilitas.
3. Peningkatan luas permukaan difusi.
4. Berat molekul substansi.
5. Jarak yang ditempuh untuk difusi
Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih
rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal
ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila
konsentrasi zat yang terlarut meningkat, konsentrasi air akan menurun.
Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan
larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat yang terlarut, maka terjadi
perpindahan air/ zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang rendah ke
larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan
osmosis.
Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh
membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas
permukaan membran, dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini
disebut tekanan hidrostatik.
Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara
pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi.
Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi.
Contoh: PompaNa-K.
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting,
yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan
untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel
2200 ml
air metabolisme/oksidasi
300 ml
------------2500 ml
1500 ml
feses
100 ml
------------2500 ml
b.
halnya
keseimbangan
air, keseimbangan
garam
juga
perlu
Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan
mengontrol
tekanan
reabsorbsi Na+
darah.
Sistem
Renin-Angiotensin-Aldosteron
mengatur
yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua
ion ini bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan
osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan
cairan tubuh secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan
yang isosmotik di tubulus proksimal ( 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars
desending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi
cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam
lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan
secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi
garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus
koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen
bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang
dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga
bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang
osmoreseptor di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron
hypothalamus yang menyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh
hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus
koligen. Ikatan vasopressin dengan resptornya di duktus koligen memicu
terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen.
Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta.
Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan
hiperosmotik
atau
pekat,
sehingga
cairan
di
dalam
tubuh
tetap
dapat
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti
nilai semula dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan
3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat.
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika dengan
dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat terhadap perubahan kadar ion H
dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernapasan, kemudian
mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal
mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan ammonia.
Ketidakseimbangan asam-basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukan
H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat
hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru.
Diare akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat, dan asidosis uremia akibat
gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H
bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik, terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defisiensi
asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi
karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis.
Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir
bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.
Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan
ginjal sangat penting.
Keseimbangan Elektrolit dalam Tubuh
Tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai proses fisikokimia
yang menunjang kehidupan sehari hari. Tubuh selalu berusaha agar segala sesuatu yang ada
didalamnya berada dalam rentang konstan agar tercapai keadaan homeostasis. Seluruh sistem
metabolisme bekerja sama dengan harmonis satu sama lain dalam menjalankan fungsinya
masing masing.
Elektrolit dan cairan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menjaga
keseimbangan ini. Secara kimiawi, elektrolit adalah unsur unsur yang berperan sebagai ion
dalam larutan dan memiliki kapasitas untuk konduksi listrik. Dan keseimbangan elektrolit
merupakan suatu hal yang penting agar sel dan organ dapat berfungsi secara normal.
Elektrolit terdiri atas kation dan anion. Di dalam tubuh ada beberapa kation yang penting
yaitu, natrium, kalium, kalsium dan magnesium. Sedangkan anion yang penting adalah
klorida, bikarbonat, dan fosfat. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar
sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel (cairan diluar sel),
kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-.. Sedangkan di intrasel (di
dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+). Disamping sebagai pengantar aliran listrik,
elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya natrium :
fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan volume ekstra sel.
Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh. Klorida :
fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan
keseimbangan anion dan kation dalam cairan ekstrasel. Kalsium : fungsi utama kalsium
adalah sebagai penggerak dari otot-otot, deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila
diperlukan, kalsium ini dapat berpindah ke dalam darah. Magnesium : Berperan penting
dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara
kekuatan kontraksi jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh.
Gangguan keseimbangan elektrolit diartikan sebagai suatu keadaan dimana kadar
elektrolit di dalam darah berada dalam rentang nilai yang tidak normal. Bisa melebihi nilai
normal atau dibawah nilai normal. Implikasi dari keadaan ini berpengaruh dalam hal
keseimbangan cairan dan fungsi fungsi organ tubuh lainnya. Berbagai macam hal dapat
menyebabkan ketidakseimbangan ini. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan asupan
serta ekskresi adalah penyebab utamanya. Adanya gangguan dari sistem regulasi yang
berperan, juga memberikan dampak dalam keseimbangan elektrolit. Gangguan elektrolit
terbanyak adalah gangguan kalium dan natrium. Sebanyak lebih dari 21 % pasien di rumah
sakit mengalami hipokalemia dan 15 20 % mengalami hiponatremia. Pasien pasien
dengan hiperkalemia mencapai 1 10 %, sedangkan hipernatremia 0,3 5,5 % dari seluruh
pasien yang dirawat. Hiperkalsemia terjadi pada lebih dari 70 % kasus keganasan.
Hipomagnesemia muncul pada lebih dari 12% pasien, yang terkadang sering diabaikan oleh
para klinisi.
FISIOLOGI ELEKTROLIT
Keseimbangan Natrium dan Cairan
Natrium adalah kation utama cairan ekstraseluler (CES). Dalam kondisi fisiologis,
Natrium (Na) serum memiliki rentang nilai antara 138 142 mmol/L. Untuk menilai jumlah
total partikel dalam darah, maka perlu diukur osmolalitas serum. Osmolalitas serum memiliki
nilai berkisar antara 280 290 mOsm/kgH2O. Peningkatan osmolalitas akibat absorpsi Na
atau kehilangan cairan yang berlebihan, menyebabkan cairan intraseluler keluar untuk
menyeimbangkan tekanan osmotik. Untuk itu, perlu adanya suatu osmoregulator. Dalam hal
ini, ada suatu sensor atau osmoreseptor yang ada di hipotalamus, dan Anti Diuretic Hormone
(ADH), yang dikenal juga dengan antidiuretin atau vasopressin. Ginjal berperan sebagai
organ target ADH.
Naik turunnya ekskresi natrium dalam urin diatur oleh filtrasi glomerulus dan
reabsorpsi oleh tubulus ginjal. Kondisi hipervolemi dan peningkatan asupan Na akan
meningkatkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), begitupula sebaliknya. Perubahan pada LFG
akan mempengaruhi reabsorpsi natrium di tubulus. Hampir 99 % Na yang sudah difiltrasi
direabsorpsi kembali. Paling banyak direabsorpsi di tubulus proksimal 65 %, ansa henle 25
30 %, dan 5 % saja di tubulus distal dan 4 % di duktus koligentes.
Setiap hari, sekitar 8 15 mg Natrium diabsorpsi setiap harinya. Ginjal harus
mengekskresikan dalam jumlah yang sama setiap waktu, untuk mempertahankan homeostasis
CES.
Adapun
faktor
faktor
yang
mempengaruhi
regulasi
ini
adalah:
dalam CES hanya berkisar 2 % saja, akan tetapi memiliki peranan yang sangat penting dalam
menjaga homeostasis. Perubahan sedikit saja pada kalium intraseluler, akan berdampak besar
pada konsentrasi kalium plasma.
Keseimbangan Kalium diatur dengan menyeimbangkan antara pemasukan dan
ekskresi, serta distribusi antara intrasel dan ekstrasel. Regulasi akut kalium ekstraseluler
dicapai dengan perpindahan kalium internal antara CES dan CIS. Ketika kadar kalium
ekstrasel meningkat akibat asupan yang banyak, atau disebabkan oleh pembebasan kalium
internal, maka regulasi akut ini akan terjadi. Regulasi ini merupakan kontrol hormonal, yaitu
insulin disekresikan segera setelah makan, dan ini akan menstimulasi Na, K, ATPase dan
mendistribusikan Kalium yang didapat dari selsel makhluk hidup yang dimakan ke intrasel.
Epinefrin meningkatkan ambilan kalium sel, yang mana penting untuk kerja otot dan trauma.
Kedua kondisi ini memicu terjadinya peningkatan kalium plasma. Aldosteron juga berperan
dalam meningkatkan konsentrasi kalium intraseluler. Perubahan pH mempengaruhi distribusi
kalium ekstra dan intraseluler. Pada asidosis, konsentrasi K ekstraseluler meningkat,
sedangkan alkalosis cenderung membuat hipokalemia.
Regulasi kronik untuk homeostasis K adalah oleh ginjal. 65 % dari K yang difiltrasi,
direabsorpsi sebelum mencapai akhir dari tubulus proksimal ginjal, 20% di tubulus distal, dan
15 % lainnya di ansa henle. Jumlah ekskersi kalium ditentukan pada tubulus penghubung dan
duktus koligentes Besarnya jumlah K yang direabsorpsi atau disekresi tergantung kepada
kebutuhan. Pada keadaan dimana pemasukan berlebihan, maka ekskresi akan meningkat,
begitupula sebaliknya.
Keseimbangan Kalsium
Ion kalsium (Ca) merupakan elektrolit yang banyak terdapat di ekstraseluler, dimana
99 % disimpan di tulang. Kadar normal kalsium plasma adalah 8,1 10,5 mmol/L. Ca
berfungsi pada sistem neuromuskular, konduksi saraf, kontraksi otot, relaksasi otot, dan juga
penting untuk mineralisasi tulang dan merupakan kofaktor penting untuk sekresi hormon
pada organ endokrin. Pada tingkat sel, Ca merupakan regulator penting untuk transpor ion
dan integritas membran. Tulang berperan ganda, dimana berperan sebagai yang mengambil
kalsium untuk stabilitas dan sebagai depot untuk keadaan suplai kalsium yang rendah.
Paratiroid Hormon (PTH), adalah suatu faktor yang penting dalam regulasi
keseimbangan kalsium dengan menurunkan ekskresi dan meningkatkan absorpsi kalsium di
ginjal dengan bantuan 1,25 COH2 Vitamin D3 (calcitrol), dan merangsang osteoklas
melepaskan kalsium dari tulang. Efek PTH di tubulus adalah merangsang aktifitas 1 alfa
hidroksilase yang akan memicu produksi calcitrol. PTH meningkatkan reabsorpsi Ca di TAL,
dan begitu juga pada tubulus distal. Selain itu, calcitrol juga akan meningkatkan absorpsi
kalsium di intestinal. PTH bergantung kepada Calsium Sensing Reseptor (CSR) untuk
mendeteksi adanya kelebihan kalium serum, dan menghambat sekresi PTH. PTH
disekresikan oleh chief cells pada kelenjar paratiroid yang akan meningkatkan kadar kalsium
darah.
Reasorbsi kalsium terjadi pada semua tubulus ginjal. 60 70 % terjadi di tubulus
proksimal, 30 % di Thick Ascending Limb (TAL) dari ansa henle. Karena reasorpsi Ca pada
TAL bergantung kepada reabsorpsi NaCl, maka pada loop diuretic, kalsium diinhibisi untuk
direabsorpsi. Asidosis menghambat reabsorpsi kalsium dengan mekanisme yang belum dapat
dipahami.
Keseimbangan Magnesium
Magnesium (Mg) adalah kation keempat terbanyak di dalam tubuh dan kation
ektraseluler kedua terbanyak. Konsentrasi magnesium plasma berkisar 0,7 1,2 mmol/L atau
1,5 1,9 mEq/L. Dan hampir 50 % terikat dengan protein. Magnesium berperan penting
dalam ratusan reaksi enzim yang merupakan hal esensial bagi tubuh. Juga berperan dalam
fungsi sel, termasuk transfer energi, penyimpanan dan penggunaan protein dan karbohidrat
dan metabolisme lemak. Berperan juga dalam mempertahankan fungsi membran sel, dan
regulasi sekresi hormon paratiroid. Sekitar 60 65 % dari magnesium tubuh disimpan di
tulang dan selebihnya di dalam sel. Hanya 1 % saja yang terdapat di ekstraseluler. Tulang
merupakan reservoir bagi Mg. Selebihnya dalam bentuk ion bebas di plasma. Keseimbangan
Mg melibatkan ginjal, usus halus, dan tulang.
Hampir 80 % magnesium difiltrasi diglomerulus, dan direasorpsi disepanjang nefron.
Mg direabsorpsi 15 % pada tubulus proximal. Sekitar 70 % terjadi reabsorpsi paraseluler di
Thick Ascending Limb (TAL) dari ansa henle. Sebanyak 10 15 % lainnya dengan
reabsorpsi transeluler di tubulus distal. Regulasi ekskresi Mg2+ distimulasi oleh
hipermagnesemia, hiperkalsemia, hipervolemia dan loop diuretik. Dan mekanisme
penghambat dipengaruhi oleh defisit magnesium, kalsium dan volume cairan. Dan juga
dipengaruhi hormon paratiroid yang bekerja pada TAL. Seperti pada kalsium, Mg juga
berperan dalam regulasi sekresi PTH. Keadaan dimana kadar Mg plasma meningkat, akan
menekan pelepasan PTH, begitu juga sebaliknya.
2. Hipernatremia
Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif, dalam artian
merupakan keadaan hipertonisitas, atau hiperosmolalitas. Etiologi dari hipernatremia adalah :
a. Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium. Seperti
pada pengeluaran keringat, insesible water loss, diare osmotik akibat pemberian laktulosa
atau sorbitol.
b. Asupan air yang kurang, pada pasien dengan gangguan pusat rasa haus di hipotalamus
akibat tumor dan gangguan vaskuler
c. Penambahan natrium yang berlebihan, seperti pada koreksi asidosis dengan bikarbonat,
atau pemberian natrium yang berlebihan
d. Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel, misalnya setelah latihan fisik berat.
Keadaan hipernatremia akan membuat cairan intraseluler keluar ke ekstraseluler
untuk menyeimbangkan osmolalitas cairan ekstrasel. Hal ini akan membuat terjadinya
pengkerutan sel, dan bila terjadi pada sel saraf sistem saraf pusat, maka akan menimbulkan
disfungsi kognitif, seperti lemah, bingung, sampai kejang.
Gangguan Keseimbangan Kalium
1. Hipokalemia
Penyebab hipokalemia antara lain :
a. Asupan kalium yang kurang. Secara fisiologis, ekskresi kalium di ginjal sebanding dengan
jumlah asupan. Hipokalemia jarang yang hanya disebabkan asupan kalium yang rendah saja.
b. Pengeluaran kalium yang berlebihan. Ekskresi kalium dapat melalui sistem pencernaan,
keringat atau ginjal. Beberapa etiologi ekskresi kalium meningkat adalah muntah, pemakaian
NGT, diare, pemakaian diuretik loop dan tiazid serta hiperaldosteronisme.
Kalium berpindah dari ekstrasel ke intrasel (Redistribusi). Terjadi pada keadaan
alkalosis, pemberian insulin, pemakaian beta 2 agonis, paralysis periodic hypokalemic, dan
hipotermia. Konsentrasi ion kalium pada pada ekstrasel sangat keci dan keadaan ini tidak
tercermin pada jumlah kalium serum. Pada hipokalemia kronik, penurunan kalium serum 1
mmol/L sebanding dengan defisit 200 mmol/L kalium total tubuh, maka perlu dipertahankan
kalium serum > 4 mEq/L.
Defisiensi kalium dapat mempengaruhi berbagai sistem organ, seperti sistem
kardiovaskuler, otot dan ginjal. Hipokalemia dapat menyebabkan hipertensi dan aritmia
ventrikel. Mekanisme terjadinya hipertensi masih belum dapat dijelaskan dengan baik. Akan
tetapi, keadaan ini dihubungkan dengan retensi garam di ginjal, selain akibat berbagai proses
hormonal. Aritmia terjadi akibat membran potensial otot jantung yang terdepolarisasi
sebagian, sehingga terjadi automatisasi, atau akan muncul gelombang u, dan pemanjangan
QT.
Gangguan jantung diperburuk oleh pengobatan digoksin dan pasien dengan iskemia.
Keadaan hipokalemia dapat memeperburuk hiperglikemia pada pasien diabetes, akibat
pengaruh terhadap pelepasan insulin dan sensitivitas organ terhadap insulin. Rabdomiolisis
dapat terjadi sebagai akibat dari hiperpolarisasi sel otot rangka, selain adanya gejala kram,
mialgia, dan mudah lelah. Hipokalemia dapat mempengaruhi keseimbangan asam basa
sistemik, melalui efek terhadap berbagai komponen dari regulasi asam basa di ginjal.
2. Hiperkalemia
Ada 2 mekanisme terjadinya hiperkalemia, yaitu :
a. Kelebihan asupan kalium melalui makanan.
Buahbuahan dan sayursayuran banyak mengandung kalium. Campuran garam dapat
mengandung kalium, dan kelebihan asupan dapat terjadi pada pemberian makanan enteral.
b. Keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel.
Keadaan asidosis metabolik, selain yang disebabkan oleh KAD atau asidosis laktat,
defisisensi insulin, pemakaian beta blocker, dan pseudohiperkalemia akibat pengambilan
sampel darah yang lisis. Kelainan klinik bergantung kepada kadar kalsium, dan
keseimbangan asam-basa.
c. Berkurangnya ekskresi melalui ginjal.
Terjadi pada keadaan hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif pada
CHF dan pemakaian siklosporin. Dewasa ini diketahui pemakaian ACE inhibitor juga faktor
resiko untuk hiperkalemia.
Pada hiperkalemia, terjadi peningkatan kepekaan membran sel, sehingga dengan
sedikit perubahan depolarisasi, potensial aksi dapat dengan mudah terjadi. Hal ini
menimbulkan kelemahan otot sampai paralisis dan gagal nafas. Gejala yang paling buruk
adalah penurunan kecepatan sistem konduksi miokard dan meningkatkan repolarisasi
miokard. Gangguan konduksi akan menimbulkan pemanjangan PR interval, gelombang P
yang mendatar atau QRS kompleks melebar pada EKG. Peningkatan repolarisasi akan
menimbulkan gelombang T yang meninggi ( peaked T waves ), yang merupakan keadaan
yang berisiko terjadinya aritmia.
efek
tulang
yang
akan
meabsorpsi
Ca
dalam
jumlah
besar.
b. Penyebab yang berhubungan dengan Vitamin D yaitu, asupan yang kurang, dan gangguan
absorpsi. Pada keadaan penyakit kritis dan sepsis berat dapat menjadi penyebab.
Pada keadaan hipokalsemia, terjadi peningkatan eksitabilitas saraf di tangan dan
lengan, yang disebabkan oleh hipokalsemia, dan bila iskemia dibuat, yaitu dengan
menggunakan sfigmomanometer, akan muncul twitching. Keadaan in dikenal dengan
Trousseaus Sign. Chovteks Sign dapat muncul dengan cara mengetok pada titik tertentu
pada wajah, yang ditandai dengan adanya respon berupa twitching. Mekanisme terjadinya
adalah adanya stimulasi mekanik langsung serabut motorik wajah. Pada sistem
kardiovaskuler, efek berat hipokalsemia adalah QT memanjang pada dan ST interval yang
memanjang pada EKG.
2. Hiperkalsemia
Pada 90% kasus hiperkalsemia disebabkan oleh keganasan dan hiperparatiroidisme.
Pada keganasan, disekresikan suatu PTH-related peptide yang akan meningkatkan kadar Ca
plasma. Keadaan ini muncul pada 80% kasus hiperkalsemia pada keganasan. Pada 20 %
kasus lainnya, terjadi akibat hiperkalsemia osteolitik, dimana terjadi aktifitas osteoklastik
yang mana terjadi resorpsi tulang di sekitar jaringan tumor. Hal ini terjadi pada tumor dengan
metastase ke tulang.
Hiperkalsemia mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Akan tetapi yang paling
utama adalah sistem saraf pusat dan ginjal. Pada sistem saraf pusat, kalsium memberikan efek
sebagai depresan langsung. Sehingga pada keadaan kalsium yang tinggi, akan terjadi
gangguan psikis berupa ansietas, depresi dan perubahan kepribadian, Pada keadaan lanjut,
dapat menyebabkan penurunan kesadaran, bahkan kematian. Efek pada ginjal adalah
nefrolitiasis akibat dari hiperkalsiuria. Selain itu dapat terjadi poliuria dan polidipsia. Fungsi
ginjal menurun akibat vasokonstriksi renal akibat hiperkalsemia. Efek pada saluran
pencernaan adalah berupa mual, muntah, konstipasi atau diare. Pada kardiovaskler, efek
hiperkalsemia adalah berupa pemendekan QT, pelebaran gelombang t, dan pelebaran QRS
kompleks.
Gangguan Keseimbangan Magnesium
1. Hipomagnesemia
Secara umum, hipomagnesemia terjadi akibat kehilangan pada sistem pencernaan atau
pada ginjal. Asupan yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Hal ini biasa terjadi pada
alkoholik, pemberian nutrisi enteral dalam jangka waktu yang lama atau kelainan
hipomagnesemia genetik. Redistribusi dari intrasel ke ekstra sel terjadi pada keadaan hungry
bone syndrome, hiperadrenergik, pankreatitis akut dan Refeeding syndrome. Gangguan
Sistem Pencernaan seperti pada semua penyakit diare dapat menyebabkan hipomagnesemia.
Gangguan malabsorpsi juga merupakan penyebab, dimana sering merupakan kelainan
genetik.
Ekskresi pada ginjal yang banyak terjadi pada penggunaan diuretik, alkoholik akibat
gangguan reasorbsi, hiperkalsemia, ekspansi volume cairan ekstrasel, dan obat obatan
nefrotoksin seperti aminoglikosida, sisplatin, siklosforin A, dan amfoterisin dan pentamidin.
Barrter Syndrome dan Gitelman Syndrome juga merupakan bagian dari kelompok penyebab
ini, dimana Bartter Syndrome merupakan kelainan pada transporter NaCl pada ansa henle
ginjal, sedangkan Gitelman Syndrome merupakan defek genetik yang berhubungan dengan
transporter NaCl pada tubulus distal ginjal.
2. Hipermagnesemia
Hipermagnesemia dapat terjadi pada keadaan gangguan ginjal terminal, dimana ginjal
tidak dapat lagi mengekskresikan Mg sebagai mana mestinya. Selain itu, dapat juga
disebabkan oleh asupan yang berlebihan, walaupun sangat jarang terjadi. Penyebab paling
banyak adalah akibat penggunaan obatobatan yang mengandung magnesium seperti pada
antasida dan beberapa laksansia. Penyebab lainnya adalah penggunaan litium untuk terapi
maupun diagnostik, hipotiroidisme, penyakit adison, penyakit hipokalsiurik hiperkalsemia,
milk alkali syndrome dan ketoasidosis diabetik. Selain itu, pada keadaan kerusakan jaringan
eksesif, seperti syok, sepsis atau luka bakar, juga dapat menjadi penyebab. Hemolisis juga
dapat menjadi faktor pencetus hipermagnesemia, mengingat kadar Mg eritrosit tiga kali lebih
banyak dari Mg serum.
dari Copenhagen University Hospital, Denmark seperti dilansir dari FoxNewsHealth, Kamis
(10/11/2011), diet rendah garam memiliki efek yang baik dan buruk yang menyebabkan diet
tersebut tidak terlalu berpengaruh. Sehingga diet tersebut memiliki efek yang relatif kecil
terhadap perkembangan penyakit (Ratnadita 2011).
Macam-macam Diet Rendah Garam
a. Diet Rendah Garam I (200-400 mg Na)
Diet tipe ini diberikan pada pasien dengan edema, asites, dan atau hipertensi berat.
Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan lagi garam dapur. Hindari bahan
makanan yang tinggi kadar natriumnya.
b. Diet Rendah Garam II (600-800 mg Na)
Diet tipe ini diberikan pada pasien dengan edema, asites, dan atau hipetensi tidak
terlalu berat. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan sendok the garam
dapur (2 gram). Hindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
c. Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na)
Diet rendah garam tipe 3 diberikan pada pasien dengan edema dan atau hipertensi
ringan. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sendok the garam dapur (4
gram).
Tata Cara dalam Diet Rendah Garam
Membatasi makanan yang mengandung garam dalam mengonsumsi makanan adalah
teori utama yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang menjalani diet rendah garam. Pilihlah
makanan yang rendah akan kandungan natrium. Biasakanlah untuk tidak memakan makanan
instan seperti junk food dan telitilah dalam membeli makanan dalam kemasan. Baca petunjuk
gizi untuk setiap produk yang dibeli; kadar natrium rendah adalah sejumlah 140 mg/sajian
dan kadar natrium tinggi sejumlah 400 mg/sajian (Anonim 2012). Berikut beberapa makanan
yang dapat disajikan dalam diet rendah garam:
Hydrochlorthiazide
Mekanisme Kerja Diuretik
Diuretik bermanfaat dalam pengobatan berbagai penyakit yang berhubungan dengan
retensi abnormal garam dan air dalam kompartemen ekstraseluler tubuh, biasanya dirujuk
sebagai edema. Pada umumnya, diuretik adalah suatu zat yang meningkatkan laju ekskresi
urin oleh ginjal, terutama melalui penurunan reabsorbsi tubular ion natrium dan airnya dalam
tubulus ginjal yang setara secara osmotik. Penimbunan cairan berlebih dalam kompartemen
ekstraseluler dapat disebabkan oleh kegagalan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal, toksemia
kehamilan, atau akibat sampingan obat.
Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, yakni di:
a. Tubuli proksimal
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorbsi secara aktif untuk
lebih kurang 70 %, antara lain ion Na dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena
reabsorbsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap
isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis bekerja di sini dengan merintangi reabsorbsi air
dan juga natrium.
b. Lengkungan Henle
Di bagian menaik Henles loop ini ca 25 % dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi
direabsorbsi secara aktif, disusul dengan reabsorbsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air,
hingga filtrat menjadi hipnotis. Diuretika lengkungan terutama bekerja di sini dengan
merintangi transpor Cl- dan demikian reabsorbsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga
diperbanyak.
c. Tubuli distal
Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorbsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat
menjadi lebih cair dan lebih hipnotis. Senyawa thiazid dan klortalidon bekerja di tempat ini
dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5 - 10 %. Di bagian kedua segmen ini,
ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+; proses ini dikendalikan oleh hormon anakginjal aldosteron. Antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium
(amilorida, triamteren) bertitik kerja di sini dengan mengakibatkan ekskresi Na+ (kurang dari
5 %) dan retensi K+.
d. Saluran pengumpul.
Hormon antidiuretik ADH (vasopresin) dari hipofisis bertitik kerja di sini dengan jalan
mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel - sel saluran ini.
hipertensi
secara
farmakologis
dapat
digunakan
obat-obatan
Atenolol.
Penghambat simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis. Contoh obat yang
termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah: Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin.
Penghambat Angiotensin Converting Enzim (ACE)
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini
adalah Kaptopril.
Penghambat reseptor Angiptensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk
dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan).
Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan
Verapamil.
Penggolongan Obat-obatan Diuretik
a. Diuretik lengkungan : furosemid, bumetanida, dan etakrinat.
Obat - obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan
pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memperlihatkan kurva
dosis-efek curam, artinya bila dosis dinaikkan efeknya (diuresis) senantiasa bertambah.
b. Derivat thiazid: hidroklorothiazid, klortalidon, mefrusida, indapamida, xipamida
(Diurexan), dan klopamida.
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan pada
terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Obat-obat ini memiliki kurva
dosis-efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi, efeknya (diuresis, penurunan
tekanan darah) tidak bertambah.
c. Diuretika penghemat kalium: antagonis aldosteron (spironalokton, kanrenoat), amilorida,
dan triamteren.
Efek obat-obat ini hanya lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika
lainnya guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorbsi Na dan
ekskresi K; proses ini sihambat secara kompetitif (saingan) oleh antagonis aldosteron.
Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal hanya lemah efek ekskresinya mengenai
Na dan K. Tetapi, pada penggunaan diuretika lengkungan dan thiazid, yang mengekskresi
kalium dengan kuat, zat-zat penghemat kalium ini menghambat ekskresi K dengan kuat
pula. Mungkin juga ekskresi dari magnesium.
d. Diuretika osmotis : manitol dan sorbitol.
Obat-obat ini hanya direabsorbsi sedikit oleh tubuli, hingga reabsorbsi air juga terbatas.
Efeknya adalah diuresis osmotis dengan ekskresi air tinggi dan relatif sedikit ekskresi Na.
Terutama manitol, hanya jarang digunakan sebagai infus intravena untuk menurunkan
cairan dan tekanan intraokuler, juga untuk menurunkan volume cairan serebrospinal dan
tekanan intrakranial.
e. Perintangkarbonat hidrase : asetazolamida.
Zat ini merintangi enzim karbonat anhidrase di tubuli proksimal, sehingga di samping
karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air.
Hidroklorotiazid
timbulnya
gejala
kelemahan
jantung
dan
peningkatan
tensi.
Efek samping :
a. Hipokalemia : yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretik dengan titik kerja di
bagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion-K+ karena ditukarkan dengan ion Na
akibatnya kadar kalium plasma dapat turun di bawah 3,5 mmol/liter. Gejala kekurangan
kalium ini berupa kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga
aritmia jantung tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata. Pemakaian HCTZ hanya sedikit
menurunkan kadar kalium.
b. Hiperurikemia : terjadi akibat retensi asam urat. Menurut dugaan, hal ini disebabkan oleh
adanya persaingan antar diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di tubuli.
c. Hiperglikemia : dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi akibat
dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan.
d. Hipernatriemia : kekurangan natrium dalam darah. Gejalanya berupa gelisah, kejang otot,
haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps.
Obat-obat diuretik bekerja dengan cara memblok reabsorpsi Na+ (termasuk reabsorpsi
Cl- ) pada tubulus distal dengan menghambat ikatan membran luminal Na+/Cl- cotransport
sistem. Pada kondisi normal, terjadinya reabsorpsi Na+ Cl- dengan mekanisme sebagai
berikut : pada tubulus distal, adanya cotransport NaCl akan memindahkan NaCl dari cairan
luminal menuju ke sel tubulus distal. Cairan luminal Cl akan dipindahkan ke atas, sedangkan
cairan luminal Na akan dipindahkan ke bawah oleh cotransporter tersebut. Reabsorpsi na
terjadi secara lengkap ketika ikatan membran antiluminal Na K+-ATPase diaktifkan akan
memompa Na memasuki ke interstitium melalui antiluminal membran. Cl yang terdapat
dalam intraseluler akan berpindah ke interstitium melalui saluran yang terdapat di membran
antiluminal. Hidroklorotiazid akan menghambat reabsorpsi Na pada cotransporter NaCl di
membran luminal. Penghambatan reabsorpsi ini akan mengurangi tekanan osmotic pada
ginjal, sehingga lebih sedikit air yang direabsorpsi oleh collecting duct. Ini akan memacu
peningkatan urin.
Penurunan Na+ di otot polos menyebabkan penurunan sekunder pada Ca2+
intraseluler sehingga otot menjadi kurang responsif. Hal ini akan menyebabkan relaksasi otot
polos arteriol sehingga akan menurunkan resistensi perifer yang menyebabkan penurunan
tekanan darah.
IX.KESIMPULAN
Wanita tua (63 tahun) mengalami hipertensi ringan yang disebabkan karena
menurunnya fungsi kerja organ tubuh, diberikan dua perlakuan yaitu diet rendah garam
(namun dampak langsung belum terlihat dalam jangka pendek) dan dilanjutkan dengan
pemberian HCT dosis 25 mg/hari, yang keduanya memberikan dampak hiponatremia dan
peningkatan laju ekskresi urin sehingga cairan elektrolit tubuh banyak yang terbuang bersama
urin dan menyebabkan keseimbangan sistem cairan tubuh terganggu yang menjadi penyebab
terjadinya lethargis pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012.
Low
Sodium
Diet
Guidelines.
Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
http://books.google.co.id/books?
id=0dRhHnfPpBgC&pg=PA245&lpg=PA245&dq=hipokloremia&source=bl
&ots=QYI83GEY0w&sig=Bb1lx0BrQQlrYtQLx6Of4Y28vSk&hl=id&sa=X&ei
=7uGWT8qICcXTrQeh9NDUDQ&ved=0CCcQ6AEwAg#v=onepage&q=hipo
kloremia&f=false
http://binfar.depkes.go.id/download/BUKU_SAKU_HIPERTENSI.pdf
http://desi77.wordpress.com/2011/03/27/diagnosis-dan-penatalaksanaankeseimbangan-elektrolit/
http://ilmu-kedokteran.blogspot.com/2007_11_01_archive.html
http://medicastore.com/penyakit/287/Hiponatremia_kadar_natrium_darah_yang_rendah.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf
http://www.dexa-medica.com/images/manajemen_hipertensi.pdf
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_169Dietrendah.pdf/13_169Dietrendah.pdf
http://www.naturindonesia.com/diet-sehat/93-diet../572-diet..hipertensi.pdf
http://www.rssemengresik.co.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=30&Itemid=25
http://www.scribd.com/doc/36688489/HCT-AntiHipertensi-baru