Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN

TUTORIAL BLOK VII

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1

Anggota Kelompok
Maulia Wisda Era Chresia

04111001010

Rizky Permata Sari

04111001013

Melinda Rachmadianty

04111001014

Fitri Hidayati

04111001015

Clara AdeliaWijaya

04111001020

Lismya Wahyu Ningrum

04111001023

Mentari Indah sari

04111001024

Johannes Lie

04111001038

Zhazha Savira Herprananda

04111001081

Birgitta Fajarai

04111001090

Aini Nur Syafaah

04111001092

Randa Deka Putra

04111001141

Tutor : Dr. Mutiara Budi Azhar, SU, Mmed, Sc

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Laporan
Tutorial Skenario D Blok 7 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar

ii

Daftar Isi

iii
Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri

I.
Skenario
1
II.
Klarifikasi Istilah
1
III.
Identifikasi Masalah
2
IV.
Analisis Masalah
2
V.
Keterkaitan Antar Masalah
20
VI.
Learning Issue...20
VII. Sintesis
21
VIII. Simpulan
73
Daftar Pustaka

I.

SKENARIO D (BLOK 7) Tahun 2012

Seorang wanita tua, umur 63 tahun, datang ke Puskesmas untuk pemeriksaan


kesehatan rutin. Pada pemeriksaan didapati hipertensi ringan (tekanan darahnya 155/90
mmHg). Dia dianjurkan untuk diet rendah garam, tetapi setelah satu bulan kemudian tekanan
darahnya tidak turun. Maka dokter memberinya hydrochlorthiazide (HCT) 25 mg/hari. Satu
minggu kemudian dia datang kembali ke Puskesmas dengan lethargis.
Pemeriksaan fisik, didapati keadaan umum pasien lemah. Tekanan darahnya 130/80
mmHg dan berat badannya turun 2,5 kg dari seminggu sebelumnya. Pemeriksaan lain tidak
menunjukkan adanya kelainan dan tidak ditemukan kelainan-kelainan neurologis.
Pemeriksaan laboratorium didapati :
a.Ureum 20 mg/dl (9-25)
b.Creatinin 1,2 mg/dl (0,8-1,4)
c.Na+ 132 mE/l (136-142)
d.K+ 3,5 (3,5-5)
e.Cl- 90 mE/l (98-108)

II. KLARIFIKASI ISTILAH


a. Hipertensi Ringan

: Tingginya tekanan darah arteri secara persisten, lebih

tinggi dari keadaan normal dengan diastolik 90-104 mmHg, sistolik 140-159 mmHg
b. Diet Rendah Garam
: Diet yang mengandung sangat sedikit kalium klorida,
sering diberikan untuk penderita hipertensi dan keadaan edema
c. Hydrochlorthiazide
: Diuretik dan antihipertensi yang efektif per oral
d. Lethargis
: Penurunan tingkat kesadaran ditandai dengan lesu,
mengantuk dan apati
e. Kelainan Neurologis

menyangkut sistem saraf


f. Ureum

: Suatu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam

Perbedaan

yang

menyimpang

dari

biasanya

cairan ekstra sel tetap pada akhirnya dipekatkan (dan dieskresi) dengan rumus
molekul CO(NH2)2
g. Kreatinin

: Bentuk anhidrida keratin, hasil akhir metabolism

fosfokreatin; pengukuran laju eskresi urin dipakai sebagai indicator diagnostic fungsi
ginjal dan massa otot

III. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Seorang wanita tua, 63 tahun datang ke puskesmas dengan hasil pemeriksaan TD
155/90 mmHg
2. Dia dianjurkan untuk diet rendah garam, tetapi setelah 1 bulan kemudian tekanan
darahnya tidak turun
3. Dokter memberikan HCT 25 mg/hari, namun satu minggu kemudian dia datang
kembali ke puskemas dengan lethargis
4. Pemeriksaan fisik : a. Keadaan umum pasien lemah
b. TD 130/80 mmHg
c. BB turun 2,5 Kg
d. Pemeriksaan lain tidak menunjukkan adanya kelainan dan
tidak ditemukan kelainan-kelainan neurologis
5. Pemeriksaan Laboratorium didapati : a. Ureum 20 mg/dl (9-25)
b. Creatinin 1,2 mg/dl (0,8-1,4)
c. Na+ 132 mE/l (136-142)
d. K+ 3,5 (3,5-5)
e. Cl- 90 mE/l (98-108)

IV. ANALISIS MASALAH


1. Seorang wanita tua, 63 tahun datang ke puskesmas dengan hasil pemeriksaan TD
155/90 mmHg
a. Berapa TD normal usia 63 tahun ?
Tabel Klasifikasi Hipertensi pada Anak-Anak dan Dewasa
Kelompok Umur
<2 tahun

Normal
< 104/70

Hipertensi
> 112/74

3-5 tahun

< 108/70

> 116/76

6-9 tahun

114/74

122/78

10-12 tahun

122/78

> 126/82

13-15 tahun

130/80

> 136/86

16-18 tahun

136/84

> 140/90

20-45 tahun

120-125/75-80

135/90

45-65 tahun

135-140/85

140-160/90-95

>65 tahun
150/85
Sumber: Bullock, 1996: Battegay, dkk, 2005

160/90 (borderline)

b. Jelaskan bagaimana hubungan TD dengan umur dan jenis kelamin ?


Hubungan tekanan darah dengan Usia

200
Tekanan(mmH
150
g)
100

: Diastolik
: Sistolik
: Rata-rata

50

40
6
80
o
Umur
0
(tahun)
Gambar di atas memperlihatkan perkiraan nilai normal tekanan arteri sistolik dan
0
o

2
0

diastolik pada berbagai umur. Peningkatan yang progresif pada tekanan seiring
dengan berjalannya usia adalah akibat dari pengaruh penuaan terhadap mekanisme
kontrol tekanan darah. Ginjal bertanggung jawab untuk pengaturan jangka panjang
terhadap tekanan arteri, ginjal memperlihatkan perubahan yang nyata seiring dengan
berjalannya usia terutama setelah usia 50 tahun. Sedikit peningkatan tambahan dari
tekanan sistolik yang biasanya terjadi setelah usia 60 tahun adalah akibat dari
kekakuan arteri karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah
sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik
meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada
usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan
tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah
berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus menurun.
Hubungan tekanan darah dengan jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. 19 Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit
hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses
ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai
dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 4555 tahun.
c. Jelaskan macam-macam hipertensi ?
Jenis-jenis hipertensi
1. Berdasarkan tinggi rendahnya tekanan sistolik dan diastolik
Klasifikasi tekanan darah untuk Dewasa usia 18 tahun atau lebih
Kategori
Normal
Normal Tinggi
Hipertensi
- Tingkat 1 (ringan)
- Tingkat 2 (sedang)
- Tingkat 3 (berat)

Sistolik (mmHg)
<130
130-139

Diastolik ( mmHg)
<85
85-89

140-159
160-179

90-99
100-109

180

110

2. Berdasarkan penyebab
a. Hipertensi primer
Yaitu belum diketahui faktor penyebabnya secara jelas, beberapa faktor yang
mungkin turut berperan yaitu, umur, stress psikologis, herediter (keturunan)
b. Hipertensi sekunder
Yaitu hipertensi yang telah diketahui ada penyebabnya. Yang tergolong hipertensi
sekunder antara lain
- Hipertensi karena adanya gangguan ginjal. Terjadi akibat gangguan baik pada
pembuluh darah yang mensuplai darah ke ginjal (hipertensi renovaskular)
-

maupun sel-sel ginjal itu sendiri (hipertensi renal)


Hipertensi akibat gangguan pembuluh darah. Dari hipertensi primer yang
belum diketahui penyebabnya, bisa merusak organ ginjal yang dapat membuat

hipertensinya semakin parah (hipertensi sekunder). Begitu juga sebaliknya,


hipertensi sekunder bisa memperparah hipertensi dengan rusaknya ginjal. Jika
hipertensi sekunder karena pembuluh darah di ginjal, koreksi harus segera
dilakukan agar tidak menjadi masalah yang kompleks di kemudian hari.
d. Bagaimana patofisiologi dari hipertensi ringan ?
Patofisiologi berhubungan dengan Angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis

penting

dalam

mengatur

tekanan

darah.

Darah

mengandung

angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi


oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama
adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua
adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Patofisiologi Umum

Bagan patofisiologi hipertensi

Renin

Angiotensin 1

Angiotensin I Converting Enzyme


(ACE)
Angiotensin 2

Meningkatnya
sekresi ADH rasa
haus

Urin sedikit > pekat &


osmolaritas

mengentalkan
Volume darah

Stimulasi sekresi aldosteron dari


korteks adrenal

ekskresi NaCl (garam) dengan


mereabsorpsinya di tubulus ginjal

konsentrasi NaCl di
pembuluh
darah
volume darah

tekanan darah
Diencerkan dengan volume
ekstraseluler
2. Dia dianjurkan untuk diet rendah garam, tetapi setelah 1 bulan kemudian tekanan
tekanan darah
Menarik cairan intraseluler >ekstraseluler

darahnya tidak turun


a. Mengapa wanita ini dianjurkan untuk diet rendah garam ?
Garam dapur merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang
minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah

jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 1520%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium lebih
mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah
(Sheps, 2000).
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi.
Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah
edema dan penyakit jantung ( lemah jantung ). Adapun yang disebut rendah garam bukan
hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau
natrium ( Na).Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet
rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat zat gizi, baik
kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium ( Gunawan, 2001).
Diet rendah natrium memiliki manfaat untuk mengontrol tekanan darah pada pasien
hipertensi. pemberian diit rendah natrium meningkatkan FMD (flow-mediated dilatation)
secara bermakna dibandingkan dengan diet garam sehari-hari dengan nilai 4.89 2.42% vs
3.37 2.10% (p=0.001). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa diet rendah garam
memperbaiki fungsi endotel pembuluh darah. Diet rendah garam juga disertai dengan
penurunan tekanan darah secara bermakna dibandingkan dengan diet garam sehari-hari.
Perbandingan tekanan darah sistolik pada kelompok pasien yang diberikan diit rendah
natrium dengan kelompok pasien yang diberikan diit natrium sehari- hari adalah 112 11
mm Hg vs 117 13 mmHg, (p=0.02)
Ekskresi natrium 24 jam juga berkurang secara bermakna pada kelompok dengan diit
rendah garam dibandingkan dengan kelompok pasien dengan diet garam sehari-hari, dengan
nilai 64.1 41.3 mmol vs 156.3 56.7 mmol, (p=0.0001).

Adapun mekanisme pengaruh kadar garam yang tinggi terhadap peningkatan tekanan
darah melalui diet rendah garam adalah
kadar garam tinggi

peningkatan volume cairan ekstraseluler ( lebih ke osmolaritas)

Peningkatan volume darah


rata rata

peningkatan tekanan pengisian sirkulasi

peningkatan alir balik darah vena ke jantung

curah jantung

kenaikan

peningkatan tekanan arteri

Kenaikan tahanan perifer total


(autoregulasi)
Skema menunjukkan bahwa seluruh mekanisme yang mengakibatkan kenaikan
volume ekstraseluler akan meningkatkan tekanan arteri. Penelitian percobaan juga
menunjukkan bahwa kenaikan asupan garam seangat berperan dalam dalam peningkatan
tekanan arteri daripada kenaikan asupan air. Penyebabnya karena air secara normal
diekskresikan oleh ginjal hampir secepat asupannya, tetapi garam tidak dieksresikan sebegitu
mudah.
Jadi karena alasan yang penting itulah, jumlah garam yang terakumulasi dalam tubuh
merupakan penentu utama terhadap volume cairan ekstraseluler. Karena peningkatan sedikit
saja pada cairan ekstraseluler dan volume darah dapat meningkatkan tekanan arteri.

b. Bagaimana pola makan seseorang yang menjalani diet rendah garam ?


Diet rendah garam dibagi menjadi beberapa tingkatan, sesuai dengan kondisi
penderitanya, yaitu;

1. Diet

rendah

garam

tingkat

tinggi

(200-400

mg

Na)

Diet ini diberikan kepada penderita hipertensi berat. Garam dapur sama sekali tidak
boleh ditambahkan ke dalam makanan yang disajikan.
2. Diet
rendah
garam
tingkat
II
(600-800

mg

Na)

Pada diet ini penambahan garam hanya 1/2 sdt atau 2gr.
3. Diet
rendah
garam
tingkat
III
(1000-1200

mg

Na)

Diet ini diberikan pada penderita hipertensi ringan. Dalam diet ini, 1 sdt atau 4gr
garam dapur boleh ditambahkan dalam pengolahan makanan.
Seperti yang sudah disinggung, garam yang didapat tubuh tidak hanya berasal dari
garam dapur, namun juga dari bahan makanan yang kita makan termasuk juga bumbu-bumbu
pengolah makanan. Nah, berikut ini akan dijelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan
tidak dianjurkan bagi penderita hipertensi
- Sumber Karbohidrat
Dianjurkan; Beras, kentang, singkong, terigu, tapioka hungkwe, gula, makanan yang diolah
dari bahan tersebut tanpa garam dapur atau soda
Tidak Dianjurkan; Makanan yang diolah dari sumber hidrat arang dengan penambahan garam
dapur, baking powder atau soda kue seperti roti, biskuit, mie, bihun, makaroni dan kue
kering.
- Sumber Protein Hewani
Dianjurkan; Daging dan ikan maksimal 100gr/hari. Kemudian telur maksimal 1 butir/hari,
susu maksimal 200gr/hari
Tidak Dianjurkan: Otak, ginjal, lidah, sarden, daging, ikan, susu dan telur yang diawetkan
dengan garam dapur seperti daging asap, sosis, ham, bacon, dendeng, abon, keju, ikan asin,
kornet, ikan kalengan, ebi, udang kering, telur asin dan ikan pindang.
- Sumber Protein Nabati
Dianjurkan; Semua kacang-kacangan dan hasil olahannya dengan catatan tanpa garam dapur
saat pengolahannya.
Tidak Dianjurkan; Kacang-kacangan dan hasil olahannya yang diolah dengan menggunakan
garam dapur. Kemudian selanjutnya adalah keju.
- Sayuran
Dianjurkan; Semua sayuran segar, sayuran yang diawetkan tanpa garam dapur dan benzoat.
Tidak Dianjurkan; Sayuran yang dimasak dan diawetkan dengan garam dapur dan lain ikatan
natrium, seperti sayuran dalam kaleng, sawi asin, acar dan asinan.

- Buah-Buahan
Dianjurkan; Semua buah-buahan segar, buah yang diawetkan tanpa garam dapur dan natium
benzoat.
Tidak Dianjurkan; Buah-buahan yang diawetkan dengan garam dapur dan lain ikatan
natrium, seperti buah dalam kaleng.
- Lemak
Dianjurkan; Minyak goreng, margarine, mentega tanpa garam
Tidak Dianjurkan; Margarine dan mentega yang mengandung garam tinggi
- Minuman
Dianjurkan; teh, kopi
Tidak Dianjurkan; Minuman ringan, cokelat, cafein dan alkohol
- Bumbu
Dianjurkan; Semua bumbu kering yang tidak mengandung garam dapur dan sumber natrium
lain
Tidak Dianjurkan; Garam dapur untuk diet rendah garam tingkat tinggi. Kemudian backing
powder, soda kue, vetsin, kecap, terasi, maggi, saus tomat, petis dan tauco
Intinya, dengan pola hidup sehat dan diet yang benar, hipertensi bisa dikendalikan dan
kenaikan tekanan darah dapat dicegah.
c. Mengapa setelah 1 bulan TDnya tidak turun walaupun sudah mengonsumsi diet rendah
garam ?
Pembatasan jumlah cairan, ataupun pemberian cairan / air minum lebih daripada biasanya
kepada penderita, juga ternyata tidak ada pengaruhnya terhadap tekanan darah.
Diet rendah garam umumnya dianjurkan bagi penderita tekanan darah tinggi. Akan tetapi
banyak ahli kedokteran yang masih meragukan efek diet rendah garam itu terhadap
penurunan tekanan darah. Lebih-lebih jika kandungan natrium dalam diet penderita di atas
250 gram sehari. Jadi agar diet rendah garam itu membawa pengaruh berupa penurunan
tekanan darah, maka kandungan natrium dalam diet harus berkisar antara 200 250 mg
sehari.
Jika digunakan diet Kempner dengan kadar natrium sekitar 200 mg, diet itu harus
diberikan untuk jangka waktu yang lama. Karena itu, penderita hipertensi, sungguhpun ia
sudah menjalani diet pantang garam, masih juga memerlukan obat-obatan untuk menurunkan
tekanan darah.

Selain efek dari diet rendah garam ini yang relatif lama, adanya ketidakmampuan
tubuh, khususnya ginjal( yang berperan dalam regulasi cairan )untuk mengkompensasi
kenaikan tekanan arteri dengan peningkatan retensi air dan garam, sehingga cairan dapat
dikeluarkan dari tubuh, juga menjadi salah satu penyebab gagalnya diet rendah garam yang
dilakukan wanita tersebut. Faktor usia lanjut yang menyebabkan penurunan fungsi fungsi
organ tubuh dianggap paling mungkin menjadi penyebabnya. Karena sebenarnya pada
keadaan normal, meningkat atau menurunnya volume cairan ektraseluler dapat diatur oleh
ginjal dengan bantuan renin angiotensin yang bekerja sebagai berikut :
Peningkatan asupan garam

peningkatan volume ekstraseluler

Peningkatan tekanan arteri

penurunan renin dan angiotensin

Penurunan retensi air dan garam dalam ginjal


ekstraseluer hampir ke nilai normal

pengembalian volume
pengembalian tekanan arteri hampir ke nilai

normal
Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara :
Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekana darah ke normal.
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga
volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut
renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu
pelepasan hormon aldosteron
Namun jika fungsi ginjal telah mengalami penurunan, makan mekanisme kompensasi
ginjal untuk mengeluarkan banyak cairan ekstraseluer agar terbentuknya kesetimbangan
osmolaritas acairan seperti pada skema di atas juga akan mengalami penurunan bahkan sulit
terjadi, oleh karena itu untuk beberpa kasus hipertensi, anjuran diet rendah garam saja tidak
akan cukup untuk menurunan tekanan darah. Tapi harus disertai pemberian beberapa obat
antihipertensi atau obat deuritik yang dapat membantu peningkatan ekresi cairan oleh ginjal
3. Dokter memberikan HCT 25 mg/hari, namun satu minggu kemudian dia datang
kembali ke puskemas dengan lethargis
a. Jelaskan fungsi dan komposisi HCT !

-Fungsi :
F u n g s i H C T i a l a h m e n i n g k a t k a n e k s k r e s i natrium, clorida dan sejumlah
air sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Obat ini bekerja dengan
menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal. Sistem transport
ini dalam keadaan normal berfungsi membawa Na+ dan Cl- dari lumen ke dalam sel
epitel tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan ke luar tubulus dan ditukar dengan K+,
sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Jika transport bersama Na-Cl pada
hulu tubuli distal tersebut dihambat maka reabsorbsi Na-Cl berkurang dan
ekskresi meningkat. M e n i n g k a t n y a e k s k r e s i natrium, clorida dan sejumlah
air menyebabkan volume darah dan cairan ekstraseluler menurun. Akibatnya terjadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah.

-Komposisi :
Komposisi utamanya hydrochlorthiazide.
Nama & Struktur Kimia : 6-chlorio-3.4 dihydro-2-H-1.2.4 benzothiadizine-7sulphonamide-1.1 dioxide. C7H8ClN3O4S2 - Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal berwarna
putih atau hampir putih, sangat sedikit larut dalam air, larut sebagian dalam alkohol, larut
dalam aseton.
b. Mengapa HCT diberikan 25 mg/hari ?
Pasien lanjut usia perlu diberi dosis 12,5 - 25 mg sekali sehari.Dalam rangka
menurunkan tekanan darah, sebisa mungkin perlu diperhitungkan berbagai efek samping
yang kemungkinan akan sangat mengganggu pasien, terutama diuretik. Pemberian diuretik
harus dimulai dari level rendah, misalnya Hydrochlorotiazide (HCT) 12.5 mg atau yang
setara dengannya. Jika angka ini dinilai kurang efektif, tidak langsung menambah dosisnya,
tapi dikombinasikan dengan pemberian dosis rendah CCB, beta blocker, ACE-inhibitor, atau
ARB (angintensin receptor blocker). Pada beberapa keadaan penggunaan obat selain diuretik
sebagai terapi inisial boleh dilakukan, asalkan sesuai indikasi.
c. Adakah hubungan pemberian HCT dengan lethargis ? Jelaskan !

Ada, HCT 25 mg menyebabkan reabsorbsi Na sehingga eksresi Natrium , Clorida di


ginjal dan cairan tubuh meningkat oleh karena itu terjadi dehidrasi karena banyak cairan yang
keluar sehingga volume darah menurun dan impuls (asupan oksigen) ke otak juga menurun
sehingga terjadi Lethargis.
Hidroklorotiazida adalah diuretik tiazida, yang meningkatkan ekskresi natrium,
klorida dan sejumlah air. Obat ini dapat diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna.
Hidroklorotiazida selain berefek sebagai diuretik, juga menyebabkan vosodilatasi pembuluh
darah arteriol,sehingga dapat menurunkan tekanan darah pada kasus hipertensi.
d. Jelaskan patofisiologi lethargis !
Terjadi karena 2 faktor berdasarkan skenario :
1. Diet rendah garam dengan mengurangi asupan garam yg sedikit, menyebabkan Na Cl
menurun terjadi hiponatremia dan hipochloremia, sehingga terjadi lethargis.
2. Karena pemberian HCT 25mg maka reabsorbsi Natrium menurun sehingga eksresi
Natrium , Clorida di ginjal dan cairan tubuh meningkat oleh karena itu terjadi
dehidrasi karena banyak cairan yang keluar sehingga volume darah menurun dan
impuls ke otak juga menurun sehingga terjadi Lethargis.
4.Pemeriksaan fisik :

a. Keadaan umum pasien lemah


b. TD 130/80 mmHg
c. BB turun 2,5 Kg
d. Pemeriksaan lain tidak menunjukkan adanya kelainan
dan tidak ditemukan kelainan-kelainan neurologis

Mengapa keadaan umum pasien lemah , BB pasien menurun dari seminggu sebelumnya, dan
TD pasien menurun ? Adakah hubungan ketiga hasil pemeriksaan di atas ?

5. Pemeriksaan Laboratorium didapati

a. Ureum 20 mg/dl (9-25)


b. Creatinin 1,2 mg/dl (0,8-1,4)
c. Na+ 132 mE/l (136-142)
d. K+ 3,5 (3,5-5)
e. Cl- 90 mE/l (98-108)

Bagaimana interpretasi pada hasil pemeriksaan laboratorium ?

Kreatinin serum normal:


a. Perempuan
: 0.5-1.3 mg/dl
b. Laki-laki : 0.7-1.5 mg/dl
Kreatinin merupakan hasil metabolisme fosfokreatin dalam pembentukan ATP di otot
yang dibuang melalui ginjal (Scanlon & Sanders 2007). Jumlah kreatinin dieksresikan dari
tubuh tergantung dengan masa otot atau tingkat metabolisme. Pembentukan kreatinin harian
umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degenerative
(penuaan) (Sudoyo dkk 2009) yang menyebabkan kerusakan masif pada otot. Pada kadar
kreatinin serum pasien, tidak terdapat abnormalitas pada kadar kreatinin sehingga tidak ada
kerusakan masif pada otot akibat degenerative (penuaan)
Ureum serum normal : 0.8-1.4 mg/dl
Salah satu fungsi hati adalah memproses metabolisme protein setelah diserap dari
saluran cerna. Hasil dari metabolisme protein ini adalah ureum. Urea berdifusi bebas masuk
ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan
(Sherwood 2011). Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari
makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya

berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena
mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila
kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Pada Pemeriksaan
laboratorium tidak terdapat adanya indikasi abnormalitas pada kadar ureum sehingga bisa
diidentifikasi tidak adanya kerusakan pada sistem gastrointestinal.
VI. KETERKAITAN ANTARMASALAH
Wanita Tua (63 tahun) dengan hipertensi ringan (TD 155/90 mmHg)
Dianjurkan diet rendah garam oleh dokter namun setelah satu bulan TD tidak turun
Diberi HCT 25 mg/hari
Setelah 1 minggu, mengalami Lethargis (penurunan tingkat kesadaran)

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Fisik

a. Ureum 20 mg/dl (9-25)

a. Keadaan umum pasien lemah

b. Creatinin 1,2 mg/dl (0,8-1,4)

b. TD 130/80 mmHg

c. Na+ 132 mE/l (136-142)

c. BB turun 2,5 Kg

d. K+ 3,5 (3,5-5)

d. Pemeriksaan lain tidak menunjukkan adanya


kelainan dan tidak ditemukan kelainankelainan neurologis

e. Cl- 90 mE/l (98-108)

VII. LEARNING ISSUE


1. Patofisioloigi Hipertensi
2.HCT (Hydroclortiazide)
3.Keseimbangan Cairan Tubuh
4.Diet Rendah Garam dan Letargis
VIII. SINTESIS

Kerangka Konsep
Usia Wanita (63 Tahun)
Penurunan fisiologi organ tubuh

Elastisitas Pembuluh darah menurun

Penurunan fungsi dan massa ginjal

Pembuluh darah menjadi kaku disertai penyempitan pembuluh darah

Ginjal mengalami penurunan kemampuan untuk eskresi garam


CES meningkat

Volume darah meningkat


Tekanan pengisian sirkulasi rata-rata meningkat
Aliran balik vena ke jantung meningkat
Curah jantung meningkat
Tahanan perifer total meningkat (autoregulasi)
Hipertensi ringan TD (150/90mmHg)

Diet rendah garam

HCT 25 mg/hari
Penghambatan kotranspor Na+ dan Cl- di membrane luminal
sel tubulus distal
Reabsorbsi Na+ menurun
Eskresi Na+ meningkat
Hiponatremia

Aktifitas saraf dan otot menurun

Ekskresi air oleh ginjal meningkat

Volume CES menurun

Urin meningkat

Volume darah menurun

Dehidrasi

Curah jantung menurun

BB Turun

Tekanan darah menurun

Lethargis

LEARNING ISSUE
HIPERTENSI
Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare,
2001). Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan
tekanan darah seseorang berada pada tingkatan di atas normal. Jadi tekanan di atas dapat
diartikan sebagai peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang
disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam
mempertahankan tekanan darah secara normal (Hayens, 2003).
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu hipertensi esensial
(primer) dan hipertensi skunder.
-

Hipertensi esensial (primer)


Merupakan tipe yang hampir sering terjadi 95 persen dari kasus terjadinya
hipertensi. Hipertensi esensial (primer) dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya
hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan.
Faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya hipertensi model ini antara lain :
karena kelebihan asupan garam atau rusaknya kemampuan ginjal dalam
mengeluarkan garam, hiperaktifnya sistem syaraf simpatis atau tidak sensitifnya
ujung syaraf sensoris arteri utama leher (Carotid baroreceptor) sehingga tubuh
kurang responsive terhadap perubahan volume darah atau naiknya level natrium
dan kalsium antar selular, yang berakibat meningkatnya tegangan otot halus.
Hipertensi primer ini sering tanpa gejala.

hipertensi sekunder
Berkisar 5 persen dari kasus hipertensi. Hipertensi sekunder disebabkan oleh
kondisi medis lain (misalnya penyakit jantung) atau reaksi terhadap obat-obatan
tertentu (Palmer, 2007).

Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik dalam satuan mmHg dibagi menjadi beberapa stadium.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi


Kategori
Normal
Hipertensi perbatasan
Hipertensi Ringan (stadium 1)
Hipertensi Sedang (stadium 2)
Hipertensi Berat (stadium 3)
Hipertensi Maligna (stadium 4)

Tekanan Darah Sistolik


Di bawah 130 mmHg
130-139 mmHg
140-159 mmHg
160-179 mmHg
180-209 mmHg
210 mmHg atau lebih

Tekanan Darah Diastolik


Di bawah 85 mmHg
85-89 mmHg
90-99 mmHg
100-109 mmHg
110-119 mmHg
120 mmHg atau lebih

Patofisiologi berhubungan dengan Angiotensin


Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin
I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting
dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui
dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Bahaya Hipertensi
Hipertensi apabila tidak disembuhkan maka dalam jangka panjang dapat
menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang mendapatkan suplai
darah darinya seperti jantung, otak dan ginjal (Hayens, 2003). Penyakit yang sering timbul
akibat hipertensi adalah stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal (Ina, 2008).
Pada organ jantung, hipertensi adalah faktor resiko pendukung terbesar di seluruh
dunia terhadap kejadian penyakit pembuluh darah jantung (Ezzati et al., 2003 dalam Kaplan,
2006). Infokes (2007) mengatakan bahwa hipertensi adalah salah satu penyebab kematian
nomor satu, secara global. Komplikasi pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat
menyebabkan penyakit jantung koroner, imfark (penyumbatan pembuluh darah yang
menyebabkan kerusakan jaringan) jantung, stroke, gagal ginjal dan angka kematian yang
tinggi. Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa hipertensi berdampak negatif pada organ-organ
tubuh bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dapat
dilakukan dengan dua jenis yaitu penatalaksanaan farmakologis atau dan penatalaksanaan
non farmakologis. Pengobatan hipertensi juga dapat dilakukan dengan terapi herbal.

a. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan

farmakologis

adalah

penatalaksanaan

hipertensi

dengan

menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti hipertensi. Ada berbagai macam
jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis, yaitu :
-

Diuretik
Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui
kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya
pompa jantung lebih ringan (Dalimartha, et al, 2008). Menurut Hayens (2003),
diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara megurangi jumlah air dan garam
di dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah
secara perlahan-lahan mengalami penurunan karena hanya ada fluida yang sedikit
di dalam sirkulasi dibandingkan dengan sebelum menggunakan diuretik. Selain
itu, jumlah garam di dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan
pembuluh darah membesar. Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal
kembali.

Penghambat adrenergik (-bloker)


Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial (Lenny, 2008). Pemberian
-bloker tidak dianjurkan pada penderita gangguan pernapasan seperti asma
bronkial karena pada pemberian -bloker dapat mengkambat reseptor beta 2 di
jantung lebih banyak dibandingkan reseptor beta 2 di tempat lain. Penghambatan
beta 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan saluran udara (bronki) yang
menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan beta 2 dari aksi pembukaan ini
dengan -bloker dapat memperburuk penderita asma (Hayens, 2003).

Vasodilator
Agen vasodilator bekeja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot
pembuluh darah (Wikipedia, 2008). Contoh yang termasuk obat jenis vasodilator
adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat pemberian
obat ini adalah sakit kepala dan pusing (Dalimartha, et al, 2008).

Penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE)


Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem renin-angiotensin. Efek
utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek enzim pengubah angiotensin
(angiotensin-converting enzym). Kondisi ini akan menurunkan perlawanan
pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah (Hayens, 2003).

Antagonis Kalsium
Antagonis Kalsium adalah sekelompok obat yang berkerja mempengaruhi jalan
masuk kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot-otot di dalam dinding pembuluh
darah sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan tekanan darah.
Antagonis Kalsium bertindak sebagai vasodilator atau pelebar (Hayens, 2003).
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah :
Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah :
sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah (Lenny, 2008).

b. Penatalaksanaan Non Farmakologis


Menurut Dalimartha, et al (2008), upaya pengobatan hipertensi dapat
dilakukan dengan pengobatan non farmakologis, termasuk mengubah gaya hidup
yang tidak sehat. Penderita hipertensi membutuhkan perubahan gaya hidup yang
sulit dilakukan dalam jangka pendek. Oleh karena itu, faktor yang menentukan
dan membantu kesembuhan pada dasarnya adalah diri sendiri (Palmer, 2007).
Enam langkah dalam perubahan gaya hidup yang sehat bagi para penderita
hipertensi yaitu:
-

Mengontrol Pola Makan


Hayens (2003) menyarankan mengkonsumsi garam sebaiknya tidak lebih dari
2000 sampai 2500 miligram. Karena tekanan darah dapat meningkat bila asupan
garam meningkat. Dimana pembatasan asupan sodium dapat mempertinggi efek
sebagian besar obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi kecuali
kalcium antagonis.

Dalimartha, et al (2008) menyarankan lemak kurang dari 30% dari konsumsi


kalori setiap hari. Mengonsumsi banyak lemak akan berdampak pada kadar
kolestereol yang tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi meningkatkan resiko terkena
penyakit jantung (Sheps, 2005).
-

Tingkatkan Konsumsi Potasium dan Magnesium


Pola makan yang rendah potasium dan magnesium menjadi salah satu faktor
pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar merupakan sumber
terbaik bagi kedua nutrisi tersebut untuk menurunkan tekanan darah (Dalimartha,
et al, 2008).

Makan Makanan Jenis Padi-padian


Penelitian yang dimuat dalam American Journal of Clinical Nutrition yang ditulis
dalam Dalimartha, et al (2008) ditemukan bahwa pria yang mengkonsumsi
sedikitnya satu porsi sereal dari jenis padi-padian per hari mempunyai
kemungkinan yang sangat kecil (0-20%) untuk terkena penyakit jantung. Semakin
banyak konsumsi padi-padian, semakin rendah resiko penyakit jantung koroner,
termasuk terkena hipertensi (Dalimartha, et al, 2008).

Aktivitas (Olah Raga)


Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45
menit per hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah (Yundini, 2006). Palmer (2007) mengatakan bahwa ada delapan cara untuk
meningkatkan aktivitas fisik yaitu: dengan menyempatkan berjalan kaki misalnya
mengantar anak kesekolah, sisihkan 30 menit sebelum erangkat bekerja untuk
berenang di kolam renang terdekat, gunakan sepeda untuk pergi kerja selama 2
sampai 3 hari dalam satu minggu, mulailah berlari setiap hari dimana melakukan
latihan ringan pada awalnya dan tingkatkan secara perlahan-lahan, pada sat
istirahat makan siang tinggalkan meja kerja anda dan mulailah berjalan, pergilah
bermain ice-skating, roller-blade atau bersepeda bersama keluarga atau teman,
satu hari dalam satu minggu, lakukan aktivitas baru misalnya bergabung dengan
klub tenis atau bulu tangkis atau belajar dansa, yang terakhir pilih tangga
dibandingkan lift atau eskalator.

Bantuan dari Kelompok Pendukung


Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola hidup sehat
(Dalimartha, et al, 2008). Sehingga keluarga dan teman-teman mengerti
sepenuhnya tentang besarnya resiko jika tekanan darah kita tidak terkendali.
Dengan demikian keluarga dan teman akan membantu dengan memperhatikan
makanan kita atau mengingatkan saat tiba waktunya untuk minum obat atau untuk
melakukan aktivitas berjalan-jalan setiap hari dan mungkin saja mereka bahkan
akan menemani kita (Sheps, 2005). Penelitian yang ditulis dalam Dalimartha, et al
(2008) menunjukkan dukungan kelompok terbukti berhasil dalam mengubah gaya
hidup untuk mencegah hipertensi.

Berhenti Merokok dan Hindari Konsumsi Alkohol berlebih


Nikotin dalam tembakau adalah penyebab meningkatnya tekanan darah.
Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di dalam paru-paru dan diedarkan
ke aliran darah. Dalam beberapa detik nikotin mencapai ke otak. Otak bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin (adrenalin), sehingga dengan pelepasan hormon ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih tinggi (Sheps, 2005).
Demikian juga dengan alkohol, efek semakin banyak mengkonsumsi alkohol
maka semakin tinggi tekanan darah, sehingga peluang terkena hipertensi semakin
tinggi (Hayens, 2003). Menurut Sheps (2005) alkohol dalam darah merangsang
pelepasan epinefrin (adrenalin) dan hormon-hormon lain yang membuat pembuluh
darah menyempit atau menyebabkan penumpukan lebih banyak natrium dan air.
Selain itu minum-minuman alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan magnesium, rendahnya kadar
dari kalsium dan magnesium berkaitan dengan peningkatan tekanan darah (Sheps,
2005). Beberapa laporan mnyimpulkan bahwa efek alkohol dimulai dari asupan
alkohol yang paling rendah. Jadi, seseorang yang tidak mengkonsumsi alkohol
maka cenderung memiliki tekanan darah yang normal. Laporan lain menunjukkan
ada batas atau ambang tertentu dari alkohol yang dapat mempengaruhi tekanan
darah (Hayens, 2003).

c. Terapi Herbal
Di dalam Traditional Chinesse Pharmacology, ada lima macam cita rasa dari
tanaman obat yaitu pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Penyajian jenis obatobatan herbal khususnya dalam terapi hipertensi disuguhkan dengan beberapa
cara, misalnya dengan dimakan langsung, disajikan dengan dibuat jus untuk
diambil sarinya, diolah menjadi obat ramuan ataupun dimasak sebagai pelengkap
menu sehari-hari (Dalimartha, et al, 2008).
Adapun tanaman obat tradisional yang dapat di gunakan untuk penyakit
hipertensi yaitu: bawang putih (Allimun sativum L), seledri (Apium graveolens
L), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L), belimbing (Averrhoa carambola L), teh
(Camellia sinensis L), wortel (Daucus carota L), mengkudu (Morinda citrifolia L),
mentimun (Cucumis sativus L) dan lain-lain (Wiryowidagdo, 2002).
Pencegahan hipertensi dengan olehraga yang cukup
Olahraga yang dianjurkan bagi orang yang resiko tinggi terkena hipertensi adalah :
1. Aerobik, meliputi jalan santai, jogging, lari, bersepeda, renang secara teratur.
2. Olahraga rileks seperti yoga dan meditasi.
Selain dapat memperlancar peredaran darah, olahraga dapat pula membakar lemak
sehingga tidak kelebihan berat badan.
Latihan olahraga yang dianjurkan meliputi tahap-tahap : pemanasan, peregangan,
latihan inti, pendinginan/cool down, peregangan. Olahraga yang baik yaitu yang dapat
membakar energi 10 sampai 20 kalori/kg berat badan. Denyut nadi optimal setelah latihan
berkisar 65 sampai 80 %. Sebelum olahraga, rencanakan secara seksama : macam latihan
yang akan dikerjakan, frekuensi latihan, intensitas latihan dan lama latihan.
Pencegahan hipertensi dengan tidak merokok
Cara untuk menghindari pengaruh rokok yaitu :
1. Sebaiknya menghindari daerah yang terkena asap rokok, atau tutuplah hidung jika terpaksa
melintas di daerah dengan asap rokok.
2. Jika Anda seorang perokok, kurangilah jumlah batang rokok, lama menghisap, kekuatan

menghisap dan banyak hisapan.


3. Jika Anda pernah merokok, berhentilah merokok !

Menghentikan merokok secara total mungkin sulit dilakukan, tetapi


peluang untuk kembali merokok lebih kecil jika dibanding dengan cara
mengurangi perlahan-lahan. Suksesnya seseorang untuk berhenti
merokok tergantung pada niat dari dalam diri perokok itu sendiri.
Pencegahan hipertensi dengan tidak minum alkohol

Hipertensi dapat dihindari dengan tidak mengkonsumsi alkohol. Minuman


beralkohol banyak macamnya, baik yang dibuat oleh pabrik maupun
tradisional. Semuanya akan membahayakan bagi penderita hipertensi. Oleh
karena itu hindarilah minum minuman beralkohol.
Selain minuman, alkohol dapat pula terkandung dalam makanan seperti tape
dan brem. Hindarilah minum air tape. Hindarilah hipertensi dengan tidak
pernah mencoba minum alkohol ! Hentikan sedini mungkin, bagi yang
pernah atau sedang meminumnya.
Pencegahan hipertensi dengan mengatur pola makan
Perbanyaklah minum air putih. Cara makan yang baik adalah sedikit-sedikit tetapi sering, bukan
makan banyak tetapi jarang. Kandungan zat dalam menu makanan juga harus diperhatikan, meliputi
1. Diet rendah garam
Asupan garam yang diperlukan pada orang sehat sekitar 3-5 gram (setara 1 sendok teh) per hari.
Jika tubuh banyak berkeringat, sering buang air kecil serta diare maka memerlukan asupan garam
yang lebih. Kelebihan garam dapat menyebabkan hipertensi, resiko dehidrasi dan kram, darah
mengental (penyebab penyakit jantung dan stroke), mengikat cairan yang banyak serta dapat
mengendap di pergelangan kaki dan daerah tengah tubuh.

Diet rendah garam diperlukan terutama pada orang yang punya potensi tinggi hipertensi, dapat
dilakukan dengan cara :
1. Gunakan garam sebagai bumbu masakan secukupnya saja,
perbanyak rempah dan kurangi garam.
2. Jangan menambahkan garam pada hidangan yang siap
disantap. Jauhkan garam dari meja makan.
3. Kurangi minum minuman bersoda, minuman kaleng dan
botol. Minuman bersoda dan berpengawet banyak
mengandung sodium (Natrium).

5. Hindari makan makanan ikan asin, telur asin, otak, vetsin


(Monosodium glutamate/MSG), soda kue, jeroan, sarden,
udang dan cumi-cumi.
6. Makanan yang dianjurkan seperti sayuran segar, buah segar,
tempe, tahu, kacang-kacangan, ayam dan telur.
2. Diet rendah kolesterol
Makanan yang dimakan sebaiknya mengandung lemak baik (meningkatkan HDL) dan sedikit
mengandung lemak jahat seperti kolesterol (menurunkan LDL). Diet rendah kolesterol dapat
dilakukan dengan cara :
1. Kurangi makan makanan yang mengandung gula murni, daging, ayam, kuning telur dan
sarden
2. Hindari makan makanan seafood, otak, jeroan, lemak hewani, mentega, susu full cream.
3. Makanan yang dianjurkan meliputi sayuran, buah, minyak nabati (kecuali minyak kelapa),
putih telur, ikan, kacang-kacangan dan minyak zaitun Jika sudah mencapai berat badan ideal,
jangan melakukan diet terlalu keras. Imbangi dengan pola makan sehat, mengandung sumber
energi, pembangun tubuh, pelindung serta pengatur tubuh. Sumber energi ideal adalah 12-15
% protein, 30-35 % lemak dan 50-60 % karbohidrat.
Pencegahan hipertensi dengan istirahat cukup tidak stress
Istirahat dapat mengurangi ketegangan dan kelelahan otot bekerja sehingga mengembalikan
kesegaran tubuh dan pikiran. Istirahat dengan posisi badan berbaring dapat mengembalikan aliran
darah ke otak. Berusahalah untuk beristirahat setelah beberapa saat melakukan kesibukan rutinitas.
Cara lain untuk mengurangi stres adalah dengan hipnoterapi, pijat, refleksi. Kunjungi psikolog
untuk membantu memecahkan masalah, jika stres terjadi karena adanya masalah yang rumit.
Pencegahan

hipertensi

dengan

cara

medis

Pengobatan bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan cara medis melalui dokter dan
tenaga para medis lainnya, serta cara tradisional dengan memanfaatkan ramuan dan terapi
yang

ada

secara

turun

temurun

dalam

masyarakat.

Bagi orang yang memiliki resiko tinggi terkena hipertensi, lakukanlah pemeriksaan diri ke
dokter secara berkala. Mencegah lebih baik dan lebih mudah dari pada mengobati.

Pengobatan hipertensi harus menurut petunjuk dokter. Jangan minum obat tanpa petunjuk
dari dokter, karena dapat menimbulkan kekebalan terhadap obat tertentu dan kerusakan
ginjal. Obat yang dapat digunakan pada penderita hipertensi diantaranya menggunakan obat
untuk memperlebar pembuluh darah (vasodilator), obat yang mengubah kecepatan kontraksi
otot jantung, obat untuk menurunkan tekanan darah (antihipertensi), obat pelancar air seni
(diuretic) agar sisa metabolisme yang ada dalam darah keluar bersama urine, sehingga darah
tidak terlalu kental.
Pencegahan

hipertensi

dengan

cara

tradisional

Banyak ramuan tradisional yang dipercaya dapat menurunkan tekanan darah. Beberapa
ramuan sudah diteliti secara laboratoris. Contoh bahan yang berkhasiat menurunkan tekanan
darah : cincau hijau, daun dan buah alpukat, mengkudu masak (pace), mentimun, daun
seledri, daun selada air, bawang putih, daun dan buah belimbing bintang, buah belimbing
wuluh, daun tapak dara, akar papaya, rambut jagung serta adas pulowaras. Jika tekanan darah
sudah kembali normal, dapat dihentikan pemakaiannya. Pemakaian berlebihan dapat
menurunkan

tekanan

darah

di

bawah

normal.

Cara tradisional yang dapat menurunkan tekanan darah seperti refleksi (pijatan) dan
akupunktur pada tempat tertentu.

Penyakit darah tinggi atau Hipertensi (Hypertension) adalah suatu keadaan di mana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic
(bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat
pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat
digital lainnya.
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi, diantaranya
Hipertensi Primary dan Hipertensi Secondary :

Hipertensi PrimaryHipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang
yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan
obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena
penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa
mengalami

tekanan

darah

tinggi.

Hipertensi SecondaryHipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya


peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit
lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan
pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu.
Terutama pada wanita yang berat badannya di atas normal atau gemuk (gendut).
Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini adalah sebutan dalam istilah kesehatan (medis)
bagi wanita hamil yang menderita hipertensi. Kondisi Hipertensi pada ibu hamil bisa sedang
ataupun tergolang parah/berbahaya, Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi bisa
mengalami Preeclampsia dimasa kehamilannya itu.
Preeclampsia adalah kondisi seorang wanita hamil yang mengalami hipertensi, sehingga
merasakan keluhan seperti pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut, muka
yang membengkak, kurang nafsu makan, mual bahkan muntah. Apabila terjadi kekejangan
sebagai dampak hipertensi maka disebut Eclamsia.
1.Penyebab Hipertensi
Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat
hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering)
dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi
nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat
menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi. Stop menjadi alcoholic!
2. Penanganan dan Pengobatan Hipertensi
a. Diet Penyakit Darah Tinggi (Hipertensi)

Kandungan garam (Sodium/Natrium)Seseorang yang mengidap penyakit darah tinggi


sebaiknya mengontrol diri dalam mengkonsumsi asin-asinan garam, ada beberapa tips yang
bisa dilakukan untuk pengontrolan diet sodium/natrium ini ;
- Jangan meletakkan garam diatas meja makan
- Pilih jumlah kandungan sodium rendah saat membeli makan
- Batasi konsumsi daging dan keju
- Hindari cemilan yang asin-asin
- Kurangi pemakaian saos yang umumnya memiliki kandungan sodium
Kandungan Potasium/KaliumSuplements potasium 2-4 gram perhari dapat membantu
penurunan tekanan darah, Potasium umumnya bayak didapati pada beberapa buah-buahan
dan sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium dan baik untuk di konsumsi
penderita tekanan darah tinggi antara lain semangka, alpukat, melon, buah pare, labu siam,
bligo, labu parang/labu, mentimun, lidah buaya, seledri, bawang dan bawang putih. Selain
itu, makanan yang mengandung unsur omega-3 sagat dikenal efektif dalam membantu
penurunan tekanan darah (hipertensi).
Pengobatan

hipertensi

biasanya

dikombinasikan

dengan

beberapa

obat;

- Diuretic {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)}. Merupakan golongan


obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urine. Tetapi karena potasium
berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka pengontrolan konsumsi potasium harus
dilakukan.
- Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}. Merupakan obat yang dipakai
dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan
memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah.
- Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine), Angiotensinconverting enzyme (ACE)}.
Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi atau
Hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga memperlebar pembuluh darah.
A. Kekenyalan (Elastisitas) Pembuluh Darah
Kekenyalan (Elastisitas) pembuluh darah adalah suatu keadaan pembuluh darah yang
menjadi lebih besar untuk beberapa menit setelah mengalami peningkatan tekanan (Taiyeb, .

Tekanan dalam hal denyutan pembuluh dinyatakan sebagai ekspansi dan dorongan balik
arteri secara bergantian. Ada dua faktor yang bertnaggug jawab bagi kelangsungan denyautan
yang dapat dirasakan :
1. Pemberian darah secara berkala dengan selang waktu pendek dai jantung ke aorta yang
tekanannya berganti-ganti naik turun dalam pembuluh darah.
2. Elastisitas dinding arteri yang memungkinkannya meneruskan aliran darah dan aliran
balik. Bila dinding tidak elastic, seperti pada dinding sebuah gelas, masih tetap ada pergatian
sebuah tekanan tinggi rendah dalam sistol dan diastole ventrikel, namun dinding tersebut
tidak data melanjutkan aliran dan mengembalikan aliran sehingga denyut pun tidak dapat
dirasakan.
Kekenyalan pembuluh darah dapat diperlihatkan dengan suatu percobaan sebagai
beikut; mula-mula sepotong pembuluh balik diikat di kedua ujungnya. Kemudian ke
dalamnya dimasukkan darah sehingga tekanan di dalamnya miningkat dari 5 mmHg menjadi
12 mmHg. Meskipun tidak ada darah yang keluar dari pembuluh itu, terlihat bahwa tekanan
menurun sampai mendekati 6 mmHg setelah beberapa menit. Dengan kata lain, sejumlah
darah yang dimasukkan ke dalam pembuluh balik itu menyebabkan pembuluh tersebut
mengembang. Lama kelamaan serabut otot padanya mulai menyesuaikan diri dengan keadaan
yang baru. Sifat otot polos yang demikian itu disebut kekenyalan atau disebut juga
pengendoran tekanan (stress relaxation) (Taiyeb, ).
Setelah terjadi kekenyalan, darah kemudian dikeluarkan dari pembuluh balik itu.
terlihat tekanan menurun sampai tingkat yang rendah. untuk kedua kali otot polos pada
pembuluh bailik mulai kembali menyesuaikan diri dan tekanan akan kembali naik sampai
tekanan 5 mmHg. Pengaruh ini disebut kekenyalan yang terbalik (Taiyeb, ).
Kekenyalan pembuluh nadi hanya kecil bila dibandingkan dengan pembuluh balik.
Dengan demikian, bila tekanan pembuluh balik ditingkatkan agak lama, maka volume darah
di dalamnya dapat meningkat 2 sampai 3 kali. Ini merupakan mekanisme yang sangat
penting, karena dengan demikian system peredaran dapat menampung lebih banyak darah
bilamana perlu. Sedangkan sebaliknya, bila tekanan menurun, kekenyalan merupakan suatu
cara bagi system peredaran untuk dapat menyesuaikan terhadap kehilangan darah sebagai
akibat pendarahan (Taiyeb, ).
Elastisitas pembuluh darah akan berpengaruh kepada aliran darah. Salah satu
pembuluh darah yang mengalami elastisitas adalah arteri. Pada saat darah dipompa ke dalam
arteri-arteri saat sistol ventrikel, volume darah yang masuk arteri dari jantunglebih besar
daripada volune darah yang meninggalkan arteri untuk mengalir ke pembuluh-pembuluh
darah yang lebih kecil di hilir, karena pembuluh-pembuluh kecil tersebut memiliki resistensi
terhadap

aliran

yang

lebih

besar.

Sifat

elastisitas

menyebabkan

arteri

dapat

membesar/mengembang untuk secara sementara menampung kelebihan volume darah ini dan
menyimpan sebagian energi tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung di dinding yang
teregang-seperti sebuah balon yang meregang untuk mengakomodasi tambahan udara yang
ditiup ke dalamnya. Ketika jantung melemas dan berhenti memompa darah ke dalam arteri,
dinding arteri yang teregang secara pasif kembali ke bentuk semula (recoil), seperti balon
yang lubangnya dibuka. Recoil ini mendorong kelebihan darah yang terkandung di dalam
arteri-arteri ke dalam pembuluh di hilir yang memastikan bahwa darah tetap mengalir ke
jaringan sewaktu jantung beristirahat dan tidak sedang memompa darah ke jantung
(Sherwood, 2001).
SISTEM CAIRAN TUBUH
Kompartemen cairan tubuh

Seluruh cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen utama : cairan


ekstraselular dan cairan intraselular. Kemudian cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan
interstitial dan plasma darah.

Ada juga kompartemen cairan yang kecil yang disebut sebagai cairan transelar.
Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardial, dan
intraokular juga cairan serebrospinal; biasanya dipertimbangkan sebagai jenis cairan
ekstraselular khusus, walaupun pada beberapa kasus, komposisinya dapat sangat berbeda
dengan yang di plasma atau cairan interstitial. Cairan transelular seluruhnya berjumalah
sekitar 1 2 liter.

Pada orang normal dengan berat 70 kg, total cairan tubuhnya kira kira 60% berat
badan atau sekitar 42 L. Persentase ini dapat berubah bergantung pada umur, jenis kelamin,
dan derajat obesitas.Seiring dengan pertumbuhan seseorang, persentase total cairan terhadap
berat badan berangsur angsur turun. Hal ini sebagian adalah akibat dari kenyataan bahwa
penuaan biasanya berhubungan dengan peningkatan persentase berat badan yaitu lemak, yang
kemudian menurunkan persentase cairan dalam tubuh. Karena wanita mempunyai lebih
sedikit cairan daripada pria dalam perbandingan dengan berat badan.
Kompartemen cairan intraselular
Sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh merupakan cairan interselular. Cairan intraseluler
dipisahkan dari cairan ekstraselular oleh membran selektif yang sangat permeabel terhadap
air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian elektrolit dalam tubuh. Membran sel
mempertahankan komposisi cairan di dalam agar serupa seperti yang terdapat di berbagai sel
tubuh lainnya.
Berbeda dengan cairan ekstraselular, maka cairan intraselular hanya mengandung
sejumlah kecil ion natrium dan klorida dan hampir tidak ada ion kalsium. Malah , cairan ini
mengandung sejumlah besar ion kalium dan fosfat ditambah ion magnesium dan sulfat dalam
jumlah sedang. Semua ion ini memiliki konsentrasi yang rendah pada cairan ekstraselular.
Juga sel mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali lipat lebih banyak daripada
dalam plasma.
Kompartemen cairan ekstraselular
Seluruh cairan di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ini merupakan 20 persen
dari berat badan. Dua kompartemen terbesar cairan ekstraseluler adalah cairan interstitial
yang merupakan tiga perempat cairan ekstraselular, dan plasma yang hampir seperempat
cairan ekstraselular. Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus menerus berhubungan
dengan cairan interstitial melalui celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat permeabel
untuk hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstraselular, kecuali protein. Karenanya cairan
ekstraselular secara konstan terus tercampur sehingga plasma dan cairan interstitial
mempunyai komposisi yang sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi
pada plasma. Konstituen ekstraselular terdiri dari natrium dan klorida dalam jumlah besar,
ion bikarbonat yang juga dalam jumlah cukup besar, tapi hanya sedikit ion kalium,
magnesium, fosfat, dan asam organik. Komposisi cairan ekstraselular diatur dengan cermat

oleh berbagai mekanisme, tapi khususnya oleh ginjal. Hal ini memungkinkan sel untuk tetap
terus terendam dalam cairan yang mengandung konsentrasi elektrolit dan nutrien yang sesuai
untuk fungsi sel yang optimal.

Asupan cairan
Cairan ditambahkan ke dalam tubuh dari dua sumber utama : (1) berasal dari larutan
atau cairan makanan yang dimakan, yang normalnya menambah cairan tubuh sekitar 2100
ml/hari, dan (2) berasal dari sintesis dalam badan sebagai hasil oksidasi karbohidrat,
menambah sekitar 200 ml/hari. Kedua hal ini memberikan asupan cairan harian total sekitar
2300 ml/hari. Asupan cairan sangat bervariasi bergantung pada cuaca, kebiasaan, dan tingkat
aktivitas fisik.
Keluaran cairan
-

Insensibe fluid loss


Variasi asupan cairan harus hati hati disesuaikan dengan pengeluaran cairan
harian. Beberapa pengeluaran cairan tidak dapat diatur dengan tepat. Sebagai contoh,
ada pengeluaran cairan yang berlangsung terus menerus melalui evaporasi sekitar 700
ml/hari pada keadaan normal. Inilah yang disebut insensible water loss.

Sensible fluid loss


Kehilangan cairan ini dapat melalui tiga jalur yaitu keringat, feses, dan urine.
Jumlah cairan yang hilang melalui keringat sangat bervariasi bergantung pada
aktivitas fisik dan suhu lingkungan. Volume keringat normal hanya sekitar 100
ml/hari, tapi pada keadaan cuaca panas ataupun latihan berat, kehilangan cairan
kadang kadang meningkat sampai 1 2 liter/jam. Kehilangan cairan lewat feses bisa
mencapai 100 ml/hari yang bisa bertambah pada penderita diare. Untuk kehilangan
cairan lewat urine, volumenya tidak dapat ditentukan dengan pasti bergantung pada
keadaan cairan dan elektrolit tubuh.

Keseimbangan Cairan Tubuh


Cairan ekstraselular merupakan perantara antara sel dan lingkungan luar. Semua
pertukaran air dan konstituen lainnya antara ICF dan lingkungan luar harus terjadi melewati
ECF.

Plasma hanyalah satu satunya cairan yang bisa diatur secara langsung baik volume
maupun komposisinya. Cairan ini berada dalam sirkulasi. Perubahan komposisi dan volume
plasma juga akan mempengaruhi cairan interstitial. Oleh karena itu, semua kontrol terhadap
plasma akan mengatur keseluruhan ECF juga.
Dua faktor yang diatur untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh adalah volume
dan osmolaritasnya. Walaupun, regulasi keduanya saling berhubungan (kadar NaCl dan
H2O), alasan mengapa keduanya dikontrol sangatlah berbeda :

Volume ECF sangat diatur untuk mempertahankan tekanan darah. Mempertahankan


keseimbangan garam adalah bagian terpenting untuk pengaturan volume ECF jangka
panjang.

Osmolaritas ECF sangat diatur untuk mencegah pembengkakan dan pengerutan sel.
Mempertahankan keseimbangan air adalah bagian terpenting untuk mengatur
osmolaritas ECF.

Pengaturan Volume ECF


Volume cairan ekstraselular terutama ditentukan oleh keseimbangan antara asupan
dan keluaran air dan garam secara jangka panjangnya. Untuk jangka pendeknya, volume ECF
diatur oleh baroreseptor jantung yang nantinya akan mengubah kardiak output dan pergeseran
cairan sementara dan otomatis antara plasma dan cairan interstitial.
Mungkin mekanisme yang paling kuat untuk mengontrol volume darah dan cairan
ekstraselular juga untuk mempertahankan keseimbangan natrium dan air adalah pengaruh
tekanan darah terhadap natrium dan eksresi air yang disebut mekanisme natriuresis tekanan
diuresis tekanan. Diuresis tekanan merujuk pada pengaruh peningkatan tekanan darah untuk
meningkatkan eksresi volume urin, sedangkan natriuresis tekanan merujuk pada peningkatan
ekskresi natrium yang terjadi pada peningkatan tekanan darah. Kedua mekanisme tersebut
biasanya terjadi paralel karena pergerakan ion natrium biasanya diikuti dengan pergerakan
air.
Pengaruh peningkatan tekanan darah untuk meningkatkan keluaran urin adalah bagian
dari sistem umpan balik yang bekerja untuk mempertahankan asupan dan keluaran cairan.
Faktor saraf dan hormonal dalam pengaturan volume ECF

Kontrol sistem saraf simpatis : refleks baroreseptor arterial dan refleks reseptor
regangan tekanan rendah.
Karena ginjal menerima persarafan simpatis yang luas, perubahan aktivitas simpati
dapat menghambat ekskresi natrium ginjal dan air, juga pengaturan volume cairan
ekstraselular dalam beberapa kondisi. Sebagai contoh, bila volume darah berkurang karena
perdarahan, tekanan dalam pembuluh darah paru dan daerah tekanan bertekanan rendah
lainnya pada toraks akan menurun, menyebabkan aktivasi refleks sistem saraf simpatis. Hal
ini kemudian meningkatkan aktivitas simpatis ginjal, yang mempunyai beberapa efek
terhadap penurunan ekskresi natrium dan air; 1) Konstriksi arteriol arteriol ginjal, dengan
hasilnya penurunan GFR; 2) Peningkatan reabsorpsi tubulus terhadap garam dan air; dan 3)
Perangsangan pelepasan renin dan peningkatan pembentukan angiotensin II dan aldosteron,
yang selanjutnya meningkatkan reabsorpsi tubulus. Dan bila pengurangan volume darah
cukup besar untuk menurunkan tekanan arteri sistemik, aktivasi sistem saraf simpatis
selanjutnya terjadi akibat penurunan regangan baroreseptor arterial yang terletak di sinus
karotikus dan arkus aorta. Semua refleks ini bersama sama memainkan peranan penting
dalam pemulihan volume darah yang cepat yang terjadi dalam kondisi akut seperti
perdarahan. Penghambatan refleks aktivitas simpatis ginjal mungkin turut juga berperan
terhadap eliminasi kelebihan cairan yang cepat dalam sirkulasi yang terjadi secara akut
setelah makan makanan yang mengandung sejumlah besar garam dan air.
Angiotensin II
Salah satu pengontrol ekskresi natrium yang paling kuat dalam tubuh adalah
angiotensin II. Perubahan asupan natrium dan cairan berhubungan dengan perubahan timbal
balik pada pembentukan angiotensin II, dan hal ini kemudian sangat membantu
mempertahankan keseimbangan natrium dan cairan tubuh. Artinya, bila asupan natrium
meningkat di atas normal, sekresi renin menurun, menyebabkan penurunan pembentukan
angiotensin II. Karena angiotensin II memiliki beberapa pengaruh penting untuk meningkat
reabsorpsi tubulus terhadap natrium dan air. Jadi, meningkatkan ekskresi ginjal terhadap
natrium dan air. Hasil akhirnya adalah meminimalkan peningkatan volume cairan
ekstraselular dan tekanan arterial yang sebaliknya akan terjadi bila asupan natrium
meningkat.
Sebaliknya, bila asupan natrium menurun di bawah normal, peningkatan kadar
angiotensin II menyebabkan retensi garam dan air dan melawan penurunan tekanan darah

arterial yang akan terjadi sebaliknya. Jadi, perubahan aktivitas sistem renin angiotensin
berperan sebagai amplifier yang kuat terhadap mekansime natriuresis tekanan untuk
mempertahankan tekanan darah dan volume cairan tubuh yang stabil.

Aldosteron
Aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium, terutama pada tubulus koligens.
Peningkatan reabsorpsi natrium juga berhubungan dengan peningkatan reabsoprsi air dan
sekresi kalium. Oleh karena itu, pengaruh akhir aldosteron adalah membuat ginjal menahan
natrium

dan

air

serta

meningkatkan

ekskresi

kalium

dalam

urin.

Fungsi aldosteron dalam mengatur keseimbangan natrium berhubungan erat dengan yang
dijelaskan di atas mengenai angiotensin II. Yaitu, dengan penurunan asupan natrium,
peningkatan kadar angiotensin II yang terjadi merangsang sekresi aldosteron, yang kemudian
membantu untuk menurunkan ekskresi natrium urin. Proses sebaliknya terjadi pada
peningkatan asupan natrium.
Anti Diuretic Hormone
ADH memainkan peranan penting terhadap ginjal untuk membentuk sedikit volume
urin pekat sementara mengeluarkan garam dalam jumlah yang normal. Pengaruh ini terutama
penting selama deprivasi air, yang dengan kuat meningkatkan kadar ADH plasma yang
kemudian meningkatkan reabsorpsi air oleh ginjal dan membantu meminimalkan penurunan
volume cairan ekstraselular dan tekanan arteri. Sebaliknya, bila terdapat volume ekstraselular
yang berlebihan, penurunan kadar ADH mengurangi reabsorpsi air oleh ginjal, jadi
membantu menghilangkan volume yang berlebihan dari tubuh. Sebagai tambahan,
sebenarnya sekresi ADH yang berlebihan biasanya hanya menyebabkan sedikit peningkatan
volume cairan ekstraselular, tetapi besar pengaruhnya dalam penurunan konsentrasi natrium.
Atrial Natriuretic Peptide
Ini adalah hormon yang dilepaskan serat otot atrium jantung. Rangsangan untuk
melepaskan peptida ini adalah peregangan atrium secara berlebihan yang dapat ditimbulkan
oleh volume darah yang berlebihan. Sekali dilepaskan oleh atrium jantung, ANP memasuki
sirkulasi dan bekerja pada ginjal untuk menyebabkan sedikit peningkatan GFR dan
penurunan reabsorpsi natrium oleh duktus koligens. Kerja gabungan dari ANP ini

menimbulkan peningkatan ekskresi garam dan air, yang membantu mengkompensasi


kelebihan volume darah.
Perubahan kadar ANP mungkin membantu meminimalkan perubahan volume darah
selama berbagai kelainan, seperti peningkatan asupan garam dan air. Akan tetapi, produksi
ANP yang berlebihan atau bahkan tidak adanya ANP sama sekali tidak menyebabkan
perubahan besar dalam volume darah karena efek efek ini dengan mudah diatasi dengan
mekanisme lain seperti natriuresis tekanan.
Pengaturan Osmolaritas ECF
Pengaturan osmolaritas cairan ekstraselular berhubungan erat dengan konsentrasi
natrium karena natrium adalah ion yang paling banyak jumlahnya dalam ruang ekstraselular.
Dua sistem utama yang terlibat khusus dalam pengaturan konsentrasi natrium dan osmolaritas
cairan ekstraselular adalah :
(1) Sistem osmoreseptor ADH dan
(2) mekanisme rasa haus.
Sistem Osmoreseptor ADH
Sebagai contoh, bila osmolaritas meningkat akibat defisit air, sistem umpan balik ini
bekerja sebagai berikut.

Peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular menyebabkan sel saraf khusus yang


disebut sel sel osmoreseptor yang terletak di hipotalamus anterior dekat nukleus
supraoptik menyusut.

Penyusutan sel sel osmoreseptor menyebabkan sel sel tersebut terangsang,


mengirimkan sinyal sinyal saraf ke sel sel saraf tambahan di nukleus supraoptik,
yang kemudian memancarkan sinyal sinyal ini ke bawah melintasi batang kelenjar
hipofise ke hipofise posterior.

Potensial aksi ini yang disalurkan ke hipofise posterior akan merangsang pelepasan
ADH yang disimpan dalam granula granula sekretori di ujung saraf.

ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, di mana ADH meningkatkan
permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligens dan duktus koligens
dalam medula.

Peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatkan


reabsorpsi

air

dan

ekskresi

sejumah

kecil

urin

yang

pekat.

Jadi, air disimpan dalam tubuh, sedangkan natrium dan zat terlarut lainnya terus
dikeluarkan dalam urin. Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut dalam cairan
ekstraselular mula mula yang berlebihan.
Pelepasan ADH juga dikontrol oleh refleks kardiovaskular sebagai respons untuk
menurunkan tekanan darah atau volume darah termasuk (1) refleks baroreseptor arterial dan
(2) refleks kardiopulmonal. Jalur refleksi ini berasal daerah sirkulasi bertekanan tinggi,
seperti arkus aorta dan sinus karotikus, dan daerah bertekanan rendah terutama di atrium
jantung.
Jadi, penurunan tekanan arterial dan penurunan volume darah dapat meningkatkan
sekresi ADH, misalnya pada kasus perdarahan.

Mekanisme Rasa Haus


Haus adalah sensasi subjektif yang meningkatkan keinginan untuk intake air. Pusat
haus terletak di hipotalamus, dekat dengan sel pensekresi vasopressin.
Ada beberapa stimulus yang dapat memicu rasa haus. Salah satu yang paling penting
adalah peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular yang menyebabkan dehidrasi intraselular
di pusat rasa haus, dengan demikian merangsang sensasi rasa haus. Kegunaan dari respons ini
sangat jelas yaitu membantu mengencerkan cairan ekstraselular dan mengembalikan
osmolaritas kembali ke normal.
Penurunan volume cairan ekstraselular dan tekanan arterial juga merangsang rasa
haus melalui suatu jalur yang tidak bergantung pada jalur yang distimulasi oleh peningkatan
osmolaritas plasma. Jadi, kehilangan volume darah melalui perdarahan akan merangsang rasa
haus walaupun mungkin tidak terjadi perubahan osmolaritas plasma. Hal ini mungkin terjadi
akibat input neutral dari baroreseptor kardiopulmonar dan baroreseptor arterial sistemik
dalam sirkulasi.
Stimulus rasa haus ketiga yang penting adalah angiotensin II. Karena angiotensin II
juga distimulasi oleh faktor faktor yang berhubunagn dengan hipovolemia dan tekanan
darah rendah, pengaruhnya pada rasa haus membantu memulihkan volume darah dan tekanan

darah kembali normal, bersama dengan kerja lain dari angiotensin II pada ginjal untuk
menurunkan ekskresi cairan.
Masih ada faktor faktor lain yang dapat mempengaruhi asupan air. Kekeringan pada mulut
dan membran mukosa esofagus dapat mendatangkan sensasi haus. Sebagai hasilnya,
seseorang yang kehausan dapat segera merasakan kelegaan setelah dia minum air walaupun
air tersebut belum diabsorpsi di sistem pencernaan.
Ambang batas stimulus osmolar untuk minum. Ginjal terus menerus harus
mengeluarkan sejumlah cairan, bahkan saat seseorang dehidrasi untuk membebaskan tubuh
dari kelebihan zat terlarut yang dikonsumsi atau dihasilkan oleh metabolisme. Air juga hilang
melalui evaporasi dari paru dan saluran pencernaan serta melalui evaporasi dan keringat dari
kulit. Oleh karena itu, selalu ada kecenderungan untuk dehidrasi, dengan akibat peningkatan
osmolaritas dan konsentrasi natrium ekstraselular. Ambang batas untuk minum manusia rata
rata adalah peningkatan natrium sekitar 2 mEq/L di atas normal.
Komposisi Cairan Tubuh
Cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 60% total berat badan laki-laki dewasa.
Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu sesuai dengan jenis kelamin dan umur
individu tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dati total berat badan. Pada
bayi dan anak-anak, prosentase ini relative lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia.
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. Dua pertiga bagian
(67%) dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan sepertiganya (33%)
berada di luar sel (cairan ekstrasel/ CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah
yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan, dan cairan intersisial yang mencapai
80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompartmen tersebut, ada
kompartmen lain yang ditempati cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun, volumenya
diabaikan karena kecil, yaitu
cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl- terutama
terdapat pada cairan ekstrasel, sedangkan ion K+

di cairan intrasel. Anion protein tidak

tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel
dan plasma.

Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier
yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial,
sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan
normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan dan elektrolit antar kompartmen.
Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan
terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartmen sehingga terjadi keseimbangan
kembali.
Perpindahan Substansi Antar Kompartmen
Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka.
Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atan membran tersebut. Bila
substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel terhadap
zat tersebut.
Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeable untuk
substansi tersebut. Membran disebut semipermeabel (permeabel selektif) bila beberapa
partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya. Perpindahan
substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan
energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
Difusi
Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan
cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah
sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini
disebut difusi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick
(Ficks law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2. Peningkatan permeabilitas.
3. Peningkatan luas permukaan difusi.
4. Berat molekul substansi.
5. Jarak yang ditempuh untuk difusi

Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih
rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal
ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila
konsentrasi zat yang terlarut meningkat, konsentrasi air akan menurun.
Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan
larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat yang terlarut, maka terjadi
perpindahan air/ zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang rendah ke
larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan
osmosis.
Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh
membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas
permukaan membran, dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini
disebut tekanan hidrostatik.
Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara
pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi.
Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi.
Contoh: PompaNa-K.
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting,
yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan
untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel

Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri


dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume
plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah
jangka panjang.
Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb.:
a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus
ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini
terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan
lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam:

External fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar.

Pemasukan air melalui makanan dan minuman

2200 ml

air metabolisme/oksidasi

300 ml
------------2500 ml

Pengeluaran air melalui insensible loss (paru-paru & kulit) 900 ml


urin

1500 ml

feses

100 ml
------------2500 ml

Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti


proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.

b.

Memperhatikan keseimbangan garam


Seperti

halnya

keseimbangan

air, keseimbangan

garam

juga

perlu

dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya


adalah seseorang hampir tidak pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi

sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai


dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan.Kelebihan garam yang
dikonsumsi harus diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan
garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:

Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju


Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR).

Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal

Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan
mengontrol

tekanan

reabsorbsi Na+

darah.

Sistem

dan retensi Na+

Renin-Angiotensin-Aldosteron

mengatur

di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+

meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan


peningkatan tekanan darah arteri .
Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi
oleh sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma.
Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin
sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2.

Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel


Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam
suatu larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin
rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis
dari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area
yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat
menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang
banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam
menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion
kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi

yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua
ion ini bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan
osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan
cairan tubuh secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan
yang isosmotik di tubulus proksimal ( 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars
desending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi
cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam
lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan
secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi
garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus
koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen
bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang
dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga
bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang
osmoreseptor di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron
hypothalamus yang menyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh
hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus
koligen. Ikatan vasopressin dengan resptornya di duktus koligen memicu
terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen.
Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta.
Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan
hiperosmotik

atau

pekat,

sehingga

cairan

di

dalam

tubuh

tetap

dapat

dipertahankan.Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat


peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di
hypothalamus sehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam
tubuh kembali normal.

Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh
system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit melali baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotiikus,
osmoreseptor di hypothalamus, dan volumereseptor atau reseptor regang di atrium.
Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami
kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ ADH dengan
meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan
tubuh, maka hormone atripeptin (ANP) akan meningkatkan ekskresi volume natrium dan air .
Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Sebagai contoh, faktor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
diantaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stress, dan penyakit.
Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H
bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena
7,35.
Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis.
Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan
kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat
2. katabolisme zat organik
3. disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme
lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi
melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf
pusat, sebalikny pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. mempengaruhi konsentrasi ion K

Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti
nilai semula dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan
3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat.
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika dengan
dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat terhadap perubahan kadar ion H
dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernapasan, kemudian
mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal
mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan ammonia.
Ketidakseimbangan asam-basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukan
H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat
hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru.
Diare akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat, dan asidosis uremia akibat
gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H
bebas meningkat.

4. Alkalosis metabolik, terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defisiensi
asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi
karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis.
Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir
bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.
Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan
ginjal sangat penting.
Keseimbangan Elektrolit dalam Tubuh

Tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai proses fisikokimia
yang menunjang kehidupan sehari hari. Tubuh selalu berusaha agar segala sesuatu yang ada
didalamnya berada dalam rentang konstan agar tercapai keadaan homeostasis. Seluruh sistem
metabolisme bekerja sama dengan harmonis satu sama lain dalam menjalankan fungsinya
masing masing.
Elektrolit dan cairan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menjaga
keseimbangan ini. Secara kimiawi, elektrolit adalah unsur unsur yang berperan sebagai ion
dalam larutan dan memiliki kapasitas untuk konduksi listrik. Dan keseimbangan elektrolit
merupakan suatu hal yang penting agar sel dan organ dapat berfungsi secara normal.
Elektrolit terdiri atas kation dan anion. Di dalam tubuh ada beberapa kation yang penting
yaitu, natrium, kalium, kalsium dan magnesium. Sedangkan anion yang penting adalah
klorida, bikarbonat, dan fosfat. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar
sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel (cairan diluar sel),
kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-.. Sedangkan di intrasel (di

dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+). Disamping sebagai pengantar aliran listrik,
elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya natrium :
fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan volume ekstra sel.
Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh. Klorida :
fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan
keseimbangan anion dan kation dalam cairan ekstrasel. Kalsium : fungsi utama kalsium
adalah sebagai penggerak dari otot-otot, deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila
diperlukan, kalsium ini dapat berpindah ke dalam darah. Magnesium : Berperan penting
dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara
kekuatan kontraksi jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh.
Gangguan keseimbangan elektrolit diartikan sebagai suatu keadaan dimana kadar
elektrolit di dalam darah berada dalam rentang nilai yang tidak normal. Bisa melebihi nilai
normal atau dibawah nilai normal. Implikasi dari keadaan ini berpengaruh dalam hal
keseimbangan cairan dan fungsi fungsi organ tubuh lainnya. Berbagai macam hal dapat
menyebabkan ketidakseimbangan ini. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan asupan
serta ekskresi adalah penyebab utamanya. Adanya gangguan dari sistem regulasi yang
berperan, juga memberikan dampak dalam keseimbangan elektrolit. Gangguan elektrolit
terbanyak adalah gangguan kalium dan natrium. Sebanyak lebih dari 21 % pasien di rumah
sakit mengalami hipokalemia dan 15 20 % mengalami hiponatremia. Pasien pasien
dengan hiperkalemia mencapai 1 10 %, sedangkan hipernatremia 0,3 5,5 % dari seluruh
pasien yang dirawat. Hiperkalsemia terjadi pada lebih dari 70 % kasus keganasan.
Hipomagnesemia muncul pada lebih dari 12% pasien, yang terkadang sering diabaikan oleh
para klinisi.
FISIOLOGI ELEKTROLIT
Keseimbangan Natrium dan Cairan
Natrium adalah kation utama cairan ekstraseluler (CES). Dalam kondisi fisiologis,
Natrium (Na) serum memiliki rentang nilai antara 138 142 mmol/L. Untuk menilai jumlah
total partikel dalam darah, maka perlu diukur osmolalitas serum. Osmolalitas serum memiliki
nilai berkisar antara 280 290 mOsm/kgH2O. Peningkatan osmolalitas akibat absorpsi Na
atau kehilangan cairan yang berlebihan, menyebabkan cairan intraseluler keluar untuk
menyeimbangkan tekanan osmotik. Untuk itu, perlu adanya suatu osmoregulator. Dalam hal
ini, ada suatu sensor atau osmoreseptor yang ada di hipotalamus, dan Anti Diuretic Hormone

(ADH), yang dikenal juga dengan antidiuretin atau vasopressin. Ginjal berperan sebagai
organ target ADH.
Naik turunnya ekskresi natrium dalam urin diatur oleh filtrasi glomerulus dan
reabsorpsi oleh tubulus ginjal. Kondisi hipervolemi dan peningkatan asupan Na akan
meningkatkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), begitupula sebaliknya. Perubahan pada LFG
akan mempengaruhi reabsorpsi natrium di tubulus. Hampir 99 % Na yang sudah difiltrasi
direabsorpsi kembali. Paling banyak direabsorpsi di tubulus proksimal 65 %, ansa henle 25
30 %, dan 5 % saja di tubulus distal dan 4 % di duktus koligentes.
Setiap hari, sekitar 8 15 mg Natrium diabsorpsi setiap harinya. Ginjal harus
mengekskresikan dalam jumlah yang sama setiap waktu, untuk mempertahankan homeostasis
CES.

Adapun

faktor

faktor

yang

mempengaruhi

regulasi

ini

adalah:

1. Sistem Renin Angiotensin / Renin Angiotensin System ( RAS )


Aktivasi sistem ini meningkatkan retensi natrium melalui angiotensin II, aldosteron dan
ADH.
2. Atriopeptin / Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
Adalah hormon peptida yang disekresikan oleh sel spesifik dari atrium jantung sebagai
respon terhadap peningkatan volume CES. Hormon ini meningkatkan ekskresi Na pada ginjal
dengan meningkatkan fraksi filtrasi dan menginhibisi reasorpsi natrium dari duktus
koligentes.
3. ADH
Sekresi hormon ini distimulasi oleh :
a. Peningkatan osmolalitas plasma dan cairan serebrospinal
b. Reflek Gauer-Henry, yang muncul ketika terjadi peregangan reseptor di atrium yang
memberikan sinyal ke hipotalamus bahwa telah terjadi penurunan jumlah CES > 10 %.
c. Angiotensin II
4. Aldosteron
Efek hormon ini adalah menstimulasi reabsorpsi natrium. Sekresi hormon ini distimulasi oleh
angiotensin II
Keseimbangan Kalium
Kalium (K) adalah kation utama kompartemen cairan intraseluler ( CIS ). Sekitar 90
% asupan kalium diekskresikan di urin dan 10 % di feses. Konsentrasi normal kalium di
plasma adalah 3,5 4,8 mmol/L, sedangkan konsentrasi intraseluler dapat 30 kali lebih
tinggi, dan jumlahnya mencapai 98 % dari jumlah K keseluruhan. Walaupun kadar kalium di

dalam CES hanya berkisar 2 % saja, akan tetapi memiliki peranan yang sangat penting dalam
menjaga homeostasis. Perubahan sedikit saja pada kalium intraseluler, akan berdampak besar
pada konsentrasi kalium plasma.
Keseimbangan Kalium diatur dengan menyeimbangkan antara pemasukan dan
ekskresi, serta distribusi antara intrasel dan ekstrasel. Regulasi akut kalium ekstraseluler
dicapai dengan perpindahan kalium internal antara CES dan CIS. Ketika kadar kalium
ekstrasel meningkat akibat asupan yang banyak, atau disebabkan oleh pembebasan kalium
internal, maka regulasi akut ini akan terjadi. Regulasi ini merupakan kontrol hormonal, yaitu
insulin disekresikan segera setelah makan, dan ini akan menstimulasi Na, K, ATPase dan
mendistribusikan Kalium yang didapat dari selsel makhluk hidup yang dimakan ke intrasel.
Epinefrin meningkatkan ambilan kalium sel, yang mana penting untuk kerja otot dan trauma.
Kedua kondisi ini memicu terjadinya peningkatan kalium plasma. Aldosteron juga berperan
dalam meningkatkan konsentrasi kalium intraseluler. Perubahan pH mempengaruhi distribusi
kalium ekstra dan intraseluler. Pada asidosis, konsentrasi K ekstraseluler meningkat,
sedangkan alkalosis cenderung membuat hipokalemia.
Regulasi kronik untuk homeostasis K adalah oleh ginjal. 65 % dari K yang difiltrasi,
direabsorpsi sebelum mencapai akhir dari tubulus proksimal ginjal, 20% di tubulus distal, dan
15 % lainnya di ansa henle. Jumlah ekskersi kalium ditentukan pada tubulus penghubung dan
duktus koligentes Besarnya jumlah K yang direabsorpsi atau disekresi tergantung kepada
kebutuhan. Pada keadaan dimana pemasukan berlebihan, maka ekskresi akan meningkat,
begitupula sebaliknya.
Keseimbangan Kalsium
Ion kalsium (Ca) merupakan elektrolit yang banyak terdapat di ekstraseluler, dimana
99 % disimpan di tulang. Kadar normal kalsium plasma adalah 8,1 10,5 mmol/L. Ca
berfungsi pada sistem neuromuskular, konduksi saraf, kontraksi otot, relaksasi otot, dan juga
penting untuk mineralisasi tulang dan merupakan kofaktor penting untuk sekresi hormon
pada organ endokrin. Pada tingkat sel, Ca merupakan regulator penting untuk transpor ion
dan integritas membran. Tulang berperan ganda, dimana berperan sebagai yang mengambil
kalsium untuk stabilitas dan sebagai depot untuk keadaan suplai kalsium yang rendah.
Paratiroid Hormon (PTH), adalah suatu faktor yang penting dalam regulasi
keseimbangan kalsium dengan menurunkan ekskresi dan meningkatkan absorpsi kalsium di
ginjal dengan bantuan 1,25 COH2 Vitamin D3 (calcitrol), dan merangsang osteoklas
melepaskan kalsium dari tulang. Efek PTH di tubulus adalah merangsang aktifitas 1 alfa

hidroksilase yang akan memicu produksi calcitrol. PTH meningkatkan reabsorpsi Ca di TAL,
dan begitu juga pada tubulus distal. Selain itu, calcitrol juga akan meningkatkan absorpsi
kalsium di intestinal. PTH bergantung kepada Calsium Sensing Reseptor (CSR) untuk
mendeteksi adanya kelebihan kalium serum, dan menghambat sekresi PTH. PTH
disekresikan oleh chief cells pada kelenjar paratiroid yang akan meningkatkan kadar kalsium
darah.
Reasorbsi kalsium terjadi pada semua tubulus ginjal. 60 70 % terjadi di tubulus
proksimal, 30 % di Thick Ascending Limb (TAL) dari ansa henle. Karena reasorpsi Ca pada
TAL bergantung kepada reabsorpsi NaCl, maka pada loop diuretic, kalsium diinhibisi untuk
direabsorpsi. Asidosis menghambat reabsorpsi kalsium dengan mekanisme yang belum dapat
dipahami.
Keseimbangan Magnesium
Magnesium (Mg) adalah kation keempat terbanyak di dalam tubuh dan kation
ektraseluler kedua terbanyak. Konsentrasi magnesium plasma berkisar 0,7 1,2 mmol/L atau
1,5 1,9 mEq/L. Dan hampir 50 % terikat dengan protein. Magnesium berperan penting
dalam ratusan reaksi enzim yang merupakan hal esensial bagi tubuh. Juga berperan dalam
fungsi sel, termasuk transfer energi, penyimpanan dan penggunaan protein dan karbohidrat
dan metabolisme lemak. Berperan juga dalam mempertahankan fungsi membran sel, dan
regulasi sekresi hormon paratiroid. Sekitar 60 65 % dari magnesium tubuh disimpan di
tulang dan selebihnya di dalam sel. Hanya 1 % saja yang terdapat di ekstraseluler. Tulang
merupakan reservoir bagi Mg. Selebihnya dalam bentuk ion bebas di plasma. Keseimbangan
Mg melibatkan ginjal, usus halus, dan tulang.
Hampir 80 % magnesium difiltrasi diglomerulus, dan direasorpsi disepanjang nefron.
Mg direabsorpsi 15 % pada tubulus proximal. Sekitar 70 % terjadi reabsorpsi paraseluler di
Thick Ascending Limb (TAL) dari ansa henle. Sebanyak 10 15 % lainnya dengan
reabsorpsi transeluler di tubulus distal. Regulasi ekskresi Mg2+ distimulasi oleh
hipermagnesemia, hiperkalsemia, hipervolemia dan loop diuretik. Dan mekanisme
penghambat dipengaruhi oleh defisit magnesium, kalsium dan volume cairan. Dan juga
dipengaruhi hormon paratiroid yang bekerja pada TAL. Seperti pada kalsium, Mg juga
berperan dalam regulasi sekresi PTH. Keadaan dimana kadar Mg plasma meningkat, akan
menekan pelepasan PTH, begitu juga sebaliknya.

ETIOPATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Gangguan Keseimbangan Natrium
1. Hiponatremia
Hiponatremia dapat terjadi pada keadaan tonisitas atau osmolalitas yang rendah,
normal ataupun tinggi. Sebagian besar kejadian hiponatremia berkaitan dengan hipotonisitas,
yang berarti bila jumlah asupan cairan melebihi kemampuan eskresi. Etiologi dari
hiponatremia dapat dibagi atas :
a. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal
Pemberian cairan iso-osmotik yang tidak mengandung natrium ke cairan ekstra sel dapat
menimbulkan hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal. Termasuk dalam hal ini,
keadaan hiperproteinemia dan hiperlipidemia.
b. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma tinggi
Pada keadaan osmolalitas plasma yang tinggi, seperti pada keadaan hiperglikemia berat atau
pemberian manitol intravena. Cairan intrasel akan keluar ke ekstrasel menyebabkan dilusi
cairan ekstrasel, dan menyebabkan hiponatremia.
c. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma rendah
Terjadi pada keadaan seperti gagal jantung, sirosis, insufisiensi renal, sindroma nefrotik.
Keadaan-keadaan ini terjadi dengan volume CES yang meningkat. Pada SIADH, volume
CES normal dan pada keadaan muntah atau pada pemakaian diuretik, volume CES menurun.
Hiponatremia akut diartikan sebagai kejadian hiponatremia dalam jangka waktu
kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini tertjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel,
termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema otak yang mana keadaan
ini merupakan keadaan berat yang dapat menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.
Edema otak yang terjadi, dibatasi oleh kranium disekitarnya, yang mengakibatkan terjadinya
hipertensi intrakranial dengan resiko brain injury.
Hiponatremia kronik diartikan sebagai keadaan hiponatremia dalam jangka waktu
yang lebih dari 48 jam. Gejala yang timbul tidak berat karena ada proses adaptasi. Pada
keadaan ini, cairan akan keluar dari jaringan otak dalam beberapa jam. Gejala yang timbul
hanya berupa lemas dan mengantuk, bahkan dapat tanpa gejala. Keadaan ini dikenal juga
dengan hiponatremia asimtomatik. Namun perlu diperhatikan pada proses adaptasi ini dapat
menjadi proses yang berlebihan yang berisiko terjadinya demyelinisasi osmotik.

2. Hipernatremia
Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif, dalam artian
merupakan keadaan hipertonisitas, atau hiperosmolalitas. Etiologi dari hipernatremia adalah :
a. Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium. Seperti
pada pengeluaran keringat, insesible water loss, diare osmotik akibat pemberian laktulosa
atau sorbitol.
b. Asupan air yang kurang, pada pasien dengan gangguan pusat rasa haus di hipotalamus
akibat tumor dan gangguan vaskuler
c. Penambahan natrium yang berlebihan, seperti pada koreksi asidosis dengan bikarbonat,
atau pemberian natrium yang berlebihan
d. Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel, misalnya setelah latihan fisik berat.
Keadaan hipernatremia akan membuat cairan intraseluler keluar ke ekstraseluler
untuk menyeimbangkan osmolalitas cairan ekstrasel. Hal ini akan membuat terjadinya
pengkerutan sel, dan bila terjadi pada sel saraf sistem saraf pusat, maka akan menimbulkan
disfungsi kognitif, seperti lemah, bingung, sampai kejang.
Gangguan Keseimbangan Kalium
1. Hipokalemia
Penyebab hipokalemia antara lain :
a. Asupan kalium yang kurang. Secara fisiologis, ekskresi kalium di ginjal sebanding dengan
jumlah asupan. Hipokalemia jarang yang hanya disebabkan asupan kalium yang rendah saja.
b. Pengeluaran kalium yang berlebihan. Ekskresi kalium dapat melalui sistem pencernaan,
keringat atau ginjal. Beberapa etiologi ekskresi kalium meningkat adalah muntah, pemakaian
NGT, diare, pemakaian diuretik loop dan tiazid serta hiperaldosteronisme.
Kalium berpindah dari ekstrasel ke intrasel (Redistribusi). Terjadi pada keadaan
alkalosis, pemberian insulin, pemakaian beta 2 agonis, paralysis periodic hypokalemic, dan
hipotermia. Konsentrasi ion kalium pada pada ekstrasel sangat keci dan keadaan ini tidak
tercermin pada jumlah kalium serum. Pada hipokalemia kronik, penurunan kalium serum 1
mmol/L sebanding dengan defisit 200 mmol/L kalium total tubuh, maka perlu dipertahankan
kalium serum > 4 mEq/L.
Defisiensi kalium dapat mempengaruhi berbagai sistem organ, seperti sistem
kardiovaskuler, otot dan ginjal. Hipokalemia dapat menyebabkan hipertensi dan aritmia

ventrikel. Mekanisme terjadinya hipertensi masih belum dapat dijelaskan dengan baik. Akan
tetapi, keadaan ini dihubungkan dengan retensi garam di ginjal, selain akibat berbagai proses
hormonal. Aritmia terjadi akibat membran potensial otot jantung yang terdepolarisasi
sebagian, sehingga terjadi automatisasi, atau akan muncul gelombang u, dan pemanjangan
QT.
Gangguan jantung diperburuk oleh pengobatan digoksin dan pasien dengan iskemia.
Keadaan hipokalemia dapat memeperburuk hiperglikemia pada pasien diabetes, akibat
pengaruh terhadap pelepasan insulin dan sensitivitas organ terhadap insulin. Rabdomiolisis
dapat terjadi sebagai akibat dari hiperpolarisasi sel otot rangka, selain adanya gejala kram,
mialgia, dan mudah lelah. Hipokalemia dapat mempengaruhi keseimbangan asam basa
sistemik, melalui efek terhadap berbagai komponen dari regulasi asam basa di ginjal.
2. Hiperkalemia
Ada 2 mekanisme terjadinya hiperkalemia, yaitu :
a. Kelebihan asupan kalium melalui makanan.
Buahbuahan dan sayursayuran banyak mengandung kalium. Campuran garam dapat
mengandung kalium, dan kelebihan asupan dapat terjadi pada pemberian makanan enteral.
b. Keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel.
Keadaan asidosis metabolik, selain yang disebabkan oleh KAD atau asidosis laktat,
defisisensi insulin, pemakaian beta blocker, dan pseudohiperkalemia akibat pengambilan
sampel darah yang lisis. Kelainan klinik bergantung kepada kadar kalsium, dan
keseimbangan asam-basa.
c. Berkurangnya ekskresi melalui ginjal.
Terjadi pada keadaan hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif pada
CHF dan pemakaian siklosporin. Dewasa ini diketahui pemakaian ACE inhibitor juga faktor
resiko untuk hiperkalemia.
Pada hiperkalemia, terjadi peningkatan kepekaan membran sel, sehingga dengan
sedikit perubahan depolarisasi, potensial aksi dapat dengan mudah terjadi. Hal ini
menimbulkan kelemahan otot sampai paralisis dan gagal nafas. Gejala yang paling buruk
adalah penurunan kecepatan sistem konduksi miokard dan meningkatkan repolarisasi
miokard. Gangguan konduksi akan menimbulkan pemanjangan PR interval, gelombang P
yang mendatar atau QRS kompleks melebar pada EKG. Peningkatan repolarisasi akan
menimbulkan gelombang T yang meninggi ( peaked T waves ), yang merupakan keadaan
yang berisiko terjadinya aritmia.

Gangguan Keseimbangan Kalsium


1. Hipokalsemia
Keseimbangan kalsium diatur oleh hormon paratiroid (PTH) dan Vitamin D. Hormon
paratiroid bergantung kepada Calsium-sensing reseptor (CSR), untuk mendeteksi adanya
kelebihan kalium serum, dan merangsang PTH yang akan meningkatkan kadar kalsium
darah. Apabila CSR ini tidak ada maka akan terjadi hipokalsemia. Pada gagal ginjal, PTH
menstimulasi reabsorpsi osteoklas tulang. Pada hipokalsemia serum, belum tentu terjadi
hipokalsemia total. Total serum dapat tergambar dari penurunan albumin pada penyakit
sirosis, sindroma nefrotik dan malnutrisi. Hipokalsemi dapat menyebabkan iritabilitas dan
tetani. Pada keadaan alkalosis, dapat menimbulkan tetani akibat penurunan kadar kalsium.
Penyebab hipokalsemia antara lain:
a. Hipoparatiroidisme
Keadaan ini dapat herediter maupun didapat. Untuk yang didapat, bisa terjadi karena iradiasi
leher atau pasca paratiroidektomi, yang dikenal dengan Hungry Bone Syndrome. Keadaan ini
memberikan

efek

tulang

yang

akan

meabsorpsi

Ca

dalam

jumlah

besar.

b. Penyebab yang berhubungan dengan Vitamin D yaitu, asupan yang kurang, dan gangguan
absorpsi. Pada keadaan penyakit kritis dan sepsis berat dapat menjadi penyebab.
Pada keadaan hipokalsemia, terjadi peningkatan eksitabilitas saraf di tangan dan
lengan, yang disebabkan oleh hipokalsemia, dan bila iskemia dibuat, yaitu dengan
menggunakan sfigmomanometer, akan muncul twitching. Keadaan in dikenal dengan
Trousseaus Sign. Chovteks Sign dapat muncul dengan cara mengetok pada titik tertentu
pada wajah, yang ditandai dengan adanya respon berupa twitching. Mekanisme terjadinya
adalah adanya stimulasi mekanik langsung serabut motorik wajah. Pada sistem
kardiovaskuler, efek berat hipokalsemia adalah QT memanjang pada dan ST interval yang
memanjang pada EKG.
2. Hiperkalsemia
Pada 90% kasus hiperkalsemia disebabkan oleh keganasan dan hiperparatiroidisme.
Pada keganasan, disekresikan suatu PTH-related peptide yang akan meningkatkan kadar Ca
plasma. Keadaan ini muncul pada 80% kasus hiperkalsemia pada keganasan. Pada 20 %
kasus lainnya, terjadi akibat hiperkalsemia osteolitik, dimana terjadi aktifitas osteoklastik

yang mana terjadi resorpsi tulang di sekitar jaringan tumor. Hal ini terjadi pada tumor dengan
metastase ke tulang.
Hiperkalsemia mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Akan tetapi yang paling
utama adalah sistem saraf pusat dan ginjal. Pada sistem saraf pusat, kalsium memberikan efek
sebagai depresan langsung. Sehingga pada keadaan kalsium yang tinggi, akan terjadi
gangguan psikis berupa ansietas, depresi dan perubahan kepribadian, Pada keadaan lanjut,
dapat menyebabkan penurunan kesadaran, bahkan kematian. Efek pada ginjal adalah
nefrolitiasis akibat dari hiperkalsiuria. Selain itu dapat terjadi poliuria dan polidipsia. Fungsi
ginjal menurun akibat vasokonstriksi renal akibat hiperkalsemia. Efek pada saluran
pencernaan adalah berupa mual, muntah, konstipasi atau diare. Pada kardiovaskler, efek
hiperkalsemia adalah berupa pemendekan QT, pelebaran gelombang t, dan pelebaran QRS
kompleks.
Gangguan Keseimbangan Magnesium
1. Hipomagnesemia
Secara umum, hipomagnesemia terjadi akibat kehilangan pada sistem pencernaan atau
pada ginjal. Asupan yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Hal ini biasa terjadi pada
alkoholik, pemberian nutrisi enteral dalam jangka waktu yang lama atau kelainan
hipomagnesemia genetik. Redistribusi dari intrasel ke ekstra sel terjadi pada keadaan hungry
bone syndrome, hiperadrenergik, pankreatitis akut dan Refeeding syndrome. Gangguan
Sistem Pencernaan seperti pada semua penyakit diare dapat menyebabkan hipomagnesemia.
Gangguan malabsorpsi juga merupakan penyebab, dimana sering merupakan kelainan
genetik.
Ekskresi pada ginjal yang banyak terjadi pada penggunaan diuretik, alkoholik akibat
gangguan reasorbsi, hiperkalsemia, ekspansi volume cairan ekstrasel, dan obat obatan
nefrotoksin seperti aminoglikosida, sisplatin, siklosforin A, dan amfoterisin dan pentamidin.
Barrter Syndrome dan Gitelman Syndrome juga merupakan bagian dari kelompok penyebab
ini, dimana Bartter Syndrome merupakan kelainan pada transporter NaCl pada ansa henle
ginjal, sedangkan Gitelman Syndrome merupakan defek genetik yang berhubungan dengan
transporter NaCl pada tubulus distal ginjal.
2. Hipermagnesemia

Hipermagnesemia dapat terjadi pada keadaan gangguan ginjal terminal, dimana ginjal
tidak dapat lagi mengekskresikan Mg sebagai mana mestinya. Selain itu, dapat juga
disebabkan oleh asupan yang berlebihan, walaupun sangat jarang terjadi. Penyebab paling
banyak adalah akibat penggunaan obatobatan yang mengandung magnesium seperti pada
antasida dan beberapa laksansia. Penyebab lainnya adalah penggunaan litium untuk terapi
maupun diagnostik, hipotiroidisme, penyakit adison, penyakit hipokalsiurik hiperkalsemia,
milk alkali syndrome dan ketoasidosis diabetik. Selain itu, pada keadaan kerusakan jaringan
eksesif, seperti syok, sepsis atau luka bakar, juga dapat menjadi penyebab. Hemolisis juga
dapat menjadi faktor pencetus hipermagnesemia, mengingat kadar Mg eritrosit tiga kali lebih
banyak dari Mg serum.

DIET RENDAH GARAM


Diet rendah garam pola konsumsi garam pada asupan makanan sehari-hari dalam
jumlah yang sedikit (Dorland 1998). Garam yang dimaksud bukan hanya garam dapur (NaCl)
yang sering dikonsumsi sehari-hari, tetapi juga soda kue (NaHCO 3), baking powder, natrium
benzoat, dan vetsin (mono sodium glutamat). Garam yang mengandung natrium sangat
berguna dalam mengatur volume dan tekanan darah. Anjuran WHO pembatasan garam dapur
hingga 6 gram sehari (2400 mg natrium) (Anonim 2012).
Tujuan dari diet rendah garam dalam untuk mengurangi kadar garam di dalam cairan
ekstraseluler yang dapat memicu penyakit kardiovaskular (Mader 2004). Banyaknya
konsumsi makan yang mengandung garam akan memicu hipertensi karena timbunan garam
di dalam tubuh dapat menyebabkan arteriskleresis dan arterioskleresis, yaitu suatu keadaan
dinding pembuluh darah arteri atau arteriol yang menebal atau mengeras. Pengerasan dinding
arteri salah satunya dapat disebabkan oleh pengendapan garam-garam kalsium dalam dinding
muscular arteri atau disebut sclerosis Mnckeberg (Price 2005).
Kebanyakan penderita hipertensi memilih cara diet rendah garam untuk membatasi
kadar garam di dalam tubuh sebagai intervensi non-drug. Akan tetapi, masih terdapat prokontra terhadap diet ini menurut sebuah hasil studi baru menunjukkan, mengurangi asupan
garam mungkin tidak ada manfaatnya bagi sistem kardiovaskular. Diet rendah garam
memang mengurangi tekanan darah, namun studi yang dimuat dalam American Journal of
Hypertension menemukan pola makan rendah sodium malah meningkatkan kadar kolesterol,
trigliserida, dan faktor risiko penyakit jantung lainnya. Menurut peneliti Dr. Niels Graudal,

dari Copenhagen University Hospital, Denmark seperti dilansir dari FoxNewsHealth, Kamis
(10/11/2011), diet rendah garam memiliki efek yang baik dan buruk yang menyebabkan diet
tersebut tidak terlalu berpengaruh. Sehingga diet tersebut memiliki efek yang relatif kecil
terhadap perkembangan penyakit (Ratnadita 2011).
Macam-macam Diet Rendah Garam
a. Diet Rendah Garam I (200-400 mg Na)
Diet tipe ini diberikan pada pasien dengan edema, asites, dan atau hipertensi berat.
Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan lagi garam dapur. Hindari bahan
makanan yang tinggi kadar natriumnya.
b. Diet Rendah Garam II (600-800 mg Na)
Diet tipe ini diberikan pada pasien dengan edema, asites, dan atau hipetensi tidak
terlalu berat. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan sendok the garam
dapur (2 gram). Hindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
c. Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na)
Diet rendah garam tipe 3 diberikan pada pasien dengan edema dan atau hipertensi
ringan. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sendok the garam dapur (4
gram).
Tata Cara dalam Diet Rendah Garam
Membatasi makanan yang mengandung garam dalam mengonsumsi makanan adalah
teori utama yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang menjalani diet rendah garam. Pilihlah
makanan yang rendah akan kandungan natrium. Biasakanlah untuk tidak memakan makanan
instan seperti junk food dan telitilah dalam membeli makanan dalam kemasan. Baca petunjuk
gizi untuk setiap produk yang dibeli; kadar natrium rendah adalah sejumlah 140 mg/sajian
dan kadar natrium tinggi sejumlah 400 mg/sajian (Anonim 2012). Berikut beberapa makanan
yang dapat disajikan dalam diet rendah garam:

Hydrochlorthiazide
Mekanisme Kerja Diuretik
Diuretik bermanfaat dalam pengobatan berbagai penyakit yang berhubungan dengan
retensi abnormal garam dan air dalam kompartemen ekstraseluler tubuh, biasanya dirujuk
sebagai edema. Pada umumnya, diuretik adalah suatu zat yang meningkatkan laju ekskresi
urin oleh ginjal, terutama melalui penurunan reabsorbsi tubular ion natrium dan airnya dalam
tubulus ginjal yang setara secara osmotik. Penimbunan cairan berlebih dalam kompartemen
ekstraseluler dapat disebabkan oleh kegagalan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal, toksemia
kehamilan, atau akibat sampingan obat.
Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, yakni di:
a. Tubuli proksimal
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorbsi secara aktif untuk
lebih kurang 70 %, antara lain ion Na dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena
reabsorbsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap

isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis bekerja di sini dengan merintangi reabsorbsi air
dan juga natrium.
b. Lengkungan Henle
Di bagian menaik Henles loop ini ca 25 % dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi
direabsorbsi secara aktif, disusul dengan reabsorbsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air,
hingga filtrat menjadi hipnotis. Diuretika lengkungan terutama bekerja di sini dengan
merintangi transpor Cl- dan demikian reabsorbsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga
diperbanyak.
c. Tubuli distal
Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorbsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat
menjadi lebih cair dan lebih hipnotis. Senyawa thiazid dan klortalidon bekerja di tempat ini
dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5 - 10 %. Di bagian kedua segmen ini,
ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+; proses ini dikendalikan oleh hormon anakginjal aldosteron. Antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium
(amilorida, triamteren) bertitik kerja di sini dengan mengakibatkan ekskresi Na+ (kurang dari
5 %) dan retensi K+.
d. Saluran pengumpul.
Hormon antidiuretik ADH (vasopresin) dari hipofisis bertitik kerja di sini dengan jalan
mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel - sel saluran ini.

Penggolongan Obat-obatan Antihipertensi


Pengobatan

hipertensi

secara

farmakologis

dapat

digunakan

obat-obatan

antihipertensi antara lain:


Diuretik
Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh melalui kencing
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan. Contoh obat-obatan yang termasuk jenis ini adalah hidroklorotiazid.
Beta bloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Contoh obat-obatan yang termasuk didalamnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan

Atenolol.
Penghambat simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis. Contoh obat yang
termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah: Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin.
Penghambat Angiotensin Converting Enzim (ACE)
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini
adalah Kaptopril.
Penghambat reseptor Angiptensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk
dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan).
Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan
Verapamil.
Penggolongan Obat-obatan Diuretik
a. Diuretik lengkungan : furosemid, bumetanida, dan etakrinat.
Obat - obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan
pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memperlihatkan kurva
dosis-efek curam, artinya bila dosis dinaikkan efeknya (diuresis) senantiasa bertambah.
b. Derivat thiazid: hidroklorothiazid, klortalidon, mefrusida, indapamida, xipamida
(Diurexan), dan klopamida.
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan pada
terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Obat-obat ini memiliki kurva
dosis-efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi, efeknya (diuresis, penurunan
tekanan darah) tidak bertambah.
c. Diuretika penghemat kalium: antagonis aldosteron (spironalokton, kanrenoat), amilorida,
dan triamteren.
Efek obat-obat ini hanya lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika
lainnya guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorbsi Na dan

ekskresi K; proses ini sihambat secara kompetitif (saingan) oleh antagonis aldosteron.
Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal hanya lemah efek ekskresinya mengenai
Na dan K. Tetapi, pada penggunaan diuretika lengkungan dan thiazid, yang mengekskresi
kalium dengan kuat, zat-zat penghemat kalium ini menghambat ekskresi K dengan kuat
pula. Mungkin juga ekskresi dari magnesium.
d. Diuretika osmotis : manitol dan sorbitol.
Obat-obat ini hanya direabsorbsi sedikit oleh tubuli, hingga reabsorbsi air juga terbatas.
Efeknya adalah diuresis osmotis dengan ekskresi air tinggi dan relatif sedikit ekskresi Na.
Terutama manitol, hanya jarang digunakan sebagai infus intravena untuk menurunkan
cairan dan tekanan intraokuler, juga untuk menurunkan volume cairan serebrospinal dan
tekanan intrakranial.
e. Perintangkarbonat hidrase : asetazolamida.
Zat ini merintangi enzim karbonat anhidrase di tubuli proksimal, sehingga di samping
karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air.

Hidroklorotiazid

Hidroklorotiazid merupakan diuretik golongan thiazid yakni diuretik dengan potensi


sedang, yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi natrium pada bagian awal tubulus
distal. Hidroklorotiazid mengandung tidak kurang dari 98,0% C7H8ClN3O4S2 dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemberian : serbuk hablur, putih atau praktis putih; praktis tidak berbau.
Kelarutan : sukar larut dalam air (< 1 dalam 10.000), mudah larut dalam larutan natrium
hidroksida, dalam n-butilamina, dan dalam dimetilfornamida; agak sukar larut dalam
metanol; tidak larut dalam eter, dalam kloroform, dan dalam asam mineral encer.
Indikasi : edema, hipertensi
Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia, memperburuk diabetes dan pirai, mungkin
memperburuk SLE (eritema lupus sistemik), usia lanjut, kehamilan dan menyusui, gangguan
hati dan ginjal (hindarkan bila berat), porifiria.

Kontraindikasi : hipokalemia yang refaktur, hiponatremia, hiperkalsemia, gangguan ginjal


dan hati yang berat, hiperurikemia yang simtomatik, penyakit addison.
Dosis : edema, dosis awal 12,5 25 mg sehari, untuk pemeliharaan jika mungkin kurangi;
edema kuat pada pasien yang tidak mampu untuk mentoleransi diuretika berat, awalnya 75
mg sehari. Hipertensi dosis awal 12,5 mg sehari jika perlu tingkatkan sampai 25 mg sehari.
Usia lanjut dosis awal 12,5 mg sehari mungkin cukup.
Peringatan : penghentian pemberian thiazida pada lansia tidak boleh secara mendadak, karena
resiko

timbulnya

gejala

kelemahan

jantung

dan

peningkatan

tensi.

Efek samping :
a. Hipokalemia : yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretik dengan titik kerja di
bagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion-K+ karena ditukarkan dengan ion Na
akibatnya kadar kalium plasma dapat turun di bawah 3,5 mmol/liter. Gejala kekurangan
kalium ini berupa kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga
aritmia jantung tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata. Pemakaian HCTZ hanya sedikit
menurunkan kadar kalium.
b. Hiperurikemia : terjadi akibat retensi asam urat. Menurut dugaan, hal ini disebabkan oleh
adanya persaingan antar diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di tubuli.
c. Hiperglikemia : dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi akibat
dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan.
d. Hipernatriemia : kekurangan natrium dalam darah. Gejalanya berupa gelisah, kejang otot,
haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps.
Obat-obat diuretik bekerja dengan cara memblok reabsorpsi Na+ (termasuk reabsorpsi
Cl- ) pada tubulus distal dengan menghambat ikatan membran luminal Na+/Cl- cotransport
sistem. Pada kondisi normal, terjadinya reabsorpsi Na+ Cl- dengan mekanisme sebagai
berikut : pada tubulus distal, adanya cotransport NaCl akan memindahkan NaCl dari cairan
luminal menuju ke sel tubulus distal. Cairan luminal Cl akan dipindahkan ke atas, sedangkan
cairan luminal Na akan dipindahkan ke bawah oleh cotransporter tersebut. Reabsorpsi na
terjadi secara lengkap ketika ikatan membran antiluminal Na K+-ATPase diaktifkan akan
memompa Na memasuki ke interstitium melalui antiluminal membran. Cl yang terdapat
dalam intraseluler akan berpindah ke interstitium melalui saluran yang terdapat di membran
antiluminal. Hidroklorotiazid akan menghambat reabsorpsi Na pada cotransporter NaCl di

membran luminal. Penghambatan reabsorpsi ini akan mengurangi tekanan osmotic pada
ginjal, sehingga lebih sedikit air yang direabsorpsi oleh collecting duct. Ini akan memacu
peningkatan urin.
Penurunan Na+ di otot polos menyebabkan penurunan sekunder pada Ca2+
intraseluler sehingga otot menjadi kurang responsif. Hal ini akan menyebabkan relaksasi otot
polos arteriol sehingga akan menurunkan resistensi perifer yang menyebabkan penurunan
tekanan darah.
IX.KESIMPULAN
Wanita tua (63 tahun) mengalami hipertensi ringan yang disebabkan karena
menurunnya fungsi kerja organ tubuh, diberikan dua perlakuan yaitu diet rendah garam
(namun dampak langsung belum terlihat dalam jangka pendek) dan dilanjutkan dengan
pemberian HCT dosis 25 mg/hari, yang keduanya memberikan dampak hiponatremia dan
peningkatan laju ekskresi urin sehingga cairan elektrolit tubuh banyak yang terbuang bersama
urin dan menyebabkan keseimbangan sistem cairan tubuh terganggu yang menjadi penyebab
terjadinya lethargis pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

2012.

Low

Sodium

Diet

Guidelines.

http://my.clevelandclinic.org/healthy_living/nutrition/hic_lowsodium_diet_guidelines.aspx (24 April 2012)


Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Hall, John E. 2009. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Ed. 11. EGC: Jakarta.
Kumala, Poppy [et al]. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed. 25. EGC: Jakarta.
Mader, Sylvia S. 2004. Understanding Human Anatomy & Physiology 5th Ed. The Mc-Graw
Hill Companies: New York.
Price, Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Jilid 1 Ed. 6. EGC: Jakarta.
Ratnadita, Adelia. 2011. Diet Rendah Garam Tidak Terlalu Bermanfaat untuk Jantung.
http://health.detik.com/read/2011/11/10/140330/1764579/763/diet-rendah-garamtidak-terlalu-bermanfaat-untuk-jantung?browse=frommobile (23 April 2012)
Scanlon, Valerie C & Tina Sanders. 2007. Essentials of Anatomy & Physiology 5th Ed. F.A
Davis Company: Philadelphia.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed. 6. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W dkk (editor). 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Jakarta: Interna
Publishing.
Tanu, Ian. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
http://books.google.co.id/books?
id=0dRhHnfPpBgC&pg=PA245&lpg=PA245&dq=hipokloremia&source=bl
&ots=QYI83GEY0w&sig=Bb1lx0BrQQlrYtQLx6Of4Y28vSk&hl=id&sa=X&ei
=7uGWT8qICcXTrQeh9NDUDQ&ved=0CCcQ6AEwAg#v=onepage&q=hipo
kloremia&f=false
http://binfar.depkes.go.id/download/BUKU_SAKU_HIPERTENSI.pdf
http://desi77.wordpress.com/2011/03/27/diagnosis-dan-penatalaksanaankeseimbangan-elektrolit/
http://ilmu-kedokteran.blogspot.com/2007_11_01_archive.html
http://medicastore.com/penyakit/287/Hiponatremia_kadar_natrium_darah_yang_rendah.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf
http://www.dexa-medica.com/images/manajemen_hipertensi.pdf
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_169Dietrendah.pdf/13_169Dietrendah.pdf
http://www.naturindonesia.com/diet-sehat/93-diet../572-diet..hipertensi.pdf
http://www.rssemengresik.co.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=30&Itemid=25
http://www.scribd.com/doc/36688489/HCT-AntiHipertensi-baru

Anda mungkin juga menyukai