PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada
yang menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak
mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai
sehari-hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, struma dengan atau tanpa
kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.
struma endemik sering ditemukan di daerah pegunungan seperti
pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah pegunungan lainnya.
Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanita dibanding
pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita, sedangkan pria 1-5
dari 1.000 pria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Fisiologi
Kelenjar tiroid terdiri atas dua buah lobus yang terletak di sebelah kanan
dan kiri trachea, dan diikat bersama oleh secarik jaringan tiroid yang disebut
istmus tiroid dan yang melintasi trachea disebelah depannya.
Struktur. Kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel yang dibatasi oleh
epithelium silinder, mendapat persediaan darah belimpah-limpah dan yang
disatukan oleh jaringan ikat. Sel itu mengeluarkan secret cairan yang bersifat lekat
yaitu koloida tiroid, yang mengandung zat senyawa yodium; zat aktif yang utama
dari senyawa yodium ini ialah hormone tiroxin. Sekret ini mengisi vesikel dan
dari sini berjalan ke aliran darah, baik langsung ataupun melaui saluran limfe.
Fungsi. Sekresi tiroid di atur oleh sebuah hormon dari lobus anterior kelenjar
hipofisis, yaitu oleh hormon tirotropik.
Fungsi kelenjar tiroid sangat erat bertalian dengan kegiatan metabolik
dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan; bekerja sebagai perangsang
proses oksidasi, mengatur penggunaan oksigen dan dengan sendirinya mengatur
pengeluaran karbondioksida.
Hiposekresi (Hipotiriadisme). Bila kelenjar tiroid kurang mengelurakan secret
pada waktu bayi maka mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal sebagai
kretinisme berupa hambatan pertumbuhan, mental dan fisik. Pada orang dewasa
kekurangan sekresi mengakibatkan mixudema; proses metabolik mundur dan
mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim
peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan
residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula
melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
4. Perangkaian
iodotironil,
yaitu
perangkaian
dua
molekul
DIT
2.2.
Definisi Hipertiroid
Hipertirodisme di gambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi
Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu
penyakit
tiroid
autoimun
yang
antibodinya
merangsang
sel-sel
untuk
2.4
Patofisiologi
Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar atau
kondisi yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau
multipel adenoma kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon
tiroid
yang
berlebihan
dapat
menyebabkan
hipertiroidisme.
Bentuk
Manifestasi Klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang
usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak.
Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat.
Keluhan yang sering timbul antara lain adalah:
2.6
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik dalam menegakkan diagnos hipertiroid tidak hanya
sekedar menilai kelenjar tiroid, tetapi harus juga dicari tanda-tanda yang dapat
muncul akibat kelainan fungsi tiroid dan manifestasi extrathyroidal seperti adanya
kelainan opthalmopathy dan dermopathy.
Pemeriksaan fisik dapat dimulai dengan pemriksaan pada bagian kepala
dan leher. Pemeriksaan diawali dengan melakukan inspeksi pada kelenjar tiroid
pada leher bagian depan dan samping dengan posisi pasien duduk. Setelah itu,
dilakukan palpasi pada kelenjar tiroid dengan meminta pasien untuk
memfleksikan leher supaya otot di leher agak mengendur kelenjar tiroid dapat
dipalpasi dari hadapan pasien maupun dari belakang pasien, dengan menggunakan
kedua jempul untuk mengpalpasi lobus pada kelenjar tiroid. Apabila nodul masih
kecil adalah lebih baik seandainya kelenjar tiroid di palpasi dari kedua arah. Saat
melakukan palpasi, haruslah dimulai dengan mencari kartilago krikoid terlebih
dahulu. Kemudian dilanjutkan dengan meraba isthmus, dan agak ke lateral untuk
meraba kedua again dari lobus (biasanya lobus pada bagian dextra sedikit lebih
besar berbanding lobus sinistra). Lalu pasien diminta untuk menelan air, untuk
menilai adakah kelenjar tiroid akan ikut bergerak seiring dengan pergerakan
menelan.
Antara hal yang harus dicatat saat melakukan palpasi kelenjar tiroid adalah
ukuran, konsistensi, nodul, mobilitas dan fiksasi. Pada keadaan normal, biasanya
ukuran tiroid dapat mencapai 12-20g.
10
Penatalaksanaan
Hipertiroidisme diterapi dengan prinsip utama yaiutu menurunkan kadar
11
mekanisme yang masih belum jelas namun dapat meningkatkan kadar remisi.
PTU bekerja dengan menghambat deiodinasi T3 dan T4. Efek obat tersebut hanya
memberikan keuntungan yang kecil sekali, melainkan pada kasus seperti
tiroitoksikosis, dimana PTU mempunyai paruh hidup yang sangat singkat
(90menit) berbanding metrhimazole (6jam).
Terdapat banyak variasi obat anti-tiroid. Dosis inisial carbimazole atau
methimazole biasanya antara 10-20 mg tiap 8- 12 jam, dan setelah mencapai kadar
eutiroid, obat dapat diambil dalam kurun waktu tiap 24 jam sekali makan. PTU
diberikan dengan dosis 100-200mg tiap 6-8 jam, dan dilakukan tapering off pada
setiap pemberian terapi PTU. Dosis inisial dapat dikurangi apabila hipertiroidisme
terbukti berkurang. Obat dengan dosis yang sangat tinggi harus dikombinasikan
dengan levotiroxin bagi menghindari terjadinya hipotiroidisme karena pemberian
obat.
Fungsi tiroid dan manifestasi klinis harus diperiksa setelah 3-4 minggu
pemberian obat dan dosis awal dilakukan titrasi berdasarkan kadar unbound T4.
Kebanyakan pasien tidak mencapai eutiroid setelah 6-8 minggu pemberian obat
anti tiroid. Kadar TSH masih berkurang dalam jangka waktu beberapa bulan dan
oleh karena itu, tidak menunjukan index terapi yang memuaskan. Biasanya, titrasi
yang dilakukan pada obat anti-tiroid adalah sebanyak 2.5-10mg (carbimazole atau
methimazole) dan 50-100mg (PTU). Kadar remisi yang maximal ditemukan
hampir 30-50% dari populasi dalam kurun waktu 18-24 bulan. Pasien dengan
severe hipertiroidisme dan goiter yang besar biasanya akan mengalami relaps
12
apabila terapi diberhentikan. Oleh sebab itu, semua pasien harus dilakukan
follow-up setidaknya 1 tahun setelah terapi atau seumur hidup.
Efek samping yang biasanya dialami pasien dengan terapi obat anti-tiroid
adalah kemerahan, utrikaria, demam dan atralgia. Hal ini dapat membaik secara
spontan atau dengan menggantikan obat alternatif anti-tiroid yang lain. Propanolol
dengan dosis 20-40mg tiap 6 jam atau penghamat beta yang lebih panjang waktu
kerjanya seperti atenolol dapat membantu dalam menagontrol efek adrenergic
terutamanya pada tahap awal pemberian obat anti-tiroid (sebelum anti-tiroid dapat
memberikan efek yang optimal). Pemberian obat anti-koagulasi harus dipikirkan
pada pasien dengan atrial fibrilasi. Jika digoxin akan digunakan sebagai regimen
yang dipilih, peningkatan dosis harus dilakukan pada kondisi tirotoksikosis pada
pasien ini meliputi pemberian PTU 400 mg dalam jangka waktu tiap 8 jam dan
propanolol 10mg tiap 6 jam.
Pengobatan yang diberikan antara lain adalah membaiki keadaaan umum
dengan memberikan cairan NaCl 0.9% untuk koreksi elektrolit. Mengoreksi
hipertiroidisme dengan cepat yaitu dengan:
a. memblok sintesis hormone baru: PTU dosis besar (600-1000 mg)
diikuti dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total
1000-1500 mg;
b. memblok keluarnya bakal hormone dengan solusio lugol (10 tetes
setiap 6-8 jam) atau larutan kalium iodide jenuh 5 tetes setiap 6
13
jam. Jika ada, berikan endoyodin (NaI) IV, kalau tidak ada solusio
Lugol/ larutan kalium iodide jenuh tidak memadai;
c. menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 dengan
propanolol, ipodat, penghambat beta dan/atau kortikosteroid.
Pemberian hidrokortison dosis stess (100mg tiap 8 jam atau
deksametason 2 mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya adalah
karena defisiensi steroid relatif akibat hipermetabolisme dan
menghambat konversi perifer T4.
Untuk antipiretik digunakan asetaminofen, jangan aspirin karena akan
melepas ikatan protein-hormon tiroid sehingga freehormon meningkat. Propanolol
dapat mengurangi takikardia dan menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
dengan dosis 20-40 mg tiap 6 jam.
14
2. Kelainan hormogenesis :
a) kelainan bawaan enzim,
b) defisiensi yodium ( kreatinisme endemik ),
c) pemakaian obat-obat anti-tiroid oleh ibu hamil ( maternal ).
Didapat
Biasanya disebut hipotiroid juvenilis. Pada kelainan ini terjadi atrofi kelenjar
yang sebelumnya normal. Penyebabnya adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Idiopatik ( autoimunisasi )
Tiroidektomi
Tiroiditis
Pemakaian obat anti tiroid
Kelainan hipofisis
Defisiensi spesifik TSH
2.10 Patofisiologi
Gejal
a
-Berpikir lambat
-Kulit kering, rambut tebal, rambut rontok, kuku pecah
-Asupan makan kurang, berat badan bertambah
-Konstipasi
-Menoragi, libido berkurang
-Tidak tahan dingin
15
Tanda
2.12 Pemeriksaan
Laboratorium
-
-Tiroksin bebas, T4, T3, T3 resin atau T4 uptake, free thyroxine index semua
menurun
-Ambilan Yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid menurun
-Basal metabolic rate (BMR) menurun
-Kadar kolesterol serum meningkat
-Kompleks QRS voltage rendah pada EKG
2.13 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan ialah untuk meringankan kelainan dan gejala,
menormalkan metabolisme, menormalkan TSH (bukan mensupresi), membuat T3
dan T4 normal, menghindari komplikasi dan resiko.
Prinsip dalam pemberian terapi :
a). makin berat hipotiroidisme makin rendah dosis awal dan makin
landai peningkatan dosis
b). Lansia dengan penyakit jantung, dosis harus hati-hati.
16
Idealnya, pengganti T4 sintetik harus dikonsumsi pada pagi hari, 30 menit sebelum
makan. Obat-obat lain yang mengandung zat besi atau antasid harus dihindari,
karena mereka mengganggu penyerapan.
Terapi hipotiroid dimonitor pada kira-kira interval-interval enam minggu
sampai
stabil.
Dengan
periksa
darah
TSH-nya
tujuannya
adalah
untuk
BAB III
KESIMPULAN
Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat
penting untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat
untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh
perubahan kadar hormon tiroid dalam tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda
keganasan yang dapat diketahui secara dini.
Selanjutnya adalah menentukan pemeriksaan penunjang yang tepat untuk
menentukan diagnosis pasti dari jenis struma yang ada. Dengan menegakkan
diagnosis pasti maka kita dapat mnentukkan tatalaksana yang tepat bagi struma
yang dialami oleh pasien. Apakah memerlukan tindakan pembedahan, atau cukup
diberi pengobatan dalam jangka waktu tertentu.
17