Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh

penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada
yang menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak
mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai
sehari-hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, struma dengan atau tanpa
kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.
struma endemik sering ditemukan di daerah pegunungan seperti
pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah pegunungan lainnya.
Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanita dibanding
pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita, sedangkan pria 1-5
dari 1.000 pria.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi Fisiologi
Kelenjar tiroid terdiri atas dua buah lobus yang terletak di sebelah kanan

dan kiri trachea, dan diikat bersama oleh secarik jaringan tiroid yang disebut
istmus tiroid dan yang melintasi trachea disebelah depannya.
Struktur. Kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel yang dibatasi oleh
epithelium silinder, mendapat persediaan darah belimpah-limpah dan yang
disatukan oleh jaringan ikat. Sel itu mengeluarkan secret cairan yang bersifat lekat
yaitu koloida tiroid, yang mengandung zat senyawa yodium; zat aktif yang utama
dari senyawa yodium ini ialah hormone tiroxin. Sekret ini mengisi vesikel dan
dari sini berjalan ke aliran darah, baik langsung ataupun melaui saluran limfe.
Fungsi. Sekresi tiroid di atur oleh sebuah hormon dari lobus anterior kelenjar
hipofisis, yaitu oleh hormon tirotropik.
Fungsi kelenjar tiroid sangat erat bertalian dengan kegiatan metabolik
dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan; bekerja sebagai perangsang
proses oksidasi, mengatur penggunaan oksigen dan dengan sendirinya mengatur
pengeluaran karbondioksida.
Hiposekresi (Hipotiriadisme). Bila kelenjar tiroid kurang mengelurakan secret
pada waktu bayi maka mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal sebagai
kretinisme berupa hambatan pertumbuhan, mental dan fisik. Pada orang dewasa
kekurangan sekresi mengakibatkan mixudema; proses metabolik mundur dan

terdapat kecendrungan untuk bertambah berat, gerakannya lamban, cara berpikir


dan bicara lamban dan kulitnya dibawah normal, dan denyut nadinya pelan.
Hipersekresi. Pada pembesaran kelenjar dan penambahan sekresi yang disebut
Hipertiroidisme, Semua simptomnya sebaliknya dari mixudema. Kecepatan
metabolisme naik dan suhu tubuh dapat lebih tingggi dari normal. Pasien turun
beratnya, gelisah, dan mudah marah, kecepatan denyut nadi naik, cardiac output
bertambah dan symptom kardio-vaskuler mencakup fibrilasi atrium dan kegagalan
jantung.
Pada keadaan yang dikenal sebagai penyakit Grave atau gondok
exoftalmus, tampak mata menonjol keluar. Efek ini disebabkan terlampau aktifnya
hormon tiroid. Ada kalanya tidak hilang dengan pengobatan. Hipertiriodisme
dapat diobati dengan tablet yang menghentikan produksi tiroxin di dalam kelenjar,
dengan operasi atau Yodium radioaktif
Persarafan kelenjar tiroid:
1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens
(cabang N.vagus) N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu
operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak).
Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid:
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid
merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga

mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim
peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan
residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula
melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
4. Perangkaian

iodotironil,

yaitu

perangkaian

dua

molekul

DIT

(diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian


MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini
diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi
dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap
berada dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam
darah. Proses ini dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami
deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase
sangat berperan dalam proses ini.
8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan
kompleks golgi.

2.2.

Definisi Hipertiroid
Hipertirodisme di gambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi

kelebihan sekresi hormon tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada manifestasi klinis


yang terjadi bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan hormon ini.
Hipertirodisme merupakan kelainan endokrin yang dapat di cegah. Seperti
kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan kelainan yang sangat menonjol
pada wanita. Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih banyak dari pada
laki-laki terutama wanita muda yang berusia antara 20 tahun dan 40 tahun.
Hipertiroid adalah ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat
dari produksi hormon tiroid yang berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme
yaitu penyakit graves dan goiter nodular toksik.
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Bentuk yang umum dari masalah ini
adalah penyakit graves, sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma,
tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat, tiroditis
subkutan dan berbagai bentuk kenker tiroid.
2.3

Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu

penyakit

tiroid

autoimun

yang

antibodinya

merangsang

sel-sel

untuk

menghasilkan hormon yang berlebihan. Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang


selain penyakit graves adalah:

Toksisitas pada strauma multinudular

Adenoma folikular fungsional ,atau karsinoma(jarang)

Adema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)

Tomor sel benih,missal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan


bahan mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid
fungsional)

Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat


berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal

2.4

Patofisiologi
Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar atau

kondisi yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau
multipel adenoma kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon
tiroid

yang

berlebihan

dapat

menyebabkan

hipertiroidisme.

Bentuk

hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit graves (goiter difustoksik)


yang mempunyai tiga tanda penting, pertama hipertiroidisme, kedua pembesaran
kelenjar tiroid (goiter) dan ketiga eksoptalmos (protrusi mata abnormal). Penyakit
Graves merupakan kelainan auto imun yang di mediasi oleh anti bodi IgG yang
berkaitan dengan reseptor TSH aktif pada permukaan sel-sel tiroid. Penyebab lain
hipertiroidisme dapat mencakup goiter nodular toksik, adenoma, toksik (jinak),
karsinoma tiroid, tiroiditis subakut dan kronis, ingesti TH.
Patofisiologi di balik manisfestasi penyakit hipertiroid Graves dapat dibagi
ke dalam dua kategori, pertama sekunder akibat rangsangan berlebih system saraf
adrenergik dan yang kedua, merupakan akibat tingginya kadar TH yang
bersirkulasi.

Hipertiroidisme ditandai oleh kehilangan pengontrolan normal sekresi


hormon tiroid (TH). Karena kerja TH pada tubuh adalah merangsang, maka terjadi
hipermestabolisme, yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Jumlah
TH yang berlebihan menstimulasi system kardiak dan meningkatkan jumlah
reseptor beta-adrenergik. Keadaan ini mengarah pada takikardia adan peningkatan
curah jantung, volume sekuncup, kepekaan adrenergik, dan aliran darah perifer.
Metabolisme sangat meningkat, mengarah pada keseimbangan nitrogen
negatif, penipisan lemak dan hasil akhir defesiensi nutrisi. Jika hipertiroidisme
terjadi sebelum pubertas, akan terjadi penundaan perkembangan seksual pada
kedua jenis kelamin, tetapi pada pubertas mengakibatkan penurunan libido baik
pada laki-laki maupun perempuan. Setelah pubertas wanita akan juga
menunjukan ketidakteraturan menstruasi dan penurunan fertilitas.
2.5

Manifestasi Klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang

usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak.
Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat.
Keluhan yang sering timbul antara lain adalah:

Kecemasan,ansietas, insomnia, dan tremor halus

Penurunan berat badan walaupun nafsu makan baik

Intoleransi panas dan banyak keringat

Papitasi, takikardi, aritmia jantung, dan gagal jantung,yang dapat terjadi


akibat efek tiroksin pada sel-sel miokardium

Amenorea dan infertilitas

Kelemahan otot, terutama pada lingkar anggota gerak miopati proksimal)

Osteoporosis disertai nyeri tulang

2.6

Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik dalam menegakkan diagnos hipertiroid tidak hanya

sekedar menilai kelenjar tiroid, tetapi harus juga dicari tanda-tanda yang dapat
muncul akibat kelainan fungsi tiroid dan manifestasi extrathyroidal seperti adanya
kelainan opthalmopathy dan dermopathy.
Pemeriksaan fisik dapat dimulai dengan pemriksaan pada bagian kepala
dan leher. Pemeriksaan diawali dengan melakukan inspeksi pada kelenjar tiroid
pada leher bagian depan dan samping dengan posisi pasien duduk. Setelah itu,
dilakukan palpasi pada kelenjar tiroid dengan meminta pasien untuk
memfleksikan leher supaya otot di leher agak mengendur kelenjar tiroid dapat
dipalpasi dari hadapan pasien maupun dari belakang pasien, dengan menggunakan
kedua jempul untuk mengpalpasi lobus pada kelenjar tiroid. Apabila nodul masih
kecil adalah lebih baik seandainya kelenjar tiroid di palpasi dari kedua arah. Saat
melakukan palpasi, haruslah dimulai dengan mencari kartilago krikoid terlebih
dahulu. Kemudian dilanjutkan dengan meraba isthmus, dan agak ke lateral untuk
meraba kedua again dari lobus (biasanya lobus pada bagian dextra sedikit lebih
besar berbanding lobus sinistra). Lalu pasien diminta untuk menelan air, untuk
menilai adakah kelenjar tiroid akan ikut bergerak seiring dengan pergerakan
menelan.
Antara hal yang harus dicatat saat melakukan palpasi kelenjar tiroid adalah
ukuran, konsistensi, nodul, mobilitas dan fiksasi. Pada keadaan normal, biasanya
ukuran tiroid dapat mencapai 12-20g.

Pemeriksaan USG menjadi pemeriksaan yang harus dilakukan dalam


memastikan ukuran kelenjar tiroid yang membesar dengan lebih tepat. Auskultasi
dilakukan dengan tujuan mencari adanya bunyi bruit disekitar kelenjar tiroid yang
membesar dan hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan vaskularisasi
seperti yang terjadi pada kasus hipertiroidisme.
Apabila batas bawah lobus tiroid tidak dapat teraba dengan jelas,
pembesaran yang terjadi berada pada bagian retrosternal. Pembesaran kelenjar
tiroid pada bagian retrosternal dapat menyebabkan distensi vena sehingga
menyebabkan kesukaran bernafas, terutama apabila tangan di angkat ke atas
(Pemberton`s sign).
Oleh karena sifat TSH yang sangat sensitif dan spesifik dalam rangka
mendeteksi jumlahnya dalam darah, maka TSH dapat digunakan sebagai marker
dalam mendeteksi fungsi hormon tiroid. Selain itu, kadar TSH juga berespon
secara dinamik apabila adanya perubahan terhadap kadar T4 dan T3. Oleh sebab
itu, kadar TSH menjadi marker utama dalam rangka menentukan nilai hormon
tiroid yang berkurang, normal, maupun meningkat.
Penemuan tentang nilai TSH yang abnormal haruslah diikuti dengan
pengukuran nilai hormon tiroid dalam darah bagi memastikan lagi diagnosis
hipertiroidisme (TSH yang rendah) dan hipotiroidisme (TSH yang tinggi).
Pemeriksaan dengan menggunakan radioimmunoassay dapat dilakukan
bagi mendeteksi kadar T3 dan T4 darah. T3 dan T4 berikatan dengan protein dan

10

terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kadar hormon tersebut


(penggunaan obat-obatan tertentu, penyakit tertentu serta faktor genetik). Oleh itu,
adalah perlu untuk mengukur nilai hormon tersebut dalam kondisi bebas atau
tanpa terikat oleh protein.
Kadar hormon tiroid dapat meningkat apabila kadar TBG meningkat
terutama dalam kondisi kadar estrogen yang meningkat (kehamilan, kontraseptif
oral, terapi hormon replacement, tamoxifen). Juga, dapat berkurang dalam kondisi
seperti androgen tinggi dan sindroma nefrotik. Masalah genetik dan acute illness
juga dapat mempengaruhi kadar hormone tiroid yang berikatan dengan protein
dalam darah. Oleh karena hanya hormon tiroid yang bebas berikatan terdeteksi
normal dalam kondisi-kondisi seperti diatas, adalah disarankan untuk melakukan
pemeriksaan hormon tiroid bebas berikatan dalam rangka menilai kadar hormon
tiroid.
2.7

Penatalaksanaan
Hipertiroidisme diterapi dengan prinsip utama yaiutu menurunkan kadar

sintesis hormon tiroid, dengan menggunakan obat anti-tiroid, radioiodine, atau


dengan tehnik operasi kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid yang sering digunakan
adalah dari golongan thionamides, seperti prophylthiouracil (PTU), carbimazole,
dan methimazole yang merupakan sejenis metabolik yang aktif.
Obat-obat tersebut bekerja dengan menghambat fungsi TPO, megurangi
oksidasi dan organifikasi iodida. Obat-obat ini juga derajat aktifitas tiroid dengan

11

mekanisme yang masih belum jelas namun dapat meningkatkan kadar remisi.
PTU bekerja dengan menghambat deiodinasi T3 dan T4. Efek obat tersebut hanya
memberikan keuntungan yang kecil sekali, melainkan pada kasus seperti
tiroitoksikosis, dimana PTU mempunyai paruh hidup yang sangat singkat
(90menit) berbanding metrhimazole (6jam).
Terdapat banyak variasi obat anti-tiroid. Dosis inisial carbimazole atau
methimazole biasanya antara 10-20 mg tiap 8- 12 jam, dan setelah mencapai kadar
eutiroid, obat dapat diambil dalam kurun waktu tiap 24 jam sekali makan. PTU
diberikan dengan dosis 100-200mg tiap 6-8 jam, dan dilakukan tapering off pada
setiap pemberian terapi PTU. Dosis inisial dapat dikurangi apabila hipertiroidisme
terbukti berkurang. Obat dengan dosis yang sangat tinggi harus dikombinasikan
dengan levotiroxin bagi menghindari terjadinya hipotiroidisme karena pemberian
obat.
Fungsi tiroid dan manifestasi klinis harus diperiksa setelah 3-4 minggu
pemberian obat dan dosis awal dilakukan titrasi berdasarkan kadar unbound T4.
Kebanyakan pasien tidak mencapai eutiroid setelah 6-8 minggu pemberian obat
anti tiroid. Kadar TSH masih berkurang dalam jangka waktu beberapa bulan dan
oleh karena itu, tidak menunjukan index terapi yang memuaskan. Biasanya, titrasi
yang dilakukan pada obat anti-tiroid adalah sebanyak 2.5-10mg (carbimazole atau
methimazole) dan 50-100mg (PTU). Kadar remisi yang maximal ditemukan
hampir 30-50% dari populasi dalam kurun waktu 18-24 bulan. Pasien dengan
severe hipertiroidisme dan goiter yang besar biasanya akan mengalami relaps

12

apabila terapi diberhentikan. Oleh sebab itu, semua pasien harus dilakukan
follow-up setidaknya 1 tahun setelah terapi atau seumur hidup.
Efek samping yang biasanya dialami pasien dengan terapi obat anti-tiroid
adalah kemerahan, utrikaria, demam dan atralgia. Hal ini dapat membaik secara
spontan atau dengan menggantikan obat alternatif anti-tiroid yang lain. Propanolol
dengan dosis 20-40mg tiap 6 jam atau penghamat beta yang lebih panjang waktu
kerjanya seperti atenolol dapat membantu dalam menagontrol efek adrenergic
terutamanya pada tahap awal pemberian obat anti-tiroid (sebelum anti-tiroid dapat
memberikan efek yang optimal). Pemberian obat anti-koagulasi harus dipikirkan
pada pasien dengan atrial fibrilasi. Jika digoxin akan digunakan sebagai regimen
yang dipilih, peningkatan dosis harus dilakukan pada kondisi tirotoksikosis pada
pasien ini meliputi pemberian PTU 400 mg dalam jangka waktu tiap 8 jam dan
propanolol 10mg tiap 6 jam.
Pengobatan yang diberikan antara lain adalah membaiki keadaaan umum
dengan memberikan cairan NaCl 0.9% untuk koreksi elektrolit. Mengoreksi
hipertiroidisme dengan cepat yaitu dengan:
a. memblok sintesis hormone baru: PTU dosis besar (600-1000 mg)
diikuti dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total
1000-1500 mg;
b. memblok keluarnya bakal hormone dengan solusio lugol (10 tetes
setiap 6-8 jam) atau larutan kalium iodide jenuh 5 tetes setiap 6

13

jam. Jika ada, berikan endoyodin (NaI) IV, kalau tidak ada solusio
Lugol/ larutan kalium iodide jenuh tidak memadai;
c. menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 dengan
propanolol, ipodat, penghambat beta dan/atau kortikosteroid.
Pemberian hidrokortison dosis stess (100mg tiap 8 jam atau
deksametason 2 mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya adalah
karena defisiensi steroid relatif akibat hipermetabolisme dan
menghambat konversi perifer T4.
Untuk antipiretik digunakan asetaminofen, jangan aspirin karena akan
melepas ikatan protein-hormon tiroid sehingga freehormon meningkat. Propanolol
dapat mengurangi takikardia dan menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
dengan dosis 20-40 mg tiap 6 jam.

2.8 Definisi Hipotiroid


Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar
untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Hipotiroidisme
terdapat pada bayi, anak dan dewasa, Gejala hipotiroidisme pada orang dewasa
kebanyakan reversibel dengan terapi.
2.9 Klasifikasi dan Etiologi
Bawaan ( kreatinisme )
1. Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.

14

2. Kelainan hormogenesis :
a) kelainan bawaan enzim,
b) defisiensi yodium ( kreatinisme endemik ),
c) pemakaian obat-obat anti-tiroid oleh ibu hamil ( maternal ).
Didapat
Biasanya disebut hipotiroid juvenilis. Pada kelainan ini terjadi atrofi kelenjar
yang sebelumnya normal. Penyebabnya adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Idiopatik ( autoimunisasi )
Tiroidektomi
Tiroiditis
Pemakaian obat anti tiroid
Kelainan hipofisis
Defisiensi spesifik TSH

2.10 Patofisiologi

Normal, tiroid 100-125 mcg T4 (tiroksin)/hari & sedikit T3


(triiodotironin)

Jaringan Perifer T4 T3 (bentuk aktif hormon tiroid)

T4 menurun 25% belum banyak menurunkan T3 meningkatkan


produksi TSH (feed back mechanism) merangsang tiroid memproduksi
T3 (hiperplasia + Hipertrofi kel tiroid)

2.11 manifestasi Klinis

Gejal
a

-Berpikir lambat
-Kulit kering, rambut tebal, rambut rontok, kuku pecah
-Asupan makan kurang, berat badan bertambah
-Konstipasi
-Menoragi, libido berkurang
-Tidak tahan dingin

15

Tanda

-Muka bundar, bicara lambat, suara kasar


-Hipokinesia, kelemahan otot, refleks tendon dalam lambat
relaksasi
-Kulit dingin, kering, tebal, bersisik; rambut kasar, kuku bergaris
-Edema periorbital (sekitar mata)
-Pembesaran jantung, denyut lambat , suara tidak jelas
-Asites, efusi perikardial, edema mata kaki
-Depresi, gangguan mental

2.12 Pemeriksaan
Laboratorium
-

TSH serum meningkat

-Tiroksin bebas, T4, T3, T3 resin atau T4 uptake, free thyroxine index semua
menurun
-Ambilan Yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid menurun
-Basal metabolic rate (BMR) menurun
-Kadar kolesterol serum meningkat
-Kompleks QRS voltage rendah pada EKG
2.13 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan ialah untuk meringankan kelainan dan gejala,
menormalkan metabolisme, menormalkan TSH (bukan mensupresi), membuat T3
dan T4 normal, menghindari komplikasi dan resiko.
Prinsip dalam pemberian terapi :
a). makin berat hipotiroidisme makin rendah dosis awal dan makin
landai peningkatan dosis
b). Lansia dengan penyakit jantung, dosis harus hati-hati.

16

Idealnya, pengganti T4 sintetik harus dikonsumsi pada pagi hari, 30 menit sebelum
makan. Obat-obat lain yang mengandung zat besi atau antasid harus dihindari,
karena mereka mengganggu penyerapan.
Terapi hipotiroid dimonitor pada kira-kira interval-interval enam minggu
sampai

stabil.

Dengan

periksa

darah

TSH-nya

tujuannya

adalah

untuk

mempertahankan TSH dalam batas-batas normal.

BAB III
KESIMPULAN
Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat
penting untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat
untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh
perubahan kadar hormon tiroid dalam tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda
keganasan yang dapat diketahui secara dini.
Selanjutnya adalah menentukan pemeriksaan penunjang yang tepat untuk
menentukan diagnosis pasti dari jenis struma yang ada. Dengan menegakkan
diagnosis pasti maka kita dapat mnentukkan tatalaksana yang tepat bagi struma
yang dialami oleh pasien. Apakah memerlukan tindakan pembedahan, atau cukup
diberi pengobatan dalam jangka waktu tertentu.

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Kasus Hipertiroid
    Laporan Kasus Hipertiroid
    Dokumen49 halaman
    Laporan Kasus Hipertiroid
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Coma
    Coma
    Dokumen1 halaman
    Coma
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Referat Defisiensi Vitamin A
    Referat Defisiensi Vitamin A
    Dokumen16 halaman
    Referat Defisiensi Vitamin A
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Coma
    Coma
    Dokumen1 halaman
    Coma
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Coma
    Coma
    Dokumen1 halaman
    Coma
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Tri Utami Ningrum
    Belum ada peringkat
  • Kuisioner Tentang Keputihan
    Kuisioner Tentang Keputihan
    Dokumen7 halaman
    Kuisioner Tentang Keputihan
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • PGD08 Penurunan Kesadaran Q
    PGD08 Penurunan Kesadaran Q
    Dokumen16 halaman
    PGD08 Penurunan Kesadaran Q
    Olliph Virnoliph Leiqueno Herjunetand
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Hirsprung Disease
    Hirsprung Disease
    Dokumen16 halaman
    Hirsprung Disease
    Tri Utami Ningrum
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Wendra Saputra
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 DM
    Bab 3 DM
    Dokumen34 halaman
    Bab 3 DM
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isi
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Tri Utami Ningrum
    Belum ada peringkat
  • BAB II Laporan Kasus
    BAB II Laporan Kasus
    Dokumen10 halaman
    BAB II Laporan Kasus
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Polio
    Polio
    Dokumen22 halaman
    Polio
    Erwin Skilly
    Belum ada peringkat
  • BAB II Laporan Kasus
    BAB II Laporan Kasus
    Dokumen10 halaman
    BAB II Laporan Kasus
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Pembahasan
    BAB IV Pembahasan
    Dokumen1 halaman
    BAB IV Pembahasan
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Apa Itu Polio
    Apa Itu Polio
    Dokumen10 halaman
    Apa Itu Polio
    'itii Diah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Obat
    Daftar Isi Obat
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Obat
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Mola Peb
    Mola Peb
    Dokumen41 halaman
    Mola Peb
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Biodata Mahasiswa Kulkel
    Biodata Mahasiswa Kulkel
    Dokumen4 halaman
    Biodata Mahasiswa Kulkel
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat
  • Cover Refarat PD
    Cover Refarat PD
    Dokumen1 halaman
    Cover Refarat PD
    RaihanaAlbasyaeb
    Belum ada peringkat