Anda di halaman 1dari 15

PSEUDOFAKIA

Definisi
Pseudofakia adalah Lensa yang ditanam pada mata (lensa intra okuler) yang
diletakkan tepat ditempat lensa yang keruh dan sudah dikeluarkan. 1 Lensa ini akan
memberikan penglihatan lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan waktu operasi katarak dan
akan tetap disana untuk seumur hidup. Lensa ini tidak akan mengganggu dan tidak perlu
perawatan khusus dan tidak akan ditolak keluar oleh tubuh.2
Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam macam, seperti :
1. Pada bilik mata depan, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki penyokongnya
bersandar pada sudut bilik mata
2. Pada daerah pupil, dimana bagian optik lensa pada pupil dengan fiksasi pupil.
3. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal dibelakang iris.
Lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsular
4. Pada kapsul lensa.
Pada saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak didalam kapsul lensa.
Meletakkan lensa tanam didalam bilik mata memerlukan perhatian khusus :2
1. Endotel kornea terlindung
2. Melindungi iris terutama pigmen iris
3. Melindungi kapsul posterior lensa
4. Mudah memasukkannya karena tidak memberikan cedera pada zonula lensa.
Keuntungan pemasangan lensa ini :2
1. Penglihatan menjadi lebih fisiologis karena letak lensa yang ditempatkan pada tempat
lensa asli yang diangkat.
2. Lapang penglihatan sama dengan lapang pandangan normal
3. Tidak terjadi pembesaran benda yang dilihat
4. Psikologis, mobilisasi lebih cepat.
Pemasangan lensa tidak dianjurkan kepada :2
1. Mata yang sering mengalami radang intra okuler (uveitis)
2. Anak dibawah 3 tahun
3. Uveitis menahun yang berat

4. Retinopati diabetik proliferatif berat


5. Glaukoma neovaskuler

Konjungtivitis Virus

Konjungtivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada konjungtiva


(lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh
mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, dan iritasi bahan-bahan kimia
(Anonim, 2009).
Konjungtivitis, terdiri dari:
1. Konjungtivitis alergi (keratokonjungtivits atopik, simple alergik konjungtivitis,
konjungtivitis seasonal, konjungtivitis vernal, giant papillary conjungtivitis).
2. Konjungtivitis bakterial (hiperakut, akut, kronik).
3. Konjungtivitis virus (adenovirus, herpetik).
4. Konjungtivitis klamidia.
5. Bentuk konjungtivitis lain (Contact lens-related, mekanik, trauma, toksik, neonatal,
Parinauds okuloglandular syndrome, phlyctenular, sekunder) (Alamsyah, 2007).

Boleh dikatakan masyarakat sudah sangat mengenalnya. Penyakit ini dapat menyerang semua
umur. Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikro-organisme (terutama virus dan kuman atau
campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara. Dalam waktu 12 sampai 48 jam
setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus
kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis bisa
diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik.

Anamnesis
1.
2.
3.
4.

Identitas pasien
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan keluarga

Keluhan utama : kedua mata merah sejak lima hari yang lalu disertai keluar darah. Ada
riwayat kontak dengan teman sekelasnya dengan keluhan serupa. Tidak ada riwayat trauma
Pemeriksaan fisik
1.
2.
3.
4.
5.

Pemeriksaan tajam penglihatan (visus)


Pemeriksaan segmen posterior
Pemeriksaan gerak bola mata
Pemeriksaan lapang pandang (test konfrontasi)
Pemeriksaan tekanan bola mata (tonometri digital)

Didapat:

Kesadaran kompos mentis


Subfebris
Limfadenopati preaurikular
Kedua palpebra udema
Perdarahan subkkonjungtiva
Injeksi konjungtiva dengan reaksi folikel
Membran keputihan pada konjungtiva palpebra
Visus 20/20

Pemeriksaan penunjang
1. Konjungtivitis virus akut : Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel
mononuclear, dan tidak ada bakteri yang tumbuh pada biakan
2. Keratokonjungtivitis Epidemika : Kerokan konjungtiva menampakan reaksi radang
mononuclear primer, juga Nampak neutrofil yang banyak
3. Konjungtivits Virus Herpes Simpleks : Jika konjungtivitisnya folikular reaksi
radangnya terutama mononuclear, tetapi jika ada pseudomembran reaksinya terutama
polimorfonuklear akibat kemotaksis nekrosis.
4. Konjungtivitis Hemoragika Akut : Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva
dan kornea dengan fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak tampak pada
pulasan Giemsa.
5. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum : Reaksi radangnya terutama
mononuclear

6. Blefarokonjungtivitis

Varicella-Zoster

kerokan

dari

vesikel

palpebranya

mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear


7. Keratokonjungtivitis Campak : Kerokan konjungtiva menunjukan reaksi sel
mononuclear, kecuali jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Pulasan Giemsa
terlihat sel-sel raksasa

Working Diagnosa
Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus adalah suatu penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat, sampai
infeksi ringan yang cepat sembuh sendiri.
1. Konjungtivitis virus akut
a. Demam faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang kadang tipe 4 dan 7. Virusnya dapat dibiakan dalam sel sel HeLa
dan di identifikasi oleh uji netralisasi.
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tidak ada
bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak anak
dari pada orang dewasa dan mudah menular dalam di kolam renang berklor
rendah.
Tidak ada pengobatan spesifik, tetapi konjungtivitis umumnya sembuh sendiri
kira kira dalam 10 hari.
Manifestasi klinis :
- Demam faringokonjingtival ditandai oleh demam 38,3 40 C
- Sakit tenggorokan
- Konjungtivitis folikular pada satu atau kedua mata
- Dapat unilateral atau bilateral
- Mata merah dan sering berair
- Terdapat keratitis epitel superficial dan kekeruhan subepitel
- Yang khas terdapat Limfadenopati preaurikular (tidak nyeri tekan)
b. Keratokonjungtivitis Epidemika
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan
37 (subgroup D adenovirus manusia). virus-virus ini dapat diisolasi dalam
biasakan sel dan diidentifikasi denga uji netralisisasi. Kerokan konjungtiva
menampakan reaksi radang mononuclear primer, juga Nampak neutrofil yang
banyak.

Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas dibagian luar


mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik infeksi
virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu
mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya terdapat
injeksi konjungtiva, nyeri sedang, dan berair mata. Dalam 5-14 hari akan
diikuti oleh fotofobia, keratitis epitel dan kekeruhan subepitel yang bulat.
Sensasi kornea normal dan terdapat nodus preauricular dengan nyeri tekan
yang khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai
fase akut, dengan folikel dan perdarahan konjungtivayang sring muncul dalam
48 jam
Konjungtivitisnya berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terfokus di pusat kornea, biasanya tidak pernah ke tepian.
Belum ada terapi yang spesifik, tetapi kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala.
c. Konjungtivits Virus Herpes Simpleks
Konjungtivitis virus herpes simplek (HSV) biasanya mengenai anak kecil,
adalah keadaan luarbiasa yang ditandai dengan injeksi unilateral, iritasi, secret
mukoid, nyeri dan fotofobia ringan. Keadaan ini sering disertai keratitis herpes
simpleks, dengan kornea yang menampakan lesi-lesi eputel tersendiri yang
umumnya menyatu membentuk ulkus tunggulan maupun bercabang
(dendritik)
Vesikel-vesikel herpes terkadang muncul di palpebra dan tepian palpebra,
disertai edema palpebra hebat. Khasnya ditemukan sebuah nodus preaurikular
kecil yang nyeri tekan.
Jika konjungtivitisnya folikular reaksi radangnya terutama mononuclear, tetapi
jika ada pseudomembran reaksinya terutama polimorfonuklear akibat
kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan
kornea dengan fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak tampak
pada pulasan Giemsa.
Virusnya mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung
Dacron kering atau aglinat calciumdiatas konjungtiva secara hati-hati.
Konjungtivitis HSV dapat berlangsung 2-3 minggu, jika

timbul

pseudomembran dapat meninggalkan parut linear halus atau parut datar.


Virus herpes tipe 1 merupakan penyebab hampir seluruh kasus mata, tipe 2
adalah penyebab umum pada neonates dan langka pada dewasa. Konjungtivits
yang terjadi pada ada diatas 1 tahun dan orang dewasa umumnya sembuh

sendiri. Namun antivirus topical atau sistemik harus diberikan untuk


mencegah terkenanya kornea
d. Konjungtivitis penyakit Newcastle
Konjungtivitis penyakit Newcastle adalah penyakit yang jarang didapat,
ditandai dengan perasaan terbakar, gatal, nyeri, merah, berair mata, dan
penglihatan kabur. Sering terjadi pada pekerja peternakan unggas atau burung
dan petugas laboratorium yang bekerja dengan virus atau vaksin hidup.
Konjungtivitis ini mirip dengan yang disebabkan virus lain, dengan kemosis,
nodus preaurikular kecil, dan folikel-folikel di tarsus superior dan inferior.
Tidak ada pengobatan karena akan sembuh sendiri.
e. Konjungtivitis Hemoragika Akut
Pertama kali ditemukan di Ghana pada tahun 1969. Konjungtivitis ini
disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan sesekali oleh coxsackievirus A24.
Penyakit ini khas memiliki inkubasi yang pendek (8-48 jam) dan berlangsung
singkat (5-7hari). Gejala dan tandanya bisa nyeri, fotofobia, sensasi benda
asing, banyak meneluarkan air mata, kemerahan, edema palpebra, dan
perdarahan subkonjungtiva, kadang-kadang terdapat kemosis. Kebanyakan
pasien mengalami limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan
keratitis epitel.
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan benda penular
seperti seprai, alat-alat optic yang terkontaminasi dan air.
Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari dan tidak ada pengobatan yang pasti.
2. Konjungtivitis Viral kronik
a. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikular kronik unilateral, keratitis superior, dan
pannus superior, dan mungkin menyerupai trakoma.
Reaksi radangnya terutama mononuclear. Lesi bulat, berombak, putih mutiara dan
non imflamasi. Biopsi menunjukan inklusi sitoplasma sel yang membesar,
mendesak inti ke satu sisi.
Terapinya yaitu dengan eksisi atau insisi sederhana.

b. Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrative yang disertai dengan erupsi vasikuler


yang khas disepanjang penyebaran dermaton nervus trigeminus cabanf oftalmika
(adalah khas herpes zoster), sebaiknya disebut zoster simplek.
Lesi palpebra pada varicella yang mirip dengan lesi kulit (pox) pada kedua
palpebra atau tepian palpebra. Pada zoster atau varicella kerokan dari vesikel
palpebranya mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear.
Terapi dengan acyclovir oral dosis tinggi (800 mg per oral lima kali sehari selama
10 hari)
c. Keratokonjungtivitis Campak
Enantema khas pada campak sering kali mendahului erupsi kulit. Pada tahap awal
ini, tampilan konjungtiva mirip kaca yang aneh, yang diikuti pembengkakan plica
semilunaris (tanda Meyer). Sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif
dengan secret mukopurulen dan diikuti keratitis epithelial.
Kerokan konjungtiva menunjukan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada
pseudomembran atau infeksi sekunder. Pulasan Giemsa terlihat sel-sel raksasa.
Tidak ada terapi spesifik, hanyak tindakan penunjang (kecuali ada infeksi
sekunder)
Diagnosis Banding
Konjungtivitis Bakteri

Diagnosa Banding
Konjungtivitis bakteri
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun. Penyebab
konjungtivitis

bakteri

paling

sering

adalah

Staphylococcus,

Pneumococcus,

dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan
mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu
jika tidak diobati dengan memadai.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian
antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari.
Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides
dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini
Tanda dan Gejala
- Iritasi mata,
- Mata merah,
- Sekret mata,

- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur


- Kadang-kadang edema palpebra
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan
kuman seperti seprei, kain, dll
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas
dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak
neutrofil

polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan

konjungtiva

untuk

pemeriksaan

mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika
penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas
antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric.
Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat
diteruskan
Konjungtivitis Imunologik (Alergik)
Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
1. Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)
Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami
(rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan,
dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering
mengatakan bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam jaringan sekitarnya.
Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan
selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab
tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah
mengucek matanya.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva

Terapi

Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang
diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit).
Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit
manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh
kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.
2. Konjungtivitis Vernalis
Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis
musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang
jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin.
Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim
gugur daripada musim gugur.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10 tahun.
Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5
Tanda dan gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat. Biasanya
terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya). Konjungtiva
tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis
inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali.
Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas
kapiler.1,2,3
Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil
dan granula eosinofilik bebas. 1

Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya
member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid
sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea
ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat
merugikan. Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang

sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan
tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah
pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat
tertolong bahkan dapat sembuh total. 1,3
3. Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun
papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih
sering

terdapat

di

tarsus

inferior.

Berbeda

dengan

papilla

raksasa

pada

keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang


berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi
berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi.
Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman
penglihatan. 1,3
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau
keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut
pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut
dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal,
penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.
Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat
sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1
Terapi
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg
empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg)
ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti
ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada
kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan
komplikasi

kornea

berat,

mungkin

diperlukan

mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3


Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

transplantasi

kornea

untuk

1. Phlyctenulosis
Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat
terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp,
Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, danChlamydia
trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 1
Tanda dan Gejala
Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan
dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks
mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus
dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan
kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat
jarang di tarsus. 1
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, namun
phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering
dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi
sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi
sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya.
Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus
aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila
efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang
menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi. 1
2.

Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak


Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika spectrum

luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang
menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan
sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan
sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil. 1
Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya.
Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun
pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat

menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang


menjelekkan.

Perbedaan jenis-jenis konjungtivitis umum


Temuan

klinis Viral

dan sitologi
Gatal
Hyperemia
Mata berair
Eksudasi
Adenopati

Minimal
Generalisata
Banyak
Minimal
Sering

Bakteri

Klamidia

Alergika

Minimal
Generalisata
Sedang
Banyak
Jarang

Minimal
Generalisata
Sedang
Banyak
Hanya
sering

Hebat
Generalisata
Minimal
Minimal
Tak ada

preaurikular

pada
konjungtivitis

Pada kerokan dan Monosit


eksudat

yang

dikerok
Disertai

sakit Sesekali

Bakteri, PMN

inklusi
PMN, sel plasma, Eosinofil
dan badan inklusi

Sesekali

Tidak pernah

Tidak pernah

tenggorokoan dan
demam

Etiologi
Konjungtivitis folikuler virual akut
1. Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang kadang tipe 4 dan 7
2. Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37
(subgroup D adenovirus manusia)
3. Konjungtivits Virus Herpes Simpleks oleh virus herpes simplek
4. Konjungtivitis Hemoragika Akut : enterovirus tipe 70
konjungtivitis folikular virus menahun : virus molluscum contogjosum
Blefarokonjungtivitis karena virus : varicella, herpes zoster

Epidemiologi
PCF yang terjadi dikaitkan dengan KLB penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh adenovirus atau
muncul sebagai wabah musim panas yang ditularkan melalui kolam renang. AHC pertama kali dikenal di
Ghana tahun 1969 dan di Indonesia pada tahun1970; sejak itu beberapa KLB terjadi di barbagai daerah tropis
di Asia, Afrika, AmerikaSelatan dan Tengah, Kepulauan Karibia, Kepulauan Pasifik dan sebagian Florida
sertaMeksiko. KLB di Semua Amerika pada tahun 1986 karena Cokxakievirus varian A24diperkirakan
menyerang 48% dari . KLB yang lebih kecil terjadi di beberapanegara Eropa, biasanya dihubungkan dengan
penularan di klinik mata. Kasus-kasus AHC juga terjadi dikalangan pengungsi yang berasal dari negaranegara Asia Tenggara yangtiba di AS serta para pelancong yang kembali ke AS dari daerah yang terkena
wabah AHC

Patofisiologi
Melalui kontak langsung dengan kotoran mata yang terinfeksi. Penularan orang ke orangpaling banyak terjdi
di dalam lingkungan keluarga, dimana angka serangannya biasanyatinggi. Adenovirus dapat di tularkan di
kolam renang yang tidak diklorinasi dengan baik dan dilaporkan sebagai konjungtivitis kolam renang;
penyakit ini juga ditularkanmelalui droplet dari saluran pernafasan. Wabah besar AHC di negara
berkembangberkaitan dengan padatnya penduduk dan sanitasi lingkungan yang buruk. Anak sekolahberperan
dalam penyebaran cepat AHC kepada masyarakat umum.

Manifestasi klinis
-

hyperemia
mata berair
Konjungtivitis folikular pada satu atau kedua mata
Dapat unilateral atau bilateral
Terdapat keratitis epitel superficial dan kekeruhan subepitel
Yang khas terdapat Limfadenopati preaurikular
Edema palpebra

Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa
komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
1. glaukoma
2. katarak
3. ablasi retina
4. komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari
blefaritis seperti ekstropin, trikiasis
5. komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
6. komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat
mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
7. komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan.

Pencegahan
Karena tidak ada pengobatan yang efektif, pencegahan sangatlah penting, kebersihan perorangan sebaiknya
ditekankan termasuk menghindari pemakaian handuk bersamadan menghindari kerumunan. Jaga selalu
keadaan asepsis di klinik-klinik mata; cucitangan sebelum memeriksa pasien. Klinik mata harus yakin bahwa
disinfeksi tingkat tinggi pada barang-barang yang mungkin terkontaminasi telah dilakukan dengan baik. Jika
terjadi KLB penutupan sekolah bisa di lakukan. Lakukan klorinasi kolam renang dengan baik

Terapi
Non medikamentosa

Yaitu lebih kepada pola hidup sehat sebagai pencegahan dan terapi suportif
Memberi pengetahuan dengan tujuan pasien tahu tentang penyakit, baik masa
inkubasi, cara penularan dan penanganannya

Medikamentosa

Dapat di beri anti virus (untuk kasus konjungtivitis yang tidak kunjung sembuh atau
lebih dari dua minggu) seperti Acyclovir (efek minimal dibanding antivirus lain)

Prognosis
prognosis baik, karena biasanya konjungtiva yang diakibatkan virus dapat sembuh sendiri
Kesimpulan
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pengkajian dari kasus diatas, pasien 8 tahun
dengan keluhan mata merah disertai keluar darah menderita konjungtivitis hemoragika akut

Daftar pustaka
1. Ilyas S. 2009. ilmu penyakit mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
2. Voughan, Daniel G, 2000. Oftalmologi umum edisi ke-4. Jakarta : Penerbit Widya
Medika
3. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Perawatan Konsep, proses dan praktek
edisi ke-4. Jakarta : EGC
4. Ilyas S. 2009. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
5. Voughan, Asbury. 2007. Oftalmologi umum edisi ke-17. Jakarta : EGC
6. Corwin, Elisabeth J. 2000. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai