Dengan mengucapkan hamdalah kami mengucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat, nikmat dan karunianya yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan makalah yang berjudul Karakteristik Mikroba Aspergilus Parasiticus . Tak
lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen mikrobiologi yang telah membimbing kami
dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini di susun agar pembaca dapat mengetahui karakteristik dari mikroba
aspergilus parasiticus. Walaupun dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahankesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran untuk penulisan makalah yang lebih baik.
A.
B.
C.
A.
B.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. PEMBAHASAN
Sistematika Mikroba
Karakteristik Morfologi dan Fisiologi
Peran Mikroba Aspergillus Parasiticus
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Aspergillus merupakan kapang saprofit yang sering dijumpai di tanah, air, dan
tumbuhan yang membusuk. Lebih dari 200 spesies Aspergillus telah diidentifikasi,
dan Aspergillus fumigatus merupakan penyebab infeksi pada manusia yang terbanyak dimana
lebih dari 90% menyebabkan invasive dan non-invasif aspergillosis. Aspergillus
flavus menyebabkan invasive aspergillosis sebanyak 10% sedangkan Aspergillus
niger dan Aspergillus terreus sebanyak 2%. dari hasil pemeriksaan kultur dilaporkan
bahwa Aspergillus flavus dapat menjadi penyebab aspergillosis kutaneus primer (McClenny,
N. 2005).
Lesi utama aspergillosis dapat berbentuk macula, papul, nodul, ataupun plak
sedangkan bentuk pustule ataupun lesi yang disertai dengan purulen discharge sering
dijumpai pada neonatus cutaneous aspergillosis. Lesi biasanya nyeri tetapi dapat juga
asimtomatik. Manifestasi ini mengalami perubahan secara cepat menjadi pustule, vesikel
yang hemoragik dan selanjutnya akan terbentuk krusta yang tertutup keropeng hitam (Diba
et.al, 2007).
Aspergillus Flavus dan Aspergillus niger dapat mencapai 100% pada beberapa sampel.
Populasi jamur pada produk kakao segar asal Indonesia berkisar 2,3 x 104 7,2 x 106
CFU.g-1. Perlakuan klorin mempengaruhi diversitas jamur yang diisolasi, juga frekuensi
isolasinya pada produk kakao. Kemunculan spesies Aspergillus dan Penicillium dari jamur
pada biji cokelat dengan disinfeksi permukaan adalah 65,6% dan 36,4% lebih sedikit
dibandingkan pada produk kakao tanpa disinfeksi. Penelitian ini mendemonstrasikan adanya
jamur potensial penghasil mikotoksin pada produk biji cokelat kering asal Indonesia yang
berkorelasi terhadap ditemukannya mikotoksin pada produk kakao, terutama Ochratoxin A.
Riset lebih lanjut dibutuhkan untuk mempelajari pertumbuhan spesies-spesies jamur ini pada
biji cokelat, dan kondisikondisi yang menunjang produksi mikotoksin oleh kapang-kapang
tersebut (Annaissie et.al, 2009).
Secara umum, dari semua sampel yang diujikan, spesies Aspergillus ditemukan dalam
populasi yang lebih banyak bila dibandingkan dengan spesies Penicillium. Untuk dapat
berkembang, Aspergillus memerlukan temperatur yang lebih tinggi, tetapi mampu
beradaptasi pada aw (water activity) yang lebih rendah bila dibandingkan dengan Penicillium,
dan spesiesAspergillus juga berkembang lebih cepat. Genus ini, sekalipun memerlukan waktu
yang lebih lama dan intensitas cahaya yang lebih untuk membentuk spora, tetapi juga
memproduksi spora yang lebih banyak sekaligus lebih tahan terhadap bahan-bahan kimia
(Siregar, R.S. 2004).
Hasil ini memberikan saran bahwa kontaminasi permukaan merupakan sumber utama
populasi jamur dalam biji kakao kering terfermentasi. Walaupun demikian, beberapa
spesiesAspergillus, seperti A. flavus, A. niger, dan A. wentii, mampu menginvasi inti (kernel)
dari biji-bijian saat masih dalam tahap pematangan buah (Lie, 2007; ICMSF, 2005).
BAB II
PEMBAHASAN
Aspergillus sp., yang termasuk kelompok fungus kapang, merupakan parasit yang
dapat menyebabkan penyakit aspergillosis. Spesies yang paling banyak menyebabkan
penyakit dan paling berbahaya adalah Aspergillus fumigatus. Akan tetapi, sebagai pada
aspergillosis kutaneus, Aspergillus flavus merupakan spesies yang terbanyak menyebabkan
penyakit tersebut. Diagnosis aspergillosis dapat juga ditegakkan melalui pemeriksaan
molekuler seperti serologi, antibodia atau antigen, tetapi diagnosis yang hampir pasti dan
sangat penting untuk dilakukan adalah diagnosis mikroskopis melalui sediaan langsung atau
kultur.
Untuk pemeriksaan mikroskopis langsung, sediaan yang diperiksa dapat berasal dari
kerokan kulit atau potongan kuku. Setelah dilarutkan dalam larutan Kalium Hidroksida
(KOH) untuk melisiskan membran epitel serta melarutkan protein dan lipid dalam sel fungus.
Pada pemeriksaan mikroskopis langsung, apabila terdapat infeksi Aspergillus sp. pada
jaringan yang diperiksa, maka akan terdapat gambaran cabang dichotomus dan hypha yang
bersepta.
Secara umum, gambaran morfologi Aspergillus sp. hampir sama, hanya terdapat
sedikit perbedaan. Hifa selebar 2,5-8 m, bersepta, hyalin, bercabang seperti pohon atau
kipas. Bentuknya sedikit menyerupai hifa kelompok zygomycetes. Pada A. fumigatus, kepala
konidia uniseriate, kolumner, konidia seperti rantai, terlepas atau menyebar. Konidia tunggal
atau berpasangan dapat menyerupai sel khamir. Pada A. niger, gambaran hampir sama, tetapi
kepala konidia A. niger berupa biseriate. Pada A. terreus, gambaran hampir sama, tetapi
terdapat konidia berhyalin yang kecil dan berbentuk bulat.
A. Sistematika Mikroba
merupakan kapang saprofit di tanah yang umumnyamemainkan peranan penting sebagai
pendaur ulang nutrisi yang terdapat dalam sisa-sisa tumbuhan maupun binatang. Kapang
tersebut juga ditemukan pada biji-bijianyang mengalami deteriorasi mikrobiologis selain
menyerang segala jenis substratorganik dimana saja dan kapan saja jika kondisi untuk
pertumbuhannya terpenuhi.Kondisi ideal tersebut mencakup kelembaban udara yang tinggi
dan suhu yang tinggi.Sifat morfologis Aspergillus flavus yaitu bersepta, miselia bercabang
biasanya tidak berwarna, konidiofor muncul dari kaki sel, sterigmata sederhana atau
kompleks danberwarna atau tidak berwarna, konidia berbentuk rantai berwarna hijau, coklat
atauhitam. Ruiqianet al. (2004) menyatakan bahwa tampilan mikroskopis Aspergillus flavus
memiliki konidiofor yang panjang (400-800m) dan relatif kasar, bentuk kepala konidial
bervariasi dari bentuk kolom, radial, dan bentuk bola, hifa berseptum,dan koloni kompak
(Gambar 2). Koloni dari Aspergillus flavus umumnya tumbuhdengan cepat dan mencapai
diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari (Ruiqianet al. 2004).Kapang ini memiliki warna permulaan
kuning yang akan berubah menjadi kuningkehijauan atau coklat dengan warna inversi coklat
keemasan atau tidak berwarna,sedangkan koloni yang sudah tua memiliki warna hijau tua.
Keberagaman ceruk ekologi yang dicakup oleh Aspergillussub-genus Aspergillus bagian Flavi
(grup Aspergillus flavus) dipadukan dengan kemampuan beberapaspesiesnya untuk memproduksi
aflatoksin menjadikan grup Aspergillus flavus sebagaigrup yang paling banyak dipelajari
hingga saat ini.
B. Morfologi Mikroskopis Aspergillus sp.
1. A. fumigatus
Hifa selebar 2,5-8 m, bersepta, hyalin, bercabang seperti pohon atau kipas.
Bentuknya sedikit menyerupai hifa kelompok zygomycetes. Kepala konidia uniseriate,
kolumner, konidia seperti rantai, terlepas atau menyebar. Konidia tunggal atau berpasangan
dapat menyerupai sel khamir (McClenny, 2005).
2. A. niger
Gambaran hifa seperti A. fumigatus. Kepala konidia biseriate, tersusun radier, seperti
rantai, terlepas atau menyebar. Konidia tunggal atau berpasangan dapat menyerupai sel
khamir (McClenny, 2005).
3. A. terreus
Gambaran hifa seperti A. fumigatus. Kecil, bulat, konidia hyalin menempel pada hifa
vegetative (McClenny, 2005).
Aflatoksin adalah kumpulan senyawa beracun yang dihasilkan oleh strain tertentu dari cendawan Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus.
Komoditas yang sering diinfeksi oleh cendawan ini adalah biji kacang tanah , biji kapas, dan biji kacang lain. Kandungan aflatoksin merupakan salah satu
kriteria penting dalam menentukan kelayakan jagung untuk dikonsumsi manusia dan ternak. Badan Pangan Dunia menentukan batas aflatoksin pada biji
jagung untuk pakan ternak 30 ppb suatu ukuran yang endah. Pabrik pakan ternak menetapkan batas maksimun kandungan aflatoksin jagung yang mereka
dapat terima 200 ppb untuk diolah dengan bahan lain menjadi pakan ternak. Jagung dengan kandungan aflatoksin yang lebih tinggi akan ditolak . Perlu
diketahui bahwa jika biji jagung telah terinfeksi aflatoksin hingga saat ini belum ada cara menetralisir aflatoksin tersebut , sehingga jagung tersebut tidak
dapat dimanfaatkan.
Ragi
Issue
Date: 2006
Publisher: IPB
(Bogor Agricultural
Institute)
Abstract: Kontaminasi aflatoksin di Indonesia tergolong cukup tinggi dan sulit dihindari
mengingat iklim tropis di Indonesia dengan tingkat kelembaban, curah hujan dan suhu yang
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas diketahui bahwa Aspergillus Parasiticus merupakan
bakteri yang dapat mengkontaminasi dalam bahan bahan makanan seperti bumbu dapur,
beras, jagung, kacang kacangan akibat penyimpanan dengan kelembaban dan suhu yang
mendukung ( umumnya pada temperatur diatas 20 derajat celcius dan pada kelembaban udara
90 % ) , diperlukan kehati hatian pemilihan bahan makanan yang tidak berjamur.
Agar suatu bahan makanan tidak ditumbuhi jamur , saat menyimpan harus dikeringkan
dulu karena kelembabannya harus dibawah 8 %. Biji padi padian selalu membawa spora
jamur yang akan berkembang dengan cepat apabila kondisinya memungkinkan, kacang tanah
saat dipanen kelembabannya 30 % merupakan kondisi yang baik sekali untuk tumbuhnya
jamur , karena itu sangat penting kegiatan pengeringan sebelum penyimpanannya.
DAFTAR PUSTAKA
McClenny, N. 2005. Laboratory detection and identification of Aspergillus species by microscopic
observation and culture: the traditional approach dalam Medical Mycology Supplement 1
2005, 43, S125_/S128
Diba, K. Kordbacheh P. Mirhendi SH. Rezaie, S. Mahmoudi, M. 2007. Identification of Aspergillus
Species Using Morphological Characteristics dalam Pak J Med Sci 2007 Vol. 23 No. 6