data
ANALISA STATISTIK
Analisa direncanakan secara prospektif dan detail dalam
rencana analisa statistik. Insidensi dari reaksi terhadap LAIV (baik
langsung maupun tertunda) diperkirakan dengan 2-sided exact 95%
CI. Dengan analisa subgrup, insidensi dari reaksi-rekasi
dibandingkan
di
antara
kohort-kohort
berbeda
dengan
menggunakan 2-sided Fisher exact test. Jumlah sampel
dipertimbangkan dengan perbandingan historis
HASIL
Dua ratus delapan puluh dua anak-anak dengan alergi telur
terdaftar di penelitian dan menerima setidaknya 1 dosis LAIV antara
September 2013 dan Januari 2014. Median umur dari kelompok
adalah 4.9 tahun (rentang, 2-17 tahun; rentang interkuartil [IQR], 38 tahun), dan 185 (66%) adalah laki-laki. Sejumlah 433 dosis LAIV
diberikan ke 282 anak-anak, 64 dengan riwayat vaksinasi influenza
dan 218 anak-anak yang belum pernah divaksin, seperti
digambarkan di Gambar 1. Seratus lima puluh-satu anak-anak
menerima dosis kedua LAIV 4 minggu kemudian. Alasan-alasan
mengapa hanya LAIV dosis tunggal yang diberikan ditunjukkan di
Gambar 1. Sayangnya, 53 anak-anak tidak dapat menerima dosis
kedua dikarenakan tidak tersedianya vaksin in-date; tidak ada
satupun dari anak-anak ini yang berada dalam kategori klinis resikotinggi membutuhkan 2 dosis menurut pedoman imunisasi Inggris
Raya.
Semua anak-anak memiliki bukti dari alergi telur saat itu pada
waktu imunisasi. Seratus empat puluh-lima (51%) anak-anak
mengalami reaksi alergi terhadap telur pada 12 bulan terakhir
dengan bukti sensitisasi pada pendaftaran. Dua puluh-dua (8%)
telah menjalani uji makanan yang formal di rumah sakit terhadap
telur dalam 12 bulan terakhir untuk memperkuat diagnosis mereka.
Sejumlah 137 (49%) belum bereaksi terhadap telur dalam 12 bulan
terakhir tetapi mempunyai bukti sensistisasi (misal, lebih dari
kriteria yang dipublikasikan sebesar >95% nilai prediktif positif
untuk alergi terlus secara klinis). Hanya 35 (12%) yang tidak pernah
memakan telur dan diberikan diagnosis berdasarkan hasil-hasil dari
uji alergi prediktif saja. Median respon uji skin prick terhadap putih
telur adalah 7 mm (IQR, 5-9 mm; rentang, 0-16 mm), dan median
tingkat IgE spesifik-serum adalah 12.1 kUa/L (IQR, 2.9-35.2 kUA/L;
rentang, 0->100 kUA/L). Kelompok ini terdiri dari 115 (41%) anakanak dengan riwayat anafilaksis terhadap telur sebelumnya, dimana
68 (24%) mengalami gejala-gejala pernapasan, gejala-gejala
kardiovaskular, atau keduanya dengan mengonsumsi telur. Tujuh
puluh-dua (27%) sampai sekarang masih mentolerir telur yang
dipanggang (misal, di kue) pada waktu penerimaan peserta.
(seluruhnya)
Mengi dilaporkan orang tua
13
13
4.7%
Konstitusional
Seluruhnya
31
31
11.2%
20
20
7.2%
1.1%
2.9%
11
4.0%
0.7%
11
4.0%
13.4%
2.5%7.9%
7.7%15.5%
4.4%10.9%
0.2% 3.1%
1.3%5.6%
2.0%7.0%
0.1%2.6%
2.0%7.0%
DISKUSI
Pada kelompok anak-anak yang sangat atopik dengan alergi
telur, tidak ada reaksi alergi sistemik atau episode-episode
anafilaksis setelah pemberian LAIV. Ini sama dengan 95% CI dari
1.3% untuk insidensi dari reaksi alergi sistemik akut untuk anakanak dengan alergi telur dalam populasi. Des Roches dkk baru-baru
ini melaporkan kelompok 68 anak-anak dengan diagnosis alergi
telur yang menerima LAIV tanpa reaksi alergi; akan tetapi, kriteria
yang digunakan untuk mendefinisikan alergi telur di kelompok
mereka lebih tidak ketat bila dibandingkan dengan penlitian ini, dan
maka dari itu proporsi anak-anak yang dilaporkan di penelitian itu
mungkin sudah tidak lagi alergi terhadap telur secara klinis.
Tingkat reaksi alergi berhubungan dengan paska vaksin
(2.8%) lebih tinggi dari yang dilaporkan sebelumnya. Reaksi-reaksi
ini semuanya ringan, terlokalisir, dan dapat sembuh sendiri. Data
keamanan dari pengawasan post-marketing di Amerika Serikat telah
menunjukkan LAIV sebagai vaksin yang ditolerir dengan baik. Baxter