Anda di halaman 1dari 6

CASE REPORT SESSION

SKIZOFRENIA II
Preseptor :
Veranita Pandia, dr., SpKJ (K)

Disusun oleh :
Abdullah Ichsan
1301 1214 0661
Puteri Melati
1301 1213 0572

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2015

STATUS PASIEN
KETERANGAN UMUM
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status Perkawinan
Agama
Pendidikan terakhir

: An. A
: 15 tahun
: Laki-laki
: Kabupaten Bandung
: (Tidak Sekolah)
: Belum Menikah
: Islam
: SD (Berhenti sekolah saat MTs Kelas 1)

I. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Suka Berbicara Sendiri
Anamnesa Khusus :
Sejak 4 hari SMRS pasien dikeluhkan suka berbicara sendiri, hampir di setiap waktu. Pasien
mengaku ada suara-suara yang membisikinya dan mengomentari apa yang dia lakukan. Pasien juga
terlihat marah-marah sampai membanting barang. Sejak 2 hari SMRS pasien juga tidak mau makan.
Keluhan tidak didahului kejang maupun demam. Akan tetapi pasien mengeluhkan sakit kepala di bagian
belakang, di kedua sisi kepala. Karena keluhannya ini, pasien sempat dibawa ke orang pintar, lalu dipijit
dan diberikan ramuan obat, namun tidak ada perbaikan.
Pasien mengaku pernah dipukuli kepalanya oleh temannya saat kelas 1 MTs karena tidak
memberikan jawaban kepada teman saat ujian, lalu pasien tidak sadarkan diri selama sekitar 6 jam saat
setelah dipukuli tersebut. Pasien langsung dibawa ke dokter, dan dikatakan ada gangguan pada otaknya.
Sejak saat itu pasien tidak mau lagi sekolah karena merasa takut. Pasien juga mulai dikeluhkan berbicara
sendiri dan juga marah-marah, namun setelah diberi obat oleh dokter, yang berbentuk tablet, berwarna
putih dan kuning, serta control sebanyak 3 kali ke dokter, pasien tidak lagi terlihat berbicara sendiri
maupun mraah-marah.
Satu bulan SMRS, pasien mengaku jatuh dari motor tanpa menggunakan helm, namun pasien
yakin tidak pingsan pada saat itu. Beberapa hari setelah itu pasien dikeluhkan mulai mengalami perubahan
perilaku berupa suka tiba-tiba keluar rumah, lalu bermain tanah di jalanan atau di sawah. Jika pintu dikunci
saat pasien ingin keluar rumah, pasien akan marah. Lalu saat melihat film yang ada adegan berkelahi, ia
pun ingin ikut berkelahi. Pasien juga terkadang tidak nyambung saat diajak berbicara namun belum
berbicara sendiri. Akan tetapi sebelum 2 hari SMRS, pasien masih masih makan seperti biasa, dan masih
mau bermain bola bersama teman, serta membantu pekerjaan ayahnya yaitu membuat dan memikul bata.
Pasien merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara. Pasien lahir di paraji, dan langsung menangis.
Sempat mendapatkan ASI, namun menurut ayahnya mungkin kurang cukup karena ayah dan ibunya
adalah petani yang sibuk harus di sawah seharian. Terkadang pasien juga dibawa ke sawah bersama ayah
ibunya. Tidak ada masalah dalam belajar selama di SD sampai MTs kelas 1. Pasien dikenal sebagai anak
yang baik, rajin beribadah, dan patuh kepada orang tuanya. Riwayat penyakit jiwa pada keluarga disangkal
oleh ayahnya.
1

II. STATUS PSIKIATRIKUS


1. PENAMPILAN
a. Identifikasi pribadi : kurang kooperatif, sedikit menghindar
b. Perilaku/psikomotor : sedikit gelisah
c. Gambaran umum
: perawatan diri cukup, kontak ada,
raport kurang adekuat
2. BICARA
Produktivitas cukup, artikulasi jelas, intonasi sesuai.
3. MOOD/AFEK
a. Mood : kesan cemas
b. Afek : luas, sesuai
4. PIKIRAN DAN PERSEPSI
a. Pembentukan pikiran :
Hanya menjawab jika ditanya, dan lebih banyak berkata tidak tahu.
b. Isi pikiran
:
Belum dapat dinilai
c. Gangguan pikiran
:
Autistik, waham & ide disangkal
d. Gangguan persepsi :
Halusinasi dengar, dan halusinasi visual diakui
5. SENSORIUM DAN KOGNISI
a. Kesadaran
: Compos mentis
b. Orientasi
: (sulit dinilai, menjawab tidak tahu lalu menghindar)
c. Konsentrasi dan Kalkulasi : (sulit dinilai, menjawab tidak tahu lalu menghindar)
d. Memori
: (sulit dinilai, menjawab tidak tahu lalu menghindar)
e. Dasar pengetahuan
: (sulit dinilai, menjawab tidak tahu lalu menghindar)
f. Berpikir abstrak
: (sulit dinilai, menjawab tidak tahu lalu menghindar)
6. TILIKAN
Tilikan 1, sepenuhnya menyangkal.
7. PENILAIAN
Perilaku sosial : (sulit dinilai, menjawab tidak tahu lalu menghindar)
Terhadap tes : (sulit dinilai, menjawab tidak tahu lalu menghindar)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT-Scan Kepala
III. DIAGNOSIS
Axis I
: Skizofrenia hebefrenik
DD/ Gangguan psikotik sementara / Gangguan Mental Organik
Axis II
: tidak ada diagnosis
Axis III
: suspek trauma kapitis, kelainan otak
Axis IV
: tidak ada diagnosis
Axis V
: GAF saat diperiksa 70-61

V. PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmaka : Risperidon 2 X 2 mg, 1-0-1
2. Psikoterapi
: Suportif individu
3. Rawat inap di ruang perawatan departemen ilmu kedokteran jiwa.
VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: ad bonam
: ad bonam

PEMBAHASAN KASUS
1. PEMBAHASAN DIAGNOSIS
Diagnosis multiaxial pasien adalah sebagai berikut:
Axis I
: Skizofrenia hebefrenik
DD/ Gangguan psikotik sementara / Gangguan Mental Organik
Axis II
: tidak ada diagnosis
Axis III
: suspek trauma kapitis, kelainan otak
Axis IV
: tidak ada diagnosis
Axis V
: GAF saat diperiksa 70-61
Kriteria diagnostik skizofrenia berdasarkan DSM-IV-TR
A. Gejala karakteristik : Ditemukannya dua atau lebih gejala berikut :
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara terdisorganisasi
(4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
(5) Gejala negatif
B. Disfungsi sosial/pekerjaan
C. Durasi
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif
Pedoman Diagnostik untuk Skizofrenia Hebefrenik berdasarkan PPDGJ III
Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda
Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri (solitary), Untuk
meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan:
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan,
o Afek pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering disertai oleh cekikikan
(gigling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling)
atau sikap tinggi hati (lofty manner),
o proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan pembicaraan yang tak menentu (rambling) dan
inkoherens
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir biasanya menonjol,
halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak menonjol. Adanya suatu preokupasi yang
dangkal, dan bersifat dibuat-buar terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikirannya.

Kriteria diagnosis gangguan psikotik akut sementara berdasarkan DSM IV-TR:


A. Presence of one (or more) of the following symptoms:
(1) delusions
(2) hallucinations
(3) disorganized speech (e.g., frequent derailment or incoherence)
(4) grossly disorganized or catatonic behavior
B. Duration of an episode of the disturbance is at least 1 day but less than 1 month, with eventual
full return to premorbid level of functioning.
C. The disturbance is not better accounted for by a Mood Disorder With Psychotic Features,
Schizoaffective Disorder, or Schizophrenia and is not due to the direct physiological effects of
a substance (e.g., a drug of abuse, a medication) or a general medical condition.

2. PEMBAHASAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Penelitian awal yang menggunakan tomografi komputer (CT) pada populasi skizofrenik
mungkin telah menghasilkan data yang paling awal dan paling meyakinkan bahwa skizofrenia
dapat dipercaya sebagai penyakit otak. Penelitian tersebut telah secara konsisten menunjukkan
bahwa otak pasien skizofrenik mempunyai pembesaran ventrikel lateral dan ventrikel ketiga dan
suatu derajat penurunan volume kortikal.
Pelaksanaan CT-Scan ini juga dilakukan untuk mengeliminasi diagnosis banding
Gangguan Mental Organik.
3. PEMBAHASAN TERAPI
1. Psikofarmaka
: Risperidon 2 X 2 mg, 1-0-1
ini merupakan dosis inisial risperdon yang dinilai tidak akan menimbulkan efek samping EPS.
2. Psikoterapi : Suportif individu
keluarga pasien sesungguhnya sudah mengetahui keadaan pasien, dan dalam fase aktif seperti
ini, suportif individu pasien juga merupakan hal yang utama.
3. Rawat inap di ruang perawatan departemen ilmu kedokteran jiwa.
untuk meningkatkan kepatuhan meminum obat, serta melakukan observasi secara kontinyu
pada pasien, rawat inap adalah solusi terbaik.
4. PEMBAHASAN PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Tidak ada perilaku pasien yang mengancam jiwa, dan tidak ada pemikiran untuk bunuh diri.
Quo ad functionam : ad bonam
Perilaku pasien yang masih terkesan baik, dan tidak ada kecatatan fisik, akan memberikan
kesempatan pada pasien untuk kembali melakukan aktivitas sehari-hari serta berkehidupan sosial
seperti masyarakat pada umumnya, ketika sudah sembuh.

Anda mungkin juga menyukai